SKRIPSI
Oleh:
Izzah Amelia NIM. 19410132
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2024
i
KABUPATEN MALANG
HALAMAN JUDUL
SKRIPSI
Diajukan kepada
Dekan Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh
gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
Izzah Amelia NIM. 19410132
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2024
ii
MADRASAH TSANAWIYAH AL MUNAWWAROH PANDANMULYO KABUPATEN MALANG
SKRIPSI
Oleh:
Izzah Amelia NIM. 19410132 Telah disetujui oleh:
Dosen Pembimbing 1
Ainindita Aghniacakti, M. Psi, Psikolog NIP. 199408182023212048
Dosen Pembimbing 2
_Yusuf Ratu Agung, MA_
NIP. 198010202015031002
Mengetahui, Ketua Program Studi
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Yusuf Ratu Agung, MA_
NIP. 198010202015031002
iii
MADRASAH TSANAWIYAH AL MUNAWWAROH PANDANMULYO KABUPATEN MALANG
SKRIPSI
Telah diujikan dan dinyatakan LULUS oleh Dewan Penguji Skripsi dalam Majlis Sidang Skripsi pada Tanggal 20 Januari 2025
Susunan Dewan Penguji Dosen Penguji Tanda Tangan
Persetujuan
Tanggal Persetujuan Sekretaris Ujian
Ainindita Aghniacakti, M.Psi, Psikolog
NIP. 199408182023212048 Ketua Penguji
Dr. Hj. Rofiqah, M.Pd NIP. 196709282001122002 Penguji Utama
Dr. Yulia Sholichatun, M.Si NIP. 197007242005012003
Disahkan oleh, Dekan,
Prof. Dr. Hj. Rifa Hidayah, M.Si, Psi NIP. 1976112820021220001
iv
v
vi Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Izzah Amelia NIM : 19410132
Fakultas : Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat dengan judul “Hubungan Intensitas Penggunaan Media Sosial Tiktok Dan Social Comparison Terhadap Self-Esteem Remaja Di Madrasah Tsanawiyah Al Munawwarah Pandanmulyo Kabupaten Malang”, adalah benar-benar hasil karya sendiri baik sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan yang disebutkan sumbernya. Jika dikemudian hari ada claim dari pihak lain, bukan menjadi tanggung jawab Dosen Pembimbing dan pihak Fakultas Psikologi Univesitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapatkan sanksi.
Malang, 23 Desember 2024 Peneliti,
Izzah Amelia NIM. 19410132
vii
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
Kedua keluarga peneliti Bapak dan Mama, serta kakak, mbak dan adik peneliti, tak lupa juga keponakan-keponakan tercinta yang selalu memberi peneliti semangat dan menjadi motivasi terbesar dan utama peneliti dalam menjalani
hidup ini, termasuk dalam penyelesaian karya ini.
viii
Bangun kepercayaan diri dari dalam, bukan dari layar.
…
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain…”
Q.S An Nisa ayat 32
ix
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT. yang senantiasa melimpahkan segala berkah, rahmat, dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Intensitas Penggunaan Media Sosial Tiktok terhadap Self-Esteem Remaja dengan Social comparison sebagai Variabel Mediasi pada Siswa Madrasah Tsanawiyah Al Munawwaroh Pandanmulyo Kabupaten Malang” ini. Sholawat beriring salam, semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. beserta keluarga dan sahabatnya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi) di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, peneliti sangat membutuhkan masukan, arahan, dan perbaikan dari berbagai pihak. Terselesaikannya skripsi ini tentunya tidak lepas atas bimbingan, bantuan, dukungan, dan do‟a yang telah diberikan. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, peneliti mengucapkan terima kasih yang sedalam- dalamnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. M. Zainuddin, MA. selaku Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
2. Ibu Dr. Rifa Hidayah, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
3. Bapak Muhammad Jamaluddin, M.Si. selaku dosen wali bidang akademik selama peneliti menuntut ilmu.
4. Ibu Ainindita Aghniacakti, M.Psi. Psikolog sebagai pembimbing I dan Bapak Yusuf Ratu Agung, MA. sebagai pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan bimbingan, arahan dalam menyelesaikan skripsi ini.
x
6. Segenap sivitas akademika Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, terkhusus seluruh dosen Fakultas Psikologi, terima kasih atas segala ilmu dan bimbingannya selama peneliti menuntut ilmu di Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
7. Teman-teman KKM Alaska, Aurora, Ayus, Fara, Fifi, Icha, Itsna, Salma, Afif, Mubin, Narul, Nawir, Ujang, Wildan, dan Yusral yang telah menjadi sahabat sekaligus saudara di Malang. Terima kasih sudah selalu ada.
8. Guru-guru dan siswa-siswi Madrasah Tsanawiyah Al Munawwarah Pandanmulyo yang telah bersedia menjadi responden penelitian peneliti.
Terima kasih atas semua bantuan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar.
9. Semua pihak yang ikut membantu dalam menyelesakan penelitian ini bak moril maupun materil.
Peneliti berharap skripsi ini dapat membawa manfaat bagi peneliti dan juga pembaca.
Malang, 25 Juni 2024 Peneliti,
Izzah Amelia
xi
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
NOTA DINAS 1 ………iv
NOTA DINAS 2 ... v
SURAT PERNYATAAN ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
ABSTRAK ... xvi
ABSTRACT ... xvii
ثحبلا صخلم ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Manfaat Penelitian ... 12
BAB II KAJIAN TEORI ... 14
A. Intensitas Penggunaan Media Sosial Tiktok ... 14
1. Definisi Intensitas Penggunaan Media Sosial Tiktok ... 14
a. Media sosial ... 15
b. Tiktok ... 17
2. Aspek-Aspek Intensitas Penggunaan Media Sosial ... 18
3. Kajian Islam tentang Media Sosial ... 20
xii
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Social comparison ... 25
5. Dampak Social comparison ... 26
6. Kajian Islami Tentang Social comparison ... 27
C. Self-Esteem ... 28
1. Definisi Self-Esteem ... 28
2. Aspek Self-Esteem ... 29
3. Faktor yang Mempengaruhi Self-Esteem ... 30
4. Karakteristik Individu Berdasarkan Tingkatan Harga Diri ... 32
5. Manfaat Self-Esteem ... 33
6. Kajian Islami tentang Self-Esteem ... 33
D. Hubungan Intensitas Penggunaan Media Sosial Tiktok terhadap Self- Esteem ... 35
E. Hubungan Social comparison terhadap Self-Esteem... 37
F. Hubungan Intensitas Penggunaan Media Sosial Tiktok dan Social Comparison terhadap Self-Esteem Remaja ... 38
G. Kerangka Konseptual ... 40
H. Hipotesis Penelitian ... 41
BAB III METODE PENELITIAN ... 49
A. Jenis dan Desain Penelitian ... 49
B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 49
1. Variabel Bebas (Independen) ... 49
2. Variabel Terikat (Dependen) ... 50
C. Definisi Operasional... 50
1. Intensitas Penggunaan Media Sosial Tiktok ... 50
2. Social Comparison ... 50
3. Self-Esteem ... 50
D. Populasi dan Sampel ... 51
xiii
2. Skala Social Comparison ... 54
3. Skala Self-Esteem ... 55
F. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 56
1. Validitas ... 56
2. Reliabilitas Alat Ukur ... 58
G. Analisis Data ... 60
1. Analisis Deskriptif ... 60
2. Analisis Regresi Linier Berganda ... 61
BAB IV ... 64
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 64
A. Pelaksanaan Penelitian ... 64
B. Pemaparan Hasil Penelitian... 65
C. Pembahasan ... 75
BAB V ... 85
PENUTUP ... 85
A. Kesimpulan ... 85
B. Saran ... 87
DAFTAR PUSTAKA ... 87
LAMPIRAN ... 94
xiv
Tabel 3.3 Blueprint Skala Self-Esteem ... 56
Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Skala Intensita Penggunaan Media Sosial Tiktok ... 57
Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas Skala Social comparison ... 58
Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Skala Self-Esteem ... 58
Tabel 3.7 Hasil Uji Reliabilitas ... 59
Tabel 3.8 Norma Kategorisasi... 50
Tabel 4.1 Deskripsi Statistik ... 65
Tabel 4.2 Norma Kategorisasi... 66
Tabel 4.3 Kategorisasi Skala Intensitas Penggunaan Media Sosial Tiktok ... 67
Tabel 4.4 Kategorisasi Skala Social comparison ... 67
Tabel 4.5 Kategorisasi Skala Self-Esteem ... 68
Tabel 4.6 Pembentuk Utama Variabel Intensitas Penggunaan Media Sosial ... 68
Tabel 4.7 Pembentuk Utama Variabel Social comparison ... 69
Tabel 4.8 Pembentuk Utama Variabel Self-Esteem ... 69
Tabel 4.9 Uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ... 70
Tabel 4.10 Hasil Uji Multikolinearitas... 71
Tabel 4.11 Hasil Uji Linearitas ... 60
Tabel 4.12 Hasil Koefisien Determinasi ... 73
Tabel 4.13 Uji F ... 74
Tabel 4.14 Uji T ... 74
xv
xvi
Fakultas Psikologi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Dosen Pembimbing: Ainindita Aghniacakti, M. Psi, Psikolog dan Yusuf Ratu Agung, MA._______________________________________________________
Perkembangan teknologi dan digitalisasi telah membawa media sosial menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan remaja. Tiktok, sebagai salah satu platform media sosial dengan pengguna terbanyak, memberikan berbagai kemudahan bagi penggunanya dalam berbagi serta mengonsumsi konten.
