• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding Seminar Nasional PERTETA 2018

N/A
N/A
mama sayang

Academic year: 2023

Membagikan "Prosiding Seminar Nasional PERTETA 2018"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Prosiding Seminar Nasional PERTETA 2018

Mekanisasi, Otomasi dan Aplikasi ICT dalam Mendukung Bioindustri dan Industri Kelapa Sawit Berkelanjutan

29-31 Agustus 2018

Institut Pertanian STIPER Yogyakarta

(3)

Prosiding Seminar Nasional PERTETA 2018

Mekanisasi, Otomasi dan Aplikasi ICT dalam Mendukung Bioindustri dan Industri Kelapa Sawit Berkelanjutan

29-31 Agustus 2018

Institut Pertanian STIPER Yogyakarta

Peyunting:

Prof. Bambang Prastowo Prof. Lilik Sutiarso

Prof. Bambang Purwantana Dr. Ir.

Hermantoro, MS

Dr.Ir. Andreas W. Krisdiarto, M.Eng Dr.

Maria Ulfah, S.TP., M.P

Dr. Ir.

Harsa Wardana, M.Eng

Layout :

Helmi Afroda, SIP., M.IP Penerbit :

INSTIPER Press Redaksi :

Jl. Nagka II, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta ISBN :

978-602-51151-6-5

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang Copyright @2018

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari penerbit, sebagian atau seluruhnya

dalam bentuk apa pun, baik cetak, photoprint, microfilm dan sebagainya.

(4)

KATA PENGANTAR KETUA PANITIA PELAKSANA SEMINAR NASIONAL PERTETA 2018

Revolusi Industri Generasi 4.0 yang berfokus pada

Cyber Physical System

yang mencakup aplikasi

Internet of Things

(IoT) dan

Internet of People

(IoP),

cloud computation

serta

cognitive computation

menjadi tantangan tersendiri bagi kemajuan teknologi di bidang pertanian sebagai

suport system, khususnya pada perkebunan kelapa sawit. Masa yang akan datang, pertanian dan

perkebunan akan berkembang berbasis

smart farming and smart technology,

sehingga Indonesia harus mampu berkembang dan menjawab segala kebutuhan, maupun tantangan teknologi di era Revolusi Industri Generasi 4.0.

Salah satu sarana yang digunakan untuk penyebarluasan hasil riset teknologi dan inovasi pada era Revolusi Industri Generasi 4.0 adalah dengan seminar antar peneliti dalam rangka memberikan solusi dari tantangan bangsa ke depan, oleh sebab itu Seminar Nasional Perhimpunan Teknik Pertanian (PERTETA) 2018 diselenggarakan. Kegiatan seminar nasional perteta tahun 2018 digelar di PERTETA cabang Yogyakarta bekerjasama dengan Instiper Yogyakarta, sebagai salah satu rangkaian kegiatan Dies Natalis INSTIPER ke - 60. Selaras dengan kompetensi utama INSTIPER serta transformasi INSTIPER dengan visi “NIwAT” (New Instiper With Advance

Technology) 2018-2022, maka tema acara yang diusung pada Seminar Nasional PERTETA 2018

adalah

“Mekanisasi, Otomasi dan Aplikasi ICT dalam Mendukung Bioindustri dan Industri Kelapa Sawit Berkelanjutan”.

Seminar nasional PERTETA 2018 akan dihadiri oleh berbagai stakeholder yang memiliki kontribusi dalam upaya mekanisasi, otomasi dan aplikasi ICT yang meliputi kalangan pemerintah, industri, praktisi serta akademisi dalam

plenary session. Selanjutnya, seluruh peserta yang hadir

yang merupakan anggota PERTETA selaku akademisi dari berbagai universitas di seluruh Indonesia akan menyajikan makalah hasil penelitian yang selaras dengan tema: Mesin dan Peralatan, Teknik Tanah dan Air, Renewable Energy dan Bioenergi, Teknik Proses dan Industri Hilir, Otomasi dan ICT serta Lingkungan dan Bangunan Pertanian.

