85 Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 15 No. 1 Juni 2020 | 85-102
JURNAL KEPENDUDUKAN INDONESIA
p-ISSN: 1907-2902 (Print) e-ISSN: 2502-8537 (Online)
DETERMINAN STATUS UNMET NEED FOR LIMITING BIRTH PADA WANITA USIA SUBUR BERSTATUS KAWIN
DI JAWA BARAT TAHUN 2017
(DETERMINANTS OF UNMET NEED FOR LIMITING BIRTH OF REPRODUCTIVE AGE MARRIED WOMEN IN WEST JAVA IN 2017)
Valencia Shabrina Putri1, Siskarossa Ika Oktora2 Politeknik Statistika STIS
Korespondensi: [email protected]1, [email protected]2 Abstract
Rapid annual population growth in West Java, the province with the highest population in Indonesia, is concerning due to its effect that could lead to population explosion in the future. One of the reasons for this rapid growth is caused by a high birth rate. However, the implementation of the family planning program to control the birth rate faced a challenge in terms of unmet need for family planning in women of reproductive age. Unmet need for limiting birth has a more critical role in total unmet birth control need. This study aims to determine factors that affect the unmet need for limiting birth at married women of reproductive age in West Java Province in 2017 using binary logistic regression. Results indicated that women's age, women's education level, husband's education level, and residence significantly affected unmet need status for limiting birth. Also, the tendency of unmet need for limiting birth is greater for women aged 35-49 years, has education junior high school and above, the husband has under junior high school education and living in the rural area.
Keywords: Unmet need for limiting birth, family planning, women of reproductive age, TFR, binary logistic regression
Abstrak
Tingginya pertambahan penduduk per tahun di Jawa Barat – provinsi dengan jumlah penduduk tertinggi di Indonesia – dikhawatirkan memicu ledakan penduduk di masa mendatang. Pertambahan penduduk yang tinggi salah satunya disebabkan oleh tingginya kelahiran.
Namun, pelaksanaan program KB yang dilakukan untuk mengontrol tingkat kelahiran menemui kendala terkait adanya kebutuhan KB yang tidak terpenuhi (unmet need) pada wanita usia subur (WUS). Unmet need KB untuk pembatasan kelahiran (limiting) berperan besar dalam situasi unmet need KB secara keseluruhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi unmet need KB for limiting pada WUS kawin di Provinsi Jawa Barat tahun 2017 menggunakan metode regresi logistik biner. Hasil analisis menunjukkan umur wanita, tingkat pendidikan wanita, tingkat pendidikan suami, dan daerah tempat tinggal signifikan memengaruhi status unmet need KB for limiting. Selain itu, kecenderungan unmet need KB for limiting lebih besar dialami oleh wanita yang berumur 35-49 tahun, berpendidikan SMP ke atas, memiliki suami berpendidikan di bawah SMP, dan tinggal di perdesaan.
Kata kunci: unmet need for limiting, KB, wanita usis subur, TFR, regresi logistik biner
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, yaitu mencapai sekitar 263,99 juta jiwa pada tahun 2017 dan menduduki peringkat keempat setelah Tiongkok, India, dan Amerika Serikat (UN, 2017). Jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai 296,40 juta jiwa pada tahun 2030 (Bappenas, BPS, & UNFPA, 2013). Peningkatan jumlah penduduk ini tidak terlepas dari pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia per tahun diperkirakan sebesar 0,96 persen dengan rata-rata pertambahan penduduk mencapai 2,89 juta jiwa per tahun selama periode 2017-2030 (Bappenas, BPS, & UNFPA, 2013). Lembaga Demografi UI (2010) menyebutkan pertumbuhan penduduk disebabkan oleh tiga komponen demografi, yaitu fertilitas (kelahiran), mortalitas (kematian), dan migrasi (perpindahan) masuk maupun keluar. Dari ketiga komponen ini, fertilitas merupakan salah satu komponen yang bersifat menambah jumlah penduduk selain migrasi masuk.
Serupa dengan negara-negara berkembang pada umumnya, Indonesia dihadapkan pada masalah tingginya angka fertilitas yang memicu ledakan penduduk. Hal ini memiliki konsekuensi negatif karena ketika ketersediaan sumber daya alam cenderung menipis, ledakan penduduk dapat mengancam pemenuhan kebutuhan hidup manusia secara layak (BKKBN, 2007 dalam Kurniawan dkk., 2010). Situasi ini serupa dengan teori yang dikemukakan Malthus (1798, dalam Pribadi, 2017) bahwa jumlah penduduk meningkat seperti deret ukur, sedangkan ketersediaan makanan meningkat seperti deret hitung.
Hal ini berarti pertumbuhan penduduk meningkat lebih pesat dibandingkan pertumbuhan sumber makanan.
Dengan demikian, upaya agar ketersediaan makanan tetap mencukupi kebutuhan hidup manusia perlu diimbangi dengan jumlah penduduk yang tetap terkendali.
Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk tertinggi di Indonesia, yaitu sekitar 48,04 juta jiwa pada tahun 2017, dengan kepadatan penduduk mencapai 1.358 jiwa per kilometer persegi (BPS, 2018). Jumlah penduduk ini terus menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun-
tahun sebelumnya seperti terlihat pada Gambar 1, dan diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai 55,19 juta jiwa pada tahun 2030 dengan laju pertumbuhan penduduk mencapai 1,07%. Laju pertumbuhan penduduk ini melebihi laju pertumbuhan penduduk nasional sebesar 0,96% (Bappenas, BPS, & UNFPA, 2013). Peningkatan penduduk yang pesat ini dikhawatirkan memicu ledakan penduduk Jawa Barat di masa mendatang jika tidak diikuti dengan upaya penurunan fertilitas.
Gambar 1. Proyeksi jumlah penduduk Jawa Barat, 2010- 2017
Sumber: Bappenas, BPS, & UNFPA (2013)
Salah satu tujuan dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang diagendakan oleh United Nations (UN―Perserikatan Bangsa-Bangsa) adalah menjamin kehidupan sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua di segala usia. Salah satu target dari tujuan tersebut yaitu menjamin akses universal terhadap layanan perawatan kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk untuk keluarga berencana, informasi dan pendidikan, serta integrasi kesehatan reproduksi ke dalam strategi dan program nasional. Salah satu hal yang ingin dicapai dalam target tersebut adalah menurunkan fertilitas dengan membatasi Total Fertility Rate (TFR―Angka Kelahiran Total) sebanyak 2 anak per wanita pada tahun 2030 dalam rangka pengendalian jumlah penduduk.
SDGs merupakan kelanjutan dari agenda UN sebelumnya yaitu Millenium Development Goals (MDGs) yang menargetkan TFR sebesar 2,11 anak per wanita pada tahun 2015. Selain itu, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 menetapkan
43,23 43,94
44,64 45,34
46,0346,7147,38 48,04
40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Proyeksi jumlah penduduk (juta jiwa)
Tahun
87 TFR sebesar 2,28 anak per wanita pada tahun 2019
(BKKBN, 2015).
