• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dari Paris ke Pasuruan

N/A
N/A
Asep rahmat

Academic year: 2025

Membagikan " Dari Paris ke Pasuruan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Dari Paris ke Pasuruan, Dari Dantes Sampai Jadi Surapati

Perjalanan Kepengarangan Ferdinand Wiggers; Menerjemah, Menggubah, lalu Mencipta

1

Agung Dwi Ertato2

Biarlah engkau djadiken apa jang akoe tjoba diriken; engkau anak dari pada doewa bangsa, biarlah engkau perhoeboengkan kedoewa bangsa itoe”

Ferdinand Wiggers. 1898

Mengapa Tuan Menulis Melayu,” aku ganti bertanya, “ sedang Tuan bukan Pribumi Hindia? Lebih Banyak Eropa daripada Pribumi?”

“Lihat, Tuan, keturunan tidak banyak berarti. Kesetian pada negeri dan bangsa ini, Tuan. Ini negeri dan bangsaku; bukan Eropa. Yang Belanda hanya namaku. Tak ada salahnya orang mencintai bangsa dan negeri ini tanpa mesti Pribumi, tanpa berdarah pribumi pun.”

Pramoedya Antanta Toer, 1975

Pengantar

P

ADA

T

AHUN 1898, Ferdinand Wiggers, melalui tokoh Soerapati, mengujarkan kata- kata yang penuh dengan pengharapan terhadap kaum Indo-Belanda; sebagai penghubung dua bangsa di bumi kolonial. Ia sendiri adalah seorang Indo-Belanda.

Hampir satu abad setelah F. Wiggers menuliskan itu, Pramoedya Ananta Toer, dalam roman Anak Semua Bangsa, melakukan wawancara imajinatif antara pribumi dengan orang Indo-Belanda tentang pemakaian bahasa Melayu dalam penulisan pers Indo- Belanda. Meskipun orang Indo-Belanda itu bukanlah F. Wiggers, wawancara imajinatif tersebut setidaknya mengilustrasikan alasan pemilihan bahasa Melayu rendah sebagai media penyampai gagasan bagi kalangan Indo-Belanda pada penghujung abad ke-19.

Bagi kalangan Indo-Belanda pada waktu itu, “Bahasa Melayu dimengerti dan dibaca di setiap kota besar dan kecil di seluruh Hindia. Belanda tidak.” Itulah sebabnya penulisan pers yang dikuasai oleh kaum Indo-Belanda maupun sastra pada penutup usia abad ke- 19 menggunakan bahasa Melayu terutama Melayu rendah. Pada masa itu pula, F.

Wiggers juga merupakan salah satu bagian dari lingkaran intelektual di bumi Hindia yang giat memproduksi tulisan dalam bahasa Melayu rendah.

Karangan ini pada awalnya ditulis untuk memperkenalkan kekayaan Kesusastraan Indonesia pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Catatan serupa sebenarnya sudah dilakukan oleh C.W. Watson (1971), V.W. Sykorsky (1980), Ibnu Wahyudi (1988), dan Claudine Salmon (2010). Akan tetapi, dalam karangan ini hanya akan

1 Karangan ini merupakan rencana salah satu bab dari skrispi saya tentang Ferdinand Wiggers.

2 Mahasiswa Prodi Indonesia FIB UI.

(2)

difokuskan pada satu nama saja yaitu Ferdinand Wiggers. Ferdinand Wiggers adalah seorang Indo-Belanda. Dalam beberapan catatan terdahulu, ia dikenal sebagai penerjemah, wartawan, penyadur, serta sastrawan yang menggunakan bahasa Melayu rendah sebagai medium komunikasi gagasannya. Watson pun pernah menyebut bahwa Ferdinand Wiggers adalah pengarang yang cukup produktif di kalangan peranakan Eropa pada zamannya. Atas alasan yang cukup sederhana tersebut, karangan ini dibuat untuk mendata keseluruhan karya yang ditulis oleh Ferdinand Wiggers.

Dalam karangan ini, pembicaraan difokuskan pada karya-karya Ferdinand Wiggers. Karya-karya yang dibicarakan akan diurutkan secara kronologis dari tahun penerbitan karya sastra tersebut. Karya yang dibicarakan bukan hanya karya asli dari Ferdinand Wiggers melainkan juga karya-karya hasil saduran dan terjemahannya terhadap karya asing. Tentu saja hasil kerja penyaduran dan penerjemahan dari Ferdinand Wiggers diposisikan sebagai hasil kerja kreatif karena Ferdinand Wiggers mentransformasikan budaya teks asli yang ia sadur/terjemahkan ke dalam masyarakat pembaca Melayu terutama Melayu rendah. Pembacaan karya-karya Ferdinand Wiggers dalam bab ini hanya sebatas pada pembacaan deskriptif saja yaitu dengan melakukan pembacaan dari sumber primer maupun sekunder. Hal ini disebabkan kesulitan dalam mengumpulkan naskah-naskah maupun buku yang pernah ditulis oleh Ferdinand Wiggers. Selain itu, karya-karya Ferdinand Wiggers yang didiskripsikan adalah karya- karya sastra saja sedangkan karya nonfiksi3 seperti alamanak dan buku hukum tidak dimasukkan dalam karangan ini.

Catatan mengenai jumlah karya sastra yang ditulis oleh Ferdinand Wiggers sejauh ini telah berhasil dikumpulkan oleh C.W. Watson (1971), Pramoedya Ananta Toer (1982), Ibnu Wahyudi (1988), Doris Jedamski (2010), dan V.W. Sykorsky (1980). Dari catatan-catatan mereka, dapat dikumpulkan secara kronologis karya-karya Ferdinand Wiggers sebagai berikut.

a. Barang Rahasia dari astana Konstatinopel; Riwayat waktoe sekarang (1892- 1899).

b. Graaf de Monte-Cristo; Karangannja Alexander Dumas: Tjeritaken dalam bah.

Melajoe rendah dengan menoeroet djalan jang gampang, (1894-99).

c. Hikajat 1001 malam ja-itoe tjeritera-tjeritera Arab (1897-1902).

d. Dari Boedak sampe Djadi Radja; menoeroet karanganja Melati van Java; tersalin dalem bahasa Melajoe renda 2 Jilid(1898).

e. Djembatan Berdjiwa Jilid 1 dan 2 (1900 dan 1901).

f. Boekoe Lelakon Ondercollecteur Raden Beij Soerio Retno (1901).

g. Tjerita Dokter Legendre atau Mereboet harta (1902) h. Nona Glatik (1902).

i. Nyai Isah (1903).

3 Karya-karya nonfiksi dari Ferdinand Wiggers adalah Peratoeran Boeat Instituut Pasteur di Weltevereden dan Hal Penjakit Anjing Gila (Betawi,1895), Boekoe Perkara Harta Benda (Kwee Hwee) pada Wees- dan Boedelkamer (ttp, tnp), Boekoe Perkara Hal Failliet (ttp, tnp), Pengadilan Hoekoem (ttp, tnp), Alamanak Prijaji (Betawi, 1898, 2 jilid), Toerki dan Joenani (Betawi, 1887), dan Bangsa Tjina Hindia- Neterland teristimewa di Negeri Betawi dalam tahun 1740 waktoe Peroesoehan Orang Tjina. Lihat Pramoedya Ananta Toer (1982: 30-31).

(3)

j. Boekoe Peringatan: Mentjeritain dari halnja seorang Prampoean Islam Tjeng Kao bernama Fatima (1908).

k. Raden Adjeng Aidali : soeatoe tjerita jang kedjadian di tanah Djawa (1910).

l. Tereosir (1910).

m. Sair Java-Bank dirampok tanggal 22 November 1902 (1922).

