• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dasar Teori Hidrologi: Analisis Hujan dan Limpasan

N/A
N/A
iit afni junita

Academic year: 2025

Membagikan "Dasar Teori Hidrologi: Analisis Hujan dan Limpasan"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

I-1 DASAR TEORI

1.1 Kriteria Hidrologis 1. Hujan dan Limpasan

Hujan dan limpasan merupakan dua fenomena yang tidak dapat dipisahkan yang saling terkait satu sama lainnya. Hujan merupakan fenomena alam yang tidak dapat diketahui secara pasti, namun dapat dilakukan perkiraan berdasarkan data-data hujan terdahulu.

Limpasan adalah air yang mencapai sungai tanpa mencapai permukaan air tanah, yakni curah hujan yang dikurangi sebagian dari infiltrasi. Limpasan merupakan gabungan antara aliran permukaan, aliran-aliran yang tertunda pada cekungan-cekungan, dan aliran bawah permukaan.

2. Analisis Hujan Rata-rata

Data hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakan hujan yang terjadi hanya pada satu tempat atau titik saja. Dalam hal ini diperlukan hujan kawasan yang diperoleh dari harga-harga curah hujan beberapa stasiun penakar hujan yang ada didalam atau disekitar kawasan tertentu.

Perhitungan curah hujan rata–rata harus dilakukan dengan tepat.

Penghitungan dengan menghitung curah hujan maksimum setiap stasiun penakar curah hujan selama satu tahun, kemudian dirata-ratakan untuk mendapatkan hujan DAS dinilai tidak logis. Hal ini karena rata–rata hujan dilakukan atas hujan dari masing – masing pos hujan yang terjadi pada hari yang berlainan. Hasilnya akan jauh menyimpang dari yang seharusnya.

Cara yang seharusnya di tempuh untuk mendapatkan hujan maksimum harian rata–rata DAS adalah sebagai berikut :

• Tentukan hujan maksimum harian pada tahun tertentu di salah satu stasiun pos hujan

• Cari besarnya curah hujan pada tanggal-bulan-tahun yang sama untuk pos hujan yang lain

• Hitung hujan DAS dengan salah satu cara yang dipilih

• Tentukan hujan maksimum harian (seperti langkah 1) pada tahun yang sama untuk pos hujan yang lain

• Ulangi langkah 2 dan 3 untuk setiap tahun

(2)

I-2 Dari hasil rata–rata yang diperoleh (sesuai dengan jumlah pos hujan) dipilih yang tertinggi setiap tahun. Data hujan yang terpilih setiap tahun merupakan hujan maksimum harian DAS untuk tahun yang bersangkutan.

Ada tiga macam cara yang umum dipakai dalam menghitung hujan rata- rata kawasan:

a. Aljabar

Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa semua penakar hujan mempunyai pengaruh yang setara. Cara ini cocok untuk kawasan topografi rata atau datar, alat penakr tersebar merata, dan harga individual curah hujan tidak terlalu jauh dari harga rata-rata. Hujan kawasan diperoleh dari persamaan:

Dimana:

P1,P2,...Pn = Curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan 1,2,..n n = Banyaknya pos penakar hujan

b. Poligon Thissen

Metode ini dikenal juga sebagai metode rata-rata timbang (weighted mean).

Cara ini memberikan proporsi luasan daerah pengaruh pos penakar hujan untuk mengakomodasikan ketidakseragaman jarak. Daerah pengaruh dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua pos penakar terdekat. Diasumsikan bahwa variasi hujan antara pos yang satu dengan yang lainnya adalah linier dan bahwa sembarang pos dianggap dapat mewakili kawasan terdekat.

Hasil metode polygon Thiessen lebih akuran dibandingkan dengan metode rata-rata aljabar. Cara ini cocok untuk daerah datar dengan luas 500 – 5000 km2 dan jumlah pos penakar hujan terbatas dibandingkan luasnya. Hujan rata-rata DAS dapat dihitung dengan persamaan:

Dimana:

P1,P2,...Pn = Curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan 1,2,...n A1,A2,...An = Luas area poligon

n = Banyaknya pos penakar hujan.

(3)

I-3 c. Isohyet

Metode ini merupakan metode yang paling akurat untuk menentukan hujan rata-rata, namun diperlukan keahlian dan pengalaman. Cara ini memperhitungkan secara aktual pengaruh tiap-tiap pos penakar hujan.

Metode isohyet cocok untuk daerah berbukit dan tidak teratur dengan luas lebih dari 5000 km2.

Hujan rata-rata DAS dihitung dengan persamaan berikut:

atau

P

Dimana:

P1,P2,...Pn = Curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan A1,A2,...An = Luas area poligon

n = Banyaknya pos penakar hujan.

3. Penentuan Jenis Distribusi

Penentuan jenis distribusi yang sesuai dengan data dilakukan dengan mencocokan parameter statistik dengan syarat masing-masing jenis distribusi.

Parameter statistik untuk menentukan jenis distribusi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.1 Parameter Statistik Untuk Menentukan Jenis Distribusi

No Distribusi Persyaratan

1 Normal = 68,27 %

= 95,44 % Cs ≈ 0

Ck ≈ 3

2 Log normal Cs = Cv3 + 3Cv

Ck = Cv8 + 6Cv6 + 15Cv

3 Gumbel Cs = 1,14

Ck = 5,4

(4)

I-4

4 Log person III Jika tidak ada hasil hitungan yang sama atau mendekati persyaratan diatas (Sumber: Soewarno, 1995)

Dari tabel diatas bisa dilihat persyaratan nilai yang menjadi acuan untuk menentukan jenis distribusi yang akan digunakan. Jika hasil perhitungan yang diperoleh sama atau mendekati persyaratan diatas, maka bisa digunakan jenis distribusi yang sesuai (normal, gumbel atau log normal). Tetapi jika hasil perhitungan yang diperoleh tidak mendekati persyaratan diatas, maka bisa menggunakan log person III .

a. Koefisien Variasi (Cv)

Koefisien variasi (variation coefficient) adalah nilai perbandingan antara deviasi standar dengan nilai rata-rata hitung dari suatu distribusi. Koefisien variasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Bila dinyatakan dalam persentase:

Keterangan:

Cv = Koefisien variasi S = Deviasi standar

= Rata-rata hitung

Semakin besar nilai koefisien variasi, berarti datanya kurang merata (heterogen), dan jika semakin kecil berarti datanya semakin merata (homogen).

b. Koefisien Kemecengan (Cs)

Kemecengan (Skewness) adalah suatu nilai yang menunjukan derajat ketidaksimetrisan (assimetry) dari suatu bentuk distribusi. Apabila kurva suatu frekuensi dari suatu distribusi mempunyai ekor memanjang kekanan atau kekiri terhadap titik pusat maksimum, maka kurva tersebut tidak akan berbentuk simetris, keadaan ini disebut meceng kekanan atau kekiri.