Berkaitan dengan hal ini, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berupaya menjarangkan kelahiran dan membatasi kelahiran melalui program Keluarga Berencana (KB) dalam rangka mengendalikan jumlah penduduk. Sejak dilaksanakan pada tahun 1970, program KB telah berhasil menurunkan TFR di Provinsi Jawa Barat dari 6,34 anak per wanita pada tahun 1971 menjadi 3 anak per wanita pada tahun 1991 seperti terlihat pada Gambar 2. TFR adalah rata-rata anak yang dilahirkan seorang wanita selama masa usia suburnya, sedangkan wanita usia subur (WUS) adalah wanita yang berada pada usia melahirkan secara rata-rata yaitu 15-49 tahun (Lembaga Demografi UI, 2010).
Gambar 2. TFR Jawa Barat tahun 1971-2017
Sumber: BPS (tt); BKKBN, BPS, & Kemenkes (2018)
Gambar 2 menunjukkan TFR di Jawa Barat mengalami kenaikan setelah tahun 1991, kemudian mengalami fluktuasi hingga tahun 2017 dengan TFR sebesar 2,4.
Angka ini hanya menunjukkan sedikit penurunan dari tahun 2012. Selain itu, TFR di Jawa Barat tahun 2017 juga belum mencapai target MDGs, SDGs, maupun RPJMN 2015-2019.
Padahal, Contraceptive Prevalence Rate (CPR―Angka Prevalensi Kontrasepsi) di Jawa Barat menunjukkan peningkatan yang pesat hingga tahun 2017 (Gambar 3).
CPR adalah persentase wanita yang memakai suatu alat/cara KB (BKKBN, BPS, & Kemenkes, 2013). Hal ini
mengindikasikan adanya kendala dalam pelaksanaan program KB di Jawa Barat. Sasaran langsung program KB adalah pasangan usia subur (PUS) yang lebih dititikberatkan pada WUS. PUS adalah pasangan suami- istri yang terikat dalam perkawinan yang sah, yang istrinya berumur antara 15 dan 49 tahun atau WUS (Kemenkes, 2018).
Gambar 3. CPR Provinsi Jawa Barat tahun 1991-2017
Sumber: BKKBN, BPS, & Kemenkes (2018)
Salah satu kendala dalam pelaksanaan program KB yaitu adanya kebutuhan KB yang tidak terpenuhi (unmet need KB) pada WUS. Unmet need KB didefinisikan sebagai proporsi WUS yang menikah atau hidup bersama (seksual aktif) yang tidak ingin punya anak lagi atau yang ingin menjarangkan kehamilan, tetapi tidak menggunakan alat atau cara kontrasepsi (Kemenkes, 2014). Kondisi unmet need akan menyebabkan ledakan penduduk karena menjadi penyebab tingginya TFR (Ratnaningsih, 2018).
Unmet need terdiri dari unmet need for spacing (penjarangan kelahiran) dan unmet need for limiting (pembatasan kelahiran) (Bradley dkk., 2012).
Berdasarkan Gambar 4, unmet need KB for limiting memiliki persentase yang lebih tinggi daripada unmet need KB for spacing di Jawa Barat pada tahun 2017.
Kondisi ini juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, persentase unmet need KB for limiting secara umum lebih tinggi daripada unmet need KB for spacing di Jawa Barat.
6.34 5.07
3.47 3.00
3.17 2.51
2.28 2.80
2.60 2.43
2.50 2.40
0 1 2 3 4 5 6 7
TFR
Tahun
51,0
56,7 57,6 59,0
61,1 62,2 63,3
5051 5253 5455 5657 5859 6061 6263 6465
1991 1994 1997 2002 2007 2012 2017
CPR
Tahun
Gambar 4. Persentase wanita kawin umur 15-49 dengan kebutuhan KB yang belum terpenuhi (unmet need KB) di Provinsi Jawa Barat tahun 1991-2017
Sumber: BKKBN, BPS, & Kemenkes (2018)
Hal ini menunjukkan bahwa unmet need KB for limiting memiliki peran yang lebih besar dalam terjadinya unmet need KB secara keseluruhan (total). Unmet need KB total pada tahun 2017 adalah sebesar 11% dan belum memenuhi target unmet need KB dalam RPJMN 2015- 2019 sebesar 9,91%. Hal ini memengaruhi belum tercapainya target TFR dalam MDGs, SDGs, maupun RPJMN 2015-2019. Artinya, unmet need KB for limiting di Jawa Barat memiliki dampak yang lebih besar terhadap peningkatan fertilitas daripada unmet need KB for spacing seperti yang dikemukakan oleh Pearson dan Becker (2014). Selain itu, menurut Westoff dan Koffman (2010), membatasi kelahiran, yang berarti tidak ingin memiliki anak lagi, akan lebih berdampak pada penurunan fertilitas dibandingkan hanya menjarangkan kelahiran yang berarti masih ingin memiliki anak lagi di masa mendatang.
Menurut Affandi dkk. (2014, dalam Satriyandari &
Yunita, 2018), unmet need akan menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan dan hal ini memicu terjadinya aborsi yang tidak aman (unsafe abortion) serta terjadinya gangguan fisik akibat tindakan abortus yang tidak aman.
Klijzing (2000) menyatakan semakin tinggi unmet need maka risiko aborsi akan semakin meningkat. Sementara itu, Moore dkk. (2016) menyatakan bahwa keinginan wanita untuk mengakhiri kehamilan jauh lebih besar disebabkan oleh motivasi wanita untuk membatasi kelahiran daripada menjarangkan kelahiran sehingga
aborsi jauh lebih banyak dilakukan oleh wanita yang ingin membatasi kelahiran atau mengalami unmet need for limiting daripada wanita yang ingin menjarangkan kelahiran atau mengalami unmet need for spacing. Hal ini disebabkan wanita yang ingin membatasi kelahiran atau tidak ingin memiliki anak lagi cenderung kurang bisa menoleransi kehamilan yang tidak diinginkan daripada wanita yang hanya sekadar ingin menjarangkan kelahiran. Aborsi akan menimbulkan risiko kesehatan reproduksi seperti pendarahan dan berbagai komplikasi bagi wanita yang mengalaminya (Harnani dkk., 2015).
Tentunya hal ini juga akan memperberat tugas pemerintah terkait penanganan kesehatan ibu. Oleh karena itu, kebutuhan KB yang terpenuhi untuk wanita yang ingin membatasi kelahiran sangat penting untuk WUS di Jawa Barat sehingga dibutuhkan penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi status unmet need KB for limiting di Jawa Barat agar dapat mempermudah pemerintah daerah dalam menyusun berbagai kebijakan terutama terkait Keluarga Berencana.
Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui gambaran unmet need KB for limiting pada WUS berstatus kawin di Jawa Barat tahun 2017 secara umum dan berdasarkan karakteristik wanita yang mengalaminya.
2. Mengetahui variabel-variabel yang signifikan memengaruhi status unmet need KB for limiting pada WUS berstatus kawin di Jawa Barat tahun 2017.
3. Mengetahui kecenderungan status unmet need KB for limiting pada WUS berstatus kawin di Jawa Barat tahun 2017 berdasarkan variabel-variabel yang memengaruhinya.
METODOLOGI
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017. Data diperoleh dari kuesioner SDKI17-WUS dengan unit analisis seluruh WUS berstatus kawin yang ingin membatasi kelahiran di Provinsi Jawa Barat tahun 2017 sejumlah 3.152 wanita.
0%
20%
40%
60%
80%
100%
1991 1994 1997 2002 2007 2012 2017
Persentase Unmet Need KB
Tahun For Spacing For Limiting
89 Tabel 1 menyajikan rincian variabel yang digunakan
dalam studi ini. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah status unmet need KB for limiting yang terdiri dari dua kategori, yaitu unmet need KB for limiting (kode 1) dan met need KB for limiting (kode 0). Bradley dkk. (2012) mendefinisikan seorang wanita mengalami unmet need KB for limiting jika wanita hamil yang kehamilannya tidak diinginkan (unwanted pregnancy); wanita tidak subur pasca persalinan yang tidak memakai alat kontrasepsi yang kelahiran anak terakhirnya tidak diinginkan (unwanted last child) dan tidak ingin anak lagi (no more child wanted); dan wanita subur (fecund women) yang tidak hamil atau tidak subur pasca persalinan yang tidak memakai alat kontrasepsi dan tidak ingin anak lagi (want no more children).
Tabel 1. Variabel yang digunakan
Variabel Kategori Kode
Dependen (Y)
Status unmet need KB for limiting (Y)
Met need KB for
limiting* 0
Unmet need KB
for limiting 1
Independen (X)
Umur wanita (X1) 15-34 tahun* 0
35-49 tahun 1
Tingkat pendidikan wanita (X2)
di bawah SMP* 0
SMP ke atas 1
Tingkat pendidikan suami (X3)
di bawah SMP 1
SMP ke atas* 0
Jumlah anak masih hidup (X4)
0-2 anak 1
lebih dari 2 anak* 0 Status bekerja wanita
(X5)
Bekerja* 0
Tidak bekerja 1 Daerah tempat tinggal
(X6)
Perkotaan * 0
Perdesaan 1
Keterangan: *) Kategori reference
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari analisis deskriptif dan analisis inferensia.
Analisis deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai status unmet need KB for limiting pada WUS berstatus kawin di Jawa Barat tahun 2017 secara umum dan berdasarkan karakteristik WUS berstatus kawin di Jawa Barat tahun 2017. Analisis deskriptif hanya menyediakan informasi tentang data
yang dikumpulkan dan sama sekali tidak menarik kesimpulan (Walpole, 1982). Sementara itu, pada analisis inferensia, digunakan regresi logistik biner untuk mengetahui variabel independen apa saja yang berpengaruh terhadap status unmet need KB for limiting beserta kecenderungannya. Analisis inferensia juga digunakan untuk menarik kesimpulan (Weiss & Hasset, 1991).
Model Regresi Logistik Biner
Berdasarkan Hosmer & Lemeshow (2000), model regresi logistik biner dituliskan dalam persamaan:
𝑔(𝒙) = 𝑙𝑜𝑔𝑖𝑡[𝜋(𝒙)]
= ln [ 𝜋(𝒙) 1 − 𝜋(𝒙)]
= ln[𝜋(𝒙)] − ln[1 − 𝜋(𝒙)]
= ln [ 𝑒𝛽0+𝛽1𝑥1+⋯+𝛽𝑝𝑥𝑝 1 + 𝑒𝛽0+𝛽1𝑥1+⋯+𝛽𝑝𝑥𝑝]
− ln [1 − 𝑒𝛽0+𝛽1𝑥1+⋯+𝛽𝑝𝑥𝑝 1 + 𝑒𝛽0+𝛽1𝑥1+⋯+𝛽𝑝𝑥𝑝]
= ln [ 𝑒𝛽0+𝛽1𝑥1+⋯+𝛽𝑝𝑥𝑝 1 + 𝑒𝛽0+𝛽1𝑥1+⋯+𝛽𝑝𝑥𝑝]
− ln [ 1
1 + 𝑒𝛽0+𝛽1𝑥1+⋯+𝛽𝑝𝑥𝑝]
= 𝛽0+ 𝛽1𝑥1+ ⋯ + 𝛽𝑝𝑥𝑝
(1)
Keterangan:
𝑔(𝒙) : hasil transformasi ke dalam bentuk logit 𝜋(𝒙) : peluang terjadinya “sukses” [𝑃(𝑌 = 1|𝒙)]
𝒙 : variabel independen, 𝒙 = (𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑝) 𝑝 : banyaknya variabel independen
𝛽0 : intercept
𝛽𝑗 : koefisien variabel independen, 𝑗 = 1, 2, … , 𝑝
Uji Kesesuaian Model
Uji kesesuaian model digunakan untuk mengetahui apakah model yang digunakan sesuai untuk menjelaskan hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Uji kesesuaian model yang digunakan adalah uji Hosmer dan Lemeshow (2000) dengan hipotesis:
H0 : Model fit atau sesuai.
H1 : Model tidak fit atau tidak sesuai.
Statistik uji yang digunakan adalah 𝐶̂ = ∑(𝑜𝑘− 𝑛𝑘′𝜋̅𝑘)2
𝑛𝑘′𝜋̅𝑘(1 − 𝜋̅𝑘)
𝑔
𝑘=1
~ 𝜒(𝑔−2)2 (2) dengan
𝑜𝑘 = ∑ 𝑦𝑗 𝑐𝑘
𝑗=1
dan 𝜋̅𝑘 = ∑𝑚𝑗𝜋̂𝑗 𝑛𝑘′
𝑐𝑘
𝑗=1
Keterangan:
𝑜𝑘 : jumlah nilai variabel dependen 𝑦𝑗 : nilai variabel dependen
𝑐𝑘 : banyaknya kombinasi variabel penjelas pada kelompok/grup ke-𝑘
𝜋̅𝑘 : rata-rata peluang estimasi
𝑚𝑗 : jumlah subjek dengan 𝑐𝑘 kombinasi variabel independen
𝑛𝑘′ : banyaknya subjek pada kelompok/grup ke-𝑘 𝑔 : banyaknya kelompok/grup
Statistik uji 𝐶̂ ini mengikuti distribusi chi-square (𝜒2) dengan derajat bebas (𝑔 − 2). Pada tingkat signifikansi 𝛼, H0 ditolak jika 𝐶̂ > 𝜒(𝑔−2)2 atau p-value < 𝛼. Dalam uji kesesuaian model, keputusan yang diharapkan adalah gagal tolak H0 sehingga pada tingkat signifikansi sebesar 𝛼 , model yang digunakan fit atau sesuai untuk menjelaskan menjelaskan hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Dengan kata lain, tidak terdapat perbedaan antara hasil observasi dan hasil prediksi.
Uji Simultan
Setelah dilakukan uji kesesuaian model dan diketahui bahwa model yang digunakan merupakan model yang sesuai untuk menjelaskan hubungan antara variabel dependen dan independen, dilakukan uji simultan untuk mengetahui apakah terdapat minimal satu variabel independen yang signifikan memengaruhi variabel dependen. Uji simultan yang digunakan adalah Uji Likelihood Ratio (Hosmer & Lemeshow, 2000) dengan hipotesis sebagai berikut.
H0 : 𝛽1 = 𝛽2 = ⋯ = 𝛽𝑝= 0
H1 : minimal ada satu 𝛽𝑗≠ 0 untuk 𝑗 = 1, 2, … , 𝑝
Statistik uji yang digunakan yaitu
𝐺 = −2 ln [ 𝑙𝑖𝑘𝑒𝑙𝑖ℎ𝑜𝑜𝑑 𝑡𝑎𝑛𝑝𝑎 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑙𝑖𝑘𝑒𝑙𝑖ℎ𝑜𝑜𝑑 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙]
= −2 ln [𝐿0 𝐿1] ~𝜒(𝑝)2
(3)
Keterangan:
𝑝 : banyaknya variabel independen
Statistik uji 𝐺 ini mengikuti distribusi chi-square (𝜒2) dengan derajat bebas 𝑝. Pada tingkat signifikansi 𝛼, H0
ditolak jika 𝐺 > 𝜒(𝑝)2 atau p-value < 𝛼. Jika keputusan tolak H0, berarti pada tingkat signifikansi sebesar 𝛼, terdapat minimal satu variabel independen yang signifikan memengaruhi variabel dependen. Dengan kata lain, model penuh (terdapat variabel bebas) lebih baik daripada model terbatas (hanya terdiri dari intercept).