Kesemua judul tersebut merupakan tulisan Ferdinand Wiggers dalam bahasa Melayu rendah. Karena susahnya mendapatkan naskah asli, karangan ini pun hanya sebatas rangkuman dari beberapa sumber yang telah menyebut karya Ferdinand Wiggers dan beberapa naskah yang masih bisa ditemui sekarang. Sebelum kita menyimak karya- karya Ferdinand Wiggers, saya akan menceritakan sedikit tentang siapa Ferdinand Wiggers.

Ferdinand Wiggers: Dari Controleur Sampe Jadi Toekang Crita

Tidak banyak catatan tentang Ferdinand Wiggers. Catatan yang serba sedikit itu pun kini samar-samar dalam peta kesejarahan sastra Indonesia, mengingat pola historiografi di Indonesia masih terpengaruh wacana kolonial selama ini dengan menempatkan Balai Pustaka sebagai titik tolak kesusastraan Indonesia modern. Catatan yang cukup lengkap tentang Ferdinand Wiggers pernah ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer dan dalam hal ini saya menceritakan ulang apa yang pernah ditulis oleh Pram.

Ferdinand Wiggers lahir dari keluarga yang cukup terpelajar. Lahir dari Keluarga besar Wiggers pada tahun 1869. Keluarga Wiggers adalah keluarga yang cukup berperan dalam tradisi pers dan sastra pada waktu itu. Ayahnya adalah E.F. Wiggers4 sering dikenal sebagai Wiggers senior. E.F. Wiggers dalam dunia pers dikenal sebagai salah satu pendiri dua surat kabar berbahasa Melayu rendah Bintang Barat dan Bintang Betawi. Bersama J. Kieffer, E. F. Wiggers mendirikan Bintang Barat pada tahun 1883.

Selama sepuluh tahun ia bekerja sebagai radaktur di Bintang Barat. Pada tahun 1893, E.

F. Wiggers keluar dan ikut membantu J. Kieffer membangun Bintang Betawi. Di surat kabar tersebut ia juga menjadi redaktur. Hanya tiga tahun, E. F. Wiggers bekerja di surat kabar tersebut, pada tahun 1896 ia sudah tidak termasuk di dalam jajaran redaksi Bintang Betawi. Setelah tahun tersebut, nama E. F. Wiggers tidak muncul lagi di dalam persuratkabaran maupun di dalam penulisan sastra.

Keluarga Wiggers cukup dekat dengan kaum Tionghoa-peranakan. Wiggers senior pernah bekerja sama dengan Lie Kim Hok dalam menerjemahkan karya sastra. Lawah- lawah Merah adalah hasil kerja terjemahan mereka. Selain itu Wiggers senior juga pernah memulai menerjemahkan The Secrets of The Courts of Constantinople ke dalam bahasa Melayu rendah dengan judul Barang Rahasia dari astana Konstatinopel. Tak heran, jika Ferdinand Wiggers mengikuti bakat ayahnya sebagai wartawan dan sastrawan. Bahkan, bisa dibilang Wiggers junior jauh melebihi ayahnya.

4 Dalam catatan Pramoedya Ananta Toer dan Jakob Sumardjo, ayah Ferdinand Wiggers bernama H.D. Wiggers, sedangkan dalam buku Antologi Drama Indononesia 1985-1930 dan The Vernacular Press and the Emergence of Modern Indonesia Consciousness, nama ayah Ferdinand Wiggers bernama E.F.

Wiggers.

(4)

Hidup di dalam bayang-bayang Ayahnya, tidak lantas membuat Ferdinand Wiggers langusng terjun ke dalam dunia pers dan sastra. Ferdinand Wiggers baru terjun ke dunia pers sekitar tahun 1898 ketika ia tercatat sebagai editor di Pembrita Betawi pada tahun 1898. Sebelum menjadi wartawan dan penulis, F. Wiggers bekerja sebagai kontrolir Pangreh Praja Hindia Belanda. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa latar pendidikan Wiggers junior kemungkinan besar adalah lulusan sekolah Hukum, entah dari sekolah hukum di Belanda maupun Hindia Belanda. Sebagai mantan kontrolir, F. Wiggers tidak begitu saja meninggalkan dunia hukum dan perundang- undangan Hindia Belanda. Terbukti setelah ia keluar dari pekerjaannya itu, sekitar 15 buku lebih tentang hukum dan perundang-undangan5 di Hindia Belanda sudah ia tulis.

Selain bergelut di dunia hukum, F. Wiggers juga ikut berperan dalam perkembangan pers dan sastra pada penutup abad ke-19 hingga permulaan abad ke-20.

Di bidang pers, F. Wiggers menjadi editor di surat kabar Pembrita Betawi pada tahun 1898 sampai menjadi redaktur utama hingga pimpinan di surat kabar tersebut. Pada tahun yang sama pula, 1898, ia juga tercatat sebagai editor Hoekoem Hindia yang pada tahun 1903 berganti nama menjadi Taman Sari. Pada tahun 1901, Ferdinand Wiggers mengundurkan diri Pembrita Betawi. Setelah keluar dari Pembrita Betawi, ia bekerja sebagai editor di Warna Sari yang berbahasa Jawa, Bendera Wolanda, dan Pengadilan.

Di dalam lingkaran pers, F. Wiggers aktif juga berhubungan dengan orang-orang pers lainnya. Ia adalah salah satu penggagas organisasi pers, Malaische Journalisten Bond, pertama di bumi Hindia Belanda dan menjabat sebagai wakil ketua. Malaische Journalisten Bond didirikan pada tahun 1906 sebagai perlawanan atas sensor terhadap pers. Di dalam organisasi tersebut, bukan cuma jurnalis saja yang turut serta melainkan perusahan percetakan dan penerbitan juga. Orang-orang yang terlibat di dalam organisasi tersebut adalah Clockener Brousson sebagai ketua, F. Wiggers sebagai wakil ketua, F.D.J. Pangemanann (pengarang Tjerita Rossina) sebagai sekretaris, dan Phoa Tjoen Hoat sebagai bendahara. Kemungkinan besar, di dalam organisasi tersebut juga ada R.M. Tirto Adhi Soerjo yang bekerja pada Bintang Betawi dan pendiri Medan Prijaji, serta G. Francis (Pengarang Njai Dasima) yang bekerja di Bintang Betawi. Mereka adalah lingkaran intelektual di Hindia Belanda dari kelas menengah pada penutup abad ke-19 hingga pembuka abad ke-20.

Tidak hanya di bidang pers, di bidang penulisan sastra, F. Wiggers juga meneruskan tradisi kepenulisan ayahnya, E.F. Wiggers. F. Wiggers meneruskan terjemahan dari ayahnya Barang Rahasia dari Astana Konstatinopel dan Hikajat 1001 Malam. Ia juga masih berhubungan baik dengan Lie Kim Hok yang membantu ayahnya menulis novel Lawah-lawah Merah (1875), dengan menerjemahkan Graaf de Monte- Cristo bersama Lie Kim Hok. Hubungan baik dengan Lie Kim Hok tidak sebatas penulisan, F. Wiggers membantu Lie Kim Hok dalam dunia penerbitan. Sekurang- kurangnya 13 judul Karya F. Wiggers yang berhasil dikumpulkan atau terlacak baik terjemahan maupun asli, baik novel, drama, maupun puisi. Angka tersebut bisa saja

5 Pada bagian lampiran karangan ini, saya menampilkan seluruh buku yang ditulis Ferdinand Wiggers baik karya sastra maupun buku di luar sastra seperti buku hukum dan alamanak.

