A. Latar Belakang Masalah
Islam menjunjung tinggi nilai pendidikan. Hal ini berarti bahwa manusia pada dasarnya adalah makhluk yang dapat dididik dan harus dididik.
Hal ini merupakan hak yang fundamental dari profil dan gambaran tentang manusia. Dengan adanya pendidikan, keberadaan manusia sebagai kholifah diberi tanggung jawab untuk memelihara alam beserta isinya. Ini dapat dilaksanakan dengan aturan yang telah ditetapkan Allah.
Di dalam UUSPN Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 dinyatakan sebagai berikut:
Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak suatu peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab.3
Untuk membawa masyarakat terutama generasi muda agar mampu berperan sebagai mana yang diharapkan, maka perlu wadah untuk berlangsungnya proses pendidikan, yang mana proses pendidikan berlangsung bersamaan dengan proses pembudayaan. Seorang dalam melalui proses kehidupannya dalam keluarga, serta melangsungkan perkembangan melalui bantuan orang lain, baik orang tua maupun pendidikan. Hal ini dimaksudkan
3 Tim Redaksi Fokus Media, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 (Bandung: Fokus Media, 2006), 7.
agar anak mendapatkan pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan berbuat sesuai dengan norma dan nilai budaya yang berlaku. Pengetahuan yang didapat lebih banyak diperoleh dari lembaga pendidikan yang membina anak menjadi manusia yang berkualitas atau mempunyai mutu pendidikan tinggi.
Pendidikan didasarkan pada kebaikan-kebaikan yang telah ditentukan oleh Allah SWT agar outputnya menjadi orang yang sopan atau menjadi bangsa yang mulia, untuk itu penerapan pendidikan hendaknya dilaksanakan oleh sebuah wadah yang mendukung atas belajar mereka dengan situasi yang kondusif dan sarana yang memadai serta iklim belajar yang baik pula.4
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam dengan kyai sebagai figur sentral dan masjid sebagai pusat lembaganya, kehidupan di dalamnya bermula dari seorang kyai yang bermukim di suatu tempat.
Kemudian datanglah santri yang ingin belajar kepadanya dan juga bermukim di tempat yang sama. Selanjutnya pondok pesantren didirikan oleh seorang bercita-cita tinggi dan mampu mewujudkan cita-citanya serta bersifat terbuka, proses berdirinya yang sedemikian itu menampilkan seseorang yang tertempa oleh pengalaman, memiliki keunggulan kepribadian yang dapat mengalahkan pribadi-pribadi lain di sekitarnya, kekuatan seperti itu menimbulkan corak kepemimpinan yang agung sifatnya yang berlandaskan penerimaan masyarakat luar dan warga pesantren yang secara mutlak menerimanya.5
Selain itu, pesantren juga merupakan salah satu jenis pendidikan Islam tradisional untuk mendalami ilmu agama Islam dan mengamalkannya sebagai
4 Zainul Fanani. Pedoman Pendidikan Modern (Yogyakarta: PT. Tiga Serangkai, 2011), xxiii.
5 Zamakhsyari Dhofier. Tradisi Pesantren Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia (Jakarta: LP3ES, 2011), 79-80.
pedoman hidup keseharian, hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat At- Taubah ayat 122.6
Artinya: “tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
Kelebihan pondok pesantren dapat dilihat dari polemik kebudayaan yang berlangsung pada tahun 30-an. Dr. Sutomo, salah seorang cendikiawan yang terlibat dalam polemik tersebut menganjurkan agar asas-asas sistem pendidikan pesantren digunakan sebagai dasar pembangunan pendidikan nasional. Walaupun pemikiran Dr. Sutomo itu kurang mendapat tanggapan yang berarti, tetapi patut digaris bawahi bahwa pesantren telah dilihat sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam proses pembentukan identitas budaya bangsa Indonesia. Pada tahun 70-an, Abdurrahman Wahid telah mempopulerkan pesantren sebagai sub kultur dari bangsa Indonesia. Sekarang ini, umat Islam sendiri tampaknya lebih menganggap pesantren sebagai model institusi pendidikan yang memiliki keunggulan, baik dari sisi transmisi dan internalisasi moralitas umat Islam maupun dari aspek tradisi keilmuan yang
6 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 301-302.
oleh Martin Van Bruinessen dinilainya sebagai salah satu tradisi agung (great tradition).7
Akan tetapi di samping hal-hal yang menggembirakan tersebut di atas, perlu pula dikemukakan beberapa tantangan pondok pesantren dewasa ini.
Tantangan yang dialami lembaga ini menurut pengamatan para ahli semakin lama semakin banyak, kompleks, dan mendesak. Hal ini disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Di tengah derap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi motor bergeraknya modernisasi, dewasa ini banyak pihak merasa ragu terhadap eksistensi lembaga pendidikan pesantren. Keraguan itu dilatarbelakangi oleh kecenderungan dari pesantren untuk bersikap menutup diri dari perubahan di sekelilingnya dan sikap kolot dalam merespon upaya modernisasi. Menurut Azyumardi Azra, kekolotan pesantren dalam mentransfer hal-hal yang berbau modern itu merupakan sisa-sisa dari respon pesantren terhadap kolonial Belanda. Lingkungan pesantren merasa bahwa sesuatu yang bersifat modern, yang selalu mereka anggap datang dari Barat, berkaitan dengan penyimpangan terhadap agama.8 Oleh sebab itu, mereka melakukan isolasi diri terhadap sentuhan perkembangan modern sehingga membuat pesantren dinilai sebagai penganut Islam tradisional.9
7 Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren, dan Tarekat (Yogyakarta: Gading Publishing, 2012), 85.
8 Azyumardi Azra, “Pesantren : Kontinuitas dan Perubahan, Pengantar dalam Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren”: Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta : Paramida, 1997), xvi.
9 Suwendi, Rekonstruksi Sistem Pendidikan Pesantren: Beberapa Catatan dalam Pesantren Masa Depan (Yogyakarta: CV Pustaka. 2002), 216).
Perkembangan dunia telah melahirkan suatu kemajuan zaman yang modern. Perubahan-perubahan yang mendasar dalam struktur budaya masyarakat seringkali membentur pada aneka kemapanan. Akibatnya ada keharusan untuk mengadakan upaya kontekstualisasi bangunan-bangunan budaya masyarakat dengan dinamika modernisasi, tak terkeculai dengan sistem pendidikan pesantren. Karena itu, sistem pendidikan pesantren harus melakukan upaya-upaya konstruktif agar tetap relevan dan mampu bertahan.10
Di antara sesuatu yang menarik untuk ditelaah lebih jauh adalah adanya indikasi-indikasi yang realistis bahwa sistem pendidikan pesantren tetap bertahan (eksis) dan relevan, bahkan sebagian mulai mengalami perkembangan yang signifikan di dalam historisitas eksistensinya di Indonesia. Padahal sebelumnya banyak pihak yang memperkirakan pesantren tidak akan bertahan lama di tengah perubahan dan tuntutan masyarakat yang kian plural dan kompetitif, bahkan ada yang memastikan pesantren akan tergusur oleh ekspansi sistem baru yang umum dan modern.