Uji Parsial
Setelah dilakukan uji simultan dan diketahui bahwa terdapat minimal satu variabel independen yang signifikan memengaruhi variabel dependen, dilakukan uji parsial untuk mengetahui variabel independen apa saja yang signifikan memengaruhi variabel dependen. Uji parsial yang digunakan adalah Uji Wald (Hosmer &
Lemeshow, 2000) dengan hipotesis sebagai berikut.
H0 : 𝛽𝑗 = 0 untuk 𝑗 = 1, 2, … , 𝑝 H1 : 𝛽𝑗 ≠ 0 untuk 𝑗 = 1, 2, … , 𝑝 Statistik uji yang digunakan yaitu:
𝑊 = ( 𝛽̂𝑗 𝑠𝑒(𝛽̂𝑗))
2
~𝜒(1)2 (4)
Statistik uji 𝑊 mengikuti distribusi chi-square (𝜒2) dengan derajat bebas satu. Pada tingkat signifikansi 𝛼, H0
ditolak jika 𝑊 > 𝜒(1)2 atau p-value < 𝛼. Jika keputusan tolak H0, berarti pada tingkat signifikansi sebesar 𝛼, variabel independen ke- 𝑗 signifikan memengaruhi variabel dependen secara parsial.
91 Rasio Kecenderungan (Odds Ratio)
Odds ratio didefinisikan sebagai perbandingan antara dua odds untuk melihat kecenderungan kejadian “sukses”
suatu kategori terhadap kategori lainnya (Azen & Walker 2011). Nilai odds ratio (OR) adalah sebagai berikut:
𝑂𝑅 =𝑜𝑑𝑑𝑠 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑔𝑟𝑢𝑝 1
𝑜𝑑𝑑𝑠 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑔𝑟𝑢𝑝 2 (5) Keterangan: grup 1: (𝑥 = 1)
grup 2: (𝑥 = 0)
Dalam hal ini, odds ratio dihitung sebagai perbandingan dua odds untuk 𝑥 = 1 terhadap 𝑥 = 0. Ketika 𝑥 = 1, nilai odds yang yang dihasilkan yaitu 𝜋(1) [1 − 𝜋(1)]⁄ sedangkan ketika 𝑥 = 0, nilai odds yang dihasilkan yaitu 𝜋(0) [1 − 𝜋(0)]⁄ . Nilai odds ratio yang dihasilkan sebagai berikut:
𝑂𝑅 =𝜋(1) [1 − 𝜋(1)]⁄
𝜋(0) [1 − 𝜋(0)]⁄ (6) Tabel 2. Nilai dari model regresi logistik ketika variabel
independen dikotomi Variabel
dependen (Y)
Variabel independen (X)
𝑥 = 1 𝑥 = 0
(1) (2) (3)
𝑦 = 1 𝜋(1) = 𝑒𝛽0+𝛽1
1 + 𝑒𝛽0+𝛽1 𝜋(0) = 𝑒𝛽0 1 + 𝑒𝛽0
𝑦 = 0
1 − 𝜋(1)
= 1
1 + 𝑒𝛽0+𝛽1
1 − 𝜋(0)
= 1
1 + 𝑒𝛽0
Total 1 1
Sumber: Hosmer & Lemeshow (2000)
Dengan melakukan substitusi Persamaan (6) pada model regresi logistik maka diperoleh hasil sebagai berikut:
𝑂𝑅 =𝜋(1) [1 − 𝜋(1)]⁄ 𝜋(0) [1 − 𝜋(0)]⁄
=
[ 𝑒𝛽0+𝛽1
1 + 𝑒𝛽0+𝛽1] [ 1 1 + 𝑒𝛽0+𝛽1]
⁄ [ 𝑒𝛽0
1 + 𝑒𝛽0] [ 1 1 + 𝑒𝛽0]
⁄
=𝑒𝛽0+𝛽1 𝑒𝛽0
= 𝑒(𝛽0+𝛽1)−𝛽0
= 𝑒𝛽1
(7)
Dari persamaan di atas, diperoleh bahwa pada regresi logistik dengan variabel dikotomi, nilai odds ratio atau rasio kecenderungan adalah OR = eβ1. Dengan demikian, odds ratio dapat diinterpretasikan bahwa kecenderungan terjadinya kejadian “sukses” pada variabel independen kategori 𝑥 = 1 adalah sebesar eβ1 kali dibandingkan dengan 𝑥 = 0 sebagai kategori reference-nya.
Tabel Klasifikasi (Classification Table)
Tabel Klasifikasi merupakan hasil pengklasifikasian silang antara variabel independen dan variabel dikotomi dependen yang nilainya diperoleh dari predicted probability (estimasi peluang). Untuk memperoleh nilai variabel dikotomi dependen, harus ditentukan cutpoint (c) dan dibandingkan setiap predicted probability (estimasi peluang) dengan c. Jika predicted probability melebihi c maka variabel dikotomi bernilai 1. Jika selain itu, variabel dikotomi akan bernilai 0 (Hosmer & Lemeshow, 2000).
Nilai 𝑐 dikatakan optimum jika paling banyak mengklasifikasikan individu secara benar. Identifikasi nilai 𝑐 optimum membutuhkan sensitivity dan specificity yang diperoleh dari Receiver Operating Characteristic (ROC) Curve. ROC Curve adalah sebuah kurva yang memetakan sensitivity dan 1-specificity berdasarkan semua nilai cutpoint yang mungkin (Kumar & Indrayan, 2011). Tetapi, sensitivity dan specivicity tidak dapat menentukan cutpoint secara langsung. Penentuan cutpoint optimum dilakukan melalui pendekatan distance (𝑑 ) yang menggunakan sensitivity dan specificity.
Distance (𝑑) merupakan jarak sebuah titik pada ROC Curve dengan titik (0,1) yang terletak di sudut kiri atas ROC Curve (Unal, 2017). Formula distance (𝑑) dituliskan sebagai berikut.
𝑑 = √(1 − 𝑠𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑦)2+ (1 − 𝑠𝑝𝑒𝑐𝑖𝑓𝑖𝑐𝑖𝑡𝑦)2 (8) Pada pendekatan ini, cutpoint yang optimum ditentukan dari cutpoint yang memiliki nilai 𝑑 minimum. Setelah menentukan nilai cutpoint dan menentukan nilai variabel dikotomi dependen, classification table dapat dibentuk dan dapat diketahui ketepatan atau akurasi klasifikasi model secara keseluruhan melalui overall percentage.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum
Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh gambaran mengenai WUS berstatus kawin di Jawa Barat tahun 2017 yang mengalami unmet need KB for limiting pada Gambar 5. Dapat diketahui bahwa pada WUS berstatus kawin yang ingin membatasi kelahiran, sebanyak 15,66%
mengalami unmet need KB for limiting. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat WUS berstatus kawin yang tidak menginginkan anak lagi tetapi tidak menggunakan metode kontrasepsi atau kebutuhan KB- nya tidak terpenuhi. Sementara itu, sebanyak 84,34%
sisanya sudah terpenuhi kebutuhan KB-nya atau met need KB for limiting. Meskipun proporsi wanita yang mengalami unmet need KB for limiting tergolong kecil, keadaan ini harus menjadi perhatian bagi pemerintah karena memengaruhi target unmet need yang belum tercapai dalam RPJMN 2015-2019 serta berkaitan dengan kesehatan reproduksi masing-masing wanita.
