• Tidak ada hasil yang ditemukan

DI KOTA MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "DI KOTA MAKASSAR "

Copied!
113
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Rumusan Masalan

Tujuan Penelitian

Mendeskripsikan peran koalisi pemerintah-swasta dalam tata kelola kota berbasis Ruang Terbuka Hijau (GEO) di Kota Makassar. Mengidentifikasi peran koalisi pemerintah-LSM dalam tata kelola kota berbasis Ruang Terbuka Hijau (GEO) di Kota Makassar.

Kegunaan Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan dan pertimbangan kepada Pemerintah Kota Makassar mengenai Kerangka Koalisi Advokasi (ACF) dalam Tata Kelola Kota Berbasis Ruang Terbuka Hijau di Kota Makassar.

TINJAUAN PUSTAKA

Advocacy Coalition Framework (ACF)

Teori Advocacy Coalition Framework (ACF) pertama kali dikemukakan oleh Paul Sabatier dan Hank Jenkins-Smith (1994) sebagai model sistemik yang mengintegrasikan sebagian besar tahapan siklus kebijakan dan menggabungkan aspek pendekatan top-down dan bottom-up. yang menggambarkan interaksi berbagai aktor koalisi. Pada level subsistem kebijakan, terdapat policy broker yang berperan moderat atau tidak memihak salah satu dari dua koalisi dalam proses pengambilan kebijakan publik. Perilaku politik para broker kebijakan dapat dilihat dari latar belakang kerja broker dan sistem kepercayaan yang dianutnya, perilakunya selama proses pengambilan kebijakan (apakah ia memiliki perilaku yang didasarkan pada strategi untuk meningkatkan kekuasaannya atau berorientasi pada mencari stabilitas.

Kerangka Koalisi Advokasi (ACF) dalam tata kelola perkotaan Tata kelola perkotaan memerlukan kerja sama berbagai pihak. Pemerintah tidak bisa bertindak sendiri dan harus didukung oleh aktor terkait lainnya, dalam hal ini pihak swasta dan masyarakat. Upaya menyelaraskan pandangan dan tindakan Mewujudkan tata kelola perkotaan adalah hal yang tepat, keduanya dapat dibentuk melalui Kerangka Koalisi Advokasi (ACF). Pentingnya interaksi aktor dalam tata kelola perkotaan berarti bahwa partisipasi masyarakat, selain untuk meningkatkan kualitas penataan ruang, juga dimaksudkan sebagai proses pembelajaran bagi masyarakat dan pemerintah, yang secara langsung dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk mencapai kesepakatan. Pada kenyataannya, bukan hanya pemerintah yang terlibat dalam tata kelola kota; Banyak sekali aktor yang terlibat dalam penyusunan kebijakan RTRW Kota Makassar tahun 2015-2034.

Meski terkesan ada “gap” pengetahuan dan pemahaman antara konsultan perencana dan masyarakat, setidaknya forum ini bisa mengakomodir perbedaan keinginan dan harapan masyarakat mengenai arah pembangunan kotanya 20 tahun ke depan. Teori ACF sebagaimana dijelaskan pada poin kuat teorinya adalah ACF membantu menyelesaikan konflik antar aktor koalisi yang terlibat dalam permasalahan atau isu pengambilan kebijakan.

Ruang Terbuka Hijau

Menurut Irwan (2003), ruang terbuka hijau di perkotaan merupakan bagian dari penataan ruang kota yang berfungsi sebagai ruang hijau untuk pertamanan, hutan kota, rekreasi, olah raga, pemakaman, pertanian, pekarangan/halaman, jalur hijau dan lain-lain. 1 Tahun 2007 tentang Peraturan Kawasan Terbuka Hijau di Perkotaan mengatur bahwa RTH di perkotaan, yang selanjutnya disebut RTHKP, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota dan sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988 tentang pengaturan kawasan terbuka hijau di kawasan perkotaan, ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang di dalam kota atau kawasan yang lebih luas, baik yang berbentuk zona/kawasan maupun berupa kawasan/sabuk memanjang, yang dalam pemanfaatannya lebih terbuka, pada hakikatnya tanpa gedung (Departemen Dalam Negeri, 1988). Hal ini berbeda dengan pengertian ruang terbuka hijau di perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP, yaitu bagian ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang ditumbuhi tanaman dan tumbuh-tumbuhan yang menunjang manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi, dan estetika, sebagaimana tercantum dalam RTHKP. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 tentang Pengaturan Kawasan Terbuka Hijau di Perkotaan.

Kawasan terbuka hijau berupa tumbuhan dan vegetasi berperan dalam menjaga keseimbangan ekologi lingkungan. Benson dan Roe (2007) menyatakan bahwa vegetasi penting bagi fungsi ekologis dan merupakan faktor penting dalam menciptakan kelestarian lingkungan. Mengembangkan ruang terbuka hijau baru untuk mengatasi masalah keadilan lingkungan dapat menjadikan lingkungan lebih sehat dan menarik secara estetika serta dapat meningkatkan biaya perumahan dan nilai properti (Wolcha, et.al.2014).

Ruang Terbuka Hijau menyediakan ekologi, seperti penyimpanan karbon, keseimbangan karbon, penyerapan karbon, dan produksi oksigen, yang bermanfaat bagi penduduk lokal. Selain itu, pohon juga memiliki efek menguntungkan lainnya, seperti efek mendinginkan yang menimbulkan tingkat ketidaknyamanan internal manusia. Tinggi dan lebar kanopi pohon memberikan efek kesejukan yang maksimal pada siang hari dan berpengaruh positif terhadap kenyamanan iklim mikro.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari sudut pandang iklim mikro, jenis tanaman perkotaan di daerah tropis yang paling bermanfaat adalah ruang terbuka hijau dengan pepohonan yang berkanopi tinggi dan lebar (Krisdianto, et.al., 2012). Ruang terbuka hijau dapat mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK), mengurangi polusi udara, memperbaiki iklim mikro dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Komponen penting dalam konsep penataan ruang adalah penetapan vegetasi dan pengaktifan jalur hijau dan hutan kota, baik yang sudah direncanakan maupun yang sudah ada namun kurang berfungsi.

Penyerapan karbon dioksida oleh hutan kota yang memiliki 10.000 pohon berumur 16 hingga 12 tahun dapat menurunkan karbon dioksida sebesar 800 ton per tahun. Penanaman pohon mengakibatkan penyerapan karbon dioksida dari udara dan penyimpanan karbon hingga karbon tersebut terlepas kembali akibat pembusukan atau pembakaran tumbuhan. Hal ini disebabkan hutan dan tanaman yang dikelola menyebabkan terjadinya penyerapan karbon dari atmosfer, yang kemudian sebagian kecil biomassanya dipanen dan/atau memasuki kondisi matang atau membusuk (Tinambunan, 2006).

Kerangka Pikir

Fokus Penelitian

Penelitian ini akan mendeskripsikan peran koalisi pemerintah-swasta dan koalisi pemerintah-LSM dalam tata kelola kota berbasis Ruang Terbuka Hijau (GEO) di Kota Makassar.

Deskripsi Fokus Penelitian

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Sumber Data

Pihak swasta yang terlibat adalah para pengusaha yang bergerak di bidang perencanaan dan pengelolaan lingkungan hidup, serta perusahaan yang mempunyai kegiatan penghijauan di kota Makassar. Sedangkan masyarakat adalah sejumlah masyarakat yang memahami perlunya ruang terbuka hijau dan LSM seperti Walhi. Data sekunder yaitu data yang dikumpulkan peneliti dari berbagai laporan atau dokumen berupa informasi tertulis yang digunakan dalam penelitian.

Terdapat pula data sekunder, yaitu informasi tertentu tentang ruang terbuka hijau yang dapat diakses di portal berita dan majalah, serta referensi dan dokumen terpercaya yang dianggap relevan untuk selanjutnya dapat dianalisis secara mendalam.

Informan Penelitian

Teknik Pengumpulan Data

Wawancara ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi kompleks yang sebagian besar berisi opini, sikap dan data mengenai klasifikasi ruang terbuka hijau di Kota Makassar. Observasi adalah suatu pengalaman yang dilakukan secara sengaja dan sistematis sehubungan dengan kegiatan individu atau objek lain yang diselidiki. Pengamatan ini dilakukan dengan mengamati dan mencatat secara langsung objek penelitian yaitu dengan mengamati peran koalisi pemerintah-swasta dan peran koalisi pemerintah-LSM di kota Makassar dalam realisasi 30% RTH.