(5)

bertambah jika terdapat temuan-temuan baru. Pada tanggal 20 Februari 1912, Ferdinand Wiggers menutup usia.

Barang Rahasia dari astana Konstatinopel; Riwayat waktoe sekarang

Berdasarkan penulusuran W.V. Sykorsky (1980) buku Barang Rahasia dari astana Konstatinopel adalah buku terjemahan dari cerita petualangan yang berjudul The Secrets of the Courts of Constatinopel. Buku cerita tersebut diterbitkan menjadi buku pada tahun 1892 dan tahun 1898. Henk Maier (2010, 15) berpendapat lain mengenai cerita Barang Rahasia dari astana Konstatinopel. Berdasarkan penelusuran Maier, cerita tersebut dimuat pertama kali di koran Bintang Barat pada tahun 1880 dan diterbitkan pertama kali oleh Karsseboom & Co. Kemungkinan temuan Maier tersebut adalah tulisan dari Wiggers senior. Cerita berjilid dari Barang Rahasia dari astana Konstatinopel (25 jilid) diterbitkan pada tahun 1899 oleh penerbit Albrecht & Co. dan tidak sampai selesai. Dari terjemahan tersebut, menurut Sykorsky (1980), istilah Komedie Stamboel muncul dan dipakai sebagai nama untuk seni pertunjukan pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Buku tersebut sekarang tersimpan di Perpustakaan Uni Soviet/Rusia.

Graaf de Monte-Cristo

Graaf de Monte-Cristo adalah pencapaian tinggi kerja penerjemahan dari Ferdinand Wiggers selain terjemahan lainnya yaitu Dari Boedak sampe djadi Radja. Buku Graaf de Monte-Cristo; Karangannja Alexander Dumas: Tjeritaken dalam bah. Melajoe rendah dengan menoeroet djalan jang gampang sebenarnya tidak dibubuhi oleh nama penerjemah. Akan tetapi, berdasarkan gaya penulisannya, penerjemah tersebut adalah Ferdinand Wiggers dan Lie Kim Hok. Graaf de Monte-Cristo diterjemahkan dari cerita yang dikarang oleh Alexander Dumas yang berjudul Le Comte de Monte Cristo yang terbit di Paris pada tahun 1844-1845 (Watson, 1971, 419; Jedamski, 2008: 39; Toer, 1982: 30; Maier, 2010: 15). Le Comte de Monte Cristo populer di Eropa ketika suasana zaman pada masa itu dikuasai oleh kelas menengah atau kelas borjuis dalam memperebutkan kekuasaan politik dan pembentukan identitas budaya (Jedamski, 2005:

38). Boleh jadi, berkaitan dengan kesamaan situasi zaman, Ferdinand Wiggers dan Lie Kim Hok memilih naskah Le Comte de Monte Cristo untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu rendah. Pada tahun 1894, Ferdinand Wiggers dan Lie Kim Hok mulai menerjemahkan buku tersebut dan diselesaikan pada tahun 1899 dengan jumlah halaman keseluruhan adalah 2.300 halaman.

Struktur cerita dari versi asli dan versi terjemahan Ferdinand Wiggers dan Lie Kim Hok sama, dalam artian Wiggers dan Lie Kim Hok tidak terlalu menggubah cerita aslinya. Hal ini dapat dilihat dari jumlah halaman maupun jilid yang dihasilkan oleh mereka yaitu sebanyak 2.300 halaman. Graaf de Monte-Cristo bercerita tentang ketidakadilan dan pembalasan dendam. Tokoh utama, Dantes, dijebak dan dimasukkan ke dalam penjara oleh penguasa yaitu Hakim, teman dekat, dan Bangkir. Dantes sendiri adalah perwujudan dari kelas menengah yang hak-haknya direbut oleh pemegang kekuasaan. Di penjara, Dantes bertemu dengan lelaki tua bernama Abbe Faria. Bersama

(6)

Abbe Faria, Dantes belajar ilmu dan beladiri. Abbe Faria juga memberi tahu rahasia harta karun kekayaan Spada. Setelah berhasil meloloskan diri dari penjara, Dantes berpetualang untuk mencari harta tersebut. Dantes pun mendapatkan harta karun Spada dan melakukan balas dendam dengan mengganti nama Count of Monte Cristo kepada orang-orang yang menjebaknya. Setelah berhasil membersihkan nama baiknya, ia menghilang (ibid: 40).

Setelah buku Graaf de Monte-Cristo, terdapat cerita lanjutan dari buku tersebut yaitu buku Tjerita dari tangannja mait, sambungan Graaf de Monte-Cristo, karangannja Alexander Dumas; Di tjeritakan dalam Bahasa Melajoe Rendah dengan menoeroet djalan njang gampang. Nama pengarang buku tersebut juga tidak dibubuhkan didalamnya—

sama seperti di dalam buku Graaf de Monte-Cristo. Jedamski sendiri beranggapan bahwa cerita lanjutan tersebut merupakan karangan Ferdinand Wiggers dan Lie Kim Hok yang terbit pada tahun 1900.

Pengaruh Graaf de Monte-Cristo cukup besar dalam tradisi literal pada awal abad ke-20. Beberapa buku terjemahan lainnya bermunculan setelah usaha Wiggers dan Lie Kim Hok mengenalkan Le Comte de Monte Cristo ke dalam masyarakat pembaca Melayu, bahkan novel Juvenile Kuo, Harta yang Terpendam6 (1928) boleh dikatakan sebagai saduran bebas dari Graaf de Monte-Cristo. Novel-novel lainnya (baik terjemahan maupun saduran bebas) yang muncul setelah terjemahan Wiggers dan Lie Kim Hok adalah Graaf de Monte Cristo dengan estrinja atawa ketoeloesan achirnya menangkan segala kedjahatan7 (1918) gubahan Tjan Kiem Bie, The Count of Monte Cristo8 terjemahan Balai Pustaka (1925), Tangan Majat Graaf de Monte Cristo karangan Pouw Kio En dan dimuat dalam harian Liberty pada September 1930 hingga Januari 1931, Hikajat jang betoel dari Graaf de Monte Cristo (1930) terjemahan Ong Khing Hang, dan Maen Komedie9 (1933) karya Kwee Teng Hin.

6 Kesamaan Graaf de Monte Cristo dengan Harta jang Terpendam adalah struktur naratif dan plot cerita secara keseluruhan. Secara garis besar, Harta jang Terpendam mengambil model cerita dari Graaf de Monte Cristo yaitu tokoh utamanya mengalami ketidakadilan dan dibuang, lalu tokoh tersebut dapat bangkit dan balas dendam terhadap musuh-musuhnya(Jedamski, 2005: 45).

7 Gubahan yang dilakukan oleh Tjan Kiem Bie sebenarnya merupakan upaya untuk meneruskan cerita Graaf de Monte Cristo meskipun Dumas sendiri tidak menerbitkan sekuel kelanjutannya. Sekuel kelanjutan Graaf de Monte Cristo juga pernah ditulis oleh F. Wiggers dan Lie Kim Hok Tjerita dari mait.

Sekuel versi Tjan Kiem Bie merupakan antitesis dari sekuel yang ditulis oleh F. Wiggers dan Lie Kim Hok.

Lihat Jedamski (ibid: 42).

