REKONSTRUKSI PENGATURAN FUNGSI DEWAN PERWAKILAN DAERAH
2. DI BIDANG PENGAWASAN
5.2 Analisis Di bidang Pengawasan DPD
Bab VI: Rekonstruksi Pengaturan Fungsi Dewan Perwakilan Daerah
keputusan yang telah dihasilkan oleh Sekretariat Jenderal DPD RI pada Tahun 2014 sebanyak 5 buah, Tahun 2013 sebanyak 2 (dua) draf keputusan, tahun 2012 sebanyak 2 buah, Tahun 2011 sebanyak 3 buah, dan Tahun 2010 sebanyak 1 buah.
Rekonstruksi Pengaturan Fungsi dan Wewenang DPD di Indonesia
(3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan Undang-undang mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
Pasal 22 D Ayat (3) terkesan sangat simplistis, bahwa pengawasan yang dapat dilakukan oleh DPD hanya pengawasan atas pelaksanaan UU tertentu saja. Padahal jika dimaknai dalam perspektif demokrasi maka anggota DPD dipilih oleh rakyat dan aturan pemerintahan mengatur seluruh rakyat maka tentunya DPD pun diberikan ruang yang sama dengan DPR dalam hal melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU dan APBN, yang dapat diperluas cakupannya yaitu pengawasan terhadap transfer anggaran dari pusat ke daerah. Karena pada hakikatnya pengawasan yang dilakukan oleh DPD ialah untuk memberikan penilaian atas kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah, terutama bidang pembangunan, kemasyarakatan dan pemerintahan telah dilakukan secara benar dan bermanfaat bagi rakyat dan daerah.
Masih dalam perspektif yang sama, pelaksanaan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh DPD melaksanakan prinsip pengawasan prosedural yang bersifat aktif, dalam pengertian pengawasan yang dilakukan tidak tergantung dari adanya kasus atas pelaksanaan UU yang secara substansial tidak mencerminkan penegakan keadilan bagi rakyat dan daerah.
Tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan fungsi anggaran, fungsi memberi pertimbangan masih dinilai belum cukup dan tidak menunjukkan DPD memperjuangkan kepentingan daerah dalam penyusunan dan penetapan APBN. Dalam konteks ini, dapat pula menggunakan pendekatan tripartit yang berarti dalam pembahasan APBN melibatkan DPR, DPD dan Pemerintah (tripartit).
Realitas tersebut, dibenarkan oleh DPD sendiri dalam melakukan pelaksanaan di bidang pengawasan berdasarkan buku Rencana Strategis Sekretariat Jenderal DPD RI Tahun 2010 – 2014 bahwa tantangan DPD yakni sebagai berikut:228
a. Kewenangan DPD yang sangat terbatas;
228 Sekretaris Jenderal DPD RI. 2012. Rencana Strategis Sekretariat Jenderal DPD RI Tahun 2010 – 201. DPD RI. Jakarta. Hlm. 28.
Bab VI: Rekonstruksi Pengaturan Fungsi Dewan Perwakilan Daerah
b. Adanya kesenjangan pembangunan di daerah dan kompleksitas persoalan masyarakat dan daerah menjadi tanggung jawab DPD di dalam proses pengambilan kebijakan nasional;
c. Banyak masyarakat yang belum mengenal dan memahami keberadaan DPD;
d. Belum optimalnya mekanisme hubungan kerja DPD dengan DPR RI.
Berdasarkan dari deskripsi detail terkait dengan bidang atau fungsi pengawasan DPD, menurut penulis, bahwa jika dikaji secara filosofis, bahwa sesungguhnya DPD tidak memiliki fungsi pengawasan.
Argumentasi penulis, bahwa hasil pengawasan DPD merupakan semacam laporan, karena yang memiliki fungsi pengawasan dan menindaklanjuti pengawasan DPD justru adalah DPR. DPD hanya difungsikan secara konstitusional membantu DPR.
