• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diabetes Melitus terbagi menjadi 2 tipe yaitu tipe I dan tipe II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Diabetes Melitus terbagi menjadi 2 tipe yaitu tipe I dan tipe II"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

Sistem endokrin yaitu system control tanpa saluran yang menghasilkan hormone menjadi tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk mempengaruhi organ-organ lain (Griffin & Ojeda, 1988 dalam M. Havid, 2013). Hormon bertindak sebagai pembawa pesan dan dibawa oleh aliran darah keberbagai sel dalam tubuh, yang selanjutnya akan menerjemahkan pesan tersebut menjadi suatu tindakan, terutama padasel pancreas atau yang dikenal sebagai pulau Langerhans berfungsi sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon insulin. Kekurangan hormone ini akan menyebabkan penyakit diabetes mellitus. Selain menghasilkan insulin, pancreas juga menghasilkan hormon glucagon yang bekerja antagonis dengan hormon insulin (Griffin & Ojeda, 1988 dalam M. Havid, 2013).

Menurut World Health Organization (WHO) Diabetes Melitus merupakan salah satu dari empat prioritas penyakit tidak menular, yang menjadi penyebab utama untuk kebutaan, serangan jantung, stroke, gagal ginjal dan amputasi kaki. Sedangkan menurut Tarwoto (2012), gejala pada penderita diabetes mellitus yaitu meningkatnya buang air kecil (poliuria), meningkatnya rasa haus (polidipsia), meningkatnya rasa lapar (polipagia), penurunan berat badan, kelemahan dan keletihan, penglihatan kabur, infeksi kulit (kulit gatal- gatal), terkadang tanpa sengaja pada keadaan tertentu, tubuh sudah dapat beradaptasi dengan peningkatan glukosa darah.

(2)

Diabetes Melitus merupakan penyakit gangguan metabolisme kronis yang ditandai peningkatan glukosa darah (Hiperglikemi), disebabkan karena ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan untuk memfasilitasi masuknya glukosa dalam sel agar dapat di gunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan sel (Ndraha, 2014). Berkurang atau tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan didalam darah dan menimbulkan peningkatan gula darah, sementara sel menjadi kekurangan glukosa yang sangat di butuhkan dalam kelangsungan dan fungsi sel (Fitriyani, 2012).

Diabetes Melitus terbagi menjadi 2 tipe yaitu tipe I dan tipe II. Individu yang menderita diabetes melitus tipe I memerlukan suplai insulin dari luar (ekso-gen insulin), seperti injeksi untuk memper-tahankan hidup. Tanpa insulin pasien akan mengalami diabetik ketoasidosis, kondisi yang mengancam kehidupan yang di hasilkan dari asidosis metabolik. Individu dengan diabetes melitus tipe II resisten terhadap insulin, suatu kondisi dimana tubuh atau jaringan tubuh tidak berespon terhadap aksi dari insulin. Sehingga individu tersebut hanya selalu menjaga pola makan, mencegah terjadinya hipoglikemi atau hiperglikemi dan hal tersebut akan berlangsung secara menerus sepanjang hidupnya (Tarwoto, 2012).

Gula Darah Sewaktu merupakan suatu pemerikssaan gula darah yang dilakukan setiap waktu tanpa harus memperhatikan makanan terakhir yang dikonsumsi. Pemeriksaan gula darah sewaktu memberikan kenyamanan pada lansia karena dilakukan kapanpun, lansia tidak perlu puasa terlebih dahulu atau jam makan yang ditentukan sehingga menghindari stress. Tujuan pemeriksaan

(3)

GDS skrining DM sebagai upaya deteksi dini terhadap penyakit ini (Depkes.

2012). DM akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar, maka sangat diperlukan program pengendalian penyakit tersebut. Menurut Susilawati (2014), DM dapat menyebabkan kematian dan kerugian ekonomi, maka pemerintah dan lembaga terkait perlu keseriusan dalam menangani masalah tersebut untuk mengurangi faktor risikonya.

Meningkatnya jumlah penderita diabetes melitus dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya adalah faktor genetik, obesitas, perubahan gaya hidup, pola makan yang salah, obat-obatan yang mempengaruhi kadar glukosa darah, kurangnya aktivitas fisik, proses menua, kehamilan, perokok dan stress (Muflihatin, 2015). Kondisi yang rileks dapat mengembalikan kotra-regulasi hormon stres dan memungkinkan tubuh untuk menggunakan insulin lebih efektif. Pengaruh stres terhadap peningkatan kadar gula darah terkait dengan sistem neuro endokrin yaitu melalui jalur Hipotalamus-Pituitary-Adrenal (Dewi, R. 2014).