Namun, penggunaan media sosial yang intens sering kali diiringi dengan aktivitas social comparison, di mana individu membandingkan dirinya dengan orang lain yang dapat berdampak pada self-esteem. Remaja, sebagai kelompok usia yang sedang dalam tahap pembentukan identitas diri, lebih rentan terhadap dampak dari aktivitas perbandingan sosial ini. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara intensitas penggunaan media sosial Tiktok dan social comparison terhadap self-esteem pada remaja.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan korelasional. Responden penelitian adalah 84 siswa Madrasah Tsanawiyah Al Munawwaroh Pandanmulyo yang dipilih melalui teknik purposive sampling. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner yang mencakup skala intensitas penggunaan media sosial Tiktok, skala social comparison, dan skala self-esteem.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memiliki tingkat intensitas penggunaan Tiktok yang sedang (69%), rendah (18%), dan tinggi 13%. Mayoritas juga menunjukkan tingkat social comparison yang sedang (70%), dengan tingkat rendah sebesar 11% dan tinggi 17%. Self-esteem siswa juga sebagian besar berada pada kategori sedang (66%) dengan tingkat self-esteem rendah sebesar 14% dan tinggi sebesar 20%. Hasil uji koefisien determinasi menunjukkan bahwa intensitas penggunaan media sosial Tiktok dan social comparison secara simultan memengaruhi self-esteem sebesar 14,4%, dengan social comparison sebagai faktor yang lebih dominan dalam mempengaruhi self- esteem (Sig. = 0,027), sedangkan intensitas penggunaan media sosial Tiktok tidak menunjukkan pengaruh signifikan secara langsung (Sig. = 0,230).
Kata Kunci: media sosial, tiktok, social comparison, self-esteem, remaja.
xvii
Department of Psychology. Faculty of Psychology. State Islamic University Maulana Malik Ibrahim Malang.
Supervisor: Ainindita Aghniacakti, M. Psi, Psikolog dan Yusuf Ratu Agung, MA.______________________________________________________________
The development of technology and digitalization has made social media an inseparable part of teenagers' lives. Tiktok, as one of the most widely used social media platforms, provides various conveniences for users in sharing and consuming content. However, intensive social media use is often accompanied by social comparison, where individuals compare themselves to others, which can impact self-esteem. Teenagers, as an age group in the process of forming their identity, are more vulnerable to the effects of social comparison. Therefore, this study aims to examine the relationship between the intensity of Tiktok usage and social comparison on teenagers' self-esteem.
This research employs a quantitative method with a correlational approach. The respondents consist of 84 students from Madrasah Tsanawiyah Al Munawwaroh Pandanmulyo, selected using purposive sampling techniques. Data were collected through questionnaires that included scales measuring the intensity of TikTok usage, social comparison, and self-esteem.
The research results showed that the majority of students had medium (69%), low (18%), and high (13%) levels of intensity of using Tiktok. The majority also showed a moderate level of social comparison (70%), with a low level of 11% and a high level of 17%. Most students' self-esteem is also in the medium category (66%) with low self-esteem levels at 14% and high levels at 20%. The results of the coefficient of determination test show that the intensity of Tiktok social media use and social comparison simultaneously influence self-esteem by 14.4%, with social comparison as the more dominant factor in influencing self- esteem (Sig. = 0.027), while the intensity of Tiktok social media use does not show a direct significant influence (Sig. = 0.230).
Keywords: social media, TikTok, social comparison, self-esteem, adolescents
xviii
ملع ةيلك .سفنلا ملع مسق .يملعلا ثحبلا .نانيجتا ةيملاسلإا ةطسوتلما ةرونلما ةسردم في ينقىارلما ىدل تاذلا ملاسلإا ميىاربإ كلام نالاوم ةعماج .سفنلا .جنلاام ةيموكلحا ةي
.يرتسجالما ،غنوغأ وتار فسويو .يرتسجالما ،تيكاينغأ اتيدنينيآ :نوفرشلما كيت قيبطت رفوي .ينقىارلما ةايح نم أزجتي لا اًءزج يعامتجلاا لصاوتلا لئاسو ةنمقرلاو ايجولونكتلا روطت لعج نم ددع بركأ مضت تيلا يعامتجلاا لصاوتلا تاصنم دحأ هرابتعبا ،كوت ةحارلا لئاسو نم ديدعلا ،ينمدختسلما
لصاوتلا لئاسول فثكلما مادختسلاا بحاصي ام اًبلاغ ،كلذ عمو .وكلاهتساو ىوتلمحا ةكراشم في ويمدختسلم ماترحا ىلع يرثتأ ول نوكي دق امم نيرخلآبا مهسفنأ دارفلأا نراقي ثيح ،ةيعامتجا ةنراقم ةطشنأ يعامتجلاا ىرابتعبا ،نوقىارلما .تاذلا ةنراقلما ةطشنأ يرثأتل ةضرع رثكأ ،ةيتاذلا ةيولها نيوكت ةلحرم في ةيرمع ةئف م
كيت يعامتجلاا لصاوتلا لئاسو مادختسا ةفاثك ينب ةقلاعلا ةسارد لىإ ثحبلا اذى فدهي ،كلذلو .ةيعامتجلاا .ينقىارلما ىدل تاذلا ريدقت ىلع ةيعامتجلاا ةنراقلماو كوت لا ةسارد لىإ ثحبلا اذى فدهي ةنراقلماو كوتكيتلا يعامتجلاا لصاوتلا لئاسو مادختسا ةفاثك ينب ةقلاع
لصاوتلا لئاسو ةصاخو ،يعامتجلاا لصاوتلا لئاسو تحبصأ دقل .ينقىارلما ىدل تاذلا ريدقت ىلع ةيعامتجلاا لما ةطشنأ اهمادختسا بحاصي ام اًبلاغ ثيح ،ينقىارلما ةايح نم أزجتي لا اًءزج ،كوتكيتلا يعامتجلاا ةنراق
تاذلا ريدقت ىلع رثؤت نأ نكيم تيلا ةيعامتجلاا .
ثحبلا اذى في نوبيجتسلما ناك .يطابترا جهنبم اًيمك ًباولسأ ثحبلا اذى مدختسي ةسردم ةبلط نم اًبلاط 42
سبا تناايبلا تع مجُ .ةيئاقتنلاا تانيعلا ذخأ بولسأ للاخ نم مىرايتخا تم نيذلا ويلونمادنبا ةرّونلما ةيوناثلا مادخت
سايقمو ،ةيعامتجلاا ةنراقلما سايقمو ،كوتكيت يعامتجلاا لصاوتلا لئاسو مادختسا ةفاثك سايقم نمضت نايبتسا .تاذلا ريدقت ( كوتكيتلا مادختسا ةفاثك نم لدتعم ىوتسم مهيدل ناك بلاطلا مظعم نأ جئاتنلا ترهظأ 96
ترهظأ امك ،)%
جلاا ةنراقلما نم لدتعم ىوتسم اًضيأ ةيبلاغلا ( ةيعامت
02 ةئفلا في بلاطلا مظعم ىدل تاذلا ريدقت ناك .)%
( ةلدتعلما كوتكيتل يعامتجلاا لصاوتلا لئاسو مادختسا ةفاثك نأ ديدحتلا لماعم رابتخا جئاتن رهظمت .)% 99
ةبسنب تاذلا ريدقت ىلع رثؤت دحاو نآ في ةيعامتجلاا ةنراقلماو 42.2
لماعك ةيعامتجلاا ةنراقلما دوجو عم ،%
هم ( تاذلا ريدقت ىلع يرثأتلا في نمي 2.200
Sig. = لصاوتلا لئاسو مادختسا ةفاثك رهظت لا امنيب ،)
( ةرشابم اًيرثتأ كوتكيتل يعامتجلاا 2.0.2
Sig. = .)
:ةيسيئرلا تاملكل ا ىلع ةيعامتجلاا ةنراقلماو ،ةيعامتجلاا ةنراقلما ،كوتكيت ، يعامتجلاا لصاوتلا لئاسو
لما ىدل تاذلا ريدقت
ينقهار
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Remaja adalah individu yang sedang dalam fase peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Umumnya remaja berusia antara 10 hingga 19 tahun (World Health Organization, 2023). Periode ini merupakan waktu di mana seseorang dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, mempelajari cara mengelola emosi dan hubungan, serta memperoleh sarana dan kemampuan untuk menikmati masa remaja mereka dan mulai mengambil peran sebagai individu dewasa.
Periode remaja dianggap sebagai periode yang sangat penting.
karena pada tahap ini mereka mengalami perubahan signifikan dalam berbagai aspek, termasuk fisik, emosional, kognitif, dan sosial (Santrock, 2003). Perubahan biologis seperti pertumbuhan tinggi badan, perubahan hormon, serta perkembangan otak, beriringan dengan perubahan psikososial, seperti pencarian identitas diri dan kebutuhan akan pengakuan dari lingkungan sosial. Perubahan-perubahan ini dapat menimbulkan berbagai tantangan dan tekanan bagi remaja. Salah satu tantangan yang dapat dialami dalam fase remaja adalah meningkat/menurunnya self- esteem (harga diri) dalam diri remaja itu sendiri (Khairat & Adiyanti, 2015). Hal ini merupakan masalah krusial bagi Negara Indonesia karena jumlah remaja dengan rentang usia 10-19 tahun merupakan jumlah yang signifikan, yaitu 68.844.000 jiwa dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia 278.696.200 jiwa (BPS Indonesia, 2023) Sedangkan di Provinsi Jawa Timur, jumlah remaja usia 10-19 tahun berada pada angka 10.940.300 jiwa. Adapun Kabupaten Malang merupakan Kabupaten dengan jumlah remaja terbanyak, yaitu 420.900 jiwa (BPS Jawa Timur, 2023).
Masa remaja merupakan fase yang penuh dengan tantangan dan tekanan emosional Periode ini sering dianggap sebagai masa penuh gejolak karena remaja mengalami perubahan emosi yang lebih intens
dibandingkan tahap sebelumnya. Pikiran, perasaan, dan tindakan mereka sering berubah-ubah dalam waktu singkat, misalnya antara rasa percaya diri dan keraguan, niat baik dan godaan, kebahagiaan dan kesedihan, serta berbagai kondisi emosional lainnya yang bertolak belakang (Santrock, 2003). Ketidakstabilan emosi pada remaja merupakan bagian dari proses penyesuaian diri terhadap pola perilaku dan ekspektasi sosial yang baru Akibatnya, mereka menjadi lebih rentan terhadap kemarahan, stres, kecemasan, dan bahkan depresi. Jika tidak dikelola dengan baik, hal ini dapat berdampak pada berbagai aspek kehidupan mereka, seperti kesulitan dalam belajar, penyalahgunaan zat, gangguan makan, serta keterlibatan dalam perilaku menyimpang.
Survei awal dilakukan di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al- Munawwaroh Pandanmulyo, yang merupakan sekolah setingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama) yang terletak di Kecamatan Tajinan Kabupaten Malang. Sekolah ini memiliki siswa-siswi sejumlah 140 orang dengan rentang usia 13-16 tahun. Hasil survei menunjukkan bahwa beberapa siswa/i MTs Al-Munawwaroh Pandanmulyo memiliki self- esteem yang tinggi, namun beberapa lainnya memiliki self-esteem rendah.
Survei awal dilakukan peneliti dengan metode wawancara dan penyebaran angket harga diri untuk melihat gambaran self-esteem siswa- siswi kelas 8 di MTs Al Munawwarah Dalam wawancara siswa pertama, yakni N, dia cenderung memiliki self-esteem yang rendah yang ditunjukkan dengan penilaian negatif tentang dirinya, yaitu merasa tertinggal dan tidak percaya diri jika melihat pencapaian teman-temannya di media sosial Tiktok. Hal serupa juga terjadi pada R. R merasa tidak percaya diri saat melihat unggahan orang lain tentang prestasinya, dia merasa insecure akan tetapi tidak dapat melakukan sesuatu untuk meningkatkan kepercayaan dirinya yang turun karena prestasi orang lain.
Siswa selanjutnya adalah B. B merasa tidak percaya diri karena penampilannya yang kurang ideal, terkadang B menjadi tidak bersemangat dan malas untuk melanjutkan kegiatannya Berbeda dengan R, N, dan B
yang kepercayaan dirinya menurun setelah melihat dan membandingkan dirinya dengan orang lain di media sosial, A justru merasa semangat ketika melihat unggahan foto/video orang lain di media sosial mengenai prestasi yang dicapainya.
Hasil survei lainnya, yaitu dengan penyebaran angket harga diri pada 36 siswa MTs Al Munawwarah Pandanmulyo yang menunjukkan jumlah beberapa kategori tingkat harga diri siswa/i di sekolah tersebut.
Hasil angket menunjukkan 26 siswa termasuk ke dalam kategori tingkat harga diri rendah dengan skor kuesioner tingkat harga diri < 35,40 dan 10 orang siswa memiliki tingkat harga diri normal atau tinggi dengan skor kuesioner tingkat harga diri≥ 35,40. Penggunaan media sosial pada 36 siswa MTs Al Munawwarah Pandanmulyo memiliki keterkaitan dengan tingkat harga diri mereka. Hal ini ditunjukkan dengan adanya dampak media sosial terhadap tingkat kepercayaan diri siswa. Hampir seluruh responden merasa kurang percaya diri apabila responden melihat seorang teman menunjukkan keberhasilannya di media sosial.
Self-esteem merupakan aspek krusial dalam pembentukan kepribadian remaja, yang sering diartikan sebagai harga diri atau penilaian individu terhadap dirinya sendiri. Tingkat self-esteem pada setiap individu dapat bervariasi, ada yang memiliki self-esteem tinggi dan ada pula yang rendah. Rosenberg (1965) mendefinisikan self-esteem sebagai evaluasi individu terhadap dirinya sendiri, baik dalam bentuk positif maupun negatif. Santrock (2003) menjelaskan bahwa self-esteem adalah aspek evaluatif menyeluruh yang dimiliki seseorang. Sementara itu, Clemes dan Bean (1995) menyatakan bahwa self-esteem terbentuk dari penilaian yang diberikan orang lain terhadap individu, baik itu dilihat sebagai sosok yang berharga atau tidak. Penelitian menunjukkan bahwa self-esteem memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku, pencapaian tujuan, serta kemampuan individu dalam menghadapi permasalahan, yang pada akhirnya berperan dalam kesuksesan di sekolah, dunia kerja, dan hubungan sosial Self-esteem yang rendah berpotensi meningkatkan risiko
gangguan kesehatan mental, perilaku antisosial, serta penyalahgunaan alkohol (Swann et al., 2016). Oleh karena itu, memiliki self-esteem yang tinggi menjadi hal yang penting bagi para remaja untuk mendukung perkembangan psikologis dan sosial mereka.
Self-esteem dapat terbentuk melalui interaksi dengan orang lain maupun evaluasi diri sendiri. Perkembangan teknologi saat ini telah membawa perubahan signifikan dalam lingkungan interpersonal remaja, sehingga pengaruh teknologi, termasuk media sosial, terhadap self-esteem mereka tidak dapat diabaikan. Media sosial memiliki dua sisi pengaruh, baik positif maupun negatif, terhadap self-esteem remaja. Dampak positif media sosial salah satunya adalah meningkatkan rasa percaya diri dan harga diri individu, sementara dampak negatifnya dapat menyebabkan penurunan self-esteem akibat perbandingan sosial yang tidak sehat (Best et al., 2014; Valkenburgh et al., 2006, Vogel et al., 2014).
Self-esteem merupakan bagian dari konsep diri yang memiliki peran krusial dalam perkembangan kehidupan remaja. Self-esteem dapat diartikan sebagai evaluasi individu terhadap pencapaian yang diharapkan, di mana penilaian ini dilakukan dengan membandingkan sejauh mana perilakunya sesuai dengan standar ideal yang dimilikinya. Individu akan merasa hidupnya bermakna dan berhasil ketika dirinya merasa dihargai, diakui oleh orang lain, serta mampu menghadapi tantangan hidup dan mengendalikan dirinya dengan baik. Self-esteem yang tinggi dapat muncul pada individu yang sering berhasil dalam mencapai cita-citanya (Sunaryo, 2004).
Self-esteem merupakan faktor krusial yang memengaruhi kehidupan remaja secara signifikan. Menurut Hosogi et al. (2012), remaja dengan self-esteem rendah atau yang mengalami penurunan harga diri selama masa remaja berisiko mengalami depresi. Kondisi depresi pada remaja dapat ditandai dengan berkurangnya minat atau kesenangan dalam aktivitas sehari-hari, perubahan berat badan secara drastis, gangguan tidur seperti insomnia atau tidur berlebihan, kelelahan berkepanjangan,
kesulitan berkonsentrasi, perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan, serta munculnya pikiran berulang mengenai kematian atau keinginan untuk bunuh diri (American Psychological Association, 2023).
Depresi yang dialami remaja dapat menghambat peran mereka sebagai siswa di sekolah dan menyulitkan mereka dalam menghadapi masalah yang muncul. Berkurangnya minat terhadap aktivitas sehari-hari akibat depresi juga dapat mengganggu pemenuhan tugas perkembangan remaja, seperti membangun hubungan sosial dengan teman sebaya, baik sesama jenis maupun lawan jenis, serta mengikuti kegiatan positif di luar rutinitas, seperti olahraga, seni, atau pramuka Hambatan-hambatan ini, jika tidak ditangani dengan baik, berpotensi mengganggu perkembangan psikososial remaja secara keseluruhan (American Academy of Child and Adolescent Psychiatry, 2023).
Self-esteem yang rendah atau negatif diindikasikan juga sebagai salah satu penyebab terjadinya penyalahgunaan narkoba. Rosenberg dan Kaplan (1982) menjelaskan bahwa perasaan yang tidak berharga yang dirasakan seseorang yang memiliki self-esteem rendah dikompensasikan dalam penyalahgunaan obat sebagai suatu yang penting dan baik, sama penting dan baik dibandingkan kegiatan yang lain, kadang dari sebagian kecil masyarakat berprasangka foto-foto yang ditampilkan di Facebook, Instagram, Tiktok dan media sosial lain, dijadikan sebuah kekaguman yang berlebihan terhadap dirinya. Hal tersebut memang tidak bisa dipungkiri, tetapi sebagian besar anak muda memposting status tulisan atau foto untuk dijadikan sebagai bentuk dari pencitraan.
Individu yang sedang mengalami masa remaja memiliki hubungan yang kuat dan saling bergantung dengan teman sebaya mereka. Media sosial, sebagai salah satu bentuk kemajuan teknologi, memudahkan remaja dalam berkomunikasi dengan kelompok sebayanya. Hal ini dikarenakan remaja memiliki kebutuhan yang tinggi untuk terkoneksi dengan teman sebaya, mencari identitas diri, dan mendapatkan pengakuan sosial Penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan penggunaan media
sosial pada remaja merupakan hal yang sulit untuk dihindari (Sugianto, 2018).
Manusia selaku makhluk sosial memerlukan adanya sebuah media komunikasi agar dapat memenuhi kebutuhannya untuk berinteraksi antar sesama manusia. Pada saat ini media sosial sangatlah populer di kalangan remaja, ada beberapa media sosial yang digunakan oleh masyarakat di Indonesia pada masa sekarang, seperti Facebook, Twitter, Instagram, Tiktok, Snapchat, serta lain sebagainya. Tiktok merupakan salah satu media sosial yang paling diminati saat ini, dapat dilihat dari jumlah penduduk dunia yang mengunduh Tiktok pada aplikasi play strore atau app store sebanyak lebih dari 500 juta orang. Berdasarkan data yang ditulis dalam Kompas.com (2023), Indonesia dinobatkan sebagai negara dengan pengguna Tiktok terbesar di dunia pada periode tersebut. Hal itu dilaporkan dalam laporan bertajuk "Countries with the largest TikTok audience as of April 2023" (negara dengan penonton TikTok terbanyak per April 2023).
Penelitian ini memilih Tiktok sebagai objek kajian karena Tiktok merupakan media sosial yang paling banyak digunakan oleh kaum remaja yang tidak hanya memberikan dampak positif, namun juga memberikan dampak negatif terhadap kaum remaja itu sendiri. TikTok menjadi social media favorit di kalangan remaja karena memiliki fitur foto dan video singkat yang lebih mudah untuk digunakan oleh kaum remaja (Generasi Z.) saat ini Selain itu, media sosial ini selalu melakukan pembaruan terhadap fitur-fitur yang ada di dalamnya, seperti fitur cerita pendek dan layanan untuk melakukan transaksi jual-beli (e-commerce). Selain digunakan oleh kaum remaja, media social ini juga digunakan oleh kaum dewasa. Pengguna kaum dewasa pada umumnya membuat konten-konten yang mengandung unsur negatif di dalamnya. Adanya konten-konten negatif tersebut tentunya dapat membahayakan perkembangan mental penggunanya yang rata-rata remaja yang berusia di bawah 18 tahun karena belum stabilnya pendirian maupun pemikiran mereka.
Fenomena lainnya yang terjadi pada pengguna media sosial Tiktok adalah Tiktok dapat menjadi pemicu promosi diri (self-promotion). Ketika seorang pengguna melihat foto/video bagus dipublikasikan oleh rekannya di Tiktok, maka cara pengguna tersebut mengendalikan perasaannya adalah dengan mempublikasikan foto/video yang lebih baik. Pengguna tersebut akan terpacu untuk terus mempublikasikan foto/video yang lebih baik. Menurut Hwnag (2019), banyak pengguna yang menghabiskan waktu pada media sosial untuk melihat profil media sosial yang diidealkan, gambar, dan pembaruan status orang lain. Paparan informasi tentang bagaimana orang lain nampak di media sosial dapat mempengaruhi persepsi diri atau bagaimana pengguna tersebut menilai dirinya. Proses bagaimana individu tersebut menilai dirinya melalui informasi yang didapatkan dapat dijelaskan dalam istilah perbandingan sosial (social comparison). Menurut teori perbandingan sosial (Festinger, 1954), orang menggunakan informasi sosial untuk belajar tentang situasi mereka sendiri. Individu membandingkan diri dan kehidupan mereka dengan orang lain berdasarkan informasi yang mereka terima tentang orang lain.
Terdapat dua dimensi social comparison, yaitu ability dan opinion.
Social comparison of ability pada dasamya bersifat menghakimi dan kompetitif, misalnya perbandingan prestasi atau kinerja seseorang. Ini berpusat pada menentukan seberapa baik seseorang melakukan sesuatu, relatif terhadap yang lain (Festinger 1954, Gibbons dan Buunk 1999, Suls et al. 2002 dalam Yang, C C., Holden, S. M., & Carter, M. D, 2018).
Sedangkan social comparison of opinion meliputi perbandingan pemikiran, sikap, nilai, dan kepercayaan, biasanya bebas dari karakteristik kompetitif dan menghakimi yang tertanam dalam perbandingan kemampuan sosial (Festinger 1954, Suls et al. 2000 dalam Yang, C. С., Holden, S. M., & Carter, M. D, 2018).