Dengan demikian, pondok pesantren yang semula memfokuskan pada pendidikan salaf, dengan masuknya materi-materi pelajaran umum yang juga memperhatikan kepentingan keduniaan. Hal ini didasari bahwa dalam era modern manusia tidak cukup hanya berbekal dengan moral yang baik saja, tetapi perlu dilengkapi dengan keahlian atau keterampilan yang relevan dengan kebutuhan kerja. Begitu pula terdapat kecenderungan yang kuat bahwa santri membutuhkan ijazah dan penguasaan bidang keahlian, atau
10Ibid.
keterampilan yang jelas, yang dapat mengantarkannya untuk menguasai lapangan kehidupan tertentu. Ini semua akibat dari adanya tuntutan perubahan modernisasi kelembagaan pendidikan, terutama sekali pondok pesantren yang selama ini sangat akrab dengan pendekatan tradisional. Modernisasi di dunia dakwah dan pendidikan Islam kontemporer, tidak hanya mengubah basis sosio-kultural dan pengetahuan santri semata, melainkan juga membahas pada masyarakat Islam secara keseluruhan.11
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Relevansi Sistem Pendidikan Pondok Pesantren An- Nuriyah Rambipuji Jember Di Era Modernisasi”. Sedangkan penulis memilih Pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji Jember sebagai objek penelitian dikarenakan Pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji Jember adalah salah satu pesantren dalam kategori pondok pesantren yang masih berkembang, karena jalur pendidikannya terdiri dari dua jalur yaitu jalur klasikal (sistem madrasah) dan jalur non klasikal (sistem pesantren). Kemudian, Pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji Jember merupakan salah satu pesantren yang kurikulumnya sangat komprehensif dalam ilmu agama. Dan yang terakhir karena Pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji Jember merupakan salah satu pondok pesantren yang menggunakan metode penggabungan antara metode tradisional dan modern yang dapat dilihat dari media pembelajaran yang digunakan sudah mengikuti kecanggihan teknologi seperti penggunaan notebook, viewer projector, dan lain sebagainya.
11 Jamaluddin Malik (ed), Pemberdayaan Pesantren (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), 10.
Dari skenario deskripsi di atas, dapat disimpulkan bahwa posisi pesantren dalam struktur dan sistem pendidikan nasional adalah sebagai subsistem, khususnya dalam bidang pendidikan dan juga sebagai subkultur yang tumbuh dengan sendirinya dan mengakar di dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Selain itu, titik sentral dalam kajian dan penelitian ini adalah mengenai relevansi sistem pendidikan pondok pesantren di era modernisasi. Tujuannya adalah untuk mendeskripsikan sistem pendidikan Pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji Jember dan relevansinya di era modernisasi dalam rangka memberikan informasi secara utuh kepada masyarakat umum, sehingga adanya pemahaman dan penilaian negatif tentang pesantren yang sudah mulai menjalar dalam masyarakat dapat terjawab secara memuaskan dan juga dapat dipertanggungjawabkan secara akademis ilmiah.
B. Fokus Penelitian
Perumusan masalah dalam penelitian kualitatif disebut dengan istilah fokus penelitian. Bagian ini mencantumkan semua fokus penelitian. Bagian ini mencantumkan semua fokus permasalahan yang akan dicari jawabannya melalui proses penelitian. Fokus penelitian harus disusun secara singkat, jelas, tegas, spesifik, operasional yang dituangkan dalam bentuk kalimat tanya.12
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
12 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah (Jember: STAIN Jember Press, 2013), 72.
1. Fokus Penelitian
Bagaimanakah relevansi sistem pendidikan Pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji Jember di era modernisasi?
2. Sub Fokus Penelitian
a. Bagaimanakah sistem pendidikan Pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji Jember di era modernisasi?
b. Bagaimanakah dampak era modernisasi terhadap pendidikan Pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji Jember?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan gambaran tentang arah yang akan dituju dalam melaksanakan penelitian. Tujuan penelitian harus mengacu kepada masalah-masalah yang telah dirumuskan sebelumnya.13
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Tujuan Umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan relevansi sistem pendidikan Pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji Jember di era modernisasi.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mendeskripsikan sistem pendidikan Pondok Pesantren An- Nuriyah Rambipuji Jember di era modernisasi.
b. Untuk mendeskripsikan dampak era modernisasi terhadap pendidikan Pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji Jember.
13 Ibid, 73.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian berisi tentang kontribusi apa yang akan diberikan setelah selesai melakukan penelitian. Kegunaan dapat berupa kegunaan yang bersifat teoritis dan kegunaan praktis, seperti kegunaan bagi penulis, instansi dan masyarakat secara keseluruhan. Kegunaan penelitian harus realistis.14
Relevan dengan tujuan penelitian di atas, maka secara akademik penelitian tentang Relevansi Sistem Pendidikan Pondok Pesantren An- Nuriyah Rambipuji Jember di Era Modernisasi ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pengetahuan bagi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya bagi pengembangan pendidikan pondok pesantren.
2. Manfaat Praktis a. Bagi peneliti
1) Penelitian ini digunakan untuk melengkapi syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam.
2) Memperluas wawasan keilmuan dan dapat mengembangkan skill di bidang penelitian terutama dalam peningkatan mutu pendidikan pondok pesantren.
14 Ibid.
b. Bagi lembaga terkait
1) Bagi lembaga pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan sebagai salah satu bahan informasi dan sebagai bahan masukan yang konstruktif dalam meningkatkan kualitas pendidikan, sehingga lembaga pendidikan (khususnya pendidikan Islam) tetap survive sebagai pusat peradaban (centre of culture) di tengah-tengah masyarakat.
2) Bagi lembaga IAIN Jember, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai upaya inovasi ilmiah, sekaligus memperkaya khazanah keilmuan yang cukup aktual, strategis dan serta dapat dijadikan pertimbangan bagi kajian lebih lanjut. Kajian ini juga diharapkan agar dapat dijadikan acuan atau pedoman oleh civitas akademika sebagai konsep pendidikan Islam yang benar dan integral sehingga mampu menyelesaikan problematika makna pendidikan Islam dan dapat berfikir kritis serta ikut berperan aktif dalam mem-filter konsep-konsep yang tidak sesuai dengan konsep- konsep pendidikan Islam.
3) Bagi lembaga pendidikan pesantren terkait secara khusus, dan lembaga pendidikan pesantren secara umum, hasil penelitian ini diharapkan sebagai salah satu bahan informasi dan sebagai bahan masukan yang konstruktif dalam meningkatkan kualitas pondok pesantren khususnya yang berkaitan dengan sistem pendidikan pondok pesantren, sehingga pondok pesantren tetap survive sebagai
pusat peradaban (centre of culture) di tengah-tengah masyarakat di era modern ini.
4) Bagi masyarakat dan pihak yang berkepentingan, penelitian ini diharapkan dapat menciptakan tatanan masyarakat yang sadar akan pentingnya pendidikan pesantren, dan juga dapat memperluas akses pengetahuan tentang pondok pesantren terutama mengenai kontribusi pendidikan pesantren dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Sehingga penilaian negatif terhadap pesantren dapat terjawab secara memuaskan dan terselesaikan dengan baik.
E. Definisi Istilah
Definisi operasional berisi tentang pengertian istilah-istilah penting yang menjadi titik perhatian peneliti di dalam judul penelitian. Tujuannya agar tidak terjadi kesalah pahaman terhadap makna istilah sebagaimana dimaksud oleh peneliti.15
Judul skripsi ini adalah “Relevansi Sistem pendidikan Pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji Jember Di Era Modernisasi”. Pada judul tersebut terdapat beberapa kata atau istilah yang perlu diberikan suatu rumusan atau definisi sehingga dapat sesuai dengan permasalahan yang ada.
