Oleh karena itu, buku ini juga memberikan ruang yang cukup bagi wacana dan penafsiran baru atas amandemen konstitusi kelima demi tatanan ketatanegaraan di Indonesia ke depan. Semuanya tak henti-hentinya memberikan dorongan moral kepada penulis selama penyelesaian buku ini.
DAFTAR ISI
Daftar Tabel dan Ilustrasi
PENDAHULUAN
Kecenderungan sentralisasi kekuasaan pada masa Orde Baru telah menimbulkan ketimpangan wilayah di tingkat pusat sehingga banyak menimbulkan kekecewaan dan ketidakadilan terhadap daerah.3 Permasalahan ini diperparah dengan isu disintegrasi nasional berupa ancaman dari beberapa daerah. memisahkan diri dari negara kesatuan Republik Indonesia.4 Upaya lain untuk menjaga integrasi nasional adalah dengan memberikan kesempatan kepada daerah untuk ikut serta dalam penetapan kebijakan nasional mengenai permasalahan daerah melalui delegasi daerah yang dipecah menjadi lembaga tersendiri. Terkait kewenangan DPD untuk mengajukan RUU, Mahkamah Konstitusi menilai kata “boleh” merupakan pilihan subyektif DPD untuk mengajukan atau tidak mengajukan RUU tentang pemerintahan daerah, pusat, dan daerah. hubungan, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah. pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai dengan pilihan dan kepentingan DPD.
KERANGKA TEORETIS
Teori Pembagian Kekuasaan Negara
Dalam rangka kajian dogmatika hukum, terdapat 25 kajian mengenai pembagian kekuasaan negara yang masuk dalam bidang hukum ketatanegaraan. Pembagian kekuasaan negara secara horizontal adalah pembagian kekuasaan negara kepada alat-alat utama negara, yang dalam penyelenggaraan negara Indonesia disebut lembaga negara.
Teori Perwakilan
Di sini wakil kadang-kadang bertindak sebagai wali, dan kadang-kadang sebagai delegasi.Di sini wakil bertindak sesuai dengan keinginan atau program Partai (Organisasi) yang diwakilinya.
Teori tentang Sumber dan Lahirnya Wewenang
Pemberian kuasa yang kedua ini dapat disebut dengan pendelegasian, karena kuasa yang ada berpindah kepada badan hukum publik lain.70 Oleh karena itu, bersifat turunan. Konstitusi merupakan bentuk kekuasaan yang kemudian diberikan kepada lembaga-lembaga negara, yang pembentukannya didasarkan pada UUD.
Teori Jabatan (ambt) Logemann
Agar suatu jabatan dapat bertindak, maka harus ada perantara yaitu manusia sebagai pemegang jabatan tersebut.83 Fungsi seluruh jabatan atau lingkungan kerja yang tetap secara keseluruhan akan mencerminkan tujuan organisasi. Dalam negara demokrasi, pendudukan jabatan presiden pada umumnya dilakukan melalui pemilihan umum yang diatur dengan undang-undang.
Sistem Pemerintahan Presidensial dan Parlementer
(3) Pemerintahan rakyat melalui perwakilan disertai pengawasan langsung terhadap rakyat.98 Sementara itu, Miriam Budiardjo memisahkan kedua sistem ini menjadi dua kelompok, yaitu: sistem parlementer dan sistem presidensial.99 Dalam konteks Indonesia, salah satu sistem pokok pikiran yang terkandung dalam Amandemen UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah pemurnian sistem pemerintahan presidensial.100. Data di atas menolak argumentasi bahwa korelasi antara konfigurasi sistem pemerintahan presidensial dengan sistem parlementer yang dianut suatu negara akan mempunyai konsekuensi terhadap sistem parlementer.
PERKEMBANGAN SISTEM PERWAKILAN DI INDONESIA
- Sistem Perwakilan di Masa Awal Kemerdekaan
- Sistem Perwakilan di Masa Konstitusi RIS
- Sistem Perwakilan di Masa UUDS 1950
- Sistem Perwakilan di Masa Demokrasi Terpimpin
- Sistem Perwakilan di Masa Orde Baru
- Sistem Perwakilan di Masa Reformasi
Presiden menerima usulan BP KNIP dan mengeluarkan pernyataan pemerintah tanggal 14 November 1945.119 KNIP menjalankan fungsinya sebagai lembaga perwakilan sejak disahkannya UUD 1945 periode pertama ini, hingga digantikan oleh UUD RIS. Untuk melengkapi keanggotaan lembaga negara MPR, DPR, dan DPRD, MPRS memerintahkan diadakannya pemilihan umum dengan ketetapan nomor XI/MPRS/1966.
FUNGSI DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH
Oleh karena itu, peralatan atau lembaga negara adalah lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan fungsi negara. Pembentukan lembaga-lembaga negara harus disusun sedemikian rupa sehingga menjadi suatu kesatuan proses yang saling melengkapi dan menguatkan. Keempat, badan atau lembaga negara hanya dibatasi pada pengertian lembaga negara yang dibentuk berdasarkan konstitusi, undang-undang, atau anggaran rumah tangga.