8 Saya tidak yakin bahwa judul yang dipakai oleh terjemahan Balai Pustaka adalah The Count of Monte Cristo karena politik bahasa yang dijalankan oleh Balai Pustaka pada waktu itu lebih mementingkan penggunaan bahasa Melayu resmi. Terjemahan Balai Pustaka menggunakan bahasa Melayu resmi pemerintah kolonial sehingga tidak terlalu banyak diminati oleh pembaca Melayu. Dari catatan Jedamski (Ibid: 30), Jilid pertama dari terjemahan Balai Pustaka hanya dipinjam 8000 kali di perpustakaan-perpustakaan umum pada tahun 1926. Pada tahun-tahun berikutnya, terjemahan Balai Pustaka tersebut menghilang dari daftar pinjaman.

9 Untuk perbandingan Main Komidie dengan Graaf de Monte Cristo lihat catatan Nai Joe Lan (1962: 71).

(7)

Hikajat 1001 malam ja-itoe tjeritera-tjeritera Arab

Buku Hikajat 1001 malam ja-itoe tjeritera-tjeritera Arab merupakan buku terjemahan dari cerita Arab yang melegenda yaitu cerita petualangan Abu Nawas, Seribu Satu Malam. Buku tersebut diterbitkan oleh penerbit Albrecht & Co. pada tahun 1886 di Batavia. Akan tetapi, buku tersebut juga pernah dikerjakan oleh Gijsbert Francis dengan judul yang sama dan diterbitkan oleh penerbit yang sama namun pada tahun 1891- 1894 (Ibid; Maier, 2006:16). Terjemahan yang dikerjakan oleh Gijsbert Francis (penulis novel Njai Dasima) diberi subjudul yang menjelaskan sumber cerita yang ia terjemahkan yaitu Disalin kepada behasa Melajoe, dengan menoeroet karangan toean Gerard Keller di dalam behasa Olanda. Ada kemungkinan bahwa buku tersebut dikerjakan oleh dua penerjemah sekaligus atau dikerjakan secara bergantian, mengingat buku tersebut diterbitkan berjilid-jilid. Tio Le Soei (Salmon, 2010: 150) mencatat bahwa Ferdinand Wiggers-lah yang menerjemahkan pertama kali cerita Seribu Satu Malam terutama pada bagian malam ke-41 hingga malam ke-91 dan diterbitkan pada tahun 1886. Akan tetapi, jika anggapan Tio Le Soei benar, berarti Wiggers sudah aktif dalam dunia sastra pada usia ke-17. Saya sendiri cenderung berpendapat bahwa Wiggers yang dimaksud Tio Le Soei adalah E.F. Wiggers, ayah Ferdinand Wiggers. Ferdinand Wiggers meneruskan pekerjaan ayahnya itu dan terjemahannya terbit sendiri pada tahun 1897-1902 dengan penerbit yang sama. Baik buku terjemahan F. Wiggers maupun G. Francis kini masih tersimpan di Perpustakaan KITLV Leiden, Belanda.

Dari Boedak sampe Djadi Radja

Selain Graaf de Monte Cristo, salah satu hasil terjemahan yang fenomenal dari Ferdinand Wiggers adalah Novel Dari Boedak sampe Djadi Radja yang diterbitkan dalam dua jilid oleh penerbit Albrecht & Co. pada tahun 1898 di Batavia. Bagian keenam jilid kedua novel tersebut masih dapat ditemui di dalam buku Antologi Sastra Pra-Indonesia susunan Pramoedya Ananta Toer yang diterbitkan oleh Hastra Mitra pada tahun 1982.

Ada tiga alasan, terjemahaan tersebut dianggap fenomenal yaitu (1) F. Wiggers tidak memilih karya yang populer baik dari sisi pengarang maupun dari sisi modus cerita untuk diterjemahkan dan (2) isi dari cerita tersebut cenderung lebih dekat pada pribumi daripada pihak penguasa kolonial maupun kelas menengah di bumi Hindia Belanda, dan (3) pengarang cerita asli, N. C. M. Sloot, hidup sezaman dengan Ferdinand Wiggers.

Van Slaaf tot Vorst tentu bukanlah seperti Le Comte de Monte Cristo dan Melati van Java juga bukan seperti Alexander Dumas. Keduanya memiliki karakteristik yang berbeda. Alexander Dumas dengan Le Comte de Monte Cristo memiliki corak yang memungkinkan sebagai pengarang dan karya yang diterima oleh kaum kelas menengah di Eropa maupun tanah jajahan seperti Hindia Belanda sedangkan Melati van Java dengan Van Slaaf tot Vorst hanyalah karya dari perempuan penulis Belanda yang lebih condong pada perjuangan pribumi di tanah Hindia Belanda. F. Wiggers memilih Van Slaaf tot Vorst sebagai bahan kerja terjemahannya merupakan pilihan yang tidak konvensional pada masa itu. Pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20,

(8)

penerjemahan karya sastra asing ke dalam bahasa Melayu rendah lebih ditentukan oleh karya-karya yang memang di negeri asalnya populer10. Hal ini berkaitan dengan permasalahan keuntungan yang diraih. F. Wiggers pun pada awal kerja penerjemahannya mengambil posisi tersebut dengan menerjemahkan Le Comte de Monte Cristo yang memang sudah populer di Eropa.

Dari segi pengarangnya, Melati van Java bukanlah seorang pengarang yang cemerlang seperti Multatuli yang dapat memengaruhi kehidupan kolonial. Gayanya sesuai dengan nama samarannya, laksana sekuntum bunga melati yang kecil, sederhana namun harum semerbak. Tetapi, walaupun kecil dan sederhana, cita-citanya cukup progresif yaitu ingin membantu memperjuangkan wanita Jawa (Hartoko, 1979: 143).

Nama asli dari Melati van Java adalah Nicolina Maria Christina Sloot. Sloot hidup pada tahun 1853-1927. Dalam sejarah sastra Hindia Belanda, Sloot hanya dianggap sebagai pemanis saja bahkan karyanya dianggap dingin oleh kritikus sezamannya (Jedamski, 2010: ). Boleh jadi anggapan tersebut didasarkan pada permasalahan gender. Pada akhir abad ke-19, perempuan yang menulis dianggap mempunyai kelainan jiwa sekalipun Sloot adalah Belanda totok.

Van Slaaf tot Vorst berisi kisah perjuangan Untung Surapati melawan kekuasaan VOC pada akhir abad ke-17 hingga awal abad ke-18. Cerita tersebut diselubungi oleh intrik-intrik, hubungan percintaan, serta hubungan Barat dan Timur (Watson, 1971:

419; Sykorsky, 1980: 502; Toer, 1982; 29). Cerita perlawanan Untung Surapati sebenarnya sudah dituturkan di dalam Babad Tanah Jawi sehingga cerita Untung Surapati paling tidak merupakan cerita yang sudah dikenal di kalangan bangsawan maupun keraton Jawa. Kisah perjuangan Untung Surapati, dari budak sampai menjadi raja, menjadi inspirasi oleh pribumi di Hindia Belanda. Pramodya Ananta Toer (1982:

32) memberikan bukti kelegendaan dari Untung Surapati di dalam bumi Hindia Belanda. Di Kalimantan, Maluku, maupun di Sunda terdapat penggunaan nama Surapati sebagai simbol perlawanan terhadap penguasa kolonial. Perjalanan hidup tersebutlah yang kemudian ditulis ulang oleh Melati van Java dalam Van Slaaf tot Vorst yang sesuai cita-cita luhurnya yaitu memperjuangkan pribumi dalam bumi Hindia Belanda sekalipun ia sendiri hanyalah perempuan Belanda totok. Perjuangan tersebut juga sampai di tangan F. Wiggers dan pada akhirnya ia menerjemahkan karya Melati van Java ke dalam bahasa Melayu rendah dengan judul Dari Boedak Sampe Djadi Raja, judul yang terasa sekali aura politis anti-kolonial jika dilihat dari konteks zaman diterbitkannya terjemahan tersebut. Cerita Untung Surapati juga muncul setelah masa Melati van Java dan F. Wiggers. Abdoel Moeis menggunakan kisah Untung Surapati di dalam novelnya yaitu Surapati dan Robert, Anak Surapati keduanya diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1950. Untuk novel Surapati pernah dimuat terlebih dulu di dalam koran Kaoem Moeda di Bandung pada tahun 1914-1940 (Toer, 1982: 33).