(5)

I-5 Pengukuran kemecengan adalah mengukur seberapa besar suatu kurva frekuensi dari suatu distribusi tidak simetris atau meceng. Umumnya ukuran kemecengan dinyatakan dengan besarnya koefisien kemecengan (Coefficient of swekness) dan dapat dihitung dengan persamaan:

Keterangan:

Cs = Koefisien kemecengan S = Standar deviasi

= Rata-rata hitung n = Jumlah data

Kurva distribusi yang berbentuk simetri, maka Cs = 0. Kurva distribusi yang bentuknya meceng kekanan maka Cs besar dari nol, sedangkan yang berbentuk meceng kekiri maka Cs kurang dari nol.

c. Koefisien Kurtosis (Ck)

Pengukuran kurtosis dimaksudkan untuk mengukur keruncingan dari bentuk kurva distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal.

Koefisien kurtosis digunakan untuk menentukan keruncingan kurva distribusi, dan dapat dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:

Ck = Koefisien kurtosis S = Standar deviasi

= Rata-rata hitung n = Jumlah data

Bila Ck = 3, disebut dengan distribusi yang mesokurtis, artinya puncaknya tidak begitu runcing dan tidak begitu datar, serta berbentuk distribusi normal.

Ck > 3 disebut dengan distribusi yang leptokurtis, artinya puncaknya sangat

(6)

I-6 runcing. Ck < 3, disebut dengan distribusi yang platikurtis, artinya puncaknya lebih datar.

d. Uji Kecocokan (Chi Kuadrat)

Uji Chi Kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi peluang yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi statistik sampel data yang dianalisis. Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter χ2, oleh karena itu disebut Chi Kuadrat. Parameter χ2 dapat dihitung dengan rumus:

Dimana:

χh2 = Parameter chi-kuadrat terhitung

Oi = Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke i Ei = Jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke i Ei didekati dengan persamaan:

Nilai Ei diperoleh dengan cara ekspaktasi dari kurva normal. Kurva normal dalam statistik biasanya sudah didekati dengan nilai tabel distribusi normal yang berisi luas area yang dibatasi oleh rerata dan standar deviasi dan ditandai oleh simbol y

Nilai y didekati dengan persamaan:

Dimana:

Y = Luas area

X = Batas bawah kelas

= Nilai rata-rata sampel S = Standar deviasi

Untuk menentukan probabilitas antara y digunakan tabel y (distribusi probabilitas normal standar) yang dapat dilihat pada tabel 1.2.

Derajat nyata atau derajat kepercayaan (α) tertentu yang sering diambil adalah 5 %. Derajat kebebasan dihitung dengan rumus:

(7)

I-7 Dk = K – (p + 1)

K = 1 + 3,3log n Keterangan:

Dk = Derajat kebebasan

p = Banyaknya parameter, untuk uji Chi-Kuadrat adalah 2 K = Jumlah kelas distribusi

n = Banyak data.

Selanjutnya distribusi probabilitas yang dipakai untuk menentukan curah hujan rencana adalah distribusi probabilitas yang mempunyai simpang maksimum terkecil dan lebih kecil dari simpang kritis, atau dirumuskan sebagai berikut:

χh2 ≤ χhcr2

Keterangan rumus:

χh2 = Parameter chi-kuadrat terhitung

χhcr2 = Parameter chi-kuadrat kritis, terdapat pada tabel 1.3

Prosedur perhitungan dengan menggunakan metode chi-kuadrat adalah sebagai berikut:

1) Berdasarkan histogram data curah hujan a) Buatlah histogram data curah hujan b) Menentukan nilai probabilitas titik y c) Menentukan probabilitas antara y

d) Menghitung derajat kebebasan (Dk) dan χh2

e) Perhitungan nilai χh2

f) Bandingkan nilai χh2 dan χhcr2

2) Berdasarkan distribusi frekuensi (normal, log normal, gumbel dan log person III)

a) Urutkan data dari besar ke kecil atau sebaliknya b) Menghitung jumlah kelas

c) Menghitung derajat kebebasan (Dk) dan χh2

d) Menghitung kelas distribusi e) Menghitung interval kelas f) Perhitungan nilai χh2

g) Bandingkan nilai χh2 dan χhcr2

(8)

I-8 Tabel 1.2 Distribusi Probabilitas Normal Standar

(9)

I-9

(10)

I-10 (Sumber: Suripin, 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan)

(11)

I-11 Tabel 1.3 Nilai Kritis Untuk Distribusi Chi-Kuadrat (Uji Satu Sisi)

Dk a derajat kepercayaan

0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,005

1 0,0000393 0,00157 0,000982 0,00393 3,841 5,024 6,635 7,979 2 0,0100 0,0201 0,0506 0,1030 59,910 77,380 92,100 105,970 3 0,0170 0,1150 0,2160 0,3520 7,8150 93,480 113,450 128,380 4 0,2070 0,2970 0,4840 0,7110 74,880 111,430 132,770 148,600 5 0,4120 0,5540 0,8310 11,450 110,700 128,320 150,860 167,500 6 0,6760 0,8720 12,370 16,350 125,920 144,490 168,120 185,480 7 0,9890 12,390 16,900 21,670 140,670 160,130 184,750 202,780 8 13,440 16,460 21,800 27,330 155,070 175,350 200,900 219,550 9 17,350 20,880 27,000 33,250 169,190 190,230 216,660 235,890 10 21,560 25,580 32,470 39,400 183,070 204,830 232,090 251,880 11 26,030 30,530 38,160 45,750 196,750 219,200 247,250 267,570 12 30,740 35,710 44,040 52,260 210,260 233,370 267,120 283,000 13 35,650 41,070 50,090 58,920 223,620 247,360 276,880 298,190 14 30,750 46,600 56,290 65,710 236,850 261,190 291,410 313,190 15 46,015 52,290 62,620 72,610 249,960 274,880 305,780 328,010 16 51,420 58,120 69,080 79,620 262,960 288,450 320,000 342,670 17 56,970 64,080 75,640 86,720 275,870 301,910 334,090 357,180 18 62,650 70,150 82,310 93,900 288,690 315,260 348,050 371,560 19 68,440 76,330 89,070 101,170 301,440 328,520 361,910 385,820 20 74,340 82,600 59,010 108,510 314,100 341,700 375,660 399,970 21 80,340 88,970 102,830 115,910 326,710 354,790 389,320 414,010 22 86,430 95,420 109,820 123,880 39,240 367,810 402,890 427,960 23 92,600 101,960 116,890 130,910 361,720 380,760 416,380 441,810 24 98,860 108,560 124,010 138,480 364,150 393,640 429,800 455,580 25 105,200 115,640 132,100 146,110 376,520 406,460 443,140 469,280 26 111,600 121,980 138,440 153,790 388,850 419,230 456,420 482,900 27 118,080 128,790 145,730 161,510 401,130 431,940 469,630 496,450 28 124,610 135,650 153,080 169,280 413,370 444,610 482,780 509,930 29 131,210 142,560 160,470 177,080 425,570 457,220 495,880 523,360 30 137,870 149,530 167,910 184,930 437,730 469,790 508,920 536,720 (Sumber: Soewarno, 1995)

(12)

I-12 e. Uji Smirnov Kolmogrof

- Uji Kolmogorov Smirnov merupakan pengujian normalitas yang banyak dipakai, terutama setelah adanya banyak program statistik yang beredar.