Stress merupakan faktor yang berpengaruh penting bagi penderita diabetes karena peningkatan hormon stres yang diproduksi dapat menyebabkan Kadar Gula Darah menjadi meningkat. Kondisi yang rileks dapat mengendalikan kotra-regulasi hormon stres dan memungkinkan tubuh untuk menggunakan insulin lebih efektif. Stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan yang terganggu, suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan sehar-hari dan tidak dapat dihindari, setiap orang

(4)

mengalaminya, stress member dampak secara total pada individu yaitu terhadap fisik, psikologis, intelektual, social dan spiritual, stress dapat mengancam keseimbangan fisiologi (NugrohodanPurwanti2010). Salah satu penyebab dari kadar gula darah meningkat adalah tingkat stress. Stress juga dapat mengganggu kerja system endokrin sehingga dapat menyebabkan kadar gula darah meningkat (Ermawati, 2010). Tubuh akan meningkatkan gula darah dan ada cadangan energi untuk beraktivitas saat sedang stress. Tubuh itu dirancang sedemikian rupa untuk maksud yang baik. Namun,stres berkepanjangan tanpa jalan keluar, sama saja dengan bunuh diri pelan-pelan (Soegondo dan Sidartwan. 2011).

Stres dapat meningkatkan adrenalin dan meningkatkan gula dalam tubuh dengan sangat cepat. Kondi sistres yang dialami seseorang akan memicu tubuh memproduksi hormon Epinephrine atau yang juga dikenal sebagai adrenalin. Epinephrine ini dihasilkan oleh kelenjar adrenal yang terletak di atas ginjal. Hormon epinephrine biasa dihasilkan tubuh sebagai respon fisiologis ketika seseorang berada dalam kondisi tertekan, seperti saat akan dalam bahaya, diserang, dan berusaha bertahan hidup. Kondisi ini disebut fight-or- flight response. Dengan kehadiran epinephrine ini, tubuh akan mengalami kenaikan aliran darah ke otot atau jantung sehingga berdetak lebih kencang, serta pembesaran pupil mata. Hal ini didukung oleh WHO (2014) bahwa epinephrine menaikan gula darah dengan cara meningkatkan pelepasan glukosa

Epinephrine juga meningkatkan pembentukan glukosa dari asam amino atau lemak yang ada pada tubuh. Begitu gula darah melonjak drastis, pancreas

(5)

akan otomatis menghasilkan insulin untuk mengendalikan gula darah. Jika sering mengalami kondisi seperti ini, insulin pada pancreas akan habis atau jadi bermasalah. Kondisi stres yang terus berlangsung dalam rentang waktu yang lama, membuat pancreas menjadi tidak dapat mengendalikan produksi insulin sebagai hormone pengendali gula darah. Kegagalan pancreas memproduksi insulin tepat pada waktunya ini yang menyebabkan rangkaian penyakit metabolic seperti diabetes mellitus. Bila ditambah dengan gaya hidup yang buruk, kurang olah raga, serta memiliki faktor risiko diabetes, maka bukan tidak mungkin penyakit yang di identikkan dengan penyakit perkotaan tersebut akan terjadi. Gula memang menjadi penyebab diabetes, tapi stres, bisa jadi pemicu terjadinya diabetes lebih cepat. Jadi sebenarnya konsumsi gula itu bukannya dihilangkan, tapi dikurangi. Sedangkan kalau bisa, hindari hal yang dapat membuat stress akut (WHO, 2015)

Menurut WHO (2015) lansia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan. Pada lansia terjadi. Lanjut usia mengalami kemunduran dalam system fisiologinya seperti penurunan fungsi berbagai organ termasuk fungsi homeostatis glukosa. Sehingga penyakit degeneratif seperti DM akan lebih mudah terjadi. DM pada lansia terjadi karena resistensi insulin yang disebabkan oleh faktor-faktor seperti, perubahan komposisi tubuh, penurunan aktivitas fisik yang akan mengakibatkan penurunan insulin, perubahan pola

(6)

makan yang disebabkan perubahan jumlah gigi sehingga asupan bahan karbohidrat akan meningkat dan pada lansia juga terjadi perubahan neurohormonal.

Hasil penelitian Andhika Tahin 2018 di RSUD Madiun pada 45 Responden didapatkan bahwa semakin tinggistress maka semakin tinggi kadar gula darah pasien DM, sebaliknya semakin rendah tingkat stress maka semakin rendah pula kadar gula pada pasien DM. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Meivy I, dkk Tahun 2017, dilakukan di poli klinik penyakit dalam RS Pancaran Kasih GMIM Menado didapatkan bahwa dari 75 responden sebagian besar mengalami tingkat stress berat dan kadar gula darah menjadi buruk.

WHO (2013), jumlah penderita diabetes mellitus di dunia diperkirakan 347 juta orang di dunia menderita diabetes melitus dan jika ini terus dibiarkan tanpa adanya pencegahan yang dilakukan dapat dipastikan jumlah penderita diabetes melitus bisa meningkat. Memaparkan prevalensi penderita diabetes di Indonesia berpotensimengalamikenaikan drastis dari 8,4 juta orang padatahun 2000 menjadi 21,3 juta penderita 2 di 2030 nanti. Menurut Bawatong, J.

(2013), jumlah penderita DM di Indonesia menempati peringkat ke 4 di dunia

& di perkirakan pada tahun 2025 akan menjadi 12,4 juta orang.

Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013,Angka prevalensi DM tertinggi terdapat di provinsi Kalimantan Barat dan MalukuUtara (masing-masing 11,1%), diikuti Riau (10,4%) dan NAD (8,5%).