Yang pertama, relevansi adalah hubungan ; kaitan.16 Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan relevansi adalah kesesuaian atau daya tahan pondok
15Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, 73.
16 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 2007), 943.
pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam tradisional dalam menghadapi era modernisasi.
Ke dua, sistem pendidikan. Sistem adalah perangkat atau unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas.17 Sedangakan pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya.18 Jadi, sistem pendidikan adalah serangkaian komponen atau bagian yang saling berkaitan dan berfungsi ke arah tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.19
Ke tiga, pondok pesantren diartikan madrasah dan asrama20 tempat santri atau tempat murid-murid belajar mengaji dan sebagainya.21
Ke empat, era modernisasi. Era adalah masa.22 Modern adalah terbaru ; mutakhir ; sikap dan cara berpikir serta cara bertindak sesuai dengan tuntutan zaman.23 Sedangkan modernisasi adalah keadaan modern.24 Namun peneliti memaksudkan istilah modern sebagai suatu sikap dan cara berpikir serta cara bertindak sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan zaman.
Dengan demikian, skripsi yang berjudul “Relevansi Sistem Pendidikan Pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji Jember Di Era Modernisasi” adalah dimaksudkan untuk mendeskripsikan hubungan atau keterkaitan sistem
17 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar, 1076.
18 Ibid., 263.
19 Abd. Ghofur, Pendidikan Anak Pengungsi (Malang: UIN-Malang Press, 2009), 22.
20 Ibid., 888.
21 Ibid., 866.
22 Ibid., 306.
23Ibid., 751.
24Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 2001), 163.
pendidikan pesantren dalam menghadapi era modernisasi. Sehingga relevansinya terkebut benar-benar terwujud secara konkrit.
F. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan berisi tentang deskripsi alur pembahasan skripsi yang dimulai dari bab pendahuluan hingga bab penutup. Format penulisan sistematika pembahasan adalah dalam bentuk deskriptif naratif, bukan seperti daftar isi.25
Peneliti bertujuan agar skripsi ini dapat dicerna, dipelajari dan dipahami oleh para pembaca dengan mudah tanpa harus mengalami dan menemui beberapa kesulitan cukup signifikan dan berarti.
Skripsi ini membahas beberapa pokok bahasan yang terdiri dari lima bab, meliputi :
Bab I berisi pendahuluan, dalam bab ini dibahas mengenai latar belakang masalah, fokus masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi istilah serta sistematika pembahasan.
Bab II berisi kajian kepustakaan yang di dalamnya mencakup penelitian terdahulu dan kajian teori yang erat kaitannya dengan masalah- masalah yang sedang diteliti, yang dalam hal ini mengkaji dan mendeskripsikan tentang relevansi sistem pendidikan pondok pesantren di era modernisasi.
25 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, 49.
Bab III berisi metode penelitian, dalam bab ini dibahas mengenai pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, analisis data, keabsahan data serta tahap-tahap penelitian.
Bab IV berisi penyajian data dan analisis data, dalam bab ini akan dijelaskan tentang gambaran obyek penelitian, penyajian data dan analisis data serta pembahasan temuan.
Bab V berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan serta saran-saran yang tentunya bersifat konstruktif.
Selanjutnya skripsi ini diakhiri dengan daftar kepustakaan dan beberapa lampiran-lampiran sebagai pendukung dalam pemenuhan kelengkapan data skripsi.
A. Penelitian Terdahulu
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Zamroji mahasiswa Jurusan Tarbiyah STAIN Jember dengan judul Modernisasi Sistem Pendidikan Pondok Pesantren ( Studi kasus Di Pondok Pesantren Darus Sholah Tegal Besar Kaliwates Jember). Penelitian ini meggunakan metode penelitian pendekatan kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian studi kasus (case study). Penelitian ini lebih memfokuskan pada Modernisasi Sistem Pendidikan Pondok Pesantren.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh M. Hasan Baisuni mahasiswa Jurusan Tarbiyah STAIN Jember dengan judul Sistem Pendidikan Pesantren Tradisional Dalam Era Modernisasi (Studi Kasus di Pondok Pesantren Miftahul Ulum) Kecamatan Kalisat Desa Glagah Wero Kabupaten Jember Tahun Ajaran 2011/2012. Penelitian ini menggunakan metode penelitian pendekatan kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian studi kasus (case study). Penelitian ini lebih memfokuskan pada Pendidikan Pesantren Tradisional dalam Era Modernisasi.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Fatmawati mahasiswa Jurusan Tarbiyah STAIN Jember dengan judul Pola Pendidikan Pesantren Dalam Upaya Meningkatkan Kecerdasan Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Klakah Kabupaten Lumajang Tahun Pelajaran 2005/2006.
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif.
Penelitian ini lebih menekankan pada analisis tentang pola pendidikan pesantren.
Keempat, penelitian yang dilakuan oleh Dedi Firmansyah mahasiswa Juruan Tarbiyah STAIN Jember dengan judul Relevansi Kurikulum Pendidikan Pondok Pesantren Di Era Globalisasi (Studi Kasus di Pondok Pesantren Darus Sholah Tegal Besar Kecamatan Kaliwates Kabupaten Jember Tahun 2012). Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Penelitian ini menekankan pada hubungan kurikulum pendidikan pondok pesantren di era globalisasi.
Persamaan penelitian ini dengan keempat penelitian di atas adalah sama-sama meneliti dan mengkaji tentang pondok pesantren. Sedangkan perbedaan atau kekhasan penelitian ini yaitu bahwa dalam penelitian ini lebih memfokuskan pada keterkaitan atau hubungan sistem pendidikan Pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji Jember terhadap perkembangan era modernisasi.
B. Kajian Teori
1. Sistem Pendidikan Pondok pesantren
Sistem adalah serangkaian komponen atau bagian yang saling berkaitan dan berfungsi ke arah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Sistem merupakan suatu totalitas dari bagian-bagian yang saling berhubungan, di mana fungsi dari totalitas tersebut berbeda dengan
jumlah fungsi dari bagian-bagian.26 Dalam perspektif pesantren, sistem yang digunakan adalah sistem terpadu (integrated system) yaitu sistem pesantren (sistem pendidikan tradisional) dan sistem madrasah dan sekolah (sistem pendidikan modern). Dikatakan sistem pesantren karena memiliki kriteria-kriteria khusus sebagai pesantren, ia memiliki komponen- komponen yang saling berkaitan antara komponen yang satu dengan yang lainnya.
Komponen-komponen yang dimaksud adalah:27 1). Kyai. Kyai memiliki peran yang paling esensial dalam pendirian, pertumbuhan dan perkembangan sebuah pesantren, sebagai pimpinan pesantren, keberhasilan pesantren banyak bergantung pada keahlian dan kedalaman ilmu, kharisma, wibawa serta keterampilan kyai; 2). Santri. Santri merupakan komponen yang penting sekali dalam perkembangan sebuah pesantren. karena idealnya, langkah pertama dalam tahap-tahap membangun pesantren adalah harus ada murid yang datang untuk belajar dari seorang alim, baru seorang alim itu bisa disebut kyai dan mulai membangun fasilitas yang lebih lengkap untuk pondoknya; 3). Terdapat masjid. Masjid merupakan tempat atau sarana yang dijadikan pusat aktifitas dan proses pendidikan seperti sholat berjamaah, khotbah, kajian kitab kuning, pusat pertemuan dan musyawarah serta pusat penggemblengan mental santri; 4) Terdapat pondok. Pondok merupakan bangunan berupa asrama atau kamar para santri yang digunakan sebagai
26 Abd. Ghofur, Pendidikan Anak Pengungsi, 22.
27 Ahmad Mutohar & Nurul Anam, Manifesto Modernisasi Pendidikan Islam & Pesantren
(Jember: STAIN Jember Press, 2013), 163-165.
tempat tinggal mereka bersama dan belajar di bawah bimbingan ketua kamar; 5). Terdapat pengajian kitab klasik (kitab kuning), yaituberupa materi pelajaran atau referensi dari teks kitab klasik yang berbahasa arab karangan ulama terdahulu meliputi ilmu bahasa, ilmu tafsir, hadits, tauhid, fiqih tasawuf dan lain-lain.28
Sedangkan madrasah dan sekolah dikatakan sebuah sistem karena di dalamnya terdapat komponen-komponen pendidikan pada umumnya, seperti subyek didik (pendidik dan peserta didik), obyek didik (peserta didik), kurikulum, metode, tujuan pendidikan, dan pelaksanaan pembelajaran atau proses belajar mengajar dilakukan di dalam kelas (gedung sekolah) sehingga orang menyebutnya sistem klasikal atau sistem pendidikan modern.
Bila diteliti secara mendetail, sebenarnya banyak hal yang membedakan antara kedua sistem tersebut, khususnya yang menyangkut tujuan atau orientasi, metode penyampaian, dan materi pelajaran.29
a. Sistem Pendidikan di Pesantren 1) Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan bagian terpadu dari faktor- faktor pendidikan. Tujuan termasuk kunci keberhasilan pendidikan, di samping faktor-faktor lainnya yang terkait:
pendidik, peserta didik, alat pendidikan, dan lingkungan pendidikan. Keberadaan empat faktor ini tidak ada artinya bila
28
29 Ibid, 23-24.
tidak diarahkan oleh satu tujuan. Tak ayal lagi bahwa tujuan menempati posisi yang amat penting dalam proses pendidikan sehingga materi, metode, dan alat pengajaran selalu disesuaikan dengan tujuan. Tujuan yang tidak jelas akan mengaburkan seluruh aspek tersebut.
Tujuan pendidikan pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau berkhidmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat tetapi rasul, yaitu menjadi pelayan masyarakat sebagai mana kepribadian Nabi Muhammad (mengikuti sunnah Nabi), mampu berdiri sendiri, bebas, dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat di tengah-tengah masyarakat dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian manusia.30
Tujuan institusional pesantren yang lebih luas dengan tetap mempertahankan hakikatnya dan diharapkan menjadi tujuan pesantren secara nasional pernah diputuskan dalam Musyawarah/Lokakarya Intensifikasi Pengembangan Pondok
30 Mujamil Qamar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi (Jakarta: Erlangga, 2005), 3.
Pesantren di Jakarta yang berlangsung pada 2 s/d 6 Mei 197831 adalah:
Tujuan umum pesantren adalah membina warga Negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua segi kehidupannya serta menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat, dan negara.
Adapun tujuan khusus pesantren adalah sebagai berikut:32
(a).Mendidik siswa/santri anggota masyarakat untuk menjadi seorang muslim yang bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, memiliki kecerdasan, keterampilan dan sehat lahir batin sebagai warga negara yang berpancasila; (b).Mendidik siswa atau santri untuk menjadikan manusia muslim selaku kader-kader ulama dan mubaligh yang berjiwa ikhlas, tabah, tangguh, wiraswasta dalam mengamalkan sejarah Islam secara utuh dan dinamis; (c).Mendidik siswa/santri untuk memperoleh kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya dan bertanggung jawab kepada pembangunan bangsa dan negara;
(d).Mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro (keluarga) dan regional (pedesaan/masyarakat lingkungannya);
(e).Mendidik siswa/santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam berbagai sektor pembangunan, khususnya pembangunan mental spiritual;(f).Mendidik siswa/santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat lingkungan dalam rangka usaha pembangunan masyarakat bangsa.
Sejak awal, pondok pesantren telah memiliki lima prinsip utama sebagai pegangan seluruh komunitas pesantren yang dikenal dengan sebutan “Panca Jiwa” atau asasul khomsah, yakni
31 Ibid.
32 Ahmad Mutohar, Manifesto Modernisasi Pendidikan Islam & Pesantren , 157-158.
sebagai berikut: keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, ukhuwah islamiyah, dan kebebasan.33
Pertama, jiwa keikhlasan, “sepi ing pamrih” (tidak didorong oleh keinginan memperoleh keuntungan-keuntungan tertentu), semata-mata untuk ibadah. Hal ini meliputi segenap suasana kehidupan di pesantren, dari kyai, guru-guru hingga santrinya, sehingga tercipta suasana harmonis antara kyai yang disegani dan santri yang taat dan penuh cinta serta hormat. Karena belajar dianggap sebagai ibadah, maka akan melahirkan tiga akibat yaitu berlama-lama di pesantren tidak pernah jadi masalah, tanpa mengharap ijazah sebagai tanda tamat belajar, dan adanya budaya restu kyai yang terus berkembang.
Kedua, jiwa kesederhanaan. Kehidupan di pesantren diliputi suasana kesederhanaan, tetapi agung. Sederhana bukan berarti pasif, melarat, nerimo, dan miskin, tetapi mengandung unsur kekuatan dan ketabahan hati, penguasaan diri dalam menghadapi kesulitan. Maka, di balik kesederhanaan itu terpancar jiwa besar, berani, maju terus dalam menghadapi perjuangan hidup dan pantang mundur dalam segala keadaan. Bahkan di sinilah hidup dan tumbuhnya mental dan karakter yang kuat dan menjadi syarat bagi suksesnya perjuangan dalam segala kehidupan.
33 Ibid, 169-171.
Ketiga, jiwa kemandirian. Berdikari ini, bukan hanya santri berarti selalu belajar untuk mengurus keperluan diri sendiri, tetapi pesantren juga sebagai lembaga pendidikan Islam yang mandiri dan tidak pernah menyandarkan kehidupan dan perkembangan kepada bantuan dan belas kasihan orang lain.
Keempat, jiwa ukhuwah Islamiyah. Kehidupan pesantren selalu diliputi suasana persaudaraan yang sangat akrab, sehingga segala kesenangan dirasakan bersama, dengan jalinan perasaan keagamaan. Tidak ada lagi dinding yang dapat memisahkan antara mereka, sekalipun mereka berbeda aliran, baik politik, sosial ekonomi dan lain-lain baik selama di pesantren sampai setelah mereka keluar dari pesantren.
Kelima, jiwa kebebasan. Bebas dalam memilih jalan hidup di masyarakat kelak bagi para santri, juga bebas dalam menentukan masa depannya, dengan berjiwa besar dan optimis dalam menghadapi berbagai permasalahan hidup, berdasarkan nilai-nilai pendidikan yang didapatkannya di pesantren. Pesantren juga bebas dari pengaruh dan campur tangan asing. Karena itulah, pesantren biasanya swasta penuh.
2) Metode Pengajaran
Ada beberapa metode pengajaran yang diberlakukan di pesantren-pesantren, berikut ini adalah gambaran singkat bagaimana penerapan metode dalam sistem pembelajaran santri:34 a) Sorogan
Metode pembelajaran dengan pola sorogan dilaksanakan dengan jalan santri memilih baca dihadapan kyai. Dan kalau ada salahnya kesalahan itu langsung dihadapi oleh kyai. Di pesantren besar, sorogan dilakukan oleh dua atau tiga orang santri yang biasa terdiri dari keluarga kyai atau santri-santri yang diharapkan kemudian hari menjadi orang alim. Dalam metode ini, santri yang pandai mengajukan sebuah kitab kepada kyai untuk dibaca dihadapan kyai. Metode sorogan ini terutama dilakukan oleh santri-santri khusus yang memiliki kepandaian lebih. Di sinilah seorang santri bisa dilihat kemahirannya dalam membaca kitab dan menafsirkannya atau sebaliknya.
b) Wetonan
Metode pembelajaran dengan wetonan dilaksanakan dengan jalan kyai membaca suatu kitab dalam waktu tertentu dan santri dengan membawa kitab yang sama mendengarkan dan menyimak bacaan kyai. Dalam metode semacam ini tidak
34 Anin Nurhayat, Kurikulum Inovasi: Telaah Terhadap Pengembangan Kurikulum Pendidikan Pesantren (Yogyakarta: Teras, 2010), 54-57.
dikenal absensinya. Artinya, santri boleh datang boleh tidak, juga tidak ada ujian.
c) Bandongan
Metode pembelajaran yang serangkaian dengan metode sorogan dan wetonan adalah bandongan yang dilakukan saling terkait dengan yang sebelumnya. Metode bandongan, seseorang tidak harus menunjukkan bahwa ia mengerti pelajaran yang sedang dihadapi. Para kyai biasanya membaca dan menterjemahkan kata-kata yang mudah.
d) Muhawarah
Muhawarah adalah suatu kegiatan belatih bercakap- cakap dengan bahasa Arab yang diwajibkan oleh pesantren kepada para santri selama mereka tinggal di pondok. Di beberapa pesantren latihan muhawarah atau muhadathah tidak diwajibkan setiap hari, akan tetapi hanya satu kali atau dua kali dalam seminggu, yang digabungkan dengan latihan muhadarah khitabah, yang tujuannya adalah melatih para santri berpidato.
e) Mudhakarah
Mudhakarah merupakan suatu pertemuan ilmiah yang secara spesifik membahas masalah-masalah diniyah, seperti ibadah dan akidah serta masalah-masalah agama pada umumnya. Dengan demikian, mudhakarah boleh juga dikatakan dengan mushawarah, munazarah, atau bahth al-
masail. Karena di dalamnya dibahas berbagai masalah aktual keagamaan, yang selalu mengalami perkembangan dan perubahan.
f) Majelis Ta‟lim
Majelis ta‟lim adalah suatu media penyampaian ajaran Islam yang bersifat umum dan terbuka. Para jama‟ah terdiri dari berbagai lapisan yang memiliki latar belakang pengetahuan yang bermacam-macam, dan tidak dibatasi oleh tingkatan usia maupun perbedaan kelamin. Materi yang diberikan adalah nasehat-nasehat keagamaan yang bersifat al- amru bi al-ma‟ruf wa al- nahyu „an al- mungkar. Dalam hal ini kebijakan sepenuhnya diberikan kepada kyai.
3) Materi Pelajaran a) Kitab Kuning
Salah satu tradisi agung (great tradition) di Indonesia adalah tradisi pengajaran agama Islam seperti yang muncul di pesantren Jawa dan lembaga-lembaga serupa di luar Jawa serta semenanjung Malaya. Alasan pokok munculnya pesantren ini adalah untuk mentransmisikan Islam tradisional sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab klasik yang ditulis berabad-
abad yang lalu. Kitab-kitab ini di Indonesia dikenal dengan istilah kitab kuning.35
Kitab kuning adalah sebutan untuk kitab-kitab berbahasa arab yang ditulis di atas kertas berwarna kuning.
Istilah ini adalah asli indonesia, khususnya jawa, sebagai salah satu identitas tradisi pesantren dan untuk membedakan jenis kitab lainnya yang ditulis di atas kertas putih. Term “kitab kuning” mengandung pengertian budaya, yaitu pengagungannya terhadap kitab-kitab warisan ulama terdahulu sebagai ajaran suci dan sudah bulat(final). Karena anggapan kefinalan tersebut sehingga tidak dilakukan semacam kajian metodologis atau studi kritis terhadap kitab-kitab terebut, tidak boleh dilakukan penambahan-penambahan, kecuali hanya diperjelas dan dirumuskan kembali.36
Dilihat dari kadar penyajiannya, kitab kuning dapat dibagi menjadi tiga macam,37 yaitu:
(1) Kitab yang tersusun secara ringkas yang dinamai mukhtasyar (ringkasan). Kitab ini menyajikan pokok-pokok masalah, baik yang muncul dalam bentuk nadzam (syi‟ir) atau bentuk natsar (prosa)
35 Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat; Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia (Bandung: Mizan, 1999), 17.
36 Anin Nurhayat, Kurikulum Inovasi: Telaah Terhadap Pengembangan Kurikulum Pendidikan Pesantren (Yogyakarta: Teras, 2010), 54-57.
37 Abd. Ghofur, Pendidikan Anak Pengungsi, 28-30.
(2) Kitab yang membawakan uraian panjang lebar, menyajikan argumentasi ilmiah secara komparatif dan banyak mengutip ulasan ulama dengan argumentasinya masing-masing yang disebut syarah (penjelasan)
(3) Kitab yang penyajian materinya tidak terlalu ringkas, tetapi juga tidak terlalu panjang (mutawasithah).
Dilihat dari pengelompokan bidang bahasan (fan) kitab- kitab kuning yang diajarkan di pesantren dapat diklasifikasikan menjadi 8 kelompok38 yakni; kitab nahwu dan sharraf, kitab fiqh, kitab ushul fiqh, kitab hadits, kitab tafsir, kitab tasawuf dan akhlak, dan kitab-kitab lainnya seperti tarikh dan balaghah.
b. Sistem Pendidikan di Madrasah 1) Tujuan Pendidikan Formal
Jika ditinjau dari segi pembidangan tugas dan fungsi manusia secara filosofis, maka tujuan pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga macam,39 yaitu:
(a) Tujuan individual yaitu suatu tujuan yang menyangkut individu, melalui proses belajar dalam rangka mempersiapkan dirinya dalam kehidupan dunia dan akhirat.
(b) Tujuan sosial adalah suatu tujuan yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan, dan dengan tingkah laku masyarakat umumnya serta dengan perubahan-
38 Zamakhsyari Dhofir. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia (Jakarta: LP3ES, 2011), 50.
39 Ahmad Mutohar & Nurul Anam, Manifesto, 48
perubahan yang diinginkan pada pertumbuhan pribadi, pengalaman, dan kemajuan hidupnya.
(c) Tujuan professional adalah suatu tujuan yang menyangkut pengajaran sebagai ilmu, seni, dan profesi serta sebagai suatu kegiatan dalam masyarakat.
Dalam proses kependidikan, ketiga tujuan di atas dicapai secara integral, tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya, sehingga dapat mewujudkan tipe manusia paripurna seperti yang dikehendaki oleh agama.
Bila ditinjau dari segi pelaksanaannya maka tujuan pendidikan dapat dibedakan menjadi dua macam,40 yaitu:
(a) Tujuan operasional adalah suatu tujuan yang dicapai menurut program yang telah ditentukan/ ditetapkan dalam kurikulum.