- Kelebihan dari uji ini adalah sederhana dan tidak menimbulkan perbedaan persepsi di antara satu pengamat dengan pengamat yang lain, yang sering terjadi pada uji normalitas dengan menggunakan grafik.

- Konsep dasar dari uji normalitas Kolmogorov Smirnov adalah dengan membandingkan distribusi data (yang akan diuji normalitasnya) dengan distribusi normal baku.

- Distribusi normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk Z-Score dan diasumsikan normal.

- Jadi sebenarnya uji Kolmogorov Smirnov adalah uji beda antara data yang diuji normalitasnya dengan data normal baku.

- Seperti pada uji beda biasa, jika signifikansi di bawah 0,05 berarti terdapat perbedaan yang signifikan, dan jika signifikansi di atas 0,05 maka tidak terjadi perbedaan yang signifikan.

- Penerapan pada uji Kolmogorov Smirnov adalah bahwa jika signifikansi di bawah 0,05 berarti data yang akan diuji mempunyai perbedaan yang signifikan dengan data normal baku, berarti data tersebut tidak normal.

1.1.1 Periode Ulang Hujan

Periode ulang hujan adalah waktu berulang kembali suatu keadaan sifat-sifat jatuhnya hujan. Setiap periode ulang hujan yang berbeda, air yang dicurahkan hujan pun berbeda.

Melihat dari posisinya dapat dianggap bahwa sistem drainase dapat dibedakan menjadi tigs sistem drainase yang terdiri dari sistem primer, sekunder dan tersier.

Sistem drainase tersier adalah bagian sistem yang terdiri dari street gutter, saluran tepi jalan, parit, dll. Debit aliran saluran ini mempunyai PUH 2 atau 5 tahun, tergantung pada tata guna tanahnya. Sistem drainase sekunder terdiri dari saluran dan

(13)

I-13 parit yang meneruskan aliran dari saluran tersier. Saluran tersier dapat mempunyai PUH 5 atau 10 tahun.

Saluran primer ketentuannya akan dibuat untuk meminimalkan kerusakan umum dan untuk mencegah hilangnya kehidupan dari akibat limpasan banjir PUH 100 tahun. Pengamanan banjir untuk debit seperti ini akan mengarah kepada dimensi sistem yang sangat besar dan selanjutnya menyebabkan biaya yang tinggi. Umumnya saluran primer didesain untuk mengamankan debit aliran untuk PUH 10 sampai 20 tahun. Besarnya PUH untuk perencanaan drainase dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1.4 PUH Untuk Perencanaan Saluran Drainase Kota dan Bangunan

No Distribusi PUH (Tahun)

1 Saluran mikro pada daerah:

a. Lahan rumah, taman, kebun,

lahan 2

tak terbangun

b. Kesibukan perkantoran 5

c. Perindustrian

- Ringan 5

- Menengah 10

- Berat 25

- Super berat/proteksi 50

2 Saluran tersier

a. Resiko kecil 2

b. Resiko besar 5

3 Saluran sekunder

a. Tanpa resiko 2

b. Resiko kecil 5

c. Resiko besar 10

4 Saluran primer (induk)

a. Tanpa resiko 2

b. Resiko kecil 5

c. Resiko Besar 10

Atau

a. Luas DAS 25-50 ha 5

b. Luas DAS 50-100 ha 5-10

c. Luas DAS 100-1300 ha 10-25 d. Luas DAS 1300-6500 ha 25-50 5 Pengendalian banjir mikro 100

6 Gorong-gorong

a. Jalan raya biasa 10

b. Jalan bypass 25

c. Freeway 50

7 Saluran tepian

a. Jalan raya biasa 5-10

b. Jalan bypass 10-25

c. Freeway 25-50

(Sumber: Soewarno, 1995)

(14)

I-14

T

T X sK

X = +

1 ) (

1

2

=

=

n X X s

n

i i

1.1.2 Analisis Frekuensi

Analisa ini dimaksudkan untuk mencari curah hujan dengan periode ulang tertentu, yang kemudian dipakai untuk menentukan debit rencana. Ada beberapa metoda yang dipakai dalam analisa ini, diantaranya:

1. Metoda Distribusi Normal

Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi gauss.

Besarnya curah hujan harian maksimum yang terjadi dalam suatu PUH dihitung dengan menggunakan persamaan :

Dengan:

XT : Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang X : Nilai rata-rata hitung variat

S : Deviasi standar nilai variat KT : Faktor frekuensi

Standard deviasi merupakan akar pangkat dua dari varians :

Faktor frekuensi merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang.

Nilai faktor frekuensi KT umumnya sudah tersedia dalam tabel untuk mempermudah perhitungan, seperti ditunjukkan dalam tabel berikut :

Tabel: 1.5 Nilai Variabel Reduksi Gauss

No. Periode Ulang, T tahun Peluang KT

1. 1,001 0,999 -3,05

2. 1,005 0,995 -2,58

3. 1,010 0,990 -2,33

4. 1,050 0,950 -1,64

5. 1,110 0,900 -1,28

6. 1,250 0,800 -0,84

7. 1,330 0,750 -0,67

(15)

I-15

8. 1,430 0,700 -0,52

9. 1,670 0,600 -0,25

10. 2,000 0,500 0

11. 2,500 0,400 0,25

12. 3,330 0,300 0,52

13. 4,000 0,250 0,67

14. 5,000 0,200 0,84

15. 10,000 0,100 1,28

16. 20,000 0,050 1,64

17. 50,000 0,020 2,05

18. 100,000 0,010 2,33

19. 200,000 0,005 2,58

20. 500,000 0,002 2,88

21. 1000,000 0,001 3,09

(Sumber: Bonnier, 1980 dalam Suripin, 2004)

Prosedur perhitungan curah hujan maksimum dengan metoda distribusi normal:

1. Tentukan X rata-rata dari semua nilai variat X

2. Hitung nilai deviasi standar dari X

3. Mencari faktor frekuensi (KT) dari tabel nilai vriabel reduksi gauss 4. Curah hujan maksimum untuk berbagai periode ulang.

2. Metoda Log Person Type III

Parameter-parameter statistic yang diperlukan untuk distribusi Log Person Type III adalah :

− Rata-rata Log : logX

− Standar Deviasi : S

(16)

I-16

− Koefisien Kemencengan : G

Bentuk kumulatif dari distribusi log Person type III dengan nilai variatnya X apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik akan merupakan model matematik persamaan garis lurus. Persamaan garis lurusnya adalah :

S k Y Y= − .

Dimana : Y = nilai logaritmik dari X Y = nilai rata-rata dari Y S = deviasi standar dari Y

K = Karakteristik dari distribusi log Person Type III Persamaan-persamaan yang digunakan adalah :

n X x

n

i

i

= =1

log

log

( )

1 log log

2

1

=

=

n

X X

S

n

i

i

( )

(

1

)( ) ( )

3

3

log 2 1

log log

.

X S n n

X X

n G

n

i

i

=

=

Dimana :

Xi = logaritmik hujan harian maksimum B (mm/jam) X = rata-rata Xi

n = banyaknya data S = standar deviasi dari log Xi

G = koefisien kemencengan (skew) Xi

Besarnya curah hujan harian maksimum yang terjadi dalam suatu PUH dihitung dengan menggunakan persamaan :

Log X = log Xi + K x S

Dimana : X = curah hujan harian maksimum dalam PUH (mm/jam)

(17)

I-17 Prosedur untuk menentukan kurva distribusi log Person type III adalah

1. Tentukan logaritmik dari semua nilai variat X 2. Hitung nilai rata-ratanya

n X x

n

i

i

= =1

log log

3. Hitung nilai deviasi standarnya dari log X

( )

1 log log

2

1

=

=

n

X X

S

n

i

i

4. Hitung nilai koefisien kemencengan

( )

(

1

)( ) ( )

3

3

log 2 1

log log

.

X S n n

X X

n G

n

i

i

=

=

5. Tentukan anti log dari X Log XTR = Log Xi + KTR x S.

Dimana K adalah variabel standar X yang besarnya tergantung koefisien kemecengan G. Tabel 1.6 berikut memperlihatkan harga K untuk berbagai nilai kemecengan G.

Tabel 1.6 Nilai K untuk Distribusi Log-Person III

Koefisien Cs

PERIODE ULANG (TAHUN)

2 5 10 25 50 100 200 1000

PELUANG (%)

50 20 10 4 2 1 0,5 0,1

3,0 -0,396 0,420 1,180 2,278 3,152 4,051 4,970 7,250 2,5 -0,360 0,516 1,250 2,626 3,304 3,845 4,652 6,600 2,2 -0,330 0,574 1,284 2,240 2,097 3,705 4,444 6,200 2,0 0,307 0,609 1,302 2,219 2,912 3,605 4,298 5,910 1,8 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,484 3,499 4,147 5,660 1,6 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388 3,990 5,390 1,4 -0,225 0,705 1,337 2,168 2,706 3,271 3,828 5,110 1,2 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149 3,661 4,820 1,0 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022 3,489 4,540 0,9 -0,148 0,769 1,339 2,018 2,498 3,957 3,401 4,395 0,8 -0,132 0,780 1,336 1,998 2,453 3,891 3,312 4,250 0,7 -0,116 0,790 1,333 1,967 2,407 2,824 3,223 4,105 0,6 -0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755 3,132 3,960

(18)

I-18 (Sumber: Suripin, 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan)

3. Metoda Gumbel

Tujuan teori statistic nilai-nilai ekstrim adalah untuk menganalisis hasil pengamatan nilai-nilai ekstrim tersebut untuk memperkirakan nilai-nilai ekstrim berikutnya.

Gumbel menggunakan harga ekstrim untuk menunjukkan bahwa dalam deret harga-harga ekstrim X1, X2, X3,….Xn mempunyai fungsi distribusi eksponial ganda.

)

) (

(X e eaX b

P =

Jika diambil Y = a (X-b), maka rumus…….

e y

e X

P( )=

Dengan :e = bilangan alam = 2.7182818 Y = reduced variate

Kalau diambil nilai logaritmanya dua kali berurutan dengan bilangan dasar e terhadap rumus

Waktu balik merupakan nilai rata-rata banyaknya tahun (karena Xn

merupakan data debit maksimum dalam tahun), dengan suatu variate disamai atau

0,5 -0,083 0,806 1,323 1,910 2,311 2,686 3,014 3,815 0,4 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615 2,949 3,670 0,3 -0,050 0,824 1,309 1,490 2,211 2,544 2,856 3,525 0,2 -0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472 2,763 3,380 0,1 -0,017 0,836 1,292 1,785 2,107 2,400 2,670 3,235 0,0 0,000 0,842 1,282 1,751 2,054 2,326 2,576 3,090 -0,1 0,017 0,846 1,270 1,716 2,000 2,252 2,482 2,950 -0,2 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178 2,388 2,810 -0,3 0,050 0,853 1,245 1,643 1,890 2,104 2,294 2,675 -0,4 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029 2,201 2,540 -0,5 0,083 0,856 1,216 1,567 1,777 1,955 2,108 2,400 -0,6 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880 2,016 2,275 -0,7 0,116 0,857 1,183 1,448 1,663 1,806 1,926 2,150 -0,8 0,132 0,856 1,166 1,448 1,606 1,733 1,837 2,035 -0,9 0,148 0,854 1,147 1,407 1,549 1,660 1,749 1,910 -1,0 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,880 1,664 1,800 -1,2 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449 1,501 1,625 -1,4 0,225 0,832 1,041 1,198 1,318 1,318 1,351 1,465 -1,6 0,254 0,817 0,994 1,116 1,197 1,197 1,216 1,280 -1,8 0,282 0,799 0,945 1,035 1,087 1,087 1,097 1,130 -2,0 0,307 0,777 0,895 0,959 0,990 0,990 0,995 1,000 -2,2 0,330 0,751 0,844 0,888 0,905 0,905 0,907 0,910 -2,5 0,360 0,711 0,771 0,793 0,799 0,799 0,800 0,802 -3,0 0,396 0,636 0,661 0,666 0,666 0,667 0,667 0,668

( ) 

ab

P X

X a1 ln ln

=

(19)

I-19 dilampaui oleh suatu nilai, sebanyak satu kali. Jika interval antara dua pengamatan konstan, maka waktu baliknya dapat dinyatakan sebagai berikut :

Deret hidrologi acak dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : K

X =+ Dengan:

µ = Nilai tengah (mean) populasi σ = Standar deviasi populasi K = Faktor frekuensi

Rumus :

K S X X = + .

Dengan:

X = Nilai tengah sampel S = Standar deviasi

Faktor frekuensi K untuk niali-nilai ekstrim “Gumbell” ditulis dengan rumus berikut ini

Dengan :

YT = reduced variable

Yn = reduced mean yang tergantung dari besarnya sampel n, dapat dilihat pada tabel

Sn = reduced standard deviation yang tergantung dari besarnya sampel n, dapat dilihat pada tabel

Standard deviasi merupakan akar pangkat dua dari varians :

1 ) (

1

2

=

=

n X X s

n

i i

Tabel 1.7 Reduced Variate Sebagai Fungsi Waktu Balik

T Reduced

(Tahun) Variate

2 0,3668

5 1,5004

) ( 1 ) 1

(X P X

Tr

= −

n n T

S Y K =Y

(20)

I-20 (Sumber: Suripin, 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan)

Tabel 1.8 Hubungan Reduced Mean (Yn)