Menurut Nesi dan Prinstein (2015), remaja yang menggunakan media sosial memungkinkan untuk menerima umpan balik konstan dari
rekan mereka dan untuk terlibat dalam proses perbandingan sosial dengan mereka secara online. Bagley dan Sinno (2021) mengatakan bahwa aktif atau pasifnya individu dalam menggunakan sosial media akan berpengaruh pada seberapa besar individu melakukan perbandingan sosial, yang nantinya akan berdampak pada self-esteem mereka. Perbandingan sosial terdiri dari dua jenis, yaitu perbandingan sosial ke atas (upward) dan perbandingan sosial ke bawah (downward ). Perbandingan sosial ke atas terjadi saat seseorang membandingkan diri sendiri dengan seseorang yang lebih superior dengan karakteristik yang positif, sedangkan perbandingan sosial ke bawah terjadi saat seseorang membandingkan dirinya sendiri dengan orang lain yang memiliki karakteristik negatif. Perbandingan diri ke atas dapat bermanfaat apabila perbandingan tersebut dapat memberikan inspirasi untuk menjadi seperti orang yang mereka jadikan sebagai panutan. Namun, perbandingan ke atas lebih sering menyebabkan orang merasa buruk dan tidak percaya diri. Pada sisi yang lain, walaupun perbandingan ke bawah dapat menyebabkan seseorang menjadi lebih buruk karena munculnya persepsi bahwa semua hal dapat menjadi lebih buruk, namun perbandingan ke bawah lebih mengarah kepada peningkatan terjadinya perbaikan diri yang berpengaruh terhadap evaluasi diri (Vogel et al., 2014).
Pengguna media sosial dapat menyampaikan karakteristik personal mereka seperti kesuksesan, kepribadian, dan emosi melalui gambar dan tulisan Gambar dan tulisan yang diunggah ke media sosial dapat menjadikan seorang pengguna menjadi perbandingan ke atas atau perbandingan ke bawah bagi pengguna media sosial yang lainnya (Vogel et al., 2014). Media sosial mengandung informasi kuantitatif dan kualitatif tentang jaringan sosial seseorang, seperti jumlah orang dalam jaringan dan jumlah keterlibatan orang tersebut dengan anggota jaringan. Misalnya, seseorang yang sudah aktif di media sosial, menerima banyak komentar, balasan, dan "like" mungkin merupakan target perbandingan ke atas dalam hal popularitas, keramahan, atau persepsomodal sosial (Vogel et al., 2014)
Penelitian tentang self-esteem serta hubungannya dengan penggunaan media sosial dan social comparison telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Best et al, (2014) melakukan penelitian tentang dampak positif dan dampak negatif penggunaan media sosial. Dampak positif dari penggunaan media sosial adalah terjadinya peningkatan harga diri, peningkatan dukungan sosial, dan peningkatan kesempatan untuk pengungkapan diri. Sedangkan dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh media sosial adalah meningkatnya paparan terhadap bahaya kriminal, isolasi sosial, depresi, dan cyberbullying. Selanjutnya, Patchin dan Hinduja (2010) menemukan bahwa remaja yang mengalami cyberbullying memiliki tingkat harga diri yang lebih rendah dibandingkan dengan remaja yang tidak mengalami cyberbullying. Menurut Valkenburg et al. (2006) dan Vogel et al. (2014) remaja yang menerima komentar negatif pada media sosial mengalami penurunan tingkat self-esteem
Dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Intensitas Penggunaan Media Sosial Instagram dan Social comparison terhadap Self-Esteem Gen Z (Febriyanti, 2022), dengan rentang usia subjek 18-25 tahun, menunjukkan hasil bahwa pengguna instagram dalam usia tersebut lebih rentan terlibat dalam tingkat perbandingan sosial yang lebih besar ketika mereka memiliki tingkat harga diri yang bergantung pada persetujuan dari orang lain Dalam proses tersebut, seseorang sering terjebak dalam persepsi mereka sendiri, misalnya ketika melihat postingan di instagram, seseorang yang nampak bahagia, mereka akan menyimpulkan bahwa individu itu bahagia tanpa mempertimbangkan situasi ataupun proses yang membuat pengguna itu bahagia. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Vogel (2014) dan Stapleton & Chatwin (2017), disebutkan bahwa social comparison dapat membuat self-esteem menjadi rendah. Menurut laporan Cicilia (2018) terdapat fakta yang cukup miris, dimana 84% wanita Indonesia mengaku tidak merasa cantik, hal tersebut dikutip dari sebuah riset dengan judul Indonesia Beauty Confidence Report 2017 Selain itu, riset ini telah menjangkau 27 juta partisipan online ini juga mengungkap bahwa 38%
wanita sering membandingkan dirinya dengan orang lain yang mengakibatkan mereka tidak merasa cantik dan tidak percaya diri (Cicilia, 2018).
Sedangkan dalam survei lain, yakni New Yahoo Health Survey yang dikutip oleh Lusiana (2016), menunjukkan bahwa perempuan di Amerika Serikat mulai merasa kritis terhadap bentuk tubuh mulai dari usia 13-17 tahun. Perilaku mereka membandingkan dirinya dengan orang lain.
baik dalam dunia nyata maupun dunia maya, dipicu oleh hal tersebut.
Sejalan dengan penelitian tersebut, Fardouly et al. (2018) dalam penelitiannya yang melibatkan mahasiswi semester awal di Amerika Serikat dan Australia, menunjukkan bahwa media sosial Instagram sering menjadi ajang perbandingan diri oleh remaja perempuan. Dalam penelitian ini mereka paling sedikit membuka instagram satu kali dalam sehari dan paling sering setiap 30 menit. Dari kegiatan mengakses instagram tersebut, para responden secara otomatis membandingkan apakah figur yang mereka lihat di instagram lebih baik, lebih buruk, atau sama dengan mereka. Setelah melakukan perbandingan, para responden akan memiliki mood yang buruk, tidak bahagia, dan berniat melakukan pola diet yang tidak sehat (Fardouly et al., 2018). Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan media sosial Instagram dan social comparison berpengaruh terhadap self-esteem seseorang. Pengaruh yang ditimbulkan beragam, mulai dari merasa tidak cantik, merasa orang lain lebih baik dari dirinya, dan masih banyak lagi
Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada media sosial yang digunakan. Penelitian terdahulu menggunakan media sosial Instagram, sedangkan penelitian ini menggunakan media sosial Tiktok. Selain itu, penelitian terdahulu mengambil subjek remaja akhir (Gen Z), sedangkan subjek pada penelitian ini adalah remaja awal usia 13-16 tahun. Adapun keunikan penelitian ini terletak pada variabel penelitian itu sendiri, di mana yang akan diteliti yaitu pengaruh dari intensitas penggunaan media sosial Tiktok dan social comparison terhadap
self-esteem remaja Hal tersebut menarik untuk diteliti karena dapat kita lihat banyaknya dampak-dampak yang dapat ditimbulkan seperti dari pemaparan penelitian terdahulu yang telah dicantumkan pada paragraf sebelumnya. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk memilih tema tentang Hubungan Intensitas Penggunaan Media Sosial Tiktok dan Social comparison terhadap Self-Esteem Remaja di MTs Al Munawwarah Pandanmulyo.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat intensitas penggunaan media sosial Tiktok, social comparison, dan self-esteem siswa MTs Al Munawwaroh Pandanmulyo?
2. Bagaimana hubungan antara intensitas penggunaan media sosial Tiktok terhadap self-esteem siswa MTs Al Munawwaroh Pandanmulyo?
3. Bagaimana hubungan antara social comparison terhadap self-esteem siswa MTs Al Munawwaroh Pandanmulyo?
4. Apakah terdapat hubungan antara intensitas penggunaan media sosial Tiktok dan social comparison terhadap self-esteem siswa di Madrasah Tsanawiyah Al Munawwarah Pandanmulyo?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian adalah sebagai berikut.
1. Untuk menjelaskan tingkat intensitas penggunaan media sosial Tiktok, social comparison dan self-esteem siswa MTs Al Munawwarah Pandanmulyo.
2. Untuk menjelaskan hubungan antara intensitas penggunaan media sosial Tiktok terhadap self-esteem siswa MTs Al Munawwaroh Pandanmulyo.