(b) Tujuan fungsional yaitu yang tercapai dalam arti kegunaannya, baik dari aspek teoritis maupun aspek praktis.
2) Metode Pendidikan
Metode yang dipakai dalam pendidikan formal ialah menggunakan metode-metode pengajaran yang berkembang saat ini seperti:41
(a) Metode ceramah, yaitu suatu cara penyampaian materi pelajaran kepada siswa dengan cara seorang guru atau ustadz memberikan penjelasan atau uraian materi secara lisan di
40 Ibid, 49.
41 Abd. Ghofur, Pendidikan Anak Pengungsi, 38-39.
depan siswa dengan panjang lebar, sedangkan para siswa mendengarkan dan menulis apa yang dijelaskan oleh guru.
(b) Metode diskusi adalah cara lain dalam proses belajar mengajar (PMB). Metode ini dilakukan (untuk siswa setingkat SMA dan PT) dengan cara ustadz atau guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok dan memberikan tugas kepada masing-masing kelompok, kemudian setelah satu kelompok siswa selesai mengerjakan tugasnya mereka diberi kesempatan untuk mempresentasikan di depan kelas, sementara para siswa yang lain merespons pemaparan dari para presenter, demikian seterusnya masing- masing kelompok silih berganti melakukan hal yang sama.
(c) Metode demonstrasi atau peragaan adalah cara pengajaran yang memerlukan alat bantu tertentu agar ilmu pengetahuan yang diberikan oleh ustadz dapat segera dipahami oleh siswa.
Murid tidak hanya mendengar, tetapi juga melihat mutu proses yang diperagakan seperti demo mengafani mayat, manasik haji dan lain-lain.
(d) Metode tanya jawab adalah cara penyampaian materi pelajaran yang digunakan oleh ustadz dengan tujuanagar siswa lebih aktif berpartisipasi di dalam kelas. Metode ini dilakukan dengan cara guru memberikan pertanyaan kepada siswa atau sebaliknya siswa yang bertanya kepada guru.
(e) Metode hafalan adalah salah satu tradisi arab kuno yang tetap dipergunakan dalam proses belajar mengajardi madrasah baik pada tingkat pemula (MI), tingkat menengah (MTs) maupun tingkat atas (MA). Metode ini biasanya dipakai untuk pengetahuan agama-agama, seperti ilmu alat (nahwu dan shorof), qaidah fiqhiyyah, hadits-hadits nabawi, dan al- Qur‟an.
3) Materi Pelajaran
Materi pelajaran yang diajarkan di madrasah dan sekolah lingkungan pesantren dibagi menjadi dua bagian, yaitu materi pelajaran agama dan materi pelajaran umum. Materi pelajaran agama meliputi semua pengetahuan agama Islam dan yang berkaitan dengannya seperti al-Qur‟an, ilmu al-Qur‟an, tafsir, ilmu tafsir, hadits, ilmu hadits, fiqh, ushul fiqh, tauhid, tasawuf, sejarah (tarikh) Islam, ilmu alat (nahwu dan shoraf), balaghah, dan bahasa Arab. Sedangkan materi pelajaran umum meliputi pengetahuan bahasa (selain bahasa Arab), sosial dan eksakta seperti: bahasa Inggris, bahasa Indonesia, geografi, biologi, kimia, matematika, komputer dan lain-lain.42
Kedua materi pelajaran itu diberikan pada kedua model pendidikan formal di atas, baik di madrasah maupun di sekolah (umum), tetapi proporsinya tidak sama dan inilah yang
42 Ibid, 39.
membedakan di antara keduanya. Di dalam madrasah materi pelajarannya meliputi 80-100% pengetahuan agama (kitab kuning) dan 20-10% pengetahuan umum, tergantung pada institusi terkait.43 2. Era Modernisasi
Sebagian masyarakat telah mengidentikkan begitu saja istilah modernisasi dengan istilah westernisasi. Padahal terdapat perbedaan esensial antara pengertian modernisasi dengan westernisasi. Westernisasi adalah mengadaptasi gaya hidup Barat, meniru-niru, dan mengambil alih cara hidup Barat. Jadi, orang yang meniru-niru, mengambil alih tata cara hidup Barat, mengadaptasi gaya hidup orang Barat itulah yang lazim disebut westernisasi. Meniru gaya hidup berarti meniru secara berlebihan gaya pakaian orang Barat dengan cara mengikuti mode yang berubah-ubah cepat; meniru cara bicara dan adat sopan santun pergaulan orang Barat dan seringkali ditambah dengan sikap merendahkan bahasa nasional dan adat sopan santun pergaulan Indonesia; meniru pola-pola bergaul, pola-pola berpesta (merayakan ulang tahun), pola rekreasi, dan kebiasaan minum- minuman keras seperti orang Barat; dan sebagainya. Orang Indonesia yang berusaha mengadaptasikan suatu gaya kebarat-baratan seperti itulah yang disebut sebagai orang yang condong ke arah westernisasi. Orang Indonesia seperti itu belum tentu modern, dalam arti mentalitasnya modern.44
43 Ibid.
44 Maryam Jameela, Islam dan Modernisme (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), 39.
a. Kriteria Era Modernisasi
Pada taraf individual, menurut Alex Inkeles dan David H.
Smith ciri-ciri manusia modern sebagai berikut:45
(a) Siap menerima pengalaman baru dan terbuka untuk perubahan, inovasi dan pembaharuan
(b) Mampu membentuk pendapat tentang sejumlah masalah dan isu yang timbul
(c) Bersikap demokratis terhadap berbagai pendapat yang ada
(d) Berorientasi kepada masa sekarang dan masa depan, sehingga lebih berdisiplin dalam waktu
(e) Berorientasi pada perencanaan serta pengorganisasian sebagai suatu cara mengatur kehidupan
(f) Dapat menguasai lingkungan dan tidak sebaliknya dikuasai oleh lingkungannya
(g) Percaya bahwa segala sesuatu dapat diperhitungkan
(h) Mempunyai kesadaran terhadap orang-orang lain dan cenderung bersikap respek terhadap mereka
(i) Percaya pada ilmu dan teknologi
(j) Percaya pada keadilan distribusi atau keadilan yang didasarkan pada kontribusi dan partisipasi.
Walaupun ciri-ciri manusia modern di atas belum diterima secara universal, namun ciri-ciri tersebut dapat memberikan gambaran
45 Ahmad Mutohar & Nurul Anam, Manifesto, 15.
dan ukuran yang dapat dijadikan pegangan mengenai manusia modern.
Dengan demikian, siapapun dan dimanapun orang itu berada dan memiliki cirri-ciri tersebut berhak disebut orang modern.
b. Dampak Era Modernisasi
Usaha dan proses modernisasi akan selalu membutuhkan ilmu pengetahuan dan teknologi modern (IPTEK) yang pada mulanya dikembangkan dan berasal dari dunia Barat. Secara faktual, banyak bangsa di berbagai belahan dunia yang telah membeli, mengadaptasi, dan mempergunakan teknologi Barat dalam usaha mempercepat modernisasi yang sedang dilakukannya, karena bangsa-bangsa ini belum dapat mencipta dan menghasilkan teknologi dan ilmu pengetahuan seperti yang dicapai di Barat.46 Akan tetapi, pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi Barat itu tidak selamanya berdampak positif, namun juga menimbulkan berbagai akibat negatif yang sebenarnya tidak dikehendaki dari adanya modernisasi tersebut.