N Yn N Yn N Yn N Yn

10 0.4952 34 0.5296 58 0.5515 82 0.5572 11 0.4996 35 0.5402 59 0.5518 83 0.5574 12 0.5053 36 0.5410 60 0.5521 84 0.5576 13 0.5070 37 0.5418 61 0.5524 85 0.5578 14 0.5100 38 0.5424 62 0.5527 86 0.5580 15 0.5157 39 0.5430 63 0.5530 87 0.5581 16 0.5128 40 0.5436 64 0.5533 88 0.5583 17 0.5181 41 0.5442 65 0.5535 89 0.5585 18 0.5202 42 0.5448 66 0.5538 90 0.5585 19 0.5220 43 0.5453 67 0.5540 91 0.5587 20 0.5236 44 00.5458 68 0.5543 92 0.5591 21 0.5252 45 0.5463 69 0.5545 93 0.5591 22 0.5268 46 0.5468 70 0.5548 94 0.5592 23 0.5283 47 0.5473 71 0.5550 95 0.5593 24 0.5296 48 0.5477 72 0.5552 96 0.5595 25 0.5309 49 0.5481 73 0.5555 97 0.5596 26 0.5320 50 0.5485 74 0.5557 98 0.5598 27 0.5332 51 0.5489 75 0.5559 99 0.5599 28 0.5343 52 0.5493 76 0.5561 100 0.5600 29 0.5353 53 0.5497 77 0.5563 30 0.5363 54 0.5501 78 0.5565 31 0.5371 55 0.5504 79 0.5567 32 0.5380 56 0.5508 80 0.5569 33 0.5388 57 0.5511 81 0.5570 (Sumber: Suripin, 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan)

10 2,2510

20 2,9709

25 3,1255

50 3,9028

100 4,6012

200 5,2969

500 6,2149

1000 6,9087

5000 8,5188

10000 9,2121

(21)

I-21 Tabel 1.9 Hubungan Reduced Standard Deviation (Sn)

(Sumber :Suripin, 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan) Prosedur perhitungan curah hujan maksimum dengan metoda Gumbell : 1. Tentukan X rata-rata dari semua nilai variat X

2. Tentukan Standar deviasinya

1 ) 1

( 2

=

n

x S x

3. Dengan banyak data seharga n, maka didapat harga Sn dari table 3.4 dan harga Yn dari table 3.3

4. Menentukan nilai K

N Sn N Sn N Sn N Sn

10 0,9496 34 1,1255 58 1,1721 82 1,1953 11 0,9676 35 1,1286 59 1,1734 83 1,1959 12 0,9833 36 1,1313 60 1,1747 84 1,1967 13 0,9971 37 1,1339 61 1,1759 85 1,1973 14 1,0095 38 1,1363 62 1,177 86 1,87 15 1,0206 39 1,1388 63 1,1782 87 1,1987 16 1,0316 40 1,1413 64 1,1793 88 1,1994 17 1,0411 41 1,1436 65 1,1803 89 1,2001 18 1,0493 42 1,1458 66 1,1814 90 1,2007 19 1,0565 43 1,148 67 1,1824 91 1,2013 20 1,0628 44 1,1499 68 1,1834 92 1,202 21 1,0696 45 1,1519 69 1,1844 93 1,2026 22 1,0754 46 1,1538 70 1,1854 94 1,2032 23 1,0811 47 1,1557 71 1,1854 95 1,2038 24 1,0864 48 1,1574 72 1,1873 96 1,2044 25 1,0915 49 1,159 73 1,1881 97 1,2049 26 1,0861 50 1,1607 74 1,189 98 1,2055 27 1,1004 51 1,1623 75 1,1898 99 1,206 28 1,1047 52 1,1638 76 1,1906 100 1,2065 29 1,0860 53 1,1658 77 1,1915 30 1,1124 54 1,1667 78 1,1923 31 1,1159 55 1,1681 79 1,193 32 1,1193 56 1,1696 80 1,1938

33 1,1226 57 1,1708 81 1,1945

n n T

S Y K=Y

n X=

X

(22)

I-22 5. Curah hujan harian maksimum untuk berbagai periode ulang T tahun

X = X +S.K 1.1.3 Waktu Konsentrasi

Waktu konsentrasi (tc) adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan untuk mengalir dari titik terjauh menuju suatu titik yang ditinjau pada daerah pengaliran (titik pengamatan) atau diperoleh debit maksimum. Waktu konsentrasi terdiri dari waktu yang dibutuhkan oleh air hujan untuk mengalir diatas permukaan tanah ke saluran yang terdekat (to), dan waktu yang diperlukan air hujan untuk mengalir didalam saluran (td). Jadi waktu konsentrasi dapat dihitung dengan rumus:

tc = to + td

Lamanya waktu melimpah dipermukaan tanah, didekati dengan persamaan:

Dimana:

to = Waktu limpasan (menit) L = Panjang limpasan

So = Kemiringan daerah limpasan (%)

nd = Nilai kekasaran permukaan tanah, terdapat pada tabel 2.11

Untuk besarnya time off flow (td) dihitung berdasarkan karakteristik hidrolis didalam saluran. Rumus pemdekatan untuk menghitung td adalah:

Dimana:

td = Waktu yang diperlukan air untuk mengalir dalam saluran (menit) 60 = Angka konversi, 1 menit = 60 detik

Ld = Panjang saluran (m)

Vd = Kecepatan rata-rata dalam saluran (m/detik).

(23)

I-23 Gambar 1.1 Waktu konsentrasi

Tabel 1.10 Harga Kekasaran Permukaan Berdasarkan Keadaan Permukaan Tanah

No. Keadaan Permukaan Tanah Nd 1. Lapisan Semen dan aspal beton 0,013 2. Permukaan halus dan kedap air 0,02 3 Permukaan halus dan padat 0,10

4.

Lapangan dengan rumput jarang, ladang dan tanah lapang kosong

dengan permukaan cukup besar 0.20 5. Ladang dan lapangan rumput 0,40

6. Hutan 0,60

7. Hutan dan Rimba 0,80

(Sumber: Dari tabel 2.9, JICA, Text Book Series no.54,1977)

Kecepatan rata-rata dalam saluran, Vd sering dicari dengan cara coba-coba dengan menentukan sembarang nilai yang kira-kira mendekati, kemudian dicari to.

Rumus Manning dianjurkan untuk dipakai dalam saluran buatan dengan atau tanpa pengerasan (linning). Untuk menghitung besarnya td pada saluran alami dimana karakteristik hidrolis didalam saluran tidak mudah ditetapkan, maka digunakan kecepatan pendekatan seperti pada tabel 1.11 berikut:

Tabel 1.11 Perkiraan Kecepatan Rata-rata di Dalam Saluran Alami

Kemiringan rata-rata dasar saluran ( S ) ( % ) Kecepatan aliran rata-rata ( V) (m3/ detik )

0 – 1 0.4

1 – 2 0.6

2 – 4 0.9

4 – 6 1.2

6 – 10 1.5

10 – 15 2.4

(Sumber : Drainase Perkotaan, 1997)

(24)

I-24 1.1.4 Analisis Intensitas Hujan

Intensitas hujan adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan setiap satuan waktu. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda, tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan analisis data hujan baik secara statistik maupun secara empiris. Intensitas hujan dapat juga diartikan sebagai ketinggian hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu air hujan terkosentrasi. Biasanya intensitas hujan dihubungkan dengan durasi hujan jangka pendek, misalnya 5 menit, 30 menit, 60 menit, dll. Data curah hujan jangka pendek ini habya dapat diperoleh dengan menggunakan alat pencatat hujan otomatis.

