• Tidak ada hasil yang ditemukan

D A F T A R I S I - Repository UMJ

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "D A F T A R I S I - Repository UMJ"

Copied!
280
0
0

Teks penuh

Terwujudnya kekuasaan kehakiman yang bebas akan berkaitan dengan kemauan politik untuk menempatkan hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Apakah kekuasaan kehakiman itu independen dalam struktur kekuasaan negara, harus berada dalam satu payung yaitu Mahkamah Agung.

Identifikasi Masalah

Kerangka Teori

Selain itu, di negara-negara sosialis (komunis), berkembang konsep supremasi hukum yang terbentuk dalam legalitas sosialis. 9 - yang menyimpulkan bahwa konsep negara hukum yang dirumuskan oleh FJ Stahl dikenal dengan istilah negara hukum formal.

Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Artinya kekuasaan kehakiman yang independen, yang berkaitan dengan tatanan politik dan sosial budaya suatu negara. Bahan hukum sekunder yang diperlukan adalah berbagai literatur (buku ilmiah), artikel jurnal ilmiah, makalah, surat kabar, majalah dan bentuk literatur lain yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman.

Kegunaan Penelitian

Sistematika Pembahasan

Bab IV menganalisis tentang penyelenggaraan peradilan di Indonesia sebagaimana telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya.

Berbagai Konsepsi Negara Hukum

  • Arti Negara Hukum
  • Negara hukum menurut konsep rechtsstaat
  • Negara Hukum menurut Konsep Rule of Law
  • Negara Hukum menurut Konsep Sosialist Legality

Selanjutnya gagasan negara hukum liberal (the night watch state) berkembang menjadi negara hukum formal, negara hukum material, dan pengertian negara hukum dalam arti negara sejahtera (welvaarstaat). saat ini sedang berkembang. Artinya konsep legalitas sosialis sulit dikatakan sebagai konsep negara hukum universal.

Konsepsi Negara Hukum Menurut UUD 1945

Negara Hukum Indonesia

71 yang menyatakan bahwa konsep negara hukum Pancasila mempunyai ciri-ciri, (1) adanya hubungan erat antara agama dan negara, (2) bergantung pada ketuhanan Yang Maha Esa, (3) kebebasan beragama dalam arti. Sedangkan unsur-unsur negara hukum Pancasila meliputi (1) Pancasila, (2) MPR, (3) sistem ketatanegaraan, (4) kesetaraan, dan (5) peradilan yang bebas. . kewajiban sosial untuk mewujudkan kesejahteraan bangsa Indonesia secara setara.

Perumusan Negara Hukum dalam UUD 1945

Dari grafik di atas terlihat bahwa NKRI telah memenuhi enam dari tujuh unsur negara hukum (empat unsur konsep negara hukum Eropa dan tiga unsur konsep negara hukum), sehingga Negara Republik Indonesia dapat dikategorikan sebagai negara hukum. Penjelasan di atas menjelaskan bahwa negara hukum Indonesia secara normatif terdapat pada pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, dalam penafsiran UUD 1945 dalam aturan pokok pertama sistem pemerintahan negara dan selanjutnya terlihat dalam ketetapan MPRS No. .

Kekuasaan Kehakiman dalam Negara Hukum Indonesia

34; Peradilan adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya supremasi hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Pancasila yang bebas/mandiri dari campur tangan.

Sistem Peradilan Menurut UUD 1945

Jika sistem hukum dipahami sebagai suatu kekuasaan yang berdiri sendiri dan hidup berdampingan dengan kekuasaan lain, maka hal tersebut dapat ditelusuri dari sistem hukum yang dianut oleh negara-negara dunia, yang pada umumnya dikelompokkan menjadi sistem hukum Anglo-Saxon dan sistem hukum kontinental Eropa. Perbedaan yang menonjol antara sistem hukum Anglo-Saxon dan Eropa-Kontinental antara lain adalah kewenangan hakim dan keterlibatan masyarakat di luar lembaga peradilan. Terlihat bahwa sistem hukum yang dianut oleh negara-negara Anglo-Saxon dikenal dengan sistem juri, namun sistem hukum negara-negara Eropa kontinental tidak mengenalnya, yang hanya dilakukan oleh hakim di lingkungan peradilan.

Pembahasan lebih lanjut mengenai sistem peradilan dalam negara hukum Indonesia didasarkan pada kerangka konseptual sistem peradilan Anglo-Saxon dan Eropa Kontinental yang berpedoman pada UUD 1945. Pengakuan terhadap hukum tertulis (statuta) dan hukum tidak tertulis, seperti dalam UUD 1945. 1945 dan UU No. 14 Tahun 1970 menjelaskan bahwa sistem hukum dan sistem peradilan merupakan gabungan dari sistem hukum dan sistem peradilan di negara-negara Anglo-Saxon dan di benua Eropa. Namun dalam penyelenggaraan sistem peradilan, UU No. 14 Tahun 1970 lebih condong ke arah sistem peradilan yang dianut oleh negara-negara Eropa kontinental.