Adanya Seminar Nasional PERTETA 2018 di INSTIPER ini, diharapkan penyebarluasan hasil riset dan teknologi maju khususnya di bidang pertanian – perkebunan dapat terlaksana dengan baik. Selain itu diharapkan dapat terciptanya peningkatan kolaborasi riset teknologi dan inovasi antar institusi guna menyongsong era Revolusi Industri 4.0.

Yogyakarta, 20 Agustus 2018 Ketua Panitia

Dr.Ir. Andreas W. Krisdiarto, M.Eng

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

UJI KINERJA MESIN PENYOSOH SORGUM TYPE SILINDER VERTICAL

TINGKAT TIGA

Oleh : AnaNurhasanah, AthoillahAzadi, Daragantina Nursani danAmiq Nurul Azmi .. 1 - 11 PENGEMBANGAN SMART GREENHOUSE UNTUK BUDIDAYA

HORTIKULTURA

Oleh : AndiNurAlamSyah, TitinNuryawati ,Wahyu Satria Litananda... 12 - 19 RANCANG BANGUN ALAT SEMI MEKANIS PEMOTONG JANGEK

SKALA RUMAH TANGGA

Oleh : Santosa ,FadliIrsyad ,Edi FaisalHarahap... 20 - 36 MODEL PREDIKSI MUTU PEREBUSAN TANDAN BUAH SEGAR

SAWIT PADA BERBAGAI UKURAN BERAT, TINGKAT KEMATANGAN BUAH DAN MASA REBUSNYA UNTUK STERILIZER HORIZONTAL

Oleh : PanduImam ,Santosa , IsrilBerd ,Anwar Kasim... 37 - 57

PENGEMBANGAN DAN UJI UNJUK KERJA MESIN PENEPUNG SORGUM

Oleh : Arustiarso ,Andi Nur Alam Syah ,dan Ana Nurhasanah... 58-64 LAJU PENGERINGAN JAGUNG DALAM IN-STORE DRYERTERMODIFIKASI

DENGAN HEAT EXCHANGER DAN TUNGKU BIOMASSA

Oleh : Diswandi Nurba ,Raida Agustina ,Rita Khathir... 65 - 73 MODEL KINETIKA PENGERINGAN OKARA SECARA KONVEKSI

PADA SUHU EKSTREM

Oleh : Iwan Tarunan... 74 - 81 ISOTERMAL SORPSI AIR DAN KARAKTERISASI PENGERINGAN

CABAI PUYANG

Oleh : LaChoviyaHawa ,ShintaRosaliaDewi ,GabrileHardiani... 82 - 89

(6)

INSPECTING RESOURCES MANAGEMENT THROUGH MODEL RESIDUE PESTICIDE ON SOIL AND CROP QUALITY

Oleh : Fariz Kustiawan Alfarisy... 90 - 94 RANCANG BANGUN ALAT PEMUPUK KEDELAI BERBASIS

REKOMENDASI VARIABLE RATE APPLICATION (VRA)

Oleh : Fuadi,M.,Sutiarso,L.,Virgawati,S... 95 - 102 ANALISIS PERBANDINGAN AKTIVITAS MIKROORGANISME PADA

LAHAN SAWAH UNTUK BUDIDAYA PADI DENGAN METODE KONVENSIONAL DAN SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI)

Oleh : Astri Kurniawati ,Rizki Maftukhah ,Arifudin Ghofur dan Murtiningrum...103 - 117 EFEKTIVITAS PELATIHAN BUDIDAYA PADI BERBASIS MEKANISASI

TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN SERTA SIKAP DAN RESPON PETANI DI KABUPATEN BANYUASIN SUMATERA SELATAN

Oleh : Budi Raharjo, Herwenita ... 118 - 128 PENGARUH SUHU PEMASAKAN VAKUM DAN PENAMBAHAN

NATRIUM METABISULFIT (Na 2S2O5) TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA GULA CAIR TEBU HIJAU

Oleh : Musthofa Lutfi ,Rohisu Rizki Nadifa ,Bambang Dwi Argo ... 129-136 PENGEMBANGAN ALAT PENEBAR PAKAN IKAN DENGAN

