• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF BAB V DATA DAN ANALISIS SWASEMBADA PANGAN KAMPUNG ADAT CIREUNDEU - Unisba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PDF BAB V DATA DAN ANALISIS SWASEMBADA PANGAN KAMPUNG ADAT CIREUNDEU - Unisba"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

Masyarakat desa adat Cireundeu meyakini, sekecil apapun falsafah hidup yang diturunkan nenek moyang harus tetap dilestarikan. Desa adat Cireundeu merupakan desa yang hampir tidak pernah terkena dampak dari gejolak sosial yang sering terjadi, seperti mahalnya harga bahan pokok khususnya beras. Selain itu, Desa Adat Cireundeu juga mempunyai visi membangun masyarakat mandiri pangan dalam upaya mencapai kesejahteraan dan kesejahteraan dengan meningkatkan perluasan dan pengembangan sektor agrobisnis dan agroindustri.

Pada awalnya Desa Adat Cireundeu menggunakan nasi sebagai makanan pokok karena pada masa penjajahan Belanda terjadi kekurangan bahan pangan khususnya beras. Salah satu tujuan diperkenalkannya jenis makanan berbahan dasar singkong dan proses pembuatan nasi singkong ini adalah agar masyarakat Desa Adat Cireundeu tidak bergantung pada nasi berbahan dasar beras. Karena terkenal dengan produk singkong dan ketahanan pangannya, serta masih banyak hikmah lain yang didapat di desa ini, maka Desa Adat Cireundeu telah ditetapkan sebagai Desa Wisata Ketahanan Pangan atau DEWITAPA, namun hal tersebut hanya sebatas rencana.

Namun rencana tersebut hanya sekedar angan-angan saja, belum ada pengakuan nyata dari pemerintah yang sangat serius dalam pengelolaan dan pengembangan Desa Adat Cireundeu. Pada tahun 2010, ketersediaan rasi sebagai makanan pokok keluarga di Desa Adat Cireundeu hanya sebesar 36,10 ton, berbeda dengan ketersediaan tahun-tahun lainnya. Dari segi pemasaran dan perdagangan, berdasarkan surat keputusan walikota Cimahi, desa adat Cireundeu ditetapkan sebagai desa mandiri pangan yang selanjutnya disebut Demapan.

Pak Yuyun (Ketua RW 10) mengatakan, di Desa Adat Cireundeu hanya dari segi dapur saja, dari ibu-ibu pelaku industri rumah tangga.

Gambar 5.4 Makam Abu Omah Asmanah  Sumber : Hasil Observasi, 2014
Gambar 5.4 Makam Abu Omah Asmanah Sumber : Hasil Observasi, 2014

Analisis Perekonomian

Kondisi Hidrologi Daerah Penelitian

Kondisi hidrologi Desa Adat Cireundeu sangat menarik. Untuk melestarikan air sebagai penopang utama kehidupan, masyarakat Desa Adat Cireundeu menggunakan teknik konservasi air warisan nenek moyang. Secara umum merupakan kawasan adat di Jawa Barat, kampung adat Cireundeu terletak di kaki bukit. Karena pengaruh perbukitan (Determinist Fisis) menghasilkan budaya tata ruang seperti puncak bukit, maka disebut sangyang sirah, sering juga disebut ban atau leuweung ban.

Dampal atau kaki bukit merupakan budidaya atau leeung balahdahan yang berfungsi sebagai pemukiman dan budidaya pertanian. Berdasarkan hasil di lapangan, distribusi spasial dengan sistem biasa dapat menghemat air sepanjang tahun sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan pertanian.

Penggunaan Lahan

Analisis Kependudukan Daerah Penelitian

Kondisi Sosial Kependudukan (Responden) Daerah Penelitian

Dari kriteria tersebut dapat disimpulkan bahwa kepadatan penduduk desa adat Cireundeu termasuk kepadatan 0-50 jiwa/Km², yang berarti kepadatan penduduk desa adat Cireundeu termasuk dalam kategori tidak padat. wilayah (RTBL Desa Cireundeu, 2013).

Kriteria Responden

Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Jumlah Responden Berdasarkan Tanggungan Keluarga

Jumlah Responden berdasarkan Tingkat Penghasilan

Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Tingkat Penghasilan

Hubungan Tanggungan Keluarga Dengan Tingkat Penghasilan

Analisis Potensi Budidaya Singkong (Input, Proses & Output) .1 Input

  • Proses
  • Output

Perlu diketahui bahwa input produksi di Desa Adat Cireundeu dari segi alat pertaniannya masih menggunakan alat tradisional. Jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam penyiapan lahan kurang dari separuhnya berjumlah 2 orang dengan jumlah responden sebanyak 14 orang atau 38,89%. Namun karena kuatnya tradisi leluhur di desa adat Cireundeu, para petani memilih alat tradisional dan teknik yang diwariskan.

Meski terkesan terbuka menerima pendatang, namun masyarakat Desa Adat Cireundeu justru tertutup dalam beberapa hal terkait adat dan tradisinya. Berdasarkan temuan di lapangan, perbedaan waktu penyiapan lahan disebabkan oleh perbedaan jumlah tenaga kerja dan luas lahan yang digarap. Waktu penyiapan lahan dan penanaman tidak dilakukan secara serentak oleh masyarakat adat Cireundeu, melainkan tersebar dalam beberapa periode.