Peneliti akan mengumpulkan data melalui catatan-catatan yang ada baik buku, arsip maupun peraturan yang berkaitan dengan objek yang diteliti, termasuk foto, gambar dan data lainnya sebagai pelengkap yaitu data kepala bidang pengendalian dan pengelolaan lahan terbuka hijau. daerah, Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar, Kepala Bidang Kemanusiaan dan Lingkungan Hidup (Bencana, Kemanusiaan, Kesehatan dan Lingkungan Hidup) Kalla Group, LSM Walhi Kota Makassar, Ahli Planologi Universitas Bosowa Makassar, Pemerhati Lingkungan Hidup Kota Makassar, Anggota DPRD Kota Makassar.

Teknik Analisis Data

Dalam model interaktif ini terdapat empat komponen analisis utama yaitu komponen pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan komponen penarikan kesimpulan dan verifikasi.

Keabsahan Data

Kota Makassar mewajibkan minimal 30 persen ruang terbuka hijau sesuai amanat undang-undang. Peran koalisi pemerintah-swasta dalam tata kelola kota berbasis ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Makassar. Kepercayaan terhadap kebijakan mencakup kepercayaan yang dibangun koalisi terhadap komitmen/kesepakatan yang dibuat mengenai pengelolaan ruang terbuka hijau dan kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Makassar.

Sumber daya, meliputi segala upaya pengerahan sumber daya manusia untuk meningkatkan ruang terbuka hijau di Kota Makassar. Aspek ini menggambarkan perencanaan strategis koalisi yang dibangun untuk melaksanakan kebijakan ruang terbuka hijau di Kota Makassar. Aspek ini mengungkapkan keputusan bersama yang disepakati untuk menjadi sasaran kegiatan yang dapat meningkatkan jumlah ruang terbuka hijau di Kota Makassar.

Aspek output menunjukkan hasil aktual dari kegiatan yang berkontribusi terhadap terwujudnya ruang terbuka hijau di Kota Makassar. Berdasarkan data yang tersaji di atas, terlihat bahwa di Kota Makassar terdapat kawasan terbuka hijau seluas 1.399 ha yang berasal dari 14 kecamatan dengan total luas kecamatan 17.476 ha. Diskusi mengenai peran koalisi pemerintah-swasta dalam tata kelola kota berbasis ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Makassar.

Selanjutnya dari sisi produksi terlihat RTH di Kota Makassar seluas 1.399 ha yang berasal dari 14 kecamatan dengan total luas lahan kecamatan sebesar 17.476 Ha. Peran koalisi pemerintah-LSM dalam tata kelola kota berbasis ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Makassar. Kebijakan tersebut hanya mengutamakan pengelolaan lahan untuk RTH sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2014 tentang pengaturan dan pengelolaan ruang terbuka hijau.

Berdasarkan hasil wawancara di atas terlihat bahwa kebijakan pemerintah kota terhadap ruang terbuka hijau dinilai belum memberikan perubahan yang signifikan terhadap pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Makassar, meskipun sudah ada Perda No. 3. Tahun 2014 tentang Penataan dan Penataan Ruang. Sumber daya, meliputi seluruh upaya mobilisasi sumber daya yang dilakukan untuk meningkatkan ruang terbuka hijau di Kota Makassar. Strategi tersebut menggambarkan perencanaan strategis koalisi yang dibangun untuk melaksanakan kebijakan ruang terbuka hijau di Kota Makassar.

Aspek keluaran ini menunjukkan hasil nyata dari kegiatan yang telah berkontribusi dalam mewujudkan pengelolaan perkotaan berbasis ruang terbuka hijau di Kota Makassar. Setelah itu, edukasi harus diberikan kepada masyarakat untuk menciptakan kesadaran akan pentingnya ruang terbuka hijau di Kota Makassar. Pembahasan peran koalisi pemerintah-LSM dalam tata kelola kota berbasis ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Makassar.

Kebijakan ruang terbuka hijau yang dilakukan pemerintah kota belum memberikan perubahan signifikan dalam pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Makassar.

Tabel 1. Jumlah RTH Kota Makassar berdasarkan  Kecamatan
Tabel 1. Jumlah RTH Kota Makassar berdasarkan Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembahasan koalisi pemerintah-swasta

Pembahasan koalisi pemerintah-LSM

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pikir  E.  Fokus Penelitian
Tabel 1. Jumlah RTH Kota Makassar berdasarkan  Kecamatan
Gambar 2. Penanaman Mangrove Kalla Group

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut sesuai terjadi pada fenomena di lapangan bahwa berdasarkan wawancara serta pengamatan yang telah dilaksanakan dengan salah seorang guru di SMP Negeri 12 Padang yang telah