MENGGUNAKAN GAYA SENTRIFUGAL

Oleh : Tamrin ,Budianto Lanya, Oktafri dan Rendi Anggit Wibisono... 136 - 144 PENGARUH AMPLITUDO DAN LAMA EKSITASI GELOMBANG

ULTRASONIK TERHADAP PRODUKTIVITAS EKSTRAKSI OLEORESIN PALA

Oleh : IW.Budiastra ,Sutrisno,dan Ahmuhardi Abdulazis... 145 - 152 UJI KESERAGAMAN PROSES PENGAPURAN DENGAN METODE

SEBAR MENGGUNAKAN IMPLEMENT SPREADER DOLOMIT

Oleh : Reski Ramadeni , Akhmad Syaifudin... 153 - 158

(7)

OPTIMASI SUHU DAN TEKANAN TERHADAP KADAR ETANOL PADA SISI PERMEAT

Oleh : Bambang Dwi Argo,Ubaidillah ,Kusuma Faisal Muhammad... 159 - 166 ANALISIS PERBANDINGAN AKTIVITAS MIKROORGANISME PADA LAHAN

SAWAH UNTUK BUDIDAYA PADI DENGAN METODE KONVENSIONAL DAN SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION

Oleh : Astri Kurniawati ,Rizki Maftukhah ,Arifudin Ghofur,dan Murtiningrum...167 - 182 KAJIAN DAMPAK ALIH GUNA LAHAN DAERAH TANGKAPAN AIR (DTA)

SUNGAI BAMBARIMI, KAB. DONGGALA, SULAWESI TENGAH

Oleh : Sentot Purboseno,Utik Tri Wulan Cahya...183 - 190 PENGEMBANGAN DESA WISATA MELALUI GERAKAN VERTICAL GARDEN

DI DESA POJOK SUKOHARJO

Oleh :

Sani Kamil Baldan ,Aditiya ,Vera Febriana Umiati ,Tinon Yudhiana ,

Diana Nur Hafifah, Rysca Indreswari...191 - 195 ANALISIS LAJU PEMBUKAAN STOMATA PADA TANAMAN

PADI (Oryza sativa L.) VARIETAS LOKAL DAN PADI UNGGUL

PADA METODE BUDIDAYA SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DAN KONVENSIONAL

Oleh : Rizki Maftukhah ,Andi Surahman Suli ,Hertiyana Nur Annisa,

Bayu D.A. Nugroho ... 196 - 208 INOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA UNTUK MENINGKATKAN

PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT DI PRENURSERY PADA DOSIS PUPUK NITROGEN YANG BERBEDA

Oleh : Suprih Wijayani, Herry Wirianata,dan Anhar Burhanuddin... 209 - 213 REKAYASA DAN PENGEMBANGAN MESIN PENGGILINGAN PADI KELILING

UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN BERAS MENCAPAI 62%

Oleh : Suparlan ,Reni Gultom ,Titin N.dan Daragantina ... 214 - 223

(8)

Prosiding Seminar Nasional PERTETA 2018

29-31 Agustus 2018, Institut Pertanian STIPER, Yogyakarta – Indonesia ISBN : 978-602-51151-6-5

Seminar Nasional PERTETA 2018 : Mekanisasi, Otomasi dan Aplikasi ICT dalam Mendukung Bioindustri dan Industri Kelapa Sawit Berkelanjutan

LAJU PENGERINGAN JAGUNG DALAM IN-STORE DRYER TERMODIFIKASI DENGAN HEAT EXCHANGER DAN TUNGKU

BIOMASSA

Diswandi Nurba(1), Raida Agustina(1), Rita Khathir(1)