Gambar 5. Persentase WUS berstatus kawin berdasarkan status unmet need KB for limiting di Jawa Barat, 2017
Sumber: Olah data SDKI 2017
Gambaran Berdasarkan Karakteristik Wanita Umur wanita
Berdasarkan Gambar 6, dapat diketahui bahwa WUS berstatus kawin dengan kelompok umur 15-34 tahun yang tidak menginginkan anak lagi, 90,91% sudah terpenuhi kebutuhan KB-nya atau met need KB for limiting sementara 9,09% masih mengalami unmet need KB for
limiting. Pada kelompok umur 35-49 tahun, persentase wanita yang mengalami unmet need KB for limiting lebih tinggi yaitu 17,49%.
Gambar 6. Persentase WUS berstatus kawin berdasarkan status unmet need KB for limiting dan umur wanita di Jawa Barat, 2017
Sumber: Olah data SDKI 2017
Berdasarkan eksplorasi data, ditemukan bahwa tingginya persentase unmet need KB for limiting pada wanita usia 35-49 tahun disebabkan mereka memiliki persentase yang lebih tinggi untuk jarang melakukan hubungan seksual dengan suaminya (19,30%) sehingga merasa memiliki risiko yang rendah untuk hamil dan melahirkan daripada wanita yang berumur lebih muda, sehingga mereka memutuskan untuk tidak menggunakan kontrasepsi.
Tingkat pendidikan wanita
Berdasarkan Gambar 7, di antara WUS berstatus kawin berpendidikan SMP ke atas yang tidak menginginkan anak lagi, 15,77% mengalami unmet need KB for limiting. Persentase ini lebih tinggi daripada kelompok yang berpendidikan di bawah SMP yang mengalami unmet need KB for limiting yaitu sebesar 15,54%.
Berdasarkan eksplorasi data pada penelitian ini, ditemukan bahwa persentase unmet need KB for limiting yang lebih tinggi pada wanita berpendidikan SMP ke atas disebabkan karena mayoritas wanita yang berpendidikan SMP ke atas (73,9%) berada pada kelompok umur 35-49 tahun. Hal ini sejalan dengan hasil yang disajikan pada Gambar 6, yakni persentase unmet need KB for limiting 84,34%
15,66%
Met need for limiting Unmet need for limiting
90,91% 82,51%
9,09% 17,49%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
15-34 tahun 35-49 tahun Met need for limiting Unmet need for limiting
93 lebih besar terjadi pada wanita berusia 35-49 tahun.
Selain itu, ditemukan bahwa wanita berpendidikan SMP ke atas memiliki persentase yang lebih tinggi untuk tidak menggunakan kontrasepsi dengan alasan takut terhadap efek samping yang ditimbulkan (33,7%).
Gambar 7. Persentase WUS berstatus kawin berdasarkan status unmet need KB for limiting dan tingkat pendidikan wanita di Jawa Barat 2017
Sumber: Olah data SDKI 2017
Tingkat pendidikan suami
Berdasarkan Gambar 8, di antara WUS berstatus kawin dengan suami berpendidikan di bawah SMP yang tidak menginginkan anak lagi, 17% mengalami unmet need KB for limiting. Persentase ini lebih tinggi daripada kelompok wanita dengan suami berpendidikan SMP ke atas, yakni sebesar 14,79% mengalami unmet need KB for limiting. Berdasarkan eksplorasi data, tingginya persentase unmet need KB for limiting pada wanita dengan suami berpendidikan di bawah SMP disebabkan karena suami yang berpendidikan di bawah SMP memiliki persentase pengetahuan metode kontrasepsi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan suami berpendidikan SMP ke atas, yaitu sebesar 43,3%
Gambar 8. Persentase WUS berstatus kawin berdasarkan status unmet need KB for limiting dan tingkat pendidikan suami di Jawa Barat, 2017
Sumber: Olah data SDKI 2017
Jumlah anak masih hidup
Berdasarkan Gambar 9, persentase wanita yang mengalami unmet need KB for limiting lebih tinggi pada kelompok WUS berstatus kawin yang memiliki nol sampai dua anak, yaitu 15,74%. Sementara itu, pada kelompok WUS berstatus kawin yang memiliki lebih dari dua anak, persentase yang mengalami unmet need KB for limiting sebesar 15,59%.
Wulifan dkk., (2016) dan Korra (2002) menyatakan bahwa persentase unmet need for limiting berkurang seiring bertambahnya jumlah anak ideal. Eksplorasi data lebih lanjut menemukan bahwa mayoritas wanita dengan jumlah anak masih hidup lebih dari dua anak memang menginginkan lebih dari dua anak (63,8%). Begitu pula dengan mayoritas wanita yang memiliki jumlah anak antara nol dan dua anak yang memang menginginkan jumlah anak antara nol dan dua anak juga (75,9%).
Dengan kata lain, jumlah anak masih hidup yang dimiliki mencerminkan jumlah anak ideal dan persentase unmet need for limiting berkurang seiring bertambahnya jumlah anak ideal. Hasil ini juga mengindikasikan wanita yang memiliki lebih dari dua anak masih hidup memiliki kesadaran KB yang lebih rendah karena ketika mereka sudah seharusnya membatasi kelahiran setelah anak kedua, mereka justru tidak menggunakan kontrasepsi karena ingin memiliki lebih dari dua anak.
84,46% 84,23%
15,54% 15,77%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
dibawah SMP SMP ke atas
Met need for limiting Unmet need for limiting
83,00% 85,21%
17,00% 14,79%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
dibawah SMP SMP ke atas
Met need for limiting Unmet need for limiting
Gambar 9. Persentase WUS berstatus kawin berdasarkan status unmet need KB for limiting dan jumlah anak masih hidup di Jawa Barat, 2017
Sumber: Olah data SDKI 2017
Status bekerja wanita
Berdasarkan Gambar 10, sebanyak 15,80% WUS berstatus kawin yang tidak bekerja mengalami unmet need KB for limiting. Persentase ini lebih tinggi daripada WUS berstatus kawin yang bekerja yang mengalami unmet need KB for limiting sebesar 15,54%. Berdasarkan eksplorasi data, ditemukan bahwa persentase unmet need KB for limiting yang lebih tinggi pada wanita tidak bekerja disebabkan karena persentase wanita tidak bekerja yang tinggal di perdesaan lebih tinggi daripada yang tinggal di perkotaan, yaitu 35,7%. Diketahui pula bahwa kunjungan petugas KB di perdesaan masih lebih sedikit dibandingkan perkotaan (40,5%).