10 Pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, di Hindia Belanda dibanjiri oleh novel-novel terjemahan dari Eropa, Arab, dan Cina. Cerita-cerita yang populer adalah Robinson Crusoe, Sherlock Holmes, Monte Cristo, Kisah Seribu Satu Malam, dan Sam Kok. Sebagian besar cerita-cerita tersebut adalah cerita petualangan, detektif, silat, dan sejarah. Ferdinand Wiggers pernah menerjemahkan Le Comte de Monte Cristo dan Kisah Seribu Satu Malam. Lihat (Nai Joe Lan, 1962; Jedamski, 2005; Salmon; 2010).

(9)

Djembatan Berdjiwa

Novel Djembatan Berdjiwa ditulis oleh Ferdinand Wiggers dan diterbitkan dalam dua jilid pada tahun 1900 dan 1901. Informasi tentang novel tersebut tidak begitu jelas.

Boleh jadi, novel tersebut adalah novel terjemahan karena tidak adanya subjudul yang menerangkan kejadian yang benar-benar terjadi seperti judul-judul novel pada awal abad ke-20. Catatan tentang keberadaan novel tersebut terdapat dalam buku Pramoedya Ananta Toer (1982) dan penelitian Ibnu Wahyudi (1988) yang merujuk pada buku Pramoedya juga.

Boekoe Lelakon Ondercollecteur Raden Beij Soerio Retno

Boekoe Lelakon Ondercollecteur Raden Beij Soerio Retno adalah naskah drama asli yang dibuat oleh Ferdinand Wiggers dan diterbitkan pertama kali oleh penerbit Oeij Tjaij Hin pada tahun 1901 di Batavia. Naskah drama tersebut diterbitkan ulang oleh Yayasan Amanah Lontar pada tahun 2006 ke dalam buku Antologi Drama Indonesia 1895-1930.

Drama Wiggers muncul ketika situasi seni pertunjukkan di Hindia Belanda pada awal abad ke-20 sudah ramai oleh sandiwara, tonil, komedie stamboel, teater, dan drama.11 Jadi, tidak begitu mengherankan jika pada tahun 1901, naskah drama sudah dicetak ke dalam bentuk buku.

Secara garis besar drama tersebut menceritakan kehidupan keluarga Priyayi Raden Bei Soerio Retno di Jawa. Raden Bei Soerio Retno adalah abdi pemerintah kolonial Hindia Belanda. Ia menjabat sebagai collecteur12 di sebuah regent13 di Jawa. Ia mempunya istri dan dua orang anak yaitu Raden Ongko yang bersekolah di sekolah kedokteran di Batavia dan anak perempuan bernama Kartani. Konflik di dalam drama tersebut muncul ketika Raden Ongko kedapatan mencuri uang pajak yang disimpan oleh ayahnya. Raden Ongko mencuri uang tersebut karena ia kehabisan uang dan ayahnya sudah tidak mau lagi memberikan uang lantaran sifatnya yang suka menghamburkan uang. Raden Ongko memohon kepada ibunya untuk membantu mendapatkan uang tersebut. Ibu Raden Ongko tidak tega melihat anaknya menderita, ia pun membantu anaknya untuk mengambil uang pajak. Ketika mengambil, Raden Bei Soerio Retno melihat. Raden Bei akhirnya memutuskan untuk mengambil uang pajak agar istri dan anaknya tidak terkena kasus. Setelah itu, ia masuk ke kamar dan bunuh diri karena malu.

11 Seni pertunjukkan yang paling populer dalam kelas menengah di bumi Hindia Belanda adalah Komedie Stamboel dibandingkan dengan seni pertunjukan lain seperti tonil, sandiwara, teater, maupun drama. Kata Komedie merupakan kata yang merujuk pada istilah hiburan secara umum dan Stamboel diambil dari kata Istambul, Turki. Kata Stamboel menurut Sykorsky diambil dari salah satu terjemahan F.

Wiggers yaitu Barang Rahasia dari astana Konstatinopel (1892). Hubungan antara F. Wiggers dan seni pertunjukkan jika dilihat dari hubungan ini memang cukup erat sekali. Wajar saja, jika pada akhirnya F.

Wiggers menulis sebuah lakon drama meskipun secara karakteristik naskah dan pertunjukkan drama Wiggers dan Komedie Stamboel berbeda sekali. Catatan mengenai asal-usul komedie Stamboel di Hindia Belanda dapat dilihat dalam artikel Cohen (2001: 313-357).

12Collecteur adalah pekerjaan administrasi pemerintah Kolonial yang bertugas mengumpulkan pajak dari lurah-lurah.

13 Regent merupakan daerah administrasi yang setara dengan kabupaten maupun kota.

(10)

Tentang drama Ferdinand Wiggers, Watson dan Sapardi Djoko Damono memberikan catatan menarik. Watson (1971: 420) mengindikasikan bahwa drama Ferdinand Wiggers memiliki kemiripan dengan drama Eropa. Watson menganggap bahwa drama tersebut merupakan terjemahaan bebas terhadap drama Eropa.

Sayangnya, Watson tidak menyebutkan judul drama dan pengarangnya. Lain halnya dengan Watson, Sapardi Djoko Damono (2005: xxv-xxvi) membandingkan sifat realis yang terdapat di dalam drama Ibsen dan drama Wiggers. Perbedaan mencolok antara kerealisan drama Ibsen dan drama Wiggers, menurut Sapardi, terlihat pada penunjukkan pemanggungan: Ibsen lebih detil dalam menuliskan seting sedangkan Wiggers tidak terlalu detil. Akan tetapi, Sapardi tetap menggolongkan drama Wiggers sebagai drama realis dengan melihat tokoh-tokohnya yang dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari pada waktu itu. Ciri lain yang terdapat dalam naskah drama Lelakon ondercollecteur Raden Bei Soerio Retno adalah masih adanya pesan didaktik secara eksplisit pada akhir naskah drama tersebut.

Tjerita Dokter Legendre atau Mereboet harta

Tidak banyak yang membahas tentang buku Tjerita Dokter Legendre atau Mereboet harta. Novel tersebut diterbitkan oleh Albercht & Co. pada tahun 1902. Novel tersebut kini masih tersimpan di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda dan di perpustakaan KITLV Leiden, Belanda.

Nona Glatik

Novel Nona Glatik diterbitkan pada tahun 1902. Informasi tentang novel tersebut samar-samar. Jika dilihat dari judulnya, kemungkinan besar novel tersebut adalah novel asli karangan Ferdinand Wiggers karena menggunakan judul nama seseorang perempuan yang memang lazim digunakan oleh pengarang pada masa itu. Pada tahun 1921, penerbit Than Thian Soe menerbitkan buku syair karangan Dali-dali yang berjudul Sair Tjerita Nona Glatik. Kaitan antara novel Nona Glatik dan Sair Tjerita Nona Glatik belum pernah diteliti atau sejauh ini saya belum pernah membaca penelitian bandingan kedua karya tersebut. Boleh jadi, Sair Tjerita Nona Glatik mengambil inti cerita dari novel F. Wiggers seperti kasus pada Sair Tjerita Njai Dasima yang mengambil inti cerita dari novel Tjerita Njai Dasima. Sama halnya dengan novel Djembatan Berdjiwa, informasi novel Nona Glatik terdapat dalam buku Pramoedya Ananta Toer (1982) dan penelitian Ibnu Wahyudi (1988) yang merujuk pada buku Pramoedya juga.