(1)Program Studi TeknikPertanian, FakultasPertanian, UniversitasSyiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia

e-mail: diswandinurba@unsyiah.ac.id

In-Store Dryer (ISD) merupakan suatu sistem pengeringan biji-bijian yang dikombinasikan dengan system penyimpanan. Dengan demikian penggunaan ISD diharapkan menjadi jawaban bagi tahapan penting dalam pasca panen biji-bijian yaitu pengeringan dan penyimpanan. Pada penelitian sebelumnya, sistem ISD merupakan sistem pengering tahap kedua yang menggunakan udara lingkungan untuk menurunkan kadar air dari 16% menjadi 14%. Penelitian ini dilanjutkan untuk mengkaji potensi penggunaan ISD pada pengeringan tahap pertama. Modifikasi dilakukan dengan penambahan Heat Exchanger dan penggunaan sumber panas tambahan dari pembakaran biomassa. Pengujian dilakukan dengan kapasitas jagung 200 kg dengan kadar air awal biji jagung rata-rata sebesar 20,2%. Heat exchanger yang digunakan pada ISD berfungsi untuk menghembuskan panas biomassa ke dalam sistem pengering. Udara hasil pemanasan tersebut berada pada kisaran suhu 35-40,6oC dan RH 45,5-57,1%. Kondisi ini dapat dimanfaatkan untuk menurunkan kadar air biji jagung kering simpan dengan rata-rata 13,1% dalam waktu 36 jam pengeringan. Laju pengeringan tidak terlalu tinggi karena pengeringan ini merupakan pengeringan tumpukan tebal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan ekstrim antara kadar air lapisan bawah dan lapisan atas.

Kata Kunci:In-Store Dryer(ISD),Heat Exchanger,biji jagung, dan pengeringan tumpukan tebal 1. PENDAHULUAN

Jagung(Zea mays L.)merupakan salah satu tanaman pangan yang penting, disamping padi dan gandum. Penggunaan Jagung sebagai pangan pokok juga terdapat di beberapa daerah di Indonesia (diantaranya Nusa Tenggara dan Madura).

Budidaya jagung selain diperuntukkan sebagai sumber karbohidrat, juga sebagai pakan ternak, dan diolah menjadi beberapa produk seperti; minyak dari biji jagung, tepung jagung, dan bahan baku industri (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Mengingat pentingnya peranan jagung sebagai sumber pangan, maka penanganan pascapanen berupa pengeringan dan penyimpanan juga menjadi sangat strategis karena kedua proses tersebut akan mempengaruhi kualitas dan mutu jagung untuk pemanfaatan selanjutnya.

Berbagai metode pangeringan dan penyimpanan telah banyak diperkenalkan dan

digunakan, dari metode konvensional hingga menggunakan berbagai aplikasi teknologi, namun salah satu inovasi menarik yang terus harus dikaji secara kontinyu adalah sistem pengeringan yang digabungkan dengan penyimpanan, disamping pengoperasian yang praktis, upaya penghematan energi juga merupakan bagian dari kajian ini.

Kondisi suhu dan kelembaban di Indonesia pada umumnya aman bagi penyimpanan biji-bijian dengan kadar air sekitar 18% untuk waktu yang relatif lama. Jika menggunakan asumsi biji-bijian dengan suhu 27oC pada kadar air 18% umur simpan yang aman dapat lebih dari 20 hari, sedangkan untuk kadar air yang lebih tinggi (misalnya 20%) umur simpannya hanya kurang dari 10 hari pada suhu yang sama (Brooker et al., 1992).

Pada kondisi suhu dan kelembaban serta kadar air yang sesuai, udara lingkungan tanpa pemanasan memiliki potensi yang besar untuk

(9)

Prosiding Seminar Nasional PERTETA 2018

29-31 Agustus 2018, Institut Pertanian STIPER, Yogyakarta – Indonesia ISBN : 978-602-51151-6-5

Seminar Nasional PERTETA 2018 : Mekanisasi, Otomasi dan Aplikasi ICT dalam Mendukung Bioindustri dan Industri Kelapa Sawit Berkelanjutan

digunakan sebagai media pengeringan bagi jagung pipilan dan berbagai produk biji-bijian lainnya.