Penegasan ini menunjukkan bahwa penyelenggaraan peradilan berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tidak mengakui adanya juri sebagaimana dianut dalam sistem hukum negara-negara Anglo-Saxon, namun lebih condong ke benua Eropa. Keberadaan PTUN menunjukkan pengakuan terhadap perlindungan hak prerogatif penyelenggara negara, sebagaimana yang tertuang dalam sistem hukum di negara-negara kontinental Eropa.

Fungsi Peradilan dalam Penegakan Hukum

Di antara faktor-faktor penegakan hukum tersebut, faktor penegakan hukum penting bagi fungsi keadilan, karena faktor penegakan hukum yang terlibat langsung dalam penegakan hukum tidak hanya mencakup penegakan hukum, tetapi juga mencakup pemeliharaan perdamaian. Jika penegakan hukum dipahami tidak hanya mencakup penegakan hukum, tetapi juga penegakan hukum, maka penegakan hukum bukan sekadar proses penerapan aturan-aturan yang telah dirumuskan dalam hukum positif (law Ibid, hal. Dalam kaitan ini, fungsi peradilan dalam penegakan hukum pidana diartikan sebagai Fungsi kelembagaan keadilan adalah menegakkan hukum dan menjaga perdamaian, yaitu pelaksanaan aturan dan norma hukum positif yang hidup dalam masyarakat.

Jadi, lembaga peradilan sebagai lembaga penegak hukum peradilan mempunyai arti penting dalam penyelenggaraan negara yang berdasarkan hukum atau negara hukum. Kondisi lain yang mendukung berfungsinya lembaga peradilan dalam penegakan hukum antara lain adalah keterkaitan antara kebijakan pembuatan undang-undang (UU) dengan kebijakan penegakan hukum. 62) W. Jika penerapan hukum tidak berjalan dengan baik, maka peraturan perundang-undangan yang sempurna sekalipun akan kurang atau bahkan gagal memberikan makna yang sesuai dengan tujuannya.

Keputusan penegakan hukum merupakan instrumen kontrol atas tepat atau tidaknya suatu peraturan perundang-undangan. Keputusan penegakan hukum merupakan masukan untuk pemutakhiran dan penyempurnaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB III

Antara 1945 sampai dengan 1950

  • Pengaturan Kekuasaan Kehakiman dalam UUD 1945
  • Pengaturan Kekuasaan Kehakiman Dalam Konstitusi RIS
  • Pelaksanaan Kekuasaan Kehakiman

UUD 1945 mengatur pembagian kekuasaan negara sebagaimana diatur dalam Bab III dengan judul Kekuasaan Pemerintahan Negara. Salah satu kekuasaan pemerintahan yang diatur dalam UUD 1945 adalah kekuasaan kehakiman yang diatur dalam pasal 24 dan 25. Dalam penjelasan pasal 24 dan 25 UUD 1945 terlihat bahwa lembaga peradilan merupakan suatu kekuasaan yang mandiri, yang artinya adalah kekuasaan yang bersifat independen. tidak bergantung pada pengaruh pemerintah.

Kondisi ini menunjukkan bahwa pengaturan peradilan dalam UUD 1945 pendek dan tidak proporsional dengan tugas yang diemban. Jika memperhatikan teks Pasal 24 dan 25 UUD 1945, Anda akan ditanya mengapa penyelenggaraan peradilan yang bebas/merdeka tidak diatur dalam batang tubuh UUD 1945, melainkan dalam pembukaannya. Bandingkan ciri-ciri sistem pemerintahan dalam UUD 1945 yang diatur dalam penafsiran UUD 1945, antara lain: (1) Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (rechtsstaat); (2) sistem ketatanegaraan; (3) Kekuasaan tertinggi negara berada di tangan MPR; (4) Presiden adalah penyelenggara pemerintahan negara tertinggi menurut MPR; (5) Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR; (6) Menteri Negara merupakan pembantu Presiden dan Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR; (7) Kekuasaan Presiden tidak terbatas.

Perubahan sistem pemerintahan pada awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia menimbulkan pertanyaan mengenai sistem pemerintahan nasional yang dianut oleh UUD 1945. Jika kita melihat susunan pembagian kekuasaan negara yang diatur oleh UUD 1945 dan UUD 1945. RIS, UUD 1945, terdapat beberapa perbedaan, antara lain tentang Majelis Pertimbangan Agung yang hanya diatur dalam UUD 1945.

Antara 1950 sampai dengan 1959

  • Pengaturan Kekuasaan Kehakiman dalam UUDS 1950
  • Penerapan Sistem Peradilan

Selain itu, kekuasaan kehakiman dalam UUDS Tahun 1950 juga tidak jauh berbeda dengan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam konstitusi RIS. Sebab, sebagian besar UUDS Tahun 1950 bersumber dari UUD RIS yang disesuaikan dengan bentuk negara kesatuan. Kekuasaan kehakiman dalam UUDS Tahun 1950 diatur dalam III. bagian berjudul Pengadilan yang terdiri dari 7 pasal dari Pasal 101 sampai dengan 108.