Di Indonesia alat ini sangat sedikit dan jarang. Alat yang banyak digunakan adalah pencatat hujan biasa yang mengukur hujan 24 jam atau disebut hujan harian.

Apabila yang tersedia hanya data hujan harian, maka intensitas hujan dapat diestimasi dengan rumus Mononobe atau rumus Van Breen yang telah dimodifikasi seperti berikut:

Mononobe

:

Van Breen:

Dimana:

I = Intensitas hujan (mm/jam)

R24 = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm) Rt = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm) Tc = Waktu konsentrasi (jam).

Karena intensitas hujan tidak dapat kita tentukan atau kita atur karena hujan terjadi secara alamiah, namun kit dapat melakukan perkiraan berdasarkan pencatatan data-data hujan sebelumnya, maka dalam mendesain bangunan-bangunan air, kita dapat memperkirakan hujan rencana berdasarkan periode ulangnya.

Penentuan intensitas hujan untuk perencanaan saluran, termasuk dalam suatu pemikiran terhadap faktor:

1. Periode ulang hujan rata-rata yang diperoleh

(25)

I-25 2. Karakteristik intensitas durasi pada frekuensi terpilih

3. Waktu konsentrasi.

1.1.5 Koefisien Pengaliran

Koefisien pengaliran merupakan perbandingan antara besarnya aliran terhadap besarnya hujan yang menyebabkan limpasan tersebut. Besarnya koefisien pengaliran tersebur dipengaruhi beberapa faktor :

1. Tata guna lahan

Yaitu semakin banyak bangunan di atas tanah asli maka semakin besar air hujan yang melimpah karena sedikit yang berinfiltrasi sehingga koefisien pengaliran ( C ) semakin besar.

2. Kemiringan tanah

Yaitu semakin besar kemiringan tanah, aliran akan semakin cepat sehingga kesempatan berinfiltrasi lebih sedikit di banding limpasan dan koefisien aliran ( C ) semakin besar.

3. Struktur tanah

Yaitu berhubungan dengan porisitas tanah yang dipengaruhi ukuran butirnya, dimana semakin besar porisitas tanahnya maka semakin banyak yang dapat berinfiltrasi sehingga koefisien aliran semakin kecil.

4. Kelembaban tanah

Jika kadar kelembapan lapisan teratas tinggi maka kemampuan berinfiltrasi kecil karena kejenuhan tanah meningkat dan koefisien aliran semakin besar.

Harga C berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan faktor – faktor yang berhubungan denga aliran permukaan (seperti keadaan di atas). Pada tabel 2.13 dapat dilihat besarnya koefisien pengaliran untuk berbagai tata guna lahan dan pada tabel 2.14 tentang nilai koefisien pengaliran berdasarkan kondisi permukaan tanah . Pada suatu daerah dengan tata lahan yang berbeda – beda, maka koefisien pengaliran ditetapkan dengan mengambil rata – rata berdasarkan bobot luas.

( )

 

= Ai

Ai Cr Ci

Dimana : Cr = harga rata – rata koefisien pengaliran

Ci = harga koefisien pengaliran pada masing daerah

(26)

I-26 Ai = luas masing – masing daerah (ha)

Tabel 1.12 Koefisien Pengaliran Berdasarkan Tata Guna Lahan

No Untuk daerah / permukaan C

1 Perdagangan

- Pusat kota,terbangun penuh pertokoan - Sekeliling kota

0,70-0,95 0,50-0,70 2 Pemukiman

- Keluarga tunggal

- Keluarga ganda (tidak kopel) / aneka ragam - Keluarga ganda (kopel) / aneka ragam - Pinggiran kota (suburban)

- Apartemen (rumah susun)

- Perumahan,dengan kerapatan bangunan z rumah / ha

10 rumah / ha 15 rumah / ha 20 rumah / ha 25 rumah / ha 30 rumah / ha

0,30-0,50 0,40-0,60 0,60-0,75 0,25-0,40 0,50-0,70

0,45-0,55 0,50-0,65 0,60-0,70 0,65-0,75 0,75-0,85 3 Industry

- Ringan - Berat

0,50-0,80 0,60-0,90

4 Taman,kuburan,hutan lindung 0,10-0,30

5 Lapangan bermain 0,20-0,35

6 Pekarangan rel kereta api 0,20-0,40

7 Daerah tak terbangun / terbengkalai 0,10-0,30 8 Jalan

- aspal - beton - bata

0,70-0,95 0,80-0,95 0,70-0,85 9 Halaman parkir dan pejalan kaki / trotoir 0,75-0,85

10 Atap 0,75-0,95

(27)

I-27 11 Pekarangan dengan tanah pasiran

- datar 2 % - rerata (2-7)%

- terjal 7 %

0,05-0,10 0,10-0,15 0,15-0,20 12 Pekarangan dengan tanah keras

- datar 2 % - rerata (2-7)%

- terjal 7 %

0,13-0,17 0,18-0,22 0,25-0,35

13 Tanah gundul 0,70-0,80

14 Lahan galian pasir 0,05-0,15

(Sumber: Dari JICA, Text Book Series no.54,177)

Tabel 1.13 Koefisien Pengaliran Berdasarkan Kondisi Permukaan Tanah.

No Untuk daerah / permukaan C

1 Jalur Lalu Lintas - Jalan Aspal - Jalan Kerikil

0,70-0,95 0,50-0,70 2 Bahu Jalan dan Lereng

- Tanah Berbutir Halus - Tanah Berbutir Kasar - Lapisan Batyan Keras - Lapisan Batuan Lunak

0,40-0,65 0,10-0,30 0,70-0,85 0,50-0,75 3 Tanah Pasir Tertutup Rumput

- Kelandaian 0 – 2 % - Kelandaian 2 – 7 % - Kelandaian > 7 %

0,05-0,10 0,10-0,15 0,15-0,20 4 Tanah Kohesif Tertutup Rumput

- Kelandaian 0 – 2 % - Kelandaian 2 – 7 % - Kelandaian > 7 %

0,13-0,17 0,18-0,22 0,23-0-35 5 Atap

Tanah Lapangan

Taman dipenuhi rumput dan pepohonan Daerah Pegunungan Datar

Daerah Pegunungan Curam

0,75-0,95 0,20-0,40 0,10-0,25

0,30 0,50

(28)

I-28 6 Sawah

Ladang

0,70-0,80 0,10-0,30 (Sumber: Dari JICA, Text Book Series no.54,177)

1.1.6 Koefisien Storasi ( Cs )

Koefisien storasi ditandai dengan adanya kenaikan kedalaman air dalam saluran. Debit actual yang akan ditumpahkan saluran adalah debit total ( Q= C.A.I ) dikurangi dengan masa air yang masih berada dalam saluran. Harga C dapat dihitung dengan persamaan :

) 2

( . 2

td tc Cs tc

= +

Dimana : tc = waktu konsentrasi ( menit )

td = lamanya pengaliran dalam saluran ( menit ) 1.1.7 Luas Daerah Pengaliran

Luas daerah pengaliran harus diperhitungkan secara teliti karena merupakan salah satu elemen dalam perhitungan besarnya limpasan.