3. Untuk menjelaskan hubungan antara social comparison terhadap self- esteem siswa MTs Al Munawwaroh Pandanmulyo.
4. Untuk mengetahui hubungan antara intensitas penggunaan media sosial Tiktok dan social comparison terhadap self-esteem siswa di Madrasah Tsanawiyah Al Munawwarah Pandanmulyo.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Bagi Peneliti
Manfaat bagi peneliti adalah meningkatkan kemampuan dalam melakukan penelitian, mampu untuk berpikir kritis dan ilmiah serta meningkatkan pengetahuan tentang hubungan penggunaan media sosial serta social comparison dengan tingkat self-esteem pada remaja di MTs Al Munawwarah Pandanmulyo.
2. Manfaat bagi Masyarakat dan Responden
Manfaat bagi masyarakat dan responden adalah sebagai informasi mengenai hubungan penggunaan media sosial terhadap tingkat self-esteem pada remaja yang memiliki dampak negatif dan positif sehingga remaja dapat menggunakan media sosial dengan bijak serta orang tua dan pihak sekolah dapat mengawasi penggunaan media sosial pada remaja agar tidak menimbulkan dampak negatif.
BAB II KAJIAN TEORI A. Intensitas Penggunaan Media Sosial Tiktok
1. Definisi Intensitas Penggunaan Media Sosial Tiktok
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2023), „intensitas‟
diartikan sebagai keadaan atau tingkatan ataupun rasio dari suatu tindakan Sedangkan menurut Andarwati (2016), „intensitas‟ adalah sebuah kegiatan yang dilakukan seseorang yang berhubungan dengan perasaan dan dilaksanakan secara terus-menerus. Intensitas terwujud dari kegiatan ataupun tindakan yang memberi kepuasan maupun perasaan senang kepada orang yang melaksanakannya. Oleh karena itu, orang tersebut akan berusaha untuk mengulang kegiatan yang sudah dilaksanakannya.
Sedangkan penggunaan yaitu proses, cara, atau perbuatan menggunakan sesuatu (KBBI, 2023). Jadi, intensitas penggunaan yaitu proses, cara, atau perbuatan menggunakan sesuatu yang dilakukan seseorang yang berhubungan dengan perasaan dan dilaksanakan secara terus-menerus.
Dalam pengertian lain, disebutkan bahwa intensitas merupakan suatu aktivitas individu yang berkaitan dengan perasaan yang akan dilakukan secara berulang-ulang (Laila, 2014).
Intensitas penggunaan media sosial mengacu pada jumlah waktu yang dihabiskan untuk melakukan aktivitas tertentu dalam jangka waktu tertentu, yang mencakup durasi, frekuensi, serta tingkat minat, perhatian, dan keterlibatan emosional dalam memanfaatkan berbagai fitur yang disediakan oleh platform tersebut (Andarwati, 2016). Teori ini adaptasi dari teori del Barrio (2004) yang kemudian di kembangkan oleh Andarwati (2016). Menurut Del Bario (2004) yang mendasari penggunaan media sosial adalah Uses and Gratification Theory (UGT) atau teori penggunaan dan pemenuhan kepuasan. Teori Uses and Gratifications (UGT) dalam bidang komunikasi massa menjelaskan mengapa dan bagaimana orang termotivasi untuk menggunakan media, serta bagaimana mereka mencari kepuasan melalui interaksi dengan media tersebut (Katz et. al., 1973).
Aspek intensitas pengunaan media sosial dapat dilihat dari dalamnya perhatian dan penghayatan ketika mengunakan media sosial secara banyak jumlah durasi dan frekuensi dalam mengunakan media sosial. Adapun intesitas penggunaan media sosial yaitu tingkat keseringan dan seberapa lama individu memainkan media sosial (Bagas, 2021) Intensitas penggunaan media sosial adalah gambaran seberapa lama dan sering seseorang mengakses media sosial yang didasarkan oleh berbagai tujuan dan motivasi (Andarwati, 2016). Dari pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa intensitas penggunaan media sosial Tiktok menunjukkan pada seberapa lama dan sering seseorang dalam menggunakan atau mengakses media sosial Tiktok yang didasarkan oleh berbagai tujuan dan motivasi dalam menggunakannya. Intensitas penggunaan Tiktok memiliki 4 aspek (Normasari, 2004), yaitu frekuensi, waktu pelaksanaan, durasi materi atau hal pokok yang dilakukan di Tiktok.
a. Media sosial
Media sosial memiliki istilah yang terdiri dari dua kata, yaitu
"media" dan "sosial". Istilah "media" dimaknai sebagai alat dalam berkomunikasi. Menurut Laughey (2007), istilah sosial pada media sosial jika dilihat dengan teori maka lebih dekat dengan aspek sosiologi. Terdapat berbagai pertanyaan yang berhubungan dengan kata "sosial" seperti yang berhubungan dengan informasi serta kesadaran. Menurut Nasrullah (2017) selaku pihak yang menulis buku yang berjudul "Media Sosial", tidak gampang dalam memberikan pemahaman mengenai istilah sosial yang berkaitan dengan "Media Sosial". Maka dari itu Nasrullah (2017) memaparkan kata "sosial"
berdasarkan pendapat sosiolog. Salah satunya yaitu menurut Marx (1867) yang mengatakan bahwa adanya tekanan sosial yang bermakna jika terdapat aspek kerjasama dan adanya hubungan yang saling menguntungkan di antara seseorang dengan orang lain untuk memberikan kualitas pada kehidupan bermasyarakat. Sedangkan Durkheim (dalam Fuchs, 2014) menyatakan jika dalam kenyataannya,
media dan berbagai software yang berhubungan dengan sosial merupakan suatu produk yang dihasilkan dari proses sosial
Media sosial menurut Mandibergh (2012) merupakan alat yang bisa mewadahi diantara pemakai yang bisa mendapatkan sebuah hasil yang berupa sebuah konten (user-generated content). Shirky (2008) menjelaskan sikap media sosial adalah suatu instrumen untuk memberikan peningkatan terhadap kompetensi pemakai untuk membagi dan bekerja sama (to share and to cooperate) dari pemakai yang melaksanakan kegiatan dengan cara yang kolektif yang keseluruhannya tadi ada di luar dari kerangka institusinya ataupun lembaga. Meike dan Young (2012) juga memaknai media sosial sebagai gabungan di antara komunikasi yang bersifat pribadi yang bermakna saling berbagi antara satu sama lain (to be shared one-to- one) dan media yang bersifat publik yaitu dalam membagi informasinya kepada siapapun tanpa adanya individu yang dikhususkan
Menurut Van Dijk (2013), media sosial adalah platform media yang berfokus pada keberadaan pemakai yang memfasilitasi pengguna untuk beraktivitas ataupun melakukan kolaborasi Kehadiran platform yang meluas mendorong orang untuk memindahkan banyak aktivitas sosial, budaya, dan profesional mereka ke lingkungan online ini. Oleh karenanya, media sosial bisa ditinjau sebagai alat yang bisa memberikan fasilitas secara online yang bisa memperkuat hubungan di antara pemakai dan juga bisa membentuk ikatan sosial. Golder (2009) juga memaparkan jika media sosial merupakan sekumpulan software yang bisa membantu seseorang ataupun kelompok untuk melakukan perkumpulan, membagi sesuatu, melakukan komunikasi serta pada situasi tertentu bisa melakukan kolaborasi secara bersama ataupun bisa bermain secara online. Media sosial mempunyai kekuatan dalam user-generated content (UGC) dimana konten dibuat
oleh pemakai, tidak dihasilkan oleh pihak yang mengedit seperti pada institusi media massa.
Berdasarkan berbagai penjelasan dan pernyataan di atas, bisa diambil kesimpulan jika media sosial adalah fasilitator online yang menyediakan perangkat lunak untuk pengguna merepresentasikan dirinya untuk melakukan interaksi dengan orang lain, melakukan kerja sama, membagi sesuatu, melakukan komunikasi dengan orang lain, maupun mewujudkan ikatan sosial secara online.
b. Tiktok
TikTok adalah aplikasi jejaring sosial dan platform video yang. dilengkapi dengan efek khusus yang unik dan menarik.
Sehingga pengguna aplikasi ini dapat dengan mudah digunakan untuk membuat video pendek yang bagus dan dapat menarik perhatian orang lain yang melihatnya. Aplikasi Tiktok adalah jejaring sosial dan platform video musik yang diluncurkan pada September 2016.