Gambar 10. Persentase WUS berstatus kawin berdasarkan status unmet need KB for limiting dan status bekerja wanita di Jawa Barat, 2017
Sumber: Olah data SDKI 2017
Daerah tempat tinggal
Berdasarkan Gambar 11, persentase WUS berstatus kawin yang tinggal di daerah perdesaan yang mengalami unmet need KB for limiting adalah sebesar 18,39%.
Persentase ini lebih tinggi daripada WUS berstatus kawin yang tinggal di daerah perkotaan yang mengalami unmet need KB for limiting yaitu sebesar 14,29%.
Gambar 11. Persentase WUS berstatus kawin berdasarkan status unmet need KB for limiting dan daerah tempat tinggal di Jawa Barat, 2017
Sumber: Olah data SDKI 2017
Berdasarkan eksplorasi data, ditemukan bahwa tingginya unmet need KB for limiting di perdesaan disebabkan karena persentase pengetahuan mengenai metode kontrasepsi di perdesaan lebih rendah daripada di perkotaan (33,8%). Alasan lainnya adalah kunjungan petugas KB di perdesaan masih lebih sedikit (40,5%) dibandingkan di perkotaan.
Uji Kesesuaian Model
Uji kesesuaian model dilakukan untuk mengetahui apakah model regresi logistik biner yang digunakan dalam penelitian ini sesuai untuk menjelaskan hubungan antara status unmet need KB for limiting dan variabel yang memengaruhinya pada WUS berstatus kawin di Jawa Barat tahun 2017. Uji kesesuaian model menggunakan Uji Hosmer dan Lemeshow (𝐶̂) dan didapatkan nilai p-value sebesar 0,325. Nilai p-value ini lebih besar daripada nilai α yaitu 0,10.
84,26% 84,41%
15,74% 15,59%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
0-2 anak lebih dari 2 anak Met need for limiting Unmet need for limiting
84,46% 84,20%
15,54% 15,80%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
bekerja tidak bekerja
Met need for limiting Unmet need for limiting
85,71% 81,61%
14,29% 18,39%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
perkotaan perdesaan
Met need for limiting Unmet need for limiting
95 Sementara itu, nilai 𝐶̂ yang didapatkan yaitu 9,204, lebih
kecil daripada nilai 𝜒(0,10;8)2 = 13,362. Dengan demikian, uji kesesuaian model menghasilkan keputusan gagal tolak H0. Hal ini berarti bahwa dengan tingkat signifikansi 0,10, model regresi logistik biner sesuai untuk menjelaskan hubungan antara status unmet need KB for limiting dan variabel yang memengaruhinya.
Uji Simultan
Setelah diketahui bahwa model regresi logistik biner yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dalam menjelaskan hubungan antara status unmet need KB for limiting dan variabel yang memengaruhinya, dilakukan uji simultan untuk mengetahui apakah terdapat minimal satu variabel independen yang signifikan memengaruhi status unmet need KB for limiting. Uji simultan menggunakan Uji Likelihood Ratio (𝐺) dan uji simultan untuk model
menghasilkan nilai p-value sebesar 0,000. Nilai p-value ini lebih kecil daripada nilai α = 0,10.
Nilai 𝐺 yang diperoleh yaitu 49,892, lebih besar daripada nilai 𝜒(0,10;6)2 = 10,645. Dengan demikian, uji simultan menghasilkan keputusan tolak H0. Hal ini berarti dengan tingkat signifikansi 0,10, minimal ada satu variabel independen yang signifikan berpengaruh terhadap status unmet need KB for limiting.
Uji Parsial
Setelah diketahui dari uji simultan bahwa minimal ada satu variabel independen yang signifikan berpengaruh terhadap status unmet need KB for limiting, dilakukan uji parsial untuk melihat variabel independen apa saja yang berpengaruh signifikan terhadap status unmet need KB for limiting. Uji parsial menggunakan Uji Wald (𝑊) yang ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil pengujian parsial
Variabel 𝛽̂ SE Wald df p-value Exp (𝛽̂)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Umur wanita 15-34 tahun (ref)
35-49 tahun 0,828 0,146 32,069 1 0,000*** 2,289
Tingkat pendidikan wanita di bawah SMP (ref)
SMP ke atas 0,319 0,129 6,083 1 0,014** 1,375
Tingkat pendidikan suami di bawah SMP
SMP ke atas (ref) 0,223 0,129 3,003 1 0,083* 1,250
Jumlah anak masih hidup 0-2 anak
lebih dari 2 anak (ref) 0,133 0,101 1,736 1 0,188 1,142
Status bekerja wanita Bekerja (ref)
Tidak bekerja 0,070 0,099 0,494 1 0,482 1,072
Daerah tempat tinggal Perkotaan (ref)
Perdesaan 0,345 0,110 9,861 1 0,002*** 1,412
Constant -2,864 0,210 186,659 1 0,000*** 0,057
Sumber: Olah data SDKI 2017 Keterangan: ref = kategori reference
*, **, dan *** signifikan pada taraf 10%, 5%, dan 1%
Dari Tabel 3, dapat diketahui bahwa variabel-variabel yang signifikan memengaruhi status unmet need KB for limiting pada tingkat signifikansi 0,10 adalah umur wanita, tingkat pendidikan wanita, daerah tempat tinggal, dan tingkat pendidikan suami. Variabel-variabel tersebut memiliki p-value kurang dari α = 0,10 atau memiliki nilai statistik Wald (𝑊) yang lebih besar daripada 𝜒(0,10;1)2 =
2,706. Sementara itu, variabel-variabel yang tidak signifikan memengaruhi status unmet need KB for limiting adalah jumlah anak masih hidup dan status bekerja wanita. Kedua variabel tersebut memiliki nilai p- value lebih dari α = 0,10 atau memiliki nilai 𝑊 yang kurang dari kurang dari 𝜒(0,10;1)2 = 2,706.
Hailemariam dan Haddis (2011) menyatakan bahwa jumlah anak masih hidup tidak signifikan memengaruhi unmet need KB for limiting dan unmet need for limiting semakin besar saat jumlah anak masih hidup bertambah.
Penelitian ini menemukan bahwa jumlah anak masih hidup tidak signifikan memengaruhi status unmet need KB for limiting. Selain itu, proporsi unmet need KB for limiting lebih besar pada wanita dengan nol sampai dua anak masih hidup. Mayoritas wanita dengan jumlah anak masih hidup lebih dari dua orang memang menginginkan jumlah anak lebih dari dua orang. Begitu pula dengan mayoritas wanita yang memiliki jumlah anak masih hidup kurangg dari dua orang memang menginginkan jumlah anak antara nol sampai dua orang juga.
Wulifan dkk., (2016) dan Korra (2002) menyatakan bahwa persentase unmet need for limiting berkurang seiring bertambahnya jumlah anak ideal. Dengan demikian, walaupun wanita tersebut hanya memiliki 0-2 anak masih hidup, tetap memiliki risiko unmet need KB for limiting karena sedikitnya jumlah anak yang diinginkan. Selain itu, berdasarkan eksplorasi data juga ditemukan bahwa persentase kekhawatiran terhadap efek samping kontrasepsi lebih tinggi pada wanita dengan lebih dari dua anak masih hidup. Selanjutnya, Gebre dkk., (2016) menyatakan bahwa kecenderungan unmet need for limiting disebabkan oleh ketakutan terhadap efek samping yang ditimbulkan metode kontrasepsi. Dengan demikian, wanita yang memiliki lebih dari dua anak masih hidup juga memiliki risiko unmet need KB for limiting karena kekhawatiran terhadap efek samping
kontrasepsi. Jadi, baik wanita yang memiliki nol sampai dua anak masih hidup maupun wanita yang memiliki lebih dari dua anak masih hidup sama-sama memiliki risiko untuk mengalami unmet need KB for limiting. Hal tersebut bisa menjadi alasan mengapa jumlah anak masih hidup tidak signifikan memengaruhi unmet need KB for limiting.
Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa status bekerja wanita tidak signifikan memengaruhi status unmet need KB for limiting. Hasil ini menunjukkan perbedaan dari penelitian sebelumnya, salah satunya peneltian Imasiku dkk. (2014) yang menyatakan bahwa kecenderungan unmet need for limiting lebih besar pada wanita yang tidak bekerja. Berdasarkan eksplorasi data, ditemukan bahwa mayoritas wanita yang bekerja berada pada usia 35-49 tahun sedangkan berdasarkan hasil analisis deksriptif sebelumnya, wanita usia 35-49 tahun memiliki kecenderungan yang tinggi untuk mengalami unmet need KB for limiting. Jadi, walaupun wanita berstatus bekerja, mereka tetap memiliki risiko untuk mengalami unmet need KB for limiting seperti wanita yang tidak bekerja.
Selain itu, ditemukan bahwa persentase wanita yang khawatir terhadap efek samping kontrasepsi dan wanita yang tidak khawatir terhadap efek samping kontrasepsi cukup tersebar merata pada wanita, baik yang bekerja maupun tidak bekerja, sehingga baik wanita yang bekerja maupun yang tidak bekerja sama-sama memiliki kemungkinan untuk mengalami unmet need KB for limiting.
Pembentukan Model Regresi Logistik Biner
Dengan demikian, model yang terbentuk yaitu
𝑔̂(𝑥) = −2,864 + 0,828𝑥1∗+ 0,319𝑥2∗+ 0,223𝑥3∗+ 0,133𝑥4 + 0,070𝑥5+ 0,345𝑥6∗
Keterangan:
𝑥1 : umur wanita
𝑥2 : tingkat pendidikan wanita 𝑥3 : tingkat pendidikan suami 𝑥4 : jumlah anak masih hidup 𝑥5 : status bekerja wanita 𝑥6 : daerah tempat tinggal
* : signifikan pada 𝛼 = 0,10
97 Berdasarkan model regresi logistik yang terbentuk, nilai
𝛽̂0 yang didapat adalah −2,864. Artinya, peluang WUS berstatus kawin yang berumur 15-34 tahun, berpendidikan di bawah SMP, memiliki suami berpendidikan SMP ke atas, memiliki lebih dari dua anak yang masih hidup, bekerja, dan bertempat tinggal di daerah perkotaan untuk mengalami unmet need KB for limiting adalah sebesar
𝜋̂(0) = 𝑒𝛽̂ 0
1+𝑒𝛽̂0= 𝑒−2,864
1+𝑒−2,864 = 0,054.
Rasio Kecenderungan Umur wanita
Koefisien variabel umur wanita 35-49 tahun yaitu 0,828 dengan rasio kecenderungan sebesar 2,289. Hal ini menunjukkan wanita yang berada pada kelompok umur 35-49 tahun memiliki kecenderungan 2,289 kali lebih besar untuk mengalami unmet need KB for limiting daripada wanita pada kelompok umur 15-34 tahun. Dapat disimpulkan bahwa risiko unmet need KB for limiting semakin meningkat seiring bertambahnya umur wanita.
Hal ini sejalan dengan penelitian Oginni dkk. (2015), Hailemariam & Haddis (2011), dan Imasiku dkk. (2014) yang menyebutkan bahwa kecenderungan unmet need for limiting lebih besar pada wanita yang berusia lebih tua.
Menurut Suseno (2011), tingginya kecenderungan unmet need KB for limiting pada wanita yang berusia lebih tua disebabkan mereka percaya memiliki risiko yang rendah terhadap kehamilan karena sudah jarang melakukan hubungan seksual dan merasa terlalu tua untuk dapat hamil sehingga merasa tidak perlu menggunakan kontrasepsi.
Tingkat pendidikan wanita
Koefisien variabel tingkat pendidikan wanita jenjang SMP ke atas yaitu 0,319 dengan rasio kecenderungan sebesar 1,375. Hal ini menunjukkan wanita yang berpendidikan SMP ke atas memiliki kecenderungan yang lebih besar yaitu 1,375 kali untuk mengalami unmet need KB for limiting daripada wanita yang berpendidikan di bawah SMP. Dapat disimpulkan bahwa risiko unmet need KB for limiting semakin meningkat seiring
meningkatnya tingkat pendidikan wanita. Hasil penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa kecenderungan unmet need for limiting lebih kecil pada wanita yang berpendidikan lebih tinggi (Imasiku dkk., 2014; Ndaruhuye dkk., 2009;
Hailemariam & Haddis, 2011). Namun, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Woldemicael dan Beaujot (2011) yang menyebutkan bahwa kecenderungan unmet need for limiting lebih tinggi pada wanita yang berpendidikan lebih tinggi. Dalam studi tersebut dikatakan bahwa hal ini mungkin mengindikasikan unmet need for limiting meningkat ketika perempuan menjadi lebih sadar dan melek huruf, terutama dalam konteks kurangnya ketersediaan kontrasepsi. Selain itu, tingginya kecenderungan unmet need for limiting disebabkan oleh ketakutan terhadap efek samping yang ditimbulkan metode kontrasepsi (Gebre dkk., 2016). Hal ini mengindikasikan wanita yang berpendidikan SMP ke atas yang notabene memiliki pengetahuan lebih baik tentang kontrasepsi justru cenderung menghindari penggunaan kontrasepsi dengan alasan takut terhadap efek samping yang ditimbulkan oleh metode kontrasepsi.
Tingkat pendidikan suami
Koefisien variabel tingkat pendidikan suami jenjang SMP ke atas yaitu 0,223 dengan rasio kecenderungan sebesar 1,250. Hal ini menunjukkan wanita dengan suami berpendidikan di bawah SMP memiliki kecenderungan yang lebih besar yaitu 1,250 kali untuk mengalami unmet need KB for limiting daripada wanita dengan suami berpendidikan SMP ke atas. Dapat disimpulkan bahwa risiko unmet need KB for limiting semakin menurun seiring meningkatnya tingkat pendidikan suami. Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian, yaitu Nzokirishaka dan Itua (2018), Ndaruhuye dkk. (2009), serta Hailemariam dan Haddis (2011) yang sama-sama menunjukkan kecenderungan unmet need for limiting yang lebih tinggi pada wanita dengan suami berpendidikan lebih rendah.
Menurut Wulifan dkk. (2016), tingginya kecenderungan unmet need for limiting pada wanita dengan suami berpendidikan rendah disebabkan para suami berpendidikan rendah memiliki pengetahuan tentang
metode kontrasepsi yang terbatas dibandingkan istrinya.
Selain itu, mereka merasa bahwa program KB hanya untuk wanita. Padahal, walaupun lebih dititikberatkan pada WUS, sasaran program KB adalah PUS, bukan hanya WUS (Siswanto dkk., 2013). Walaupun pengetahuan tentang metode kontrasepsi pada suami lebih terbatas dibandingkan istrinya, ada indikasi bahwa penggunaan kontrasepsi oleh istri masih mengikuti keinginan suami, bahkan tidak disetujui, karena para suami takut kehilangan peran mereka sebagai kepala keluarga (Wulifan dkk., 2016). Hal ini mengindikasikan bahwa suami berpendidikan di bawah SMP kurang bijak dalam memberikan hak penggunaan kontrasepsi istrinya sehingga rentan terjadi unmet need pada istrinya.
Daerah tempat tinggal
Koefisien variabel daerah tempat tinggal di perkotaan yaitu 0,345 dengan rasio kecenderungan sebesar 1,412.
Hal ini menunjukkan wanita yang tinggal di daerah perdesaan memiliki kecenderungan yang lebih besar yaitu 1,412 kali untuk mengalami unmet need KB for limiting daripada wanita yang tinggal di daerah perkotaan. Dapat disimpulkan bahwa risiko unmet need KB for limiting lebih tinggi terjadi pada wanita yang tinggal di daerah perdesaan dibandingkan perkotaan.
Penelitian lain juga melaporkan temuan serupa yang sesuai dengan hasil ini, yaitu Hailemariam dan Haddis (2011) dan Ayele dkk. (2013) yang menunjukkan kecenderungan unmet need for limiting pada perdesaan lebih besar daripada perkotaan. Kecenderungan unmet need KB for limiting yang lebih tinggi pada perdesaan bisa disebabkan karena masyarakat perdesaan memiliki pengetahuan mengenai kontrasepsi yang cenderung kurang daripada perkotaan. Alasan lain yaitu kunjungan petugas KB di perdesaan yang lebih sedikit daripada di perkotaan. Ayele dkk. (2013) juga mengemukakan bahwa tingginya unmet need for limiting pada perdesaan bisa disebabkan karena kurangnya kesadaran pada keluarga berencana.
Tabel Klasifikasi
Untuk mengetahui seberapa besar ketepatan klasifikasi pada model, ditampilkan tabel klasifikasi pada Tabel 4.
Pengklasifikasian dibentuk melalui penetapan nilai
cutpoint sebelumnya. Nilai cutpoint terbaik ditentukan berdasarkan nilai cutpoint yang memiliki jarak terkecil (minimum distance) dengan titik (1-specivicity, sensitivity) = (0,1) pada ROC-Curve dan diperoleh nilai cutpoint terbaik yaitu 0,163. Berdasarkan Tabel 4, nilai overall percentage yang diperoleh adalah 56,3%.
Artinya, dengan cutpoint terbaik sebesar 0,163, model dapat memberikan ketepatan atau keakuratan klasifikasi sebesar 56,3%
Tabel 4. Tabel Klasifikasi
Observed
Predicted Status unmet need
KB for limiting
Percentage Correct Met
need KB for limiting
Unmet need KB for limiting
(1) (2) (3) (4) (5)
Status unmet needKB for limiting
Met need KB for limiting
1.492 1.166 56,1
Unmet need KB for limiting
210 283 57,4
Overall
Percentage 56,3
Sumber: Olah data SDKI 2017
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Persentase WUS berstatus kawin di Provinsi Jawa Barat tahun 2017 yang mengalami unmet need KB for limiting lebih besar pada wanita kelompok umur 35- 49 tahun, berpendidikan SMP ke atas, memiliki suami berpendidikan di bawah SMP, memiliki nol sampai dua anak yang masih hidup, wanita yang bekerja, dan wanita yang tinggal di perdesaan;
2. Umur wanita, tingkat pendidikan wanita, tingkat pendidikan suami, dan daerah tempat tinggal signifikan memengaruhi status unmet need KB for
99 limiting pada WUS berstatus kawin di Provinsi Jawa
Barat tahun 2017;
3. Kecenderungan unmet need KB for limiting pada WUS berstatus kawin di Provinsi Jawa Barat tahun 2017 lebih besar dialami oleh wanita yang berumur 35-49 tahun, berpendidikan SMP ke atas, memiliki suami berpendidikan di bawah SMP, dan tinggal di perdesaan.
Berdasarkan kesimpulan di atas, berikut adalah saran yang dapat diajukan:
1. Meningkatkan sosialisasi/penyuluhan program KB dan metode kontrasepsi secara rutin melalui kunjungan petugas KB, khususnya di perdesaan, karena wanita yang tinggal di daerah perdesaan memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk mengalami unmet need KB for limiting daripada wanita yang tinggal di daerah perkotaan. Kunjungan bisa dilakukan dari satu rumah ke rumah lainnya (door to door) maupun melalui kegiatan masyarakat seperti Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan kegiatan kerohanian;
2. Meningkatkan pemahaman pentingnya penggunaan kontrasepsi pada WUS sebelum usia menopause.
Peningkatan pemahaman ini lebih dikhususkan pada WUS berusia 35-49 tahun karena wanita kelompok umur 35-49 tahun memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk mengalami unmet need KB for limiting daripada wanita kelompok umur 15-34 tahun;
3. Memberikan pemahaman mengenai cara menghadapi efek samping yang ditimbulkan oleh metode kontrasepsi, terutama pada wanita yang berpendidikan SMP ke atas, karena wanita pada kategori ini terindikasi memiliki kekhawatiran yang lebih tinggi terhadap efek samping kontrasepsi daripada wanita yang berpendidikan di bawah SMP;
4. Mengikutsertakan laki-laki, khususnya para suami yang berpendidikan di bawah SMP, dalam sosialisasi program KB agar memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai metode kontrasepsi sehingga memiliki kepedulian yang lebih tinggi terhadap kebutuhan KB istrinya dan dapat mendukung penggunaan kontrasepsi pada istrinya;
5. Untuk penelitian selanjutnya, bisa menggunakan data primer agar cakupan analisis lebih luas serta menambah faktor lain seperti faktor-faktor yang berkaitan dengan sosio-psikologi dan faktor-faktor yang berkaitan dengan pelayanan KB agar analisisnya lebih lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
Ayele, W., Tesfaye, H., Gebreyes, R., & Gebreselassie, T. (2013). Trends and determinants of unmet need for family planning and programme options, Ethiopia. Further analysis of the 2000, 2005, and 2011 Demographic and Health Surveys.
https://dhsprogram.com/pubs/pdf/FA81/FA81.p df
Azen, R., & Walker, C. M. (2011). Categorical data analysis for the behavioral and social sciences.
Taylor and Francis Group.
BKKBN [Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional]. (2015). Rencana Strategis Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional tahun 2015 – 2019. BKKBN.
BKKBN, Badan Pusat Statistik (BPS), & Kementerian Kesehatan (Kemenkes). (2018). Survei demografi dan kesehatan Indonesia 2017.
BKKBN.
Bappenas [Badan Perencanaan Pembangunan Nasional], BPS [Badan Pusat Statistik], & UNFPA [United Nations Population Fund]. (2013). Proyeksi penduduk Indonesia 2010-2035. BPS.
BPS [Badan Pusat Statistik]. (2018). Statistik Indonesia 2018. BPS.
________________. (tanpa tahun). Angka fertilitas total menurut provinsi 1971, 1980, 1990, 1991, 1994, 1997, 2000, 2002, 2007, 2010 dan 2012.
https://www.bps.go.id/statictable/2009/02/20/12 71/angka-fertilitas-total-menurut-provinsi-1971- 1980-1985-1990-1991-1994-1997-1998-1999- 2000-2002-2007-2010-dan-2012.html