Secara konstitusional pula, dalam hal pelaksanaan DPD sebagaimana berdasarkan pada pasal 22 D justru norma terkait dengan fungsi pengawasan DPD tidak ada secara tegas. Argumentasi penulis, secara konstitusional, Pasal 22 D justru memberikan alternatif kepada DPD untuk melakukan fungsi pengawasan atau tidak melakukan fungsi pengawasan sebagaimana dapat ditemukan pada kata dapat melakukan pengawasan.
Selain itu, meskipun hasil pengawasan DPD secara optimal dilakukan, DPD secara kelembagaan tidak dapat menindaklanjuti hasil pengawasannya. Realitas tersebut, disebabkan oleh konstitusi itu sendiri sebagaimana diatur berdasarkan pada Pasal 22 Ayat (3) yang terdapat kalimat serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. Jadi, produk hasil pengawasan DPD berubah menjadi produk pengawasan DPR.
Hal tersebut juga memiliki relasi dengan pendapat Sebastian Salang,229 (LSM Formappi) terkait dengan fungsi pengawasan DPD sebagaimana berdasarkan hasil wawancara sebagai berikut:
“Fungsi pengawasan, yang terkait dengan audit BPK itu ditujukan kepada DPD untuk memberikan pertimbangan dan juga kepada DPR.
Pertanyaannya hasil audit BPK ke DPR saja tidak dihiraukan oleh DPR apalagi pertimbangan dari DPD kepada DPR. DPD itu adalah bikameral banci.”
229 Wawancara, tanggal 17 Nopember 2015 di Jakarta.
Rekonstruksi Pengaturan Fungsi dan Wewenang DPD di Indonesia
Berbeda yang terdapat di berbagai negara dari hasil penelitian penulis, di Chili, kedua kamar di parlemennya memiliki kedudukan yang sama dalam hal fungsi pengawasan pemerintah dalam melaksanakan UU atau kebijakan pemerintah. Parlemen Chili memberikan persetujuan dan penolakan terhadap tindakan atau kebijakan presiden. Sebagaimana Artikel 53 Section 5 yang mengatur sebagai berikut:
Artikel 53 Section 5
To give or deny its consent to the acts of the President of the Republic, in the cases which the Constitution or the law requires. If the Senate does not decide, within thirty days following [a] request of urgency by the President of the Republic, its assent will be understood as granted.
Fungsi Pengawasan terhadap pemerintah di Chili, selanjutnya diatur berdasarkan pada Artikel 53 Section 10 yang mengatur sebagai berikut:
Artikel 53 Section 10
To give its opinion to the President of the Republic in the cases in which he requests it. The Senate, its commissions and its other organs, including the parliamentary committees, should they exist, cannot control the acts of the Government or of the entities dependent on it, nor [can it] adopt agreements implying control.
Selain Chili yang mengatur mekanisme pengawasan secara tegas pada konstitusinya, kedua kamar Parlemen Italia memiliki kewenangan hak bertanya kepada pemerintah sebagai bentuk pengawasan sesuai Artikel 82 Konstitusi Italia yang mengatur sebagai berikut:
Artikel 82
Each House may set up inquiries on matters of public interest. For such purposes, it nominates from its members a committee so composed as to reflect the proportions of the various groups. The committee of inquiry conducts its investigations and examinations with the same powers and the same limitations as a judicial inquiry.
Dengan demikian, menurut penulis, bahwa di bidang pengawasan dan pengawasan yang berkaitan dengan fungsi anggaran, dalam praktiknya memperlihatkan kedudukan DPD yang sangat lemah
Bab VI: Rekonstruksi Pengaturan Fungsi Dewan Perwakilan Daerah
dibandingkan dengan DPR di segala bidang, secara khusus di bidang pengawasan dan pengawasan terkait dengan fungsi anggaran.
Dari hasil pembahasan pengaturan wewenang pengawasan DPD, maka wewenang pengawasan yang dimiliki oleh DPD masih terbatas.
Di masa yang akan datang diperlukan suatu rekonstruksi pengaturan wewenang pengawasan DPD yang berintikan penguatan wewenang pengawasan DPD. DPD seyogianya memiliki fungsi di bidang pengawasan bersama-sama dengan DPR dengan pengaturan di dalam ketentuan pasal UUD NRI tahun 1945.