Aplikasi pendukung musik pembuat video ini sangat populer di kalangan banyak orang mulai dari orang dewasa hingga anak di bawah umur. Aplikasi Tiktok adalah layanan yang dikembangkan oleh perusahaan ByteDance milik Zhang Yimın Aplikasi media sosial Tiktok menawarkan banyak konten video untuk ditonton dan ditiru pengguna dengan ide kreatif mereka Aplikasi ini dapat membuat pengguna merasa terhibur
Laporan terbaru yang dibuat l'e Are Social menyebutkan bahwa platform media sosial dengan jumlah pengguna aktif terbanyak saat ini adalah Facebook, YouTube, WhatsApp, Instagram, dan Tiktok. Di antara platform tersebut, Tiktok mencatatkan waktu rata- rata penggunaan tertinggi per pengguna dibandingkan aplikasi sosial lainnya. Analisis perusahaan menunjukkan bahwa dari Juli hingga September 2023, pengguna media sosial Tiktok rata-rata menghabiskan 34 jam per bulan untuk menggunakan platform tersebut. Dengan kata lain, secara global, pengguna Tiktok
menghabiskan lebih dari satu jam per hari di aplikasi ini. Data ini menunjukkan betapa dominannya Tiktok dalam menarik perhatian pengguna dan menggambarkan bagaimana platform tersebut menjadi bagian penting dari kebiasaan digital sehari-hari. Hingga Januari 2024, berdasarkan data dari Statista, jumlah pengguna aktif Tiktok di seluruh dunia diperkirakan mencapai 232 juta, dengan 126 juta di antaranya berasal dari Indonesia (Ceci, 2024). Popularitas Tiktok tumbuh pesat, bahkan mengalahkan Instagram yang membutuhkan hampir enam tahun untuk mencapai jumlah pengguna aktif serupa, sementara Tiktok mencapainya dalam waktu kurang dari tiga tahun.
Sebagai perbandingan, Facebook membutuhkan lebih dari empat tahun untuk mencapai tingkat popularitas tersebut (Dilon, 2020). Hal ini menunjukkan bahwa TikTok berhasil menarik perhatian pengguna global dalam waktu yang jauh lebih singkat dibandingkan platform media sosial lainnya.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa intensitas penggunaan media sosial Tiktok merujuk pada sejauh mana seseorang secara aktif dan berulang kali menggunakan media sosial Tiktok dalam kehidupan sehari-harinya. Intensitas ini dapat diukur berdasarkan berbagai aspek, seperti frekuensi penggunaan, durasi waktu yang dihabiskan, tingkat perhatian terhadap konten, serta penghayatan atau keterlibatan emosional dalam penggunaan platform. Semakin tinggi intensitas penggunaannya, semakin besar kemungkinan individu untuk terpapar konten di media sosial Tiktok dan terlibat dalam berbagai interaksi sosial di dalamnya.
2. Aspek-Aspek Intensitas Penggunaan Media Sosial
Horrigan (2002) menyebutkan terdapat dua hal mendasar yang perlu diperhatikan dalam menentukan intensitas penggunaan internet, yaitu frekuensi penggunaan internet dan durasi penggunaan setiap kali penggunanya mengakses internet. Berikut adalah aspek-aspek intensitas penggunaan media sosial menurut Horrigan (2002):
a. Frekuensi
Frekuensi merupakan gambaran seberapa sering seseorang dalam mengakses media sosial yang dilatarbelakangi oleh beragam tujuan. Pengukuran frekuensi sesuatu dapat diketahui dalam satuan rentang waktu, contohnya per hari atau per minggu.
b. Durasi
Durasi merupakan gambaran seberapa lama seseorang menggunakan media sosial yang dilatarbelakangi oleh beragam tujuan. Durasi penggunaan diukur dalam satuan satuan rentang waktu, contohnya per menit atau per jam.
Del Bario (2004) menjelaskan ada empat aspek pembentuk intensitas penggunaan media sosial, yakni:
a. Perhatian
Dalam hal ini perhatian sebagai ketertarikan individu terhadap aktivitas tertentu yang menggugah minatnya, serta akan lebih intens jika dibandingkan dengan aktivitas lain yang tidak ia minati.
Saat mengakses media sosial, seseorang memiliki perhatian pada media sosial yang ia minati, hal tersebut mengakibatkan seseorang menikmati aktivitas mereka saat mengakses media sosial.
b. Penghayatan
Penghayatan merupakan suatu pemahaman serta penyerapan informasi oleh individu untuk memahami, menikmati, menghayati serta menyimpan informasi ataupun pengalaman yang diperoleh sebagai pengetahuan individu. Individu cenderung gemar meniru, mempraktikkan hingga terpengaruh oleh hal maupun informasi dari media sosial dalam kehidupan.
c. Frekuensi
Merupakan banyaknya pengulangan perilaku yang dilakukan baik secara sengaja maupun tidak disengaja. Dalam hal ini merujuk pada sesuatu yang dapat diukur dengan waktu maupun hitungan.
Frekuensi menggunakan jejaring sosial dapat dilihat dari seberapa
seringnya individu membuka dan mengakses jejaring sosial dalam waktu tertentu.
d. Durasi
Durasi atau lamanya waktu, rentang waktu, atau lamanya suatu hal berlangsung. Lamanya seseorang dalam mengakses jejaring sosial dapat dilihat dari waktu yang dihabiskan individu tersebut untuk setiap kali menggunakannya. Kategori kriteria pengukuran durasi dalam penelitian ini mengadopsi dari kriteria pengukuran yang digunakan oleh Juditha (2011) dengan beberapa penyesuaian terhadap penelitian ini. Kategori kriteria pengukuran dürasi dikategorikan dengan tinggi > 3 jam/hari dan rendah < 3 jam/hari.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek intensitas penggunaan media sosial menurut Horigan adalah frekuensi dan durasi. Sedangkan, menurut Del Bario aspek-aspek intensitas penggunaan media sosial yaitu perhatian, penghayatan, durasi, dan frekuensi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan aspek dari Del Bario, yaitu perhatian, penghayatan, durasi, dan frekuensi.
3. Kajian Islam tentang Media Sosial
Media sosial merupakan platform yang memungkinkan individu untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan menciptakan, membagikan, serta bertukar informasi, ide, berita, dan gagasan melalui jaringan serta komunikasi virtual. Dalam perspektif Islam, media sosial berperan sebagai sarana untuk menyebarkan syiar amar ma'ruf nahi munkar, yang memberikan kebebasan dalam mengekspresikan pendapat dengan tetap berlandaskan nilai-nilai yang telah diatur. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan media sosial tidak dilarang selama tidak melanggar syariat Islam dan dilakukan secara proporsional. Sebaiknya, seorang Muslim memanfaatkan media sosial untuk hal-hal yang positif agar waktu yang dimilikinya tidak terbuang sia-sia. Seperti dalam firman Allah QS. an- ahl ayat 125
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk (QS. An-Nahl: 125)."
Ayat diatas menjelaskan bahwa suatu karakter, pola pikir, kadar pemahaman orang lain dalam jejaring pertemanan di media sosial pada umumnya sangat beragam. Oleh karena itu, semua informasi yang disampaikan harus mudah dicerna dan dimengerti dengan menggunakan kata-kata baik dan bijak. Selain itu, dalam menerima informasi juga harus hati-hati karena di zaman sekarang masih banyak berita-berita hoax (berita palsu atau bohong) di luar sana. Dalam hal ini berkaitan dengan firman Allah QS. al-Hujurat ayat 6:
"Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu (Q.S Al-Hujarat: 6)."
Ayat diatas menjelaskan bahwa dalam menggunakan sosial media, seseorang harus berhati-hati dalam menyebutkan dan memberi identitas
kepada orang lain. Karena ketika terjadi pencemaran nama baik orang.
maka hal tersebut akan terkena UU ITE.
B. Social comparison
1. Definisi Social comparison
Teori terkait social comparison pertama kali disusun oleh Leon Fetinger pada tahun 1954. Dalam pandangannya ia percaya bahwa seseorang melakukan social comparison untuk membangun suatu acuan untuk membuat evaluasi yang kurang akurat mengenai dirinya sendiri (Festinger, 1954). Teori dari social comparison ini merupakan suatu proses dimana individu dapat mengenali dirinya sendiri dengan cara mengevaluasi sikap, kemampuan serta keyakinan mereka sendiri dengan cara membandingkan diri dengan orang lain. Social comparison dapat diartikan keatas atau kebawah, dalam artian meningkatkan diri sendiri ataupun menghindari asa malu (Suls & Wills, 1988).