Tjerita Njai Isah

Novel Tjerita Njai Isah adalah novel asli karangan Ferdinand Wiggers yang cukup diperhitungkan pada masa awal abad ke-20. Novel tersebut disejajarkan dengan novel- novel pada masa awal abad ke-20 yang bercerita tentang dunia pernyaian seperti Tjerita Njai Dasima (1896) karangan G. Francis, Nji Paina (1900) karangan H. Kommer, Seitang Koening (1902) karangan Tirto Adhi Soerjo, Hikajat Raden Adjeng Badaroesmi (1903) karya Johannus Everadus Tehupeiory, dan Boenga Roos dari Tjikembang (1927)

(11)

karangan Kwee Tek Hoay.14 Novel Tjerita Njai Isah diterbitkan oleh penerbit Taman Sari pada tahun 1903 dan Batavia NV tot Exploitatie van Mal. week- en pada tahun 1904 di Batavia. Penerbitan dua kali selama satu tahun dengan penerbit yang berbeda tersebut menunjukkan bahwa Tjerita Njai Isah populer pada masanya.

Modus cerita dalam Tjerita Njai Isah hampir sama dengan cerita pernyaian lainnya yaitu menceritakan kehidupan pernyaian dengan tuannya. Tokoh utama novel tersebut adalah Nyai Isah dan suaminya, Paul Verkerk. Nyai Isah dalam novel tersebut diceritakan sebagai sosok perempuan yang rajin, ulet, dan setia pada kekasihnya meskipun kekasihnya Verkerk kehilangan pekerjaan di perkebunan dan ia rela membantu keuangan keluarga dengan berjualan keliling (Sutedja-Liem, 2008: 281).

Menurut Watson (1970) novel tersebut masih sama dengan novel-novel sezamannya yaitu cerita berdasarkan kejadian dan sering muncul peristiwa-peristiwa yang tidak terduga dan serba kebetulan, kisah percintaan, dan jampi-jampi. Secara keseluruhan novel tersebut mencoba mengangkat harkat nyai dalam kehidupan kolonial (Sutedja- Liem, 2008: 280-281). Naskah tersebut masih disimpan dan dapat ditemukan di perpustakaan KITLV di Belanda dan Pusat Dokumentasi H.B. Jassin di Indonesia.

Boekoe Peringatan: Mentjeritain dari halnja seorang Prampoean Islam Tjeng Kao bernama Fatima

Novel Boekoe Peringatan: Mentjeritain dari halnja seorang Prampoean Islam Tjeng Kao bernama Fatima diterbitkan pada tahun 1908 di Batavia. Kemungkinan besar novel ini adalah karya asli dari Ferdinand Wiggers karena menggunakan subjudul yang menerangkan cerita tersebut. Informasi tentang buku tersebut hanya disebutkan sepintas saja dalam buku Pramoedya Ananta Toer (1982) dan penelitian Ibnu Wahyudi (1988).

Raden Adjeng Aidali : soeatoe tjerita jang kedjadian di tanah Djawa

Novel Raden Adjeng Aidali: soeatu tjerita jang kedjadian di tanah Djawa diterbitkan pada tahun 1910 oleh penerbit Taman Sari. Dilihat sepintas dari judulnya, buku tersebut bercerita tentang perempuan priyayi di Jawa namun tidak banyak informasi tentang novel tersebut. Novel tersebut tersimpan di Perpustakaan Universitas Leiden dan KITLV, Belanda.

Teroesir

Novel Teroesir diterbitkan pada tahun 1910. Novel tersebut boleh jadi merupakan novel terakhir dari Ferdinand Wiggers karena ia meninggal pada tahun 1912. Informasi tentang novel tersebut diperoleh dalam penilitian Ibnu Wahyudi (1988) dan hanya disebut secara sepintas saja yaitu bahwa tema besar novel tersebut bukanlah berdasarkan kenyataan.

14 Kesemua judul novel tersebut termasuk novel Tjerita Njai Isah diterbitkan lagi dan diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda oleh Penerbit KITLV Belanda dalam buku De Njai Moeder van alle Volken; De Roos uit Tjikembang’ en andere verhalen pada tahun 2007.

(12)

Sair Java-Bank di rampok tanggal 22 November 1902

Satu-satunya puisi atau syair yang ditulis dan terdeteksi adalah Sair Java-Bank di rampok. Syair tersebut ditulis oleh Ferdinand Wiggers dan Y.L.M15 pada kisaran tahun 1902-1903 dan diterbitkan ke dalam buku pada tahun 1922. Pada tahun 1902 dan 1903 Y.L.M juga menerbitkan syair tentang peristiwa yang sama. Selain Ferdinand Wiggers dan Y.M.L, Sair Java-Bank di rampok juga disalin ke dalam aksara Jawi oleh Ahmad Beramka. Perbedaan kedua versi syair tersebut telah dijelaskan oleh Chambert-Loir (1999) yaitu pada jumlah baitnya, aksara, urutan cerita, dan bahasa . Dalam Wiggers dan Y.L.M jumlah bait adalah 470 baris sedangkan versi Ahmed Barangka, Sair Tuan Gentis di Betawi, berjumlah 236 baris. Penggunaan bahasa dari kedua versi tersebut berbeda: versi F. Wiggers ditulis menggunakan bahasa Melayu rendah dan beraksara latin sedangkan versi Ahmed Barangka, menggunakan bahasa Melayu yang lebih halus dan menggunakan aksara Jawi (ibid: 336).

Syair tersebut berisi tentang kisah rencana perampokan Java-Bank di Batavia pada tanggal 22 November 1902. Kisah tersebut dipaparkan lengkap dari penangkapan, pengadilan, hingga pemenjaraan para pelakunya. Model-model syair yang bersumber pada kejadian nyata seperti pada Sair Java-Bank Di rampok merupakan model-model penulisan syair yang lazim ditemukan pada akhir abad ke-19 hingga abad ke-20. Contoh lain adalah syair yang ditulis oleh Tan Teng Kie yang berjudul Sja'ir djalanan krèta api ja'itoe Bataviasche oosterspoorweg dengan personeelnja bij gelegenheid van de opening der lijn Tjikarang-Kedoeng-Gedé bezongen (1891) dan Sair dari hal datengnja Poetra Mahkoeta Keradjaan Roes di Betawi (1987); Lie Kim Hok menulis syair dengan judul, Sjair tjerita di tempo tahoen 1813 soeda kadjadian di Betawi, terpoengoet dari boekoe Njai Dasima, terkarang oleh Lie Kim Hok; dan O.S. Tjiang juga menulis Sair tjerita di tempo tahoen 1813 soeda kadjadian di Betawi, terpoengoet tjeritanja dari Boekoe “Njai Dasima” (1897). Jika dilihat dari contoh-contoh tersebut, boleh jadi model penulisan syair tersebut dikembangkan oleh penulis peranakkan Tionghoa. Dalam Sair Java-Bank Di rampok, F. Wiggers kemungkinan besar hanya membantu Y.L.M. dalam menulis syair tersebut, terlebih Y.L.M. juga menulis dua syair yang berdasarkan kejadian Java-Bank dirampok.