Artinya, pengaruh pendapat Soepomo mengenai kekuasaan kehakiman muncul kembali dalam rumusan UUDS Tahun 1950 dan hilangnya pengaruh eksternal dalam rumusan konstitusi. Terlebih lagi, dalam UUDS UUD 1950, peradilan diatur dalam satu bab dengan UUD RIS (Bab III dengan judul Aparatur Negara Republik Indonesia Serikat) dengan lembaga kekuasaan negara lainnya, sedangkan dalam UUD 1945 itu diatur tersendiri. (Bab IX dengan judul Kekuasaan Kehakiman) hanya dengan dua pasal. Menurut UUDS Tahun 1950, terdapat enam lingkungan peradilan, yaitu peradilan umum, peradilan militer (militer court), peradilan pemerintahan sendiri, peradilan adat, dan peradilan agama.

Meskipun ketentuan Pasal 105 UUDS Tahun 1950 mengatur bahwa Mahkamah Agung adalah pengadilan tertinggi negara, yang berarti kesatuan (unifikasi) dalam sistem peradilan dikehendaki, hak untuk menyatakan inkonsistensi dengan konstitusi, sebagaimana diatur dalam konstitusi RIS , terbatas. tidak diselesaikan, Mahkamah Agung sendiri tidak mempunyai kewenangan untuk menilai apakah undang-undang tersebut dinyatakan inkonstitusional. Sebab, undang-undang dari UUDS Tahun 1950 tidak dapat diganggu gugat sebagaimana diatur dalam Pasal 95 ayat (2).

Antara 1959 sampai Sekarang 1. Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Salah satu tatanan tersebut adalah konsep demokrasi terpimpin yang memusatkan kekuasaan negara pada satu tangan, yaitu Soekarno sebagai presiden. Dari segi terminologi pengertian Demokrasi Terpimpin dapat dikaji pada Bab II Ketetapan MPRS Nomor VIII/MPRS/1965 yaitu; 43). Oleh karena itu, demokrasi terpimpin dapat disamakan dengan kediktatoran atau setidaknya mengarah pada kediktatoran.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pada era demokrasi terpimpin mengarah pada konfigurasi politik yang tidak demokratis (otoriter). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa produk hukum di lingkungan peradilan pada era demokrasi terpimpin merupakan produk hukum yang bersifat elitis, yaitu produk hukum yang hanya bertujuan untuk memperkuat atau memenangkan kepentingan kekuasaan, sekalipun dengan dalih untuk kepentingan rakyat. revolusi. , kehormatan bangsa dan negara. Soeharto membubarkan PKI dan mengambil langkah-langkah untuk memulihkan stabilitas politik, yang pada akhirnya melemahkan demokrasi terpimpin.

Tuntutan perbaikan ekonomi yang terabaikan pada masa demokrasi terpimpin memerlukan reformasi radikal terhadap kebijakan dan struktur ekonomi yang diadopsi oleh rezim sebelumnya. Sebab, para anggota terhormat Dewan ini juga merupakan gagasan penguasa baru pasca tumbangnya rezim Orde Lama/Demokrasi Terpimpin.

BAB IV

  • Fungsi Kekuasaan Kehakiman

Peradilan sebagai kekuasaan negara ada berdampingan dengan kekuasaan negara lainnya. Dalam UUD 1945, terdapat lima kekuasaan negara yang dikelompokkan sebagai lembaga tinggi negara (Presiden, DPR, DPA, BPK, dan MA) dan satu sebagai lembaga tertinggi negara (MPR). Artinya kedudukan lembaga peradilan sebagai salah satu kekuasaan negara sejajar dengan kekuasaan pemerintah. Gandasubrata, Beberapa pengamatan mengenai kedudukan dan fungsi lembaga peradilan menurut UUD 1945, Aneka Peradilan Tahun XI No.

Hal ini dibuktikan dengan disampaikannya Memorandum IKAHI pada tanggal 23 Oktober 1996 tentang Perbaikan Kedudukan Peradilan Sesuai UUD 1945 Menurut Tafsir Orde Baru (TAP MPRS No. 14 Tahun 1970 yang memuat asas-asas Kehakiman yang berlandaskan tentang semangat dan filosofi positivisme legalistik otoriter Moh Pemahaman ini jika dilihat secara verbal cenderung membatasi fungsi peradilan pada upaya penegakan hukum atau undang-undang positif.

Koesnoe dapat merumuskan bahwa fungsi kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan kehakiman dalam penegakan hukum dan penemuan hukum. 14 Tahun 1970 menyatakan bahwa fungsi peradilan yang paling mendasar adalah menjalankan kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila demi terselenggaranya negara hukum Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Ravik Karsidi, Rector of Universitas Sebelas Maret, Indonesia Sister Universities * Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Indonesia Institut Pertanian Bogor, Indonesia

Ravik Karsidi, Rector of Universitas Sebelas Maret, Indonesia Sister Universities * Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Indonesia Institut Pertanian Bogor, Indonesia