Menurut Tandon, et. al., (2021), social comparison adalah kecenderungan alamiah manusia untuk menilai diri sendiri, baik keyakinan maupun kemampuan, dengan cara membandingkan diri dengan orang lain di lingkungan sekitamya. Proses perbandingan ini terdiri dari dua bentuk, yaitu perbandingan ke atas (upward comparison) dan perbandingan ke bawah (downward comparison), tergantung pada motivasi masing-masing individu. Sebagai contoh, individu yang memiliki tingkat self-esteem yang tinggi umumnya termotivasi untuk mengembangkan diri dan cenderung terlibat dalam perbandingan sosial ke atas, yaitu membandingkan diri dengan orang yang dirasa lebih baik. Sebaliknya, individu dengan self esteem rendah biasanya akan mencari cara untuk meningkatkan perasaan positif terhadap diri sendiri dengan melakukan perbandingan ke bawah, yaitu membandingkan diri dengan individu yang dinilai kurang dari dirinya.
Menurut Festinger (1954) dalam teori social comparison individu membandingkan dirinya dengan orang lain dikarenakan individu tersebut
membutuhkan standart eksternal yang digunakan untuk menilai pikiran atau pendapat serta kemampuan yang tampak berbeda namun memiliki ikatan fungsional yang sama diantara keduanya. Sedangkan tujuan social comparison menurut Gibbons & Buunk (1999) yaitu untuk mendapatkan informasi terkait individu tersebut. Social comparison sering dilakukan oleh diri individu dengan kelompoknya atau kelompok lain, mulai dari status sosial, ekonomi, kecantikan, karakter dan hal-hal lain (Putri, 2018), sehingga konsekuensi dari perilaku tersebut menghasilkan penilaian sesuatu yang lebih baik atau bahkan lebih buruk terhadap diri sendiri.
Di era digital saat ini, kemudahan akses informasi melalui teknologi telah memicu kecenderungan individu untuk terus-menerus membandingkan hidup diri mereka dengan individu lain yang mereka temui di media sosial. Melalui media sosial, seseorang dengan mudah melihat unggahan foto dan video yang menampilkan kehidupan orang lain, yang pada akhirnya dapat menimbulkan perasaan tidak puas terhadap diri sendiri dan kehidupan yang dijalani. Hal ini dapat mempengaruhi persepsi individu terhadap diri sendiri dan memicu perilaku negatif.
Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa social comparison yaitu suatu proses mengevaluasi diri sendiri oleh individu dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain.
2. Aspek-Aspek Social comparison
Aspek-aspek social comparison menurut Festinger (1954), yaitu:
a. Aspek Pendapat (Opinion)
Dalam hal ini, pendapat menjadi tolak ukur perbandingan.
Dimana seorang individu akan membandingkan pendapatnya sendiri dengan orang lain Jika pendapat seseorang terkait penampilan menarik dan citra tubuh dirinya berbeda dengan pendapat orang lain, maka orang tersebut cenderung akan merubah pendapatnya agar mendekati pendapat orang lain ataupun sebaliknya. Dalam hal ini perbandingan bersifat dua arah.
b. Aspek Kemampuan (Ability)
Individu memiliki dorongan searah untuk menuju ke arah yang lebih baik. Apabila kemampuan individu berbeda dengan orang lain, maka individu akan memiliki dorongan untuk meningkatkan kemampuannya, sehingga perbedaan tersebut menjadi sedikit atau bahkan tidak berjarak. Namun, dorongan ini bersifat searah sehingga perubahan pendapat relatif mudah terjadi jika dibandingkan dengan perbandingan kemampuan.
3. Dimensi Social comparison
Terdapat dua dimensi pada social comparison menurut Festinger (1954), yaitu:
a. Upward comparison
Upward comparison atau perbandingan ke atas adalah bentuk evaluasi diri yang dilakukan individu dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang dianggap lebih unggul dalam berbagai aspek, seperti penampilan fisik, tingkat pengetahuan, kemampuan, atau kesuksesan karir.
b. Downward comparison
Downward comparison atau perbandingan ke bawah adalah tindakan membandingkan diri sendiri dengan orang lain yang dianggap kurang beruntung atau kurang mampu dalam suatu aspek tertentu. Tujuan dari perbandingan ke bawah ini adalah untuk meningkatkan harga diri, merasa bersyukur, atau merasa lebih baik dari orang lain.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa individu dapat melakukan perbandingan sosial dalam dua arah, yaitu upward (ke atas) atau downward (ke bawah), yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat kecemasan atau motivasi mereka. Kedua jenis perbandingan sosial ini yang kemudian menjadi fokus utama dalam
penelitian ini, dengan menggunakan skala UDACS (Upward and Downward Appearance Comparison Scale) yang diadaptasi dari O'Brien et. al., (2009).
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Social comparison
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi social comparison menurut Festinger (1954), yaitu:
a. Evaluasi Diri
Merupakan suatu kumpulan informasi mengenai pengalaman hidup seseorang terkait kedudukan, atribut, ketrampilan serta harapan sosial. Festinger (1954) menyatakan bahwa setiap individu memiliki kecenderungan untuk melakukan perbandingan terhadap diri mereka dengan orang lain dan adanya motif evaluasi diri.
b. Perbaikan Diri
Merupakan motif social comparison untuk menjadikan orang lain menjadi lebih banyak belajar tentang kemampuan dirinya (Festinger, 1954), hal ini dapat menjadi alasan bagi seseorang untuk menjadi individu yang lebih bik dari sebelumnya.
c. Peningkatan Diri
Maksud dari peningkatan dii dalam social comparison yaitu untuk meningkatkan harga diri atau konsep diri individu, sehingga motif peningkatan diri bisa sangat bervariasi terkait fungsi dari konteks ataupun lingkungan dimana perbandingan itu terjadi (Gibbon & Buun, 1999).
Menurut Garcia, Tor, & Schiff (2013) faktor-faktor lain yang mempengaruhi social comparison diantaranya yakni:
a. Faktor Individu
Merupakan faktor yang berbeda dari orang ke orang relevansi dimensi kinerja, kesamaan saingan, dan kedekatan hubungan mereka dengan individu, serta berbagai perbedaan individu yang berkaitan dengan perbandingan sosial secara lebih umum.
b. Faktor Situasional
Merupakan faktor-faktor pada lanskap perbandingan sosial yang mempengaruhi individu dengan posisi serupa seperti kedekatan dengan standar (yaitu, dekat peringkat nomor 1 vs. jauh), jumlah pesaing (yaitu, sedikit vs. banyak), garis kesalahan kategori sosial (yaitu, perselisihan antar vs. dalam kategori sosial), dan lain sebagainya. Pilihan target perbandingan bergantung pada motivasi perbandingan, jika orang ingin merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri, mereka dapat memilih individu yang menurutnya lebih buruk di domain spesifik perbandingan. Sebaliknya, orang dapat memilih target yang lebih tinggi jika mereka mau untuk memperbaiki diri (Wood, 1989; Wood & Taylor, 1991, Lockwood, Sadler, Fyman, & Tuck, 2004, Lin & Tsai, 2006 dalam Tsai dkk, 2014).
Berdasarkan pemaparan diatas maka faktor-faktor yang menyebabkan social comparison (perbandingan sosial) yaitu evaluasi diri, perbaikan diri, peningkatan diri, faktor individu, dan faktor situasional.
5. Dampak Social comparison
Apple et al. (2015) mendapati bahwa individu yang memiliki standar social comparison yang tinggi merupakan individu yang merasa inferior (rendah diri). Mereka akan cenderung mengalami kecemburuan yang tinggi terhadap orang lain. Kecemburuan tersebut akan berkorelasi secara positif dengan kemungkinan individu akan mengalami depresi (Apple et al, 2015). Dalam penemuan Crusius dan Mussweiler (2012) menemukan hal yang selaras, ketika inividu melakukan social comparison keatas, maka memiliki kecenderungan memiliki perilaku impulsif dan merasakan kecemburuan.
Dalam social comparison kita dapat melakukan upward comparison dan downward comparison. Apabila tingkat upward comparison melebihi batas wajar, hal tersebut dapat menyebabkan diri kita merasa inferior serta terdapat kemungkinan menimbulkan emosi-emosi