Informasi luas daerah pengalian meliputi :

1. Tata guna tanah pada masa kini dan pengembangan pada masa mendatang.

2. Karakteristik tanah dan bangunan di atasnya.

3. Kemiringan tanah dan bentuk daerah pengaliran.

1.1.8 Kapasitas Pengaliran

Besarnya kapasitas pengaliran air hujan diatas permukaan tanah kesaluran ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Luas permukaan daerah aliran 2. Jenis/karakteristik permukaan tanah 3. Durasi/intensitas hujan yang terjadi

4. Nilai koefisien pengaliran dan sebagainya.

Kapasitas pengaliran tersebut diperkirakan dengan metode rasional dan metode rasional yang dimodifikasi. Untuk luas daerah pengaliran yang lebih kecil dari 13 km2 digunakan metode rasional biasa, sedangkan untuk daerah pengaliran yang lebih besar dari 13 km2 digunakan metode rasional yang dimodifikasi dengan perhitungan efek penampungan saluran (Storage Coefficient).

(29)

I-29 Rumus metode rasional yang digunakan untuk luas daerah pengaliran yang lebih kecil dari 13 km2 adalah sebagai berikut:

Q = C.I.A Dimana:

Q = Kapasitas pengaliran (m3/detik) C = Koefisien pengaliran

I = Intensitas hujan (m/detik) A = Luas daerah aliran (m2)

Untuk luas daerah pengaliran yang lebih besar dari 13 km2 digunakan metode rasional yang dimodifikasi, sebagai berikut:

Q = Cs.C.I.A Dimana:

Cs = Koefisien penampungan

Tc = Waktu konsentrasi (menit)

Td = lamanya pengaliran dalam saluran (menit).

1.8 Kriteria Hidrolis / Hidrolika 1. Kapasitas Saluran

Debit pada suatu penampang saluran untuk sembarang aliran dapat dinyatakan sebagai hasil perkiraan kecepatan rata – rata dan luas penampang melintang tegak lurus arah aliran ( luas basah ).

Oleh karena itu untuk menghitung kapasitas saluran digunakan persamaan kontinuitas :

Q = V . A

Dimana : Q = debit pengaliran ( m3/dtik )

V = kecepatan aliran rata – rata dari Manning ( m/dtk ) A = luas penampang basah

Sedangkan untuk menghitung kecepatan aliran digunakan persamaan Manning yaitu :

12 23

1 R S

V = n 

(30)

I-30 A

R= P

Dimana : V = kecepatan aliran ( m/dtk ) n = kekerasan manning R = jari –jari hidrolis ( m )

S = kemiringan memanjang saluran P = jari-jari hidrolis

A = luas tampang aliran

Harga n Manning tergantung hanya pada kekasaran sisi dan dasar saluran, harga n tertulis disajikan pada tabel berikut :

Tabel 1.14 Koefisien Manning Untuk Berbagai Keadaan Saluran

No Keadaan Saluran N

1 Saluran dilapisi lempeng beton yang permukaannya sangat

halus. Dasar diperkeras dengan semen 0,013

2 Saluran beton dengan dipoles sedikit 0,015

3 Saluran beton dipoles 0,017

4 Saluran beton tanpa penghalusan 0,017

5 Dasar tanah dengan tebing dari batu pecah 0,03 6 Dasar beton dipoles sedikit,dengan tebing dari adukan

batu,semen,diplester 0,02

7 Dasar beton dipoles sedikit dari tebing adukan batu dan semen 0,025 8 Saluran tanah hasil galian dengan endapan pasir dan

rerumputan 0,028

9 Saluran dengan dasar batu kerikil 0,03

10 Saluran dilapisi dengan pasangan batu disemen 0,025 11 Saluran dilapisi dengan pasangan batu kosong 0,032 (Sumber: B. Triatmodjo, 1993)

2. Kecepatan Pengaliran

Penentuan kecepatan aliran air dalam saluran yang direncanakan didasarkan pada kecepatan maksimum yang diperbolehkan, agar tetap self deansing dan kecepatanan maksimum yang diperbolehkan agar konstruksi saluran tetap aman.Besarnya kecepatan aliran dalam saluran tergantung pada bahan saluran yang digunakan, kondisi fisik dan sifat – sifat hidrolis.

Kecepatan minimum yang diijinkan atau kecepatan tanpa pengendapan ( nonsliting velocity ) merupakan kecepatan terendah yang tidak menimbulkan sedimentasi dan mendorong pertumbuhan tanaman air dan ganggang. Kecepatan ini sangat tidak menentu dan nilainya yang tepat tidak dapat ditentukan dengan

(31)

I-31 mudah. Bagi air yang tidak mengandung lanau ( silt ), hal ini tidak membawa pengaruh besar kecuali terhadap pertumbuhan tanaman.

Kecepatan maksimum yang diijinkan atau kecepatan tahan erosi (noneriduble velocity) adalah kecepatan rata – rata terbesar yang tidak akan menimbulkan erosi pada badan saluran sesuai dengan bentuk dan tipenya saluran yang direncanakan untuk kota, maka batasan kecepatan aliran di dalam saluran terdapat pada tabel berikut :

Tabel 1.15 Tipe Saluran dan Kecepatan Aliran

Tipe Saluran Variasi Kecepatan( m/dtk ) Bentuk bulat dengan dilapisi beton

Bentuk persegi, pasangan batu kali Bentuk trapezoidal tanpa pengerasan

0,75 – 3,00 1,00 – 3,00 0,60 – 1,50 (Sumber : DPU, Bahan Training untuk Sistem Drainase, Cipta Karya, 1985)

Harga kecepatan untuk kedalaman air lebih besar dari 1 meter besar kecepatan dapat diperbesar dengan factor koreksi, sedangkan bila terjadi belokan harus diperkecil.Untuk kedalaman yang lebih kecil dari 1 meter kecepatan harus diperkecil. Faktor koreksi dari kecepatan maksimum yang diizinkan untuk berbagai kedalaman air dan untuk saluran lengkung terdapat pada tabel berikut :

Tabel 1.16 Faktor Koreksi dari Kecepatan Maksimum yang Diperbolehkan untuk Berbagai Kedalaman Air.