Penutup

Perjalanan kepengarangan Ferdinand Wiggers dapat diibaratkan sebagai “Dantes” yang melakukan petualangan panjang guna mencari kebenaran dan menghilang sekejap setelah mendapatkan kebenarannya. Ferdinand Wiggers pun demikian, Ia berpetualangan dari menerjemahkan, menggubah, kemudian ia berhasil menciptakan sendiri karya sastra dan ia pun juga menghilang layaknya “Dantes” dari kesejarahan sastra Indonesia.

15 Y.L.M. adalah nama samaran dari penulis peranakan Tionghoa yang sampai sekarang belum diketahui siapa nama aslinya (Chambert-Loir, 1999: 336).

(13)

Karya-karya Ferdinand Wiggers tersimpan di beberapa perpustakaan seperti di perpustakaan KITLV dan Universitas Leiden di Belanda, Perpustakaan Rusia, PDS H.B.

Jassin, dan beberapa lagi hilang tak berbekas. Hikajat 1001 malam ja-itoe tjeritera- tjeritera Arab, Barang Rahasia dari astana Konstatinopel , Graaf de Monte-Cristo, Dari Boedak Sampe Djadi Radja, Tjerita Dokter Legendre atau Mereboet harta, Lelakon Raden Bei Soerio Retno, Raden Adjeng Aidali dan Tjerita Njai Isah tersimpan di Perpustakaan KITLV Belanda (Watson, 1971). Perpustakaan Rusia menyimpan naskah Dari Boedak Sampe Djadi Radja dan Barang Rahasia dari astana Konstatinopel (Sykorsky, 1980). Di PDS H.B. Jassin tersimpan naskah Njai Isah (Wahyudi, 1988).

Naskah Sair Java-Bank Di rampok kemungkinan besar masih tersimpan di perpustakaan, namun sayang sekali dalam tulisan Henri Chambert-Loir (1999) tidak disebutkan tempat naskah tersebut disimpan. Djembatan Berdjiwa Jilid 1 dan 2 (1900 dan 1901), Nona Glatik (1902), Boekoe Peringatan: Mentjeritain dari halnja seorang Prampoean Islam Tjeng Kao bernama Fatima (1908), dan Tereosir (1910) kemungkinan besar disimpan di perpustakaan pribadi Pramoedya Ananta Toer. Salah satu pendapat yang menguatkan bahwa naskah-naskah tersebut tersimpan di perpustakaan pribadi Pram adalah dalam pengantar buku Tempo Doeloe: Antologi Sastra Pra-Indonesia, Pramoedya akan menerbitkan tulisan F. Wiggers lainnya untuk jilid berikutnya (1982:

32). Sayang sekali, jilid-jilid berikutnya tidak jadi atau belum juga diterbitkan.

Naskah-naskah yang dapat dibaca di Indonesia adalah naskah yang telah dicetak ulang di dalam bunga rampai seperti Boekoe Lelakon Raden Bei Soerio Retno dalam Antologi Drama Indonesia 1895-1930, Dari Boedak Sampe Djadi Radja dalam Tempo Doeloe: Antologi Sastra Pra-Indonesia, dan Tjerita Njai Isah dalam bunga rampai De Njai Moeder van alle Volken; De Roos uit Tjikembang’ en andere verhalen. Untuk Tjerita Njai Isah di dalam buku tersebut telah diterjemahkan dalam bahasa Belanda. Tjerita Njai Isah, menurut penelitian Ibnu Wahyudi (1988), masih dapat ditemukan di Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin di Jakarta.

Kepustakaan

Adam, Ahmat.

(14)

1995. The Vernacular Press and the Emergence of Indonesian Consciousness (1985-1913). Cornell: SEAP Publishing

Chambert-Loir, Henri

1999 “Sair Java-Bank di rampok: Sastra Melayu atau Sastra Melayu-Tionghoa”

dalam Panggung Sejarah: Persembahan kepada Prof. Dr. Denys Lombard, Henri Chambert-Loir dan Hasan Muarif (ed.). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Cohen, Matthew Isaac

2001 “On the origin of the Komedie Stamboel: Popular Culture, Colonial Society, and the Parsi Theatre Movement” dalam Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 157 (2001), no: 2, Leiden, 313-35.

Damono, Sapardi Djoko, dkk.

2006. Antologi Drama Indonesia Jilid 1 1895-1930. Jakarta: Amanah Lontar.

Hartoko, Dick

1979 Bianglala Sastra: Bunga Rampai Sastra Belanda tentang Kehidupan di Indonesia ditulis dari buku Rob Nieuwenhuys, Oost Indische Spiegel.

Jakarta: Penerbit Djambatan.

Jedamski, Doris.

2005 “Sastra Populer dan Subjektivitas Postkolonial: Robinson Crusoe, Count dari Monte Cristo, dan Sherlock Holmes di Indonesia Masa Kolonial”

dalam Sastra Indonesia Modern: Kritik Postkolonial, Keith Foulcher dan Tony Day (ed.). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

2010 “Terjemahan Sastra dari Bahasa-Bahasa Eropa ke dalam Bahasa Melayu Sampai Tahun 1942” dalam Sadur: Sejarah Terjemahan Indonesia

Malaysia. Jakarta: KPG.

Nio Joe Lan

1962 Sastera Indonesia-Tionghoa. Jakarta: Gunung Agung.

Maier, Henk

2006 “Explosions in Semarang: Reading Malay tales in 1895” dalam Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde (BKI) 162-1 (2006):1-34.

Salmone, Claudine

2010 “Asal-usul Novel Melayu Modern”: Tjhit Liap Seng (Bintang Toedjoeh) Karangan Lie Kim Hok (1886-1887)” dalam Sastra Indonesia Awal:

Kontribusin Orang Tionghoa. Jakarta: KPG.

Sumardjo, Jakob

2004 Kesusastraan Melayu-Rendah Masa Awal. Yogyakarta: Galang Press.

Suteja-Liem, Maya

2007 De Njai Moeder van alle Volken; De Roos uit Tjikembang’ en andere verhalen. Leiden: KITLV Press.

2008 “Menghapus Citra Buruk Njai dalam Karya-karya Fiksi Berbahasa Melayu (1896-1927)” dalam Wacana, Jurnal Ilmu Pengetahuan Budaya, Vol. 10 No.

2, Oktober 2008.

Sykorsky, V.W.

1980 “Some Additional Remarks On The Antecedents Of Modern Indonesian Literature” dalam Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, Deel 136, 4de Afl.

Toer, Pramoedya Ananta

1980 Anak Semua Bangsa. Jakarta: Hastra Mitra.

(15)

1982 Tempo Doeloe: Sastra Pra-Indonesia. Jakarta: Hasta Mitra.

Wahyudi, Ibnu.

1988 “Perkembangan Novel Indonesia Sebelum Balai Pustaka” laporan penelitian. Depok: Unversitas Indonesia.

Watson, C.W.

1971 “Some Preliminary Remarks On The Antecedents Of Modern Indonesian Literature” dalam Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, Deel 127, 4de Afl.

LAMPIRAN I

(16)

Bibliografi Kepengarangan Ferdinand Wiggers Karya Sastra

1892-1899. Barang rahsia dari astana Konstantinopel : riwajat waktoe sekarang. Batavia dan Solo: Albrecht & Rusche. [Tersimpan di Perpustakaan KITLV Belanda dan St.

Petersburg, Rusia].

1894-1899. Graaf de Monte-Cristo / karangannja Alexander Dumas ; tjeritaken dalam bah. Melajoe rendah dengan menoeroet djalan jang gampang. Batavia : Karsseboom

& Co. [Tersimpan di Perpustakaan KITLV Belanda].