Prevalensi toleransi glukosa terganggu tertinggi di Papua Barat (21,8%), diikutiSulbar (17,6%) dan Sulut (17,3%). Menurut Dinkes Jabar (2009) dalam

(7)

Citra Windani dkk, (2018),di provinsi Jawa Barat penderita DM mengalami peningkatan2%. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai jumlah penderita diabetes yang cukup tinggi. Pasien Diabetes Melitus yang melakukan rawat jalan di beberapa rumah sakit di Jawa Barat pada tahun 2007 berjumlah 39.853 orang, sedangkan yang menjalani rawat inap sebanyak 6.668 orang. Penyakit Diabetes Melitus juga menempati posisi kelima terbesar penyakit di Kota Bandung (Dinkes Kota Bandung, 2015). Data laporan bulanan (LB1) per Puskesmas Kota Bandung dari Dinas Kesehatan Kota Bandung tahun 2010, pasien yang menjalani rawat jalan dengan diagnosa Diabetes Melitus dengan tipe tidak spesifikadalah sebanyak 31.700 orang (Dinkes Kota Bandung, 2015).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Puskesmas Babakan Sari Kota Bandung penderita DM menempati posisi ke 4 dari 10 penyakit terbanyak, pada bulan Januari 2019 yaitu berjumlah 49 orang lansia penderita DM tipe II (Puskesmas Babakan Sari, 2019). Hasil wawancara selama 2 hari pada tanggal 26 & 27 Februari didapatkan 16 penderita DM yang sedang mengontrol kadar gula darah di Puskesmas Babakan Sari. 10 dari 16 penderita mengalami stres seperti pusing, banyak fikiran dan banyak masalah dirumah.

Hasil pemeriksaan kadar gula darah 2 jam setelah makan dari 10 orang tersebut di dapatkan 8 orang dengan kadar gula darah meningkat yaitu antara 243-395 mg/dl, sementara yang 2 orang lainnya dalam batas normal.

Berdasarkan permasalahan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Tingkat Stress DenganKadar Gula

(8)

Darah Sewaktu Pada Lansia Penderita DM Tipe II Di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Babakan Sari Kota Bandung.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah”Adakah Hubungan Tingkat Stress Dengan Kadar Gula Darah Sewaktu Pada Lansia Penderita DM Tipe II Di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Babakan Sari Kota Bandung.”

C. Maksud danTujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan tingkat stress dengan kadar gula darah sewaktu pada lansia penderita diabetes melitusTipe II Di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Babakan Sarikota Bandung.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi tingkat stress penderita Diabetes Mellitus Tipe II di wilayah kerja PuskesmasBabakan Sari Kota Bandung.

b. Mengidentifikasi kadar gula darah penderita Diabetes Mellitus Tipe II diwilayah kerja Puskesmas Babakan Sari Kota bandung.

c. Mengetahui hubungan antara tingkat stress terhadap peningkatan kadar gula darah penderita Diabetes Mellitus Tipe II di wilayah kerja Puskesmas Babakan Sari Kota Bandung.

(9)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapakan dapat menjadi alternative meningkatkan perkembangan dalam ilmu keperawatan khususnnya di bidang medical bedah dan keperawatan komunitas (gerontik) yang berfocus pada tingkat stress terhadap kadar gula darah pada penderita Diabetes Mellitus Tipe II.

2. Manfaat Praktis a. Pendidikan

Secara akademi penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu keperawatan Jiwa dan keperawatan Bedah, dapat memberikan suatu karya peneliti baru yang dapat mendukung dalam pengembangan system informasi dan dapat menjadi bahan pengembangan ilmu yang telah diperoleh secara teori di lapangan dengan dijadikan sebagai acuan terhadap pengembangan ataupun pembuatan dalam penelitian yang sama.

b. Lansia Penderita DM Tipe II

Penderita DM diharapkan mengalami perubahan terhadap gula darah sewaktu pada lansia setelah mengatur tingkat stress dan kadar gula sehingga dapat mengontrol gula darah sewaktu.

c. Puskesmas

Memberikan masukan bagi pelayanan kesehatan serta mengembangkan studi asuhan keperawatan medical bedah dan

(10)

keperawatan gerontik dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada klien gula darah sewaktu pada lansia penderita diabetes mellitus di UPT Puskesmas Babakan Sari Kota Bandung.

d. Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya, khususnya yang berfocus pada tingkat stress dengan kadar gula pada penderita Diabetes Melitus.

E. Ruang Lingkup Penelitian 1. Lingkup Lokasi Puskesmas

Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Babakan Sari Kota Bandung.

2. Lingkup Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2019.

3. Lingkup Materi

Penelitian ini mengenai hubungan tingkat stress dengan kadargula darah sewaktu pada lansia penderita diabetes mellitus tipe II di wilayah kerja UPT Puskesmas Babakan Sari Kota Bandung, dengan mencakup lingkup keperawatan medical bedah dan keperawatan jiwa.

Referensi

Dokumen terkait

Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan positif penerapan