Kedalaman ( m ) Faktor Koreksi 0,30

0,50 0,75 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00

0,80 0,90 0,95 1,00 1,10 1,15 1,20 1,25 (Sumber: Chow, 1992)

(32)

I-32 Tabel 1.17 Faktor Koreksi untuk Kecepatan Maksimum yang Diizinkan pada Saluran

Lengkungan / Belokan

No Saluran Faktor Koreksi

1 2 3 4 5 6

Lurus

Sedikit bebrbelok α < 22,5º Berbelok sedang 22,5º < α < 35º Berbelok besar 35º < α < 60º Berbelok besar sekali 60º < α < 80º Berbelok hamper siku 80º < α < 90º

1,00 0,95 0,87 0,78 0,68 0,57 (Sumber: Chow, 1992)

3. Kemiringan Saluran dan Talud Saluran

Kemiringan saluran yang dimaksud adalah kemiringan dasar saluran, sedangkan talud saluran adalah kemiringan dinding saluran.

Kemiringan memanjang dasar saluran biasanya diatur oleh keadaan topografi dan tinggi energi yang diperlukan untuk mengalirakan air. Dalam berbagai hal, kemeringan ini dapat pula tergantung pada kegunaan saluran misalnya saluran yang digunakan sebagai pembagi air dalam irigasi, persediaan air minum dan proyek pembangkit dengan tenaga air, dan lain – lain.

Saluran direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan pengaliran secara gravitasi dengan batas kecepatan maksimum dan minimum yang diijinkan. Besarnya kemiringan saluran dapat juga diperkirakan dengan rumus Manning sehingga :

2



 

= R S nV

Dimana : S = kemiringan saluran

V = kecepatan rata – rata dalam saluran ( m/dtk ) R = Jari – jari hidrolis ( m )

n = koefisien Manning

Besarnya kemiringan yang dianjurkan sesuai dengan bahan saluran. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut:

(33)

I-33 Tabel 1.18 Kemiringan Dinding Saluran yang Dianjurkan Sesuai Dengan Bahan yang

Digunakan

No Bahan Saluran Kemiringan

1 2 3 4

5 6 7

Batu

Tanah Lumpur dan rumput

Lempung keras / tanah dengan lapisan beton Tanah dengan pasangan batu atau tanah untuk Saluran besar

Lempung kaku atau tanah untuk saluran kecil Tanah berpasir lepas

Lempung berpasir atau lempung berpori (porous)

Mendekati vertical 0,25 – 1,00 0,50 : 1,00 – 1,00 : 1,00

1,00 : 1,00

1,50 : 1,00 2,00: 1,00 3,00: 1,00 (Sumber: ISBN: 979 – 8382 – 49 – 8)

4. Ambang Bebas ( Free Board )

Ambang bebas pada saluran adalah jarak vertical dari puncak saluran ke permukaan air pada kondisi rencana. Jarak ini harus cukup untuk mencegah gelombang atau kenaikan muka air melimpah ke tepi.

Besarnya ambang bebas yang umumnya yang dipakai pada perencanaan sebesar 5 % - 30 % dari kedalaman saluran.Ambang bebas untuk saluran tanpa pelapisan biasanya dibuat dengan pertimbangan ukuran dan lokasi, aliran air masuk, sifat – sifat tanah, gradient per lokasi dan pemanfaatan jalan.

US Bureau of Reclamation menyarankan suatu taksiran awal bagi ambang bebas yang diperlukan pada keadaan biasa dapat dilakukan dengan pendekatan persamaan:

F =

(

Ch

)

0,5

Dimana : F = tinggi ambang bebas ( m )

C = koefisien untuk :

Q < 0,6 m³/dtk C = 0,17 0,6 ≤ Q ≤ 8 m³/dtk 0,17 < C < 0,23 Q > 8 m³/dtk C = 0,24 h = kedalaman air dalam keadaan normal ( m )

5. Penampang Saluran

(34)

I-34 Bentuk saluran yang dapat direncanakan untuk dipergunakan pada umumnya adalah persegi empat, trapesium dan setengah lingkaran.

a. Persegi empat

Saluran persegi empat berguna untuk menyalurkan limbah air hujan dengan Q besar yang sifat alirannya terus menerus dengan fluktuasi kecil dan biasanya digunakan pada daearah yang tidak/kurang tersedia lahan.

Rumus untuk saluran dengan penampang berbentuk persegi panjang yang ekonomis adalah :

Q = V . A

A = b .h R = h/2 b = 2h P = 4h

Dimana: - Q = Debit (m3/dtk)

- V = Kecepatan aliran (m/dtk) - A = Luas (m2)

- R = Jari jari hidrolis (m) - b = Lebar (m)

- P = Keliling basah (m) - F = Tinggi jagaan (m)

F

h

b

Gambar 1.2 Penampang saluran persegi empat b. Trapesium

Saluran trapesium berguna untuk menyalurkan limhan air hujan dengan Q besar yang sifat alirannya terus menerus dengan fluktuasi kecil dan biasanya dipakai pada daerah yang cukup lahan.

(35)

I-35 Rumus untuk saluran dengan penampang berbentuk trapesium yang ekonomis adalah :

Q = V . A

A = h2√3 R = h/2 b = 2/3 h√3 P = 2h√3

Penampang trapesium paling efisien bila m=1/√3 Dimana: - Q = Debit (m3/dtk)

- V = Kecepatan aliran (m/dtk) - A = Luas (m2)

- R = Jari jari hidrolis (m) - b = Lebar (m)

- P = Keliling basah (m) - F = Tinggi jagaan (m)

F

h

b

1 m

Gambar 1.3 Penampang saluran trapezium c. Setengah lingkaran

Saluran setengah lingkaran berguna untuk menyalurkan limbah air hujan dengan Q kecil. Rumus untuk saluran dengan penampang berbentuk setengah lingkaran yang ekonomis adalah :

Q = V . A

A = ½ π.h2

Gambar

Tabel 1.1 Parameter Statistik Untuk Menentukan Jenis Distribusi
Tabel 1.4 PUH Untuk Perencanaan Saluran Drainase Kota dan Bangunan
Tabel 1.6 Nilai K untuk Distribusi Log-Person III
Tabel 1.11 Perkiraan Kecepatan Rata-rata di Dalam Saluran Alami
+7

Referensi

Dokumen terkait

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai peningkatan limpasan permukaan akibat dari curah hujan dan perubahan tutupan lahan, sehingga dapat

PENGARUH CURAH HUJAN DAN LIMPASAN TERHADAP KEHILANGAN TANAH PADA AREAL PEMBUKAAN LAHAN Dl KUAMANG KUNING

Tujuan dari penelitian ini diantaranya adalah untuk menentukan nilai intesitas hujan dari tinggi curah hujan pada jalan, melakukan pengujian perbandingan nilai debit limpasan terhadap

Analisis Curah Hujan Bulan Februari 2017 Analisis Sifat Hujan Bulan Februari 2017 Umumnya curah hujan pada bulan Februari 2017 berkisar antara 100 - 300 mm/bln

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai peningkatan limpasan permukaan akibat dari curah hujan dan perubahan tutupan lahan, sehingga dapat

PENGARUH CURAH HUJAN DAN LIMPASAN TERHADAP KEHILANGAN TANAH PADA AREAL PEMBUKAAN LAHAN Dl KUAMANG KUNING

Dokumen ini membahas metode distribusi Log Normal dan Log Pearson Type III untuk menganalisis data curah