Sebagai sistem yang menggabungkan antara proses pengeringan dan penyimpanan, In-Store Dryer/ISD biasanya digunakan pada pengeringan tahap kedua, pada kadar air rata-rata 16% setelah pengeringan tahap pertama dengan menggunakan Pengering Efek Rumah Kaca (ERK), kadar air akan menurun secara perlahan dengan menghembuskan udara lingkungan hingga mencapai kadar air kesetimbangan 14%. Proses tersebut berlangsung sekaligus di dalam penyimpan, setelah kadar air kesetimbangan tercapai, maka proses penyimpanan pun berlangsung dalam sistem tersebut (Nurba, 2008).

Udara lingkungan yang cenderung berfluktuasi akan sangat mempengaruhi proses pengeringan dan kualitas bijian, sehingga harus dikondisikan, untuk mendapatkan performa pengeringan yang lebih baik. Nurba et al.( 2016), menyarankan perlunya pengkondisian input udara dengan mengontrol RH antara 55-70%, dan hal ini dapat dilakukan dengan pemanasan udara.

Disamping itu penataan saluran udara dengan porositas total juga harus dilakukan, untuk mendapatkan keseragaman aliran udara pengering agar lebih homogen.

Kajian ini merupakan penelitian lanjutan untuk melihat potensi penggunaan ISD tanpa proses pengeringan tahap pertama, dengan menghembuskan udara yang telah dipanaskan beberapa derajat diatas suhu udara lingkungan.

untuk memenuh supply udara panas ke dalam ISD dilakukan melalui Heat Exchanger dengan sumber panas biomassa arang kayu, sehingga penurunan kadar air di dalam ISD dapat dilakukan mulai kadar air kering pipil atau dengan kadar air awal 20-23%.

Sebagai suatu sistem pengering konvektif, ISD mengandalkan aliran udara yang berfungsi sebagai pembawa panas dan uap air yang merupakan kunci utama bagi keberhasilan proses pengeringan. Distribusi aliran udara yang kurang baik akan menyebabkan ketidakseragaman kadar air sehingga kualitas produk juga menjadi tidak seragam seperti diperlihatkan pada pengeringan tipe rak untuk pengeringan kakao (Nelwan, 1997).

Ketidakseragaman kadar air memang sangat rentan terjadi pada sistem pengeringan tumpukan(deep bed drying), termasuk sistem yang ada pada ISD. Untuk mengatasi hal tersebut, upaya pengadukan telah dilakukan dengan menggunakan motor pada pengering kakao. Menurut data percobaan, dibutuhkan daya motor sebesar 1.5 HP untuk menggerakkan 300-400 kg tumpukan kakao (Manalu, 1999). Kebutuhan energi untuk proses pengadukan terlihat cukup besar, sehingga metode pangadukan tidak dapat digunakan pada sistem ISD.

Sebagai solusi alternatif, penataan saluran udara di dalam ISD menjadi sangat tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Prinsip dasar penataan sistem saluran udara di dalam tumpukan bijian adalah menyediakan rongga bebas bagi pegerakan udara, sehingga udara dapat bebas bergerak ke segala arah masuk dan keluar tumpukan biji. Kebebasan pergerakan aliran udara tersebut dapat memberikan sebaran kondisi udara yang lebih seragam (Nurba et al., 2016).

Laju Pengeringan

Dalam suatu proses pengeringan, dikenal adanya suatu laju pengeringan yang dibedakan menjadi dua tahap utama, yaitu laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun. Laju pengeringan konstan terjadi pada lapisan air bebas yang terdapat pada permukaan bahan. Laju pengeringan ini terjadi sangat singkat selama proses pengeringan berlangsung, kecepatan penguapan air pada tahap ini dapat disamakan dengan kecepatan penguapan air bebas, sedangkan laju pengeringan menurun terjadi setelah periode pengeringan konstan selesai. Pada tahap ini kecepatan aliran air bebas dari dalam bahan ke permukaan lebih kecil dari kecepatan pengambilan uap air maksimum (Nurba, 2008).

Laju pengeingan dapat dihitung dengan menggunakan data pengukuran kadar air awal, kadar air akhir, dan selang waktu pengeringan berlