REKONSTRUKSI PENGATURAN FUNGSI DEWAN PERWAKILAN DAERAH
2. DI BIDANG PENGAWASAN
1.2 Kinerja Pengawasan Berkaitan dengan Otonomi Daerah; Hubungan Pusat Daerah; Pembentukan,
Pemekaran dan Penggabungan Daerah
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang bidang pengawasan, berdasarkan Pasal 79 ayat (2) huruf a Peraturan DPD RI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib, Komite I mempunyai lingkup tugas yang berkaitan dengan pemerintahan daerah; hubungan pusat dan daerah serta antar daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; politik, hukum, HAM; permasalahan daerah di wilayah perbatasan negara; pertanahan dan tata ruang; pemukiman
Bab VI: Rekonstruksi Pengaturan Fungsi Dewan Perwakilan Daerah
dan kependudukan; komunikasi dan informatika; ketenteraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat.
Selama tahun sidang 2014-2015, Komite I telah melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan menghasilkan sebanyak 2 buah keputusan DPD. Secara garis besar hasil pengawasan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:223
1. Hasil Pengawasan DPD RI atas Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara
Pada awalnya permasalahan pengelolaan perbatasan di Indonesia merupakan satu isu sensitif dari dimensi politik pertahanan negara terutama menyangkut hubungan bilateral dan diplomatik dengan negara yang langsung bersinggungan. Namun demikian luas Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) realitasnya belum mampu memaksa pemerintah menangani daerah perbatasan secara efektif. Isu perbatasan saat ini bergeser dari aspek keamanan kepada aspek kesejahteraan.
Komite I mengidentifikasi ada 3 isu utama yang berkaitan dengan pengelolaan perbatasan di Indonesia. Pertama, masalah yang berkenaan dengan penetapan dan pengamanan garis batas baik di darat maupun di laut; Kedua, masalah peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan; dan Ketiga, masalah pengembangan perbatasan.
Daerah perbatasan memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar seperti perikanan, pertambangan, pariwisata, dan kekayaan hayati laut, namun belum dimanfaatkan secara optimal.
Daerah perbatasan juga potensial meningkatkan kegiatan perdagangan internasional, yang saling menguntungkan baik bagi Indonesia maupun bagi negara tetangga.
Posisi geografis yang dekat dengan negara lain juga berpotensi menjadi pintu bagi masuknya pengaruh ideologi dan sosial budaya asing yang negatif serta kemungkinan terjadinya kegiatan kejahatan lintas negara, pembalakan liar, pemancingan ilegal, perdagangan dan penyelundupan manusia, imigran ilegal, peredaran narkotika, terorisme, perompakan, dan konflik sosial budaya yang berpotensi mengancam stabilitas keamanan nasional.
Untuk memaksimalkan terwujudnya potensi yang ada sekaligus meminimalkan adanya dampak negatif, maka daerah perbatasan seharusnya dikelola dengan baik melalui pengaturan kewenangan, kelembagaan, dan tanggung jawab penganggaran melalui sebuah
223 Sekretariat Jenderal DPD RI. Laporan Kinerja Lembaga Tahun 2015.
Rekonstruksi Pengaturan Fungsi dan Wewenang DPD di Indonesia
peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang pengelolaan daerah perbatasan.
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara mengatur wilayah perbatasan dalam perspektif territorial, sedangkan perspektif pembangunan dan pemberdayaan secara sosial, ekonomi dan budaya belum diatur secara komprehensif. Untuk itu, perlu dibentuk suatu UU yang khusus mengatur mengenai pengelolaan daerah perbatasan.
Dalam jangka panjang pengelolaan daerah perbatasan hendaknya difokuskan pada sembilan agenda prioritas, yakni: (1) Peningkatan Aksesibilitas Masyarakat Perbatasan; (2) Pengembangan Sarana Prasarana; (3) Pengembangan Sumber Daya Manusia; (4) Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Masyarakat; (5) Pengembangan Ekonomi Lokal; (6) Pemantapan keamanan di daerah perbatasan; (7) Pemeliharaan data fisik/non fisik, dan demarkasi daerah perbatasan; (8) Pembangunan Berkelanjutan Berbasis Lingkungan; dan (9) Pemanfaatan dan pengembangan budaya masyarakat perbatasan.
Oleh karena itu, DPD merekomendasikan adanya cara pandang baru pemerintah terhadap kawasan perbatasan, dalam sebuah UU yang mengatur khusus tentang perbatasan, yang semula berorientasi ke dalam menjadi berorientasi ke luar. Mengingat secara geografis Indonesia memiliki kawasan perbatasan sangat panjang, di darat tersebar di 187 Kecamatan, 41 Kabupaten, 13 provinsi dan di 92 pulau kecil terluar yang sebagian besar memiliki posisi sangat strategis serta kaya sumber daya alam, maka pengelolaan daerah perbatasan seyogianya dilakukan oleh suatu lembaga yang memiliki otoritas penuh, dimana semua kebijakan dan anggaran yang diarahkan untuk mempercepat kemajuan pembangunan di kawasan perbatasan harus melalui kementerian ini.
Di samping itu, perlu dilakukan perubahan UU Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara atau membentuk UU tersendiri yang khusus mengatur pengelolaan daerah perbatasan dengan fokus pada penguatan kelembagaan Pengelola Perbatasan, baik di tingkat pusat maupun daerah dan melakukan penguatan penganggaran pengelolaan kawasan/daerah perbatasan dengan mendorong adanya alokasi anggaran khusus, baik yang bersumber dari APBN, maupun APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota.