Kelima, memberikan kekhususan mengenai lembaga-lembaga pusat negara yang pembentukannya ditetapkan dan diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau disebut lembaga tinggi negara. Hadjon, pengertian kedudukan lembaga negara dilihat dari dua sisi, yaitu kedudukan lembaga negara. Dengan demikian, lembaga negara adalah badan yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar.
HUBUNGAN WEWENANG DPD DAN DPR DALAM PENYELENGGARAAN FUNGSI
KONSTITUSIONALNYA
Kekuasaan tidak dapat bertahan selamanya jika hanya didasarkan pada kekuatan, dan untuk itu diperlukan kekuasaan yang diterima dan disetujui. Secara istilah hukum, kewenangan adalah kekuasaan yang sah yang berdasarkan dan timbul dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, jika kekuasaan diartikan sebagai kekuasaan yang disetujui, maka wewenang dapat diartikan sebagai kekuasaan yang diterima melalui ratifikasi.
Bernard Lonergan secara singkat mendefinisikan pengertian otoritas sebagai kekuasaan yang sah (Authority islegitimate power). Kategorikal merupakan unsur yang membedakan antara lembaga yang mempunyai kewenangan dan yang tidak. Konsekuensinya, segala akibat yang timbul dari kegiatan serupa yang dilakukan oleh lembaga yang tidak berwenang tidak mempunyai akibat hukum.
REKONSTRUKSI PENGATURAN FUNGSI DEWAN PERWAKILAN DAERAH
DI BIDANG LEGISLASI
- Penguatan DPD di Bidang Legislasi dalam Konfigurasi dan Institusionalisasi Politik dan Hukum
- Analisis Pembentukan Undang-Undang Sebagai Politik Hukum Legislasi Berdasarkan Peraturan Perundang-
- Analisis Politik Hukum di bidang Legislasi antara Ekspektasi dan Realitas pada Pelaksanaan Prolegnas
- Perbandingan Konfigurasi Politik dan Hukum di bidang Legislasi di Indonesia dan di Berbagai Negara
1 RUU Perubahan UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD/RUU tentang DPD. RUU Perubahan UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD/RUU tentang DPD. RUU Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemberlakuan Peraturan Negara Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015
RUU tentang Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 2006 tentang Gotong Royong dalam Masalah Pidana. RUU tentang Radio Televisi Republik Indonesia DPR 3. RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
DI BIDANG PENGAWASAN
- Kinerja Pengawasan Berkaitan dengan Otonomi Daerah; Hubungan Pusat Daerah; Pembentukan,
- Kinerja Pengawasan Terkait Dengan Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Pengelolaan Sumber Daya
- Kinerja Pengawasan Terkait dengan Persoalan Pendidikan, Agama, Kesehatan, Kebudayaan serta
- Kinerja Pengawasan berkaitan dengan APBN, Pajak serta Usaha Mikro Kecil dan Menengah
- Analisis Di bidang Pengawasan DPD
Hasil pengawasan DPD RI terhadap pelaksanaan UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara disahkan pada sidang paripurna ke-11 tanggal 17 April 2015 dan diputuskan melalui. Hasil pengawasan DPD RI terhadap pelaksanaan UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan disahkan pada Rapat Paripurna ke-7 tanggal 5 Desember 2015 dan diserahkan ke DPR pada tanggal 5 Desember 2015. Hasil pengawasan DPD RI terhadap Implementasi UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan terkait Kesehatan Ibu dan Anak.
Hasil pengawasan DPD RI terhadap pelaksanaan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Terkait Kesehatan Ibu dan Anak disahkan pada Rapat Paripurna DPD RI ke-7 tanggal 5 Desember 2014 DPR tanggal 26 Januari 2015. Hasil Pengawasan DPD RI terhadap Implementasi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah disahkan pada Sidang Paripurna DPD RI ke-13 pada tanggal 9 Juli 2015 dan diserahkan ke DPR pada tanggal 9 Juli 2015. Hasil Pengawasan DPD RI Terhadap Pelaksanaan Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015.
DI BIDANG PERTIMBANGAN
- Pertimbangan DPD Terkait dengan Pemilihan Anggota BPK
- Pandangan Pendapat dan Pertimbangan DPD Atas RUU Bidang Tertentu
- Pertimbangan Anggaran (APBN)
- Pertimbangan terhadap RUU tentang
- Pertimbangan dalam Pembahasan Bersama DPR dan Pemerintah
- Analisis Rekonstruksi Fungsi DPD di bidang Pertimbangan
DPD RI mengenai pandangan dan pendapat DPD terhadap rancangan undang-undang serta pertimbangan DPD RI mengenai perpajakan, pendidikan dan agama yang telah disampaikan kepada DPR RI. Banyaknya keputusan DPD RI terkait peninjauan kembali DPD RI atas pengangkatan anggota BPK yang disampaikan kepada DPR RI. Banyaknya keputusan DPD RI terkait peninjauan kembali RAPBN oleh DPD RI yang disampaikan kepada DPR RI.
Tahun 2011 Nomor Keputusan DPD RI tentang Kedudukan DPD dan Pendapat DPD RI di Bidang Pajak, Pendidikan dan Agama disampaikan kepada DPR RI. Nomor Keputusan DPD RI Tahun 2012 Tentang Kedudukan DPD dan Pendapatnya Terhadap RUU Serta Permasalahan Pajak, Pendidikan Dan Agama DPD RI Diserahkan Kepada DPR RI. Tahun 2014 Nomor Keputusan DPD RI tentang Kedudukan dan Pendapat DPD terhadap RUU serta Urusan DPD RI Bidang Pajak, Pendidikan dan Agama disampaikan kepada DPR RI.
REKONSTRUKSI PENGATURAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH
Sumber Wewenang Dewan Perwakilan Daerah
DPR menyampaikan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penyatuan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Sedangkan pada masa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (RIS), akibat diadopsinya hasil KMB, terjadi perubahan bentuk negara kesatuan Republik Indonesia menjadi kesatuan, menjadi tertuang dalam UUD RIS.238. Berdasarkan konstitusi RIS, lembaga legislatif RIS terbagi menjadi 2 kamar, yaitu Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat. Di bidang peraturan perundang-undangan diatur berdasarkan Bab IV Peraturan Pemerintah pada Bagian 2 tentang Peraturan Perundang-undangan berdasarkan Pasal 127 a. Kewenangan legislatif federal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan bagian ini oleh: pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat, yang menyangkut peraturan mengenai hal-hal yang khusus menyangkut satu, beberapa, atau seluruh daerah atau bagiannya, atau khusus mengenai hubungan RRIS dengan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. Sedangkan sebagaimana diatur dalam Pasal 172 huruf b, pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat dalam semua bidang pengaturan lainnya.
Usulan undang-undang dinegosiasikan oleh Senat, berdasarkan kewenangannya untuk ikut serta dalam pembuatan undang-undang, seperti Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Senat. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat menolak usulan peraturan perundang-undangan Pemerintah, maka Dewan Perwakilan Rakyat memberitahukan kepada Presiden dan Senat, apabila usulan itu berkaitan dengan permasalahan yang diatur dalam Pasal 127, berdasarkan a. Selain yang diatur dalam Pasal 140, kekuasaan legislatif menurut ketentuan Pasal ini dilaksanakan oleh Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat.
Penyusunan Prolegnas
Menurut penulis, UUDS konstitusi tidak hanya menganut model parlementer unikameral, namun UUD NRI Tahun 1945 juga menganut model parlementer unikameral. Berbeda dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan No. mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “penyusunan Prolegnas dilakukan oleh DPR, DPD, dan Pemerintah”. Terkait dengan keterlibatan DPD dalam penyusunan program legislasi nasional yang berkaitan dengan tugas dan wewenang DPD, Mahkamah Konstitusi menilai UU P3 yang selama ini tidak melibatkan DPD dalam penyusunan program legislasi nasional. program legislatif. mengurangi kewenangan DPD sebagaimana ditentukan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan, “DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang tentang otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya perekonomian lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan pendanaan pusat dan daerah.” Ketentuan UU MD3 dan UU P3 telah mengurangi kewenangan DPD untuk mengusulkan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 22 D ayat 1 UUD NRI Tahun 1945 mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “RUU itu boleh berasal dari DPR, DPD, atau Presiden”.
Penyusunan RUU
Kata “boleh” dalam Pasal 22 D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 dimaknai sebagai pilihan subyektif DPD “menyerah”. Mahkamah Konstitusi berpendapat, penempatan RUU DPD sebagai RUU yang diusulkan DPD, yang kemudian dibahas oleh Baleg DPR, dan menjadi RUU DPR, merupakan ketentuan yang mengurangi kewenangan DPR. DPD untuk mengusulkan rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. DPD ikut serta dalam pembahasan rancangan undang-undang dari DPR atau Presiden terkait dengan tugas dan wewenang DPD yang selama ini tidak melibatkan DPD dalam keseluruhan proses pembahasan RUU. Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa UU MD3 dan UU P3 mengurangi kewenangan konstitusional DPD untuk membahas rancangan undang-undang sebagaimana diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Berdasarkan ketentuan tersebut, DPD sebagai lembaga negara mempunyai kewenangan yang sama dengan DPR dan Presiden untuk membahas usulan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan daerah. Penggunaan frasa “ikut berdiskusi” pada Pasal 22 D par. 2, dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebabkan karena Pasal 20 ayat dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Artinya, ungkapan “ikut serta dalam pembahasan” harus dimaknai sebagai DPD ikut serta dalam pembahasan usulan peraturan perundang-undangan mengenai otonomi daerah; koneksi pusat dan daerah;.