Pola sebaran waktu pengolahan tanah dan penanaman seperti pada Tabel 5.18 terbentuk karena umur simpan rasi (salah satu produk olahan singkong) sebagai makanan pokok masyarakat desa adat Cireundeu hanya bertahan selama 3-4 bulan. Tenaga tambahan yang digunakan dalam budidaya singkong di Desa Adat Cireundeu berasal dari warga tradisional setempat. Hal ini menunjukkan bahwa ciri-ciri budidaya singkong di Desa Adat Cireundeu adalah masih memenuhi kebutuhan sendiri (subsisten).

Sedangkan sebagian kecil sebanyak 6 responden atau 16,67%, dengan waktu penyiapan lahan selama empat hari dan jumlah tenaga kerja yang digunakan sebanyak 4 orang. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan maka semakin cepat pula waktu penyiapan lahannya. Sedangkan sebagian kecil sebanyak 6 responden atau 16,67% dengan waktu penyiapan lahan sebanyak empat kali dan penggunaan tenaga kerja sebanyak 2 orang.

Pupuk yang digunakan masyarakat desa adat Cireundeu dalam budidaya singkong terdiri dari dua jenis yaitu pupuk kandang dan pupuk kimia. Hasil panen singkong di desa adat Cireundeu diolah menjadi beberapa jenis produk antara lain rasi, tape mutiara, ranginang, opak, aci, dll. Cara pengolahan singkong menjadi berbagai jenis produk berasal dari warisan nenek moyang desa adat Cireundeu, sehingga produk olahan masyarakat adat Cireundeu mempunyai karakter tersendiri baik aroma, rasa, maupun warna.

Waktu panen di Desa Adat Cireundeu tidak dilakukan sekaligus melainkan tersebar dalam beberapa kali. Perhatikan tabel jumlah kali panen singkong di Desa Adat Cireundeu Pola panen yang terbentuk seperti tabel jumlah pekerja, akibat kebutuhan pangan singkong sebagai makanan pokok konsumsi masyarakat Adat Cireundeu. Jadi dalam budaya masyarakat adat Cireundeu tidak mengenal istilah panen seperti budaya pertanian di daerah lain.

Tabel 5.14 Status Kepemilikan Lahan Budidaya Singkong Masayarakat Kampung  Adat Cireundeu
Tabel 5.14 Status Kepemilikan Lahan Budidaya Singkong Masayarakat Kampung Adat Cireundeu

Potensi Dan Konsumsi Singkong .1 Potensi Singkong

  • Konsumsi Singkong 1. Pola Konsumsi Singkong

Berdasarkan tabel di atas, kurang dari separuh produksi singkong terjadi pada bulan Maret, Mei, dan Desember. Terdapat perbedaan volume produksi pada bulan September karena luas areal yang digarap untuk panen bulan September porsinya kecil dibandingkan dengan luas areal yang digarap untuk panen bulan lainnya. Berdasarkan tabel diatas terlihat produksi per kapita per tahun dan luas lahan garapan adalah 44 Ha.

Berdasarkan tabel diatas terlihat jumlah produksi singkong sebanyak 309,96 ton. Agar lebih jelas perhatikan perhitungan berikut ini. Dengan luas budidaya 44 ha dengan jarak tanam 50 cm x 50 cm, maka besarnya produksi singkong di desa adat Cireundeu dapat disimpulkan dari uraian berikut. Masih kuatnya paradigma masyarakat tradisional yang memandang budidaya singkong sebagai pemenuhan kebutuhan pangan (mata pencaharian), sehingga upaya pengembangan budidaya singkong di desa adat Cireundeu menghadapi kendala.

Meskipun tingkat produksinya relatif rendah, namun masyarakat merasa kebutuhan pangan pokoknya terpenuhi dengan tingkat produksi yang relatif rendah. Apabila menggunakan standar kemiskinan dengan mempertimbangkan besarnya pendapatan berdasarkan jumlah produksi padi yang dikemukakan oleh Sayugyo. Diketahui total produksi rasi sebesar 46.490 kg/tahun untuk 36 orang, sehingga total produksi per orang sebesar 1.291.389 kg/tahun.

Saat ini lebih dari separuh pola konsumsi masyarakat adat Cireundeu masih mempertahankan tradisi mengonsumsi singkong sebagai makanan pokok. Dari tabel 4.26 dan perhitungan di atas terlihat kelompok responden yang pola konsumsinya berubah dari tiga kali sehari ke pola lain. Ketiga responden ini mempunyai satu tanggungan keluarga, atau dengan kata lain dua anggota keluarga.

Jadi dapat disimpulkan bahwa ketiga responden ini merupakan pasangan muda yang baru menikah dimana terjadi proses penyesuaian pola konsumsi dari beras ke rasi. Proses penyesuaian pola konsumsi nasi ke rasi terjadi pada pasangan yang suaminya berasal dari tradisi adat. Faktor interaksi yang dimaksud di sini adalah karena adanya perkawinan dengan masyarakat di luar tradisi sehingga menyebabkan beberapa pergeseran budaya konsumsi singkong.

Jumlah Anggota Keluarga

Potensi Konsumsi

Gambar

Gambar 5.1 Penataan Ketahanan Ruang Berdasarkan Adat Cireundeu  Sumber : Hasil Analisis, 2014
Gambar 5.3 Beras Singkong Makanan Pokok dan Egg Roll Makanan Olahan  Kampung Adat Cireundeu
Gambar 5.2 Kelompok Ibu-Ibu di Saung Sampeu Kampung Adat Cireundeu  Sumber : Hasil Observasi, 2014
Gambar 5.4 Makam Abu Omah Asmanah  Sumber : Hasil Observasi, 2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

Obat Bebas Terbatas • Obat Daftar W = Waarschuwing = peringatan • Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa