KERANGKA TEORETIS
4. Teori Jabatan (ambt) Logemann
Bab II: Kerangka Teoretis
pendelegasian kekuasaan itu. Sedangkan konsep mandat, menurut van Wijk dan Konijnenbelt tidak menimbulkan pergeseran wewenang dalam arti yuridis, sehingga pertanggungjawaban untuk pelaksanaan wewenang tetap berada pada pemberi kuasa.73
Rekonstruksi Pengaturan Fungsi dan Wewenang DPD di Indonesia
berpendapat konstitusi adalah pengelolaan posisi jabatan di suatu negara dan menentukan apa yang menjadi badan pemerintahannya dan yang menjadi tujuan dari setiap kelompok masyarakat.77
Menurut Logemann dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Makkatutu dan Pangkerego, jabatan adalah, “...lingkungan kerja awet dan digaris-batasi, dan yang disediakan untuk ditempati oleh pemangku jabatan yang ditunjuk dan disediakan untuk diwakili oleh mereka sebagai pribadi. Dalam sifat pembentukan hal ini harus dinyatakan dengan jelas.”78
Dari pengertian di atas, Logemann menghendaki suatu kepastian dan kontinuitas pada suatu jabatan supaya organisasi dalam berfungsi dengan baik.79 Jabatan dijalankan oleh pribadi sebagai wakil dalam kedudukan demikian dan berbuat atas nama jabatan, yang disebut pemangku jabatan.80 Pemangku jabatan berwenang mewakilkan jabatan kepada orang lain, menurut Logemann, “dalam hal ini perlu ditempatkan figura-subsitu (pengganti) yang diangkat untuk mewakili jabatan itu dengan sepenuhnya di bawah pimpinan pemangku jabatan.”81 Inilah yang menurut Logemann disebut dengan pemangku jamak. Karena ada pertalian antar jabatan-jabatan seperti itu, tampak sebagai suatu kelompok sebagai satu kesatuan.
Menurut Bagir Manan,82 jabatan adalah lingkungan kerja tetap yang berisi fungsi-fungsi tertentu yang secara keseluruhan akan mencerminkan tujuan dan tata kerja suatu organisasi. Kumpulan atau keseluruhan jabatan atau lingkungan kerja tetap ini yang akan mewujudkan suatu organisasi. Jabatan beserta fungsi-fungsi yang melekat atau dilekatkan padanya bersifat abstrak dan statis. Agar jabatan beserta fungsi-fungsi tersebut menjadi konkrit dan bergerak mencapai sasaran atau tujuan, harus ada pemangku jabatan yaitu para pejabat, sebagai orang-perorangan yang duduk atau atau didudukkan dalam suatu jabatan dengan tugas dan wewenang (taak en bevoegdheid) untuk merealisasikan berbagai fungsi jabatan tertentu.
Hubungan pemangku jabatan sebagai personifikasi jabatan tidak berlaku terus menerus, tetapi hanya selama dia memangku suatu jabatan. Tugas dan wewenang tidak melekat pada pemangku jabatan
77 Aristoteles. La Politica. Diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Benjamin Jowett dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Syamsur Irawan Kharie. 2008. Politik. Visi Media.
Jakarta Selatan. Hlm. 171.
78 Logemann. Op. cit. Hlm. 124.
79 Ibid. Hlm. 121.
80 Ibid. Hlm. 134.
81 Ibid. Hlm. 135.
82 Dalam Aminuddin Ilmar. Op. cit. Hlm. 118.
Bab II: Kerangka Teoretis
namun pada jabatan. Jabatan itu konsep abstrak sehingga tidak dapat bertindak. Oleh karena itu agar jabatan dapat bertindak harus ada perantaraan yaitu manusia sebagai pemangku jabatan.83 Keseluruhan fungsi dari semua jabatan atau lingkungan kerja tetap tersebut akan mencerminkan tujuan organisasi. Demikian pula halnya dengan organisasi negara yang berisikan jabatan-jabatan negara yang berisikan fungsi untuk mencapai tujuan negara.
Jabatan adalah suatu lembaga dengan lingkup pekerjaan sendiri yang dibentuk untuk jangka waktu lama dan kepadanya diberikan tugas dan wewenang.84 Pemaparan teori fungsi dan jabatan dari Logemann relevan dalam membahas fungsi dan wewenang DPD.
Terkait pembahasan tentang fungsi dan wewenang DPD, berkorelasi dengan pandangan Mac Iver tentang hubungan negara hukum dan masyarakat bahwa negara adalah anak sekaligus juga orang tua dari hukum.85 Negara adalah anak dari hukum, artinya negara dilahirkan oleh hukum. Negara adalah orang tua dari hukum, maksudnya bahwa negara melahirkan hukum.86 Makna tersebut, jika dikaitkan dengan fungsi dan wewenang DPD pasca Putusan MK, adalah urgen untuk melakukan rekonstruksi pengaturan fungsi dan wewenang DPD dalam konteks perubahan konstitusi dan melaksanakan Putusan MK sebagai the interpretator of constitution and the guardian of constitution.
Terlepas dari diskursus Putusan MK, pengisian jabatan negara dapat dilakukan dengan metode pemilihan dan/atau pengangkatan pejabat negara dalam lembaga negara maupun lembaga pemerintahan, baik pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.87
Berdasarkan jumlah pemangku jabatan, jabatan dibedakan atas jabatan tunggal dan jabatan majemuk. Jabatan tunggal adalah jabatan yang diisi atau diwakili oleh satu orang pemangku jabatan. Ada lagi jabatan yang berupa dewan, misalnya DPD dan DPR dimana terdapat sejumlah pejabat yang mewakili jabatan secara bersama-sama (jabatan majemuk). Pada jabatan majemuk, soal pengambilan keputusan tidak dilakukan oleh seorang pejabat, tetapi oleh semua pejabat dengan kerja sama yang ditetapkan dalam peraturan tata tertib dari jabatan majemuk yang bersangkutan.88
83 Harun Alrasyid. 1999. Pengisian Jabatan Presiden. Pustaka Grafiti. Jakarta. Hlm. 5.
84 Ibid.
85 Mac Iver. t.t. The Modern State. Oxford University Press. Diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia Oleh Moertono. 1988. Negara Modern. Bina Aksara. Jakarta. Hlm. 245.
86 Bachsan Mustofa. 2003. Sistem Hukum Indonesia Terpadu. Citra Aditya Bakti. Bandung.
Hlm. 17.
87 C.S.T. Kansil. 2005. Sistem Pemerintahan Indonesia. Bumi Aksara. Jakarta. Hlm. 222.
88 Harun Alrasyid. Op. cit. Hlm. 7.
Rekonstruksi Pengaturan Fungsi dan Wewenang DPD di Indonesia
Bagi pengangkatan oleh suatu majelis sering dipakai istilah pemilihan namun dalam peraturan pemilihan acapkali dipakai istilah pengangkatan. Dalam segala keanekaragaman metode pengisian jabatan sungguh-sungguh pada asasnya hanya ada dua pilihan yakni pengisian jabatan dibuat dengan menggantungkan pada persetujuan kehendak rakyat atau tidak tergantung pada kehendak rakyat.89 Harun Alrasid menyatakan, pengisian jabatan dapat dilakukan dengan cara pengangkatan, pemilihan, pewarisan yang sifatnya turun menurun, penggiliran atau rotasi, pemangkuan karena jabatan dan lain sebagainya.90
Dalam konteks pengisian jabatan lembaga parlemen menurut Joeniarto, cara penunjukan wakil-wakil rakyat yang akan duduk di dalam badan perwakilan mengenal cara penunjukan berdasarkan pemilihan umum oleh rakyat yang berhak bersuara atau dengan cara lain yaitu misalnya dengan cara pengangkatan.91 Cara pemilihan wakil rakyat sendiri dapat dibedakan pula menjadi dua cara yaitu secara langsung atau bertingkat. Pemilihan wakil rakyat secara langsung yaitu apabila wakil rakyat yang duduk dalam badan perwakilan langsung dipilih oleh rakyat sendiri. Sedangkan, apabila rakyat hanya memilih wakil yang kemudian wakil-wakil ini memilih lebih lanjut lagi wakil- wakil yang akan duduk di dalam badan perwakilan, maka sistem ini disebut pemilihan dengan secara bertingkat.
Dalam suatu negara demokrasi pada umumnya pengisian jabatan presiden dilakukan melalui pemilihan oleh rakyat yang diatur dengan perundang-undangan. Pada pemilihan langsung, rakyat secara perseorangan memilih calon pemimpin yang sudah diketahui orangnya sebagai manifestasi dari pelaksanaan hak memilih. Pada pemilihan tidak langsung, terlebih dahulu rakyat memilih wakil-wakil yang akan duduk di dalam suatu badan, baru kemudian badan ini yang melakukan pemilihan.92 Terkait dengan pertanggungjawaban jabatan politik dan jabatan administratif dapat dibedakan antara pertanggungjawaban politik dan jabatan administratif. Tiap jabatan secara langsung harus dipertanggungjawabkan kepada publik, pengisiannya senantiasa memerlukan keikutsertaan atau pun pengukuhan dari publik. Sebaliknya jabatan-jabatan yang tidak memerlukan pertanggungjawaban secara langsung dan juga tidak
89 Logeman. Op. cit. Hlm. 130.
90 Harun Alrasyid. Op. cit. Hlm. 23.
91 Joeniarto. 1984. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan Negara. Bina Aksara. Jakarta. Hlm.
26-29.
92 Harun Alrasyid. Op. cit. Hlm. 23.
Bab II: Kerangka Teoretis
memerlukan pengawasan serta kendali secara langsung oleh publik, dapat diisi tanpa partisipasi ataupun dukungan dari publik.93
Pertanggungjawaban jabatan menurut Bagir Manan, berdasarkan kriteria pertanggungjawaban, pengisian jabatan dapat dibedakan menjadi 3, yakni; (i) Pengisian jabatan dengan pemilihan; (ii) Pengisian jabatan dengan pengangkatan; (iii) Pengisian jabatan yang sekaligus mengandung pengangkatan dan pemilihan.94
Sebagian besar negara di dunia dalam konteks pengisian jabatan lembaga perwakilannya, menggunakan sarana pemilihan umum.95 Bahkan hampir semua sarjana politik sepakat bahwa pemilu merupakan kriteria penting untuk mengukur kadar demokrasi sebuah sistem politik.96 Dalam konteks itulah lembaga parlemen, khususnya DPD mendapatkan legitimasi dalam menjalankan fungsi konstitusionalnya.