1897-1902. Hikajat 1001 malam ja-itoe tjeritera-tjeritera Arab / disalin kepada behasa Melajoe dengan menoeroet karangan toean Gerard Keller di dalam behasa Olanda.

Batavia: Albrecht & Co. [Tersimpan di Perpustakaan KITLV Belanda].

1898. Dari boedak sampe djadi radja Menurut Karangannya Melati van Java; tersalin dalem bahasa Melayu renda oleh F. Wiggers. Batavia: Albrecht & Co. [Tersimpan di perpustakaan St. Petersburg, perpustakaan Universitas Leiden dan KITLV Belanda].

1900-1901. Djembatan Berdjiwa djil ka-1&2. Batavia: t.n.p.

1901. Lelakon Raden Beij Soerio Retno. Batavia: Oeij Tjaij Hin. [Tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden dan KITLV Belanda].

1902. Nona Glatik. Batavia: t.t.p.

1902 Tjerita Dokter Legendre atau Mereboet harta. Batavia: Albrecht & Co. [Tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden dan KITLV Belanda].

1904. Tjerita Njai Isah: Barang jang soenggoe soedah kedjadian di Bagelen. Batavia:

Batavia NV tot Exploitatie van Mal. week- en. [Jilid 1, tersimpan di Perpustakaan Universitas Leiden dan KITLV, Belanda].

1908. Boekoe Peringatan: Mentjeritain dari halnja seorang Prampoean Islam Tjeng Kao bernama Fatima. Batavia: t.n.p.

1910. Raden Adjeng Aidali : soeatoe tjerita jang kedjadian di tanah Djawa / terkarang oleh F. Wiggers. Batavia : Taman Sari. [Tersimpan di Perpustakaan KITLV Belanda].

1910. Teroesir. t.t.p: t.n.p.

1922. Sair Java-Bank di rampok (ditulis pada tahun 1903 dengan Y.L.M). t.t.p: t.n.p.

Karya Hukum dan Perundang-undangan

1895. Peratoeran boewat Instituut Pasteur di Weltevreden dan hal penjakit andjing gila / tersalin oleh F. Wiggers. Batavia: Albrecht & Rusche. [Tersimpan di Perpustakaan KITLV Belanda].

1901. Boekoe pengoendjoek djalan dalem perkara harta banda (ke hwe) pada wees dan boedelkamer, hal overschrijving, hal failliet, dengan bebrapa katerangan, tjonto tjonto dan rekest dalem perkara begitoe. Batavia: Oeij Tjaij Hin. [Tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden].

(17)

1902. Sepoeloe oendang-oendang jang perloe boewat orang berdagang dan prijai-prijai terpetik dari boekoe pengadilan. Batavia: Batavia s.n. [Tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden dan KITLV Belanda].

1902. Tiga vonnis perkara assurantie kebakaran boeat orang-orang dagang jang masoek assurantie perloe ia mengatahoewi boeninja ini vonnis-vonnis soepaja bole berpajoeng seblonnja katimpah oedjan. Batavia: Albrecht & Co. [Tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden dan KITLV Belanda].

1902. Residentie-gerecht : tjara sebagimana misti kasi masoek penagian di hadepan residentie gerecht? di terangin boewat orang2 dagang, toekang2 dan laen2. Batavia:

Kolff & Co. [Tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden dan KITLV Belanda].

1903. Wetboek taon 1903: Jang mengandung a.l. Grondwet voor het Koningrijk der Nederlanden (Ned. Stbl. 1887 No. 210) dengan salinan. Batavia: t.n.p. [Tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden].

1904. Kitab Reglement Burgerlijke Rechtsvordering : Soerat peratoeran Hal menoentoet hoekoem siviel di hadepan Raad Joestisie di tanah Djawa dan di hadepan Raad Besar di Betawi Hof. Batavia: t.n.p. [Tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden].

1904. Boekoe inlandsch-reglement Blanda-Melajoe dengan bebrapa prentah-prentah jang perloe boeat pemarentah anak negri pake tjonto-tjonto. Batavia: Smits. [Tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden dan KITLV Belanda].

1906. Reglement op de rechterlijke organisatie en het beleid der justitie in Nederlandsch- Indië / Hollandsch - Maleisch door: Algemeene bepalingen van wetgeving en burgerlijk wetboek Koempoelan wet-wet Hindia-Nederland. Batavia: Oeij Tjaij Hin.

[Tersimpan di Perpustakaan KITLV Belanda].

1906. Sekalian wet jang paling perloe jang terpake di Hindia-Nederland. Batavia: Batavia s.n. [Tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden dan KITLV Belanda].

1907. Keterangan dari pada boekoe-boekoe keadilan hoekoem di Hindia Nederland (bersama C.W. Margedant, W. de Gelder, W.A.P.F.L. Winckel). Batavia: Smits.

[Tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden dan KITLV Belanda].

1908-1910. Wet-wet Hindia-Nederland. I,1. - II, 1. Batavia: t.n.p. [Tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden].

1909. Boekoe Boschwezen : Olanda Melajoe : moewat staatsblad-staatsblad jang membitjaraken perkara oetan. Batavia: Taman Sari. [Tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden dan KITLV Belanda].

1910. Reglement pertja Timoer dengen lain-lain prentah jang perloe goena residentie itoe.

Batavia: Oeij Tjai Hin. [Tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden dan KITLV Belanda].

1910. Reglement Borneo Selatan dan Timoer dengen lain-lain prentah jang perloe goena residentie itoe. Batavia: Oeij Tjai Hin. [Tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden dan KITLV Belanda].

1910. Agrarische-aangelegenheden: Ja-itoe hal tanah di Hindia Nederland. Batavia:

Taman Sari. [Tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden dan KITLV Belanda].

1911. Wetboek van koophandel: Kitab perniaga'an. Batavia: Taman Sari. [Tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden dan KITLV Belanda].

(18)

1911. Boekoe strafwetboek voor inlanders : kitab keadilan hoekoem boewat orang-orang bangsa anak negri. Batavia: Oeij Tjaij Hin. [Tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden dan KITLV Belanda].

1911. Boekoe inlandsch reglement dengan segala perobahan sampe jang pengabisan di taon 1911 staatsblad no. 121 : bersama daftar hoekoem hoekoeman dari boekoe strafwetboek voor inlanders dan politiereglement voor inlanders dan bebrapa bijblad hal kapolisian. Batavia: Oeij Tjaij Hin. [Tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden dan KITLV Belanda].

Karya Lainnya

1897. Toerki dan Joenani (Griekenland). Batavia: Albrecht & Rusche. [Tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden dan KITLV Belanda].

1897. Boekoe almanak prijai dari taon ... / karangannja F. Wiggers; djil. Ka-2. Batavia:

Smits. [Tersimpan di perpustakaan KITLV Belanda].

1908-1909. Padoman prija dan anak negri. Batavia: t.n.p. [Tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden].

(19)

Referensi

Dokumen terkait

Disamping itu, depresi pada lansia harus di waspadai dan di deteksi sedini mungkin karena dapat mempengaruhi perjalanan penyakit fisik dan kualitas hidup

Perjalanan di Lampung sebenarnya sangat menarik, tetapi kalau kita melintas jalan darat dari Tangjung karang ke Krui, maka sebagian besar hutan-hutan di daerah datar sudah habis

Di tengah perjalanan kehidupan jemaat GPIB Pniel (Majelis Jemaat GPIB Pniel Pasuruan, 2006:70-71), beragam permasalahan yang dihadapi, namun mendorong jemaat

Penulis memfokuskan diri pada sisi bisnis atau perjalanan bisnis dari berbagai pencipta dan Hak Cipta Hiburan Entertainment IP Rights Hasil Setelah melalui proses observasi dan riset,