1) Dampak Positif
Dampak positif dari modernisasi antara lain adalah:47
(a) Kesadaran masyarakat akan pentingnya ilmu pengetahuan dalam kehidupan
(b) Kesiapan masyarakat dalam menghadapi perubahan-perubahan dalam segala bidang
46 Maryam Jameela, Islam dan Modernisme, 200.
47 Ibid, 47.
(c) Keinginan masyarakat untuk selalu mengikuti perkembangan situasi di sekitarnya
(d) Adanya sikap hidup mandiri.
2) Dampak Negatif
Dampak negatif dari modernisasi adalah:48
(a) Bercampurnya kebudayaan-kebudayaan di dunia dalam satu kondisi dan saling mempengaruhi satu sama lain, baik yang baik maupun yang buruk
(b) Materialisme mendarah daging dalam tubuh masyarakat modern
(c) Merosotnya moral dan tumbuhnya berbagai bentuk kejahatan (d) Meningkatanya rasa individualistis dan merasa tidak
membutuhkan orang lain
(e) Adanya kebebasan seksual dan meningkatnya eksploitasi terhadap wanita.
48 Ibid.
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini menggunakan penelitian Kualitatif Deskriptif, karena penelitian ini berusaha mendeskripsikan tentang “Relevansi Sistem Pendidikan Pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji Jember di Era Modernisasi”. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena yang dialami oleh subyek penelitian misalnya tindakan, perilaku, persepsi dan sebagainya secara holistik dan dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.49
Sedangkan yang dimaksud dengan penelitian deskriptif adalah penelitian yang meneliti suatu kelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta, sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.50
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji Jember. Alasan penulis memilih obyek ini dikarenakan Pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji Jember adalah salah satu pesantren dalam
49 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2008), 6.
50 Moh. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1999), 51.
kategori pondok pesantren yang masih berkembang, karena jalur pendidikannya terdiri dari dua jalur yaitu jalur klasikal (sistem madrasah) danjalur non klasikal (system pesantren). Kemudian, Pondok Pesantren An- Nuriyah Rambipuji Jember merupakan salah satu pesantren yang kurikulumnya sangat komprehensif dalam ilmu agama. Dan yang terakhir karena Pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji Jember merupakan salah satu pondok pesantren yang menggunakan metode penggabungan antara metode tradisional dan modern yang dapat dilihat dari media pembelajaran yang digunakan sudah mengikuti kecanggihan teknologi seperti penggunaan notebook, viewer projector, dan lain sebagainya.
C. Subyek Penelitian
Pada bagian ini dilaporkan jenis data dan sumber data. Uraian tersebut meliputi data apa saja yang ingin diperoleh, siapa yang hendak dijadikan informan atau subyek penelitian, bagaimana data akan dicari dan dijaring sehingga validitasnya dapat dijamin.51
Dalam penelitian ini, yang dijadikan subyek penelitian atau informan adalah :
1. Pengasuh (Kiai) 2. Pengurus 3. Ustadz
4. Kepala Sekolah 5. Guru
51Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, 47.
6. Wali murid/santri 7. Murid/santri
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama penelitian adalah mendapatkan data.52
Adapun teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data pada penelitian ini dilakukan sebagai berikut :
1. Pengamatan (Observasi)
Metode ini dengan cara melakukan pengamatan secara langsung terhadap fenomena yang akan diteliti. Dimana dilakukan pengamatan atau pemusatan perhatian terhadap obyek dengan menggunakan seluruh alat indera. Jadi, mengobservasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba, dan pengecap.53 Mengumpulkan data dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diteliti54 untuk memperoleh data dan informasi mengenai sistem pendidikan. Dalam penelitian ini peneliti mengamati secara langsung kegiatan pembelajaran di Pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji Jember yakni meliputi santri, ustadz dan ustadzah serta masyarakat sekitar lingkungan pondok pesantren.
52 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung : Alfabeta, 2013), 308.
53 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 128.
54 Sugiono, Metode Penelitian, 204.
2. Wawancara (Interview)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua belah pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewe) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.55
Wawancara digunakan oleh peneliti untuk menilai keadaan seseorang. Dalam wawancara tersebut bias dilakukan secara individu maupun dalam bentuk kelompok, sehingga peneliti mendapatkan data informasi yang otentik. Dalam wawancara ada interview bebas dan interview terpimpin.56
Penelitian ini menggunakan metode interview bebas sehingga selama penelitian berlangsung, dapat menjamin kebebasan menanyakan apa saja yang dianggap perlu kemudian dengan membatasi hal-hal yang sesuai dengan tujuan pengumpulan data. Alat-alat yang akan dibawa selama proses wawancara ialah alat-alat tulis dan sebagai pendukungnya akan menggunakan tape recorder dan kamera digital yang fungsinya menjaga keotentikan data. Wawancara ini ditujukan kepada santri, pengurus (ustadz atau ustadzah), pengasuh, dan masyarakat sekitar pondok pesantren.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah cara pengambilan data menggunakan barang- barang tertulis, misalnya catatan, transkip, buku-buku, surat kabar,
55 Moleong, Penelitian, 135.
56 Arikunto, Pendekatan Praktik, 156.
majalah, prasasti, notulen rapat dan agenda yang berhubungan dengan masalah penelitian.57
E. Analisis Data
Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.58 Dalam hal ini akan digunakan metode analisa deskriptif yaitu bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari gejala tertentu59 dan merupakan tahapan penting dalam penyelesaian suatu penelitian ilmiah.60
Langkah-langkah analisis data ada tiga, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.61 Maka sebelum mereduksi data, peneliti akan mengumpulkan data terlebih dahulu. Adapun dalam metode ini digunakan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Pengumpulan Data
Peneliti mencatat semua data secara objektif dan apa adanya sesuai dengan hasil observasi dan wawancara di lapangan.
57 Ibid.,26.
58 Matthew B. Milles dan A. M. Huberman, Analisis Data Kualitatif (Jakarta : UI-Press, 1992), 73.
59 Husein Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2008), 22.
60 Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian Refleksi Pengembangan Pemahaman dan Penguasaan Metodologi Penelitian (Yogyakarta : UIN Maliki Press, 2010), 119.
61 Matthew B Milles dan Huberman, Analisis Data Kualitatif, 73-74.
2. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data
“kasar” yang muncul dari catatan tertulis di lapangan.62
Mereduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.63
3. Penyajian data (Data Display)
Setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Penyajian data adalah sekumpulan informasi yang tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.64
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bias dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antara kategori, flowchart dan sebagainya. Yang paling sering dalam menyajikan data dan penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.65
62 Ibid., 15-16.
63 Sugiono, Metode Penelitian, 338.
64 Matthew B Milles dan Huberman, Analisis Data Kualitatif, 19.
65 Sugiono, Metode Penelitian, 341.
4. Penarikan Kesimpulan (Verification)
Penarikan kesimpulan adalah temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada.66 Kesimpulan atau verifikasi merupakan suatu tinjauan pada catatan di lapangan atau kesimpulan dapat ditinjau sebagaimana yang muncul dari data yang harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya yang mencapai validitasnya.67
F. Keabsahan Data
Keabsahan data adalah konsep penting yang menunjukkan kesahihan dan keandalan data dalam suatu penelitian.68 Pemeriksaan keabsahan data ini diterapkan dalam rangka membuktikan kebertemuan hasil penelitian dengan kenyataan di lapangan.
Pada penelitian ini, peneliti menguji keabsahan data yang diperoleh menggunakan teknik triangulasi. Salah satu teknik triangulasi yang peneliti gunakan pada penelitian ini adalah triangulasi teknik (metode) yang berarti mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda69 dan teknik triangulasi sumber adalah mengecek derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif.70 Data dicari melalui narasumber yaitu orang yang dijadikan objek penelitian yang dijadikan sebagai sarana mendapatkan informasi atau data.71
66 Ibid., 354.
67 Matthew B Milles dan Huberman, Analisis Data Kualitatif, 19.
68 Moleong, Metodologi Penelitian, 321.
69 Sugiono, Metode Penelitian, 373.
70 Moleong, Metotologi Penelitian, 321.
71 Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif (Yogyakarta :Graha Ilmu, -), 129.
Triangulasi dengan sumber dapat ditempuh dengan jalan sebagai berikut :72
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara.
2. Membandingkan dengan apa yang dikaitkan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi.
3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.
4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain.
5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
G. Tahap –tahap Penelitian
Bagian ini menguraikan rencana pelaksanaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, mulai dari penelitian pendahuluan, pengembangan desain, penelitian sebenarnya, dan sampai pada penulisan laporan73 diklasifikasikan menjadi tiga tahapan,74 yaitu :
1. Tahap Pra Lapangan (Persiapan) a) Menyusun rancangan penelitian.
b) Memilih lapangan penelitian.
c) Mengurus perizinan.
d) Menjajaki dan menilai keadaan lapangan.
e) Memilih dan memanfaatkan informan.
72 Moleong, Metodologi Penelitian, 331.
73 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, 48.
74 Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian, 281.
f) Menyiapkan perlengkapan penelitian.
g) Persoalan etika penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan atau Pekerjaan lapangan a) Memahami latar penelitian dan persiapan diri.
b) Memasuki lapangan penelitian.
c) Mengumpulkan data.75
d) Menyempurnakan data yang belum lengkap.
3. Tahap Penyelesaian (Analisis Data) a) Menganalisis data yang diperoleh.
b) Mengurus perizinan selesai penelitian.
c) Menyajikan data dalam bentuk laporan.76
75 Ibid, 283.
76 Ibid, 285.
A. Gambaran Obyek Penelitian
1. Letak Geografis Pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji Jember
Penelitian yang telah dilakukan ini, berada dilokasi pondok pesantren An-Nuriyah tepatnya di Jl. Dharmawangsa No..86 Kecamatan Rambipuji Jember. Pondok Pesantren An-Nuriyah termasuk kategori pondok pesantren tradisional dan modern. Pasalnya, di Pondok Pesantren An-Nuriyah masih menerapkan pengajaran tradisional seperti kajian kitab kuning, dan sorogan disamping itu pula ada penambahan seperti kemahiran berbahasa Inggris, dan kegiatan ekstra kurikuler supaya para santri tidak kaget dalam menjawab tantangan jaman yang semakin maju.
Kurikulum yang dgunakan mengikuti Kemenag di samping juga ada pengembangan kurikulumnya. Selain itu, metode pengajarannya pun telah menggunakan metode modern sesuai dengan tuntunan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) dari materi yang akan disajikan. Selain itu, media pembelajarannya pun berbasis teknologi seperti, laboratorium, komputer, VCD dan sebagainya.77
2. Sejarah berdirinya Pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji Jember Pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji Jember didirikan oleh seorang ulama bernama KH. Sholeh Syakir dan istrinya Ny. Hj. Sittina
77 Observasi lingkungan Pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji Jember tanggal 07 Januari 2015
Zahro pada tahun 1970-an yang bertempat di Jl. Darmawangsa Rambipuji Jember.
3. Visi dan misi Pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji Jember
Setiap lembaga pendidikan, termasuk pesantren pasti memiliki visi dan misi yang menggambarkan tujuan dan target yang ingin dicapai dalam pelaksanaan proses pendidikan di lembaga pendidikan tersebut. Begitu pula dengan Pondok Pesantren An-Nuriyah yang saat ini telah maju dan berkembang juga memiliki visi dan misi dari pelaksanaan proses pendidikannya di pesantren tersebut.
Adapun visi dan misi Pondok Pesantren An-Nuriyah ini sebagai berikut:
a. Visi:
“Terwujudnya generasi Islam yang unggul dalam ilmu, amal dan taqwa serta kemuliaan akhlaq”
b. Misi:
1) Menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan potensi peserta didik untuk memiliki potensi, value added (nilai tambah), serta live skill (kecakapan hidup), sehingga menjadi kader bangsa dengan memiliki kemampuan pendukungnya.
2) Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang berorientasi dalam kebiasaan bertindak.
3) Merefleksikan akhlakul karimah dalam setiap gerak dan tingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat.78
4. Struktur kepengurusan yayasan dan Pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji Jember
Dalam setiap lembaga dan institusi pendidikan, apapun jenis, model dan macamnya, termasuk pondok pesantren pasti memiliki stuktur organisasi kepengurusan yang bertugas untuk mengelola dan melaksanakan semua rangkaian aktifitas-aktifitas dan kegiatan-kegiatan yang berlangsung di institusi pendidikan tersebut, sebagaiman pada umunya pesantren dengan tujuan untuk mencapai tujuan atau target yang diinginkan dan diharapkan dari institusi tersebut.
Sama halnya dengan Pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji Jember juga memiliki pola struktur organisasi kepengurusan, sehingga semua rangkain-rangkain aktifitas yang dilaksanakan di Pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji Jember dapat terakomodir dan terorganisir dengan baik sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan dan diamanatkan kepada para penanggung jawab masing-masing bidang organisasi tersebut.
Adapun pola struktur organisasi yayasan Pondok Pesantren An- Nuriyah Rambipuji Jember adalah sebagai berikut:79
78 Brosur MA An-Nuriyah. Visi dan Misi Pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji Jember
79 Dokumentasi Pondok Pesantren An-Nuriyah. Data lembaga di bawah naungan yayasan pendidikan Pondok Pesantren An-Nuriyah 2013/2014
Sumber:Dokumentasi Pondok Pesantren An-Nuriyah. Data di bawah naungan yayasan Pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji Jember 2013/2014.
Sedangkan daftar pengasuh pinpinan Pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji Jember yang menjadi pemimpin serta mengambil kebijakan dalam menentukan arah yang terbaik bagi kemajuan pondok pesantren.
Para pemimpin tersebut memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap beban kepemimpinan yang telah diberikan. Dan berikut adalah beberapa daftar nama pemimpin Pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji Jember sebagaimana sajian table berikut:
Tabel 4.1
Daftar pimpinan Pondok Pesantren An-Nuriyah
No. NAMA JABATAN
1 Alm. KH.Sholeh Syakir Pendiri pondok pesantren An-Nuriyah 2 KH.Moh. Nuru Sholeh Ketua Yayasan sekaligus ketua Blok A 3 Ababal Chussoh Ketua Blok U
4 Bu Nyai Rosyidah Ketua Blok M
Sumber: Dokumentasi pondok pesantren An-Nuriyah. Data dibawah
naungan yayasan pondok Pesantren An-Nuriyah Rambipuji jember 2013/2014.
YAYASAN
BLOK U BLOK A
BLOK M