Hasil Pengawasan DPD RI atas Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara disahkan dalam Sidang Paripurna ke-11 tanggal 17 April 2015 dan diputuskan melalui
Bab VI: Rekonstruksi Pengaturan Fungsi Dewan Perwakilan Daerah
Keputusan DPD Nomor 22/DPD RI/III/2014-2015 tentang Hasil Pengawasan DPD RI atas pelaksanaan UU Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara dan diserahkan ke DPR tanggal 17 April 2015.
2. Hasil Pengawasan DPD RI atas Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Berdasarkan hasil pengawasan DPD RI disimpulkan bahwa implementasi UU Desa masih dirasakan belum optimal disebabkan karena beberapa hal antara lain:
a) belum terbitnya sejumlah aturan pelaksana sebagai petunjuk pelaksanaan UU Desa seperti PP tentang Tata Cara Pemilihan Kepala Desa; Pemberhentian Kepala Desa; Musyawarah Desa;
perangkat Desa; Pemberhentian Perangkat Desa; Penghasilan Kepala Desa dan Perangkat Desa; Tata cara pengelolaan kekayaan milik Desa; dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja Pembangunan Desa.
Sedangkan PP yang sudah terbit adalah PP Nomor 60 Tahun 2014 yang diubah dengan PP Nomor 22 Tahun 2015 dan PP Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
b) tingkat pemahaman aparatur desa tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Pelaksanaan Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan dan Pemberdayaan Masyarakat masih minim
c) belum optimalnya fungsi Pemerintah Pusat dalam:
1. Menyiapkan peraturan pelaksanaan (PP, Permen Desa dan Keuangan);
2. Melakukan relokasi belanja K/L program berbasis Desa ke dana Desa;
3. Melakukan pendampingan kepada Desa; dan 4. Melakukan pemantauan evaluasi.
d) fungsi pemerintah daerah belum optimal dalam menyiapkan:
1. Perda-perda yang berkaitan dengan Desa;
2. Perbup/Perwali tentang yang berkaitan dengan Perda Desa;
3. Pelatihan/bimtek bagi aparatur Desa;
4. Pelaksanaan pemantauan; dan
5. Laporan pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan Desa.
e) Belum optimalnya bimbingan teknis dan diklat bagi aparatur Desa termasuk bagi pendamping desa.
Rekonstruksi Pengaturan Fungsi dan Wewenang DPD di Indonesia
f) belum tersosialisasinya sejumlah peraturan yang sudah diterbitkan seperti PP Nomor 22 Tahun 2015 tentang perubahan PP 66 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri.
DPD menemukan fakta bahwa aspek tingkat kesejahteraan perangkat desa juga masih belum ideal. Masih terjadi adanya disparitas tingkat kesejahteraan antara Kepala Desa dengan Sekretaris Desa.
Sementara itu, penghasilan tetap Pemerintah Desa (Jan-April 2015) yang bersumber dari APBN belum terealisasi, Penetapan Dana Desa (ADD), bagian dari hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan bantuan-bantuan lain harus tertuang dalam RAPB Desember 2015 juga belum jelas. Sementara pengelolaan aset desa belum optimal dan belum menjadi salah satu sumber pendapatan bagi desa.
Sementara dari aspek penyaluran dana desa yang bersumber dari APBN, masih ditemukan permasalahan terkait belum terselesaikannya distribusi ADD yang bersumber dari APBN antara Kementerian Desa dan PDTT, dan Kementerian Dalam Negeri dengan Kementerian Keuangan. Selain itu, terkait dengan Desa Adat, Komite I menemukan belum tersedianya sejumlah regulasi baik di tingkat Pemerintah maupun di tingkat Pemerintah Daerah yang mengatur mengenai Desa Adat. Sehingga pengaturan mengenai desa adat yang diatur dalam Bab XIII, Pasal 96 sampai dengan Pasal 111 UU Desa belum dapat diimplementasikan dengan baik.
Oleh karena itu, DPD meminta Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk segera melakukan harmonisasi dengan menerbitkan regulasi teknis termasuk petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis pelaksanaan yang sesuai dengan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.
DPD juga mendorong adanya penguatan struktur dan kelembagaan Desa dengan upaya antara lain:
a) Meningkatkan kapasitas aparatur desa melalui pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan yang terstruktur dan sistematik, untuk mewujudkan profesionalisme tata kelola pemerintahan desa yang akuntabel dan demokratis;
b) Melakukan pendampingan pada desa secara komprehensif dengan semangat membantu desa agar bangkit dan berdaya ; c) Mengajak semua komponen, baik pemerintah, pemerintah daerah Provinsi, pemerintah Kabupaten/Kota, perguruan tinggi, Ormas, dan LSM untuk mengawal implementasi UU Desa;
Bab VI: Rekonstruksi Pengaturan Fungsi Dewan Perwakilan Daerah
d) Meningkatkan kesejahteraan Kepala Desa dan Perangkat Desa dan mendorong Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa melakukan inventarisasi dan optimalisasi potensi sumber daya desa dalam rangka peningkatan pendapatan asli desa.
Hasil Pengawasan DPD RI atas Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa disahkan dalam Sidang Paripurna ke-13 tanggal 9 Juli 2015 dan diputuskan melalui Keputusan DPD Nomor 27/DPD RI/IV/2014-2015 tentang Hasil Pengawasan DPD RI atas pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan diserahkan ke DPR tanggal 9 Juli 2015.
2.2 Kinerja Pengawasan Terkait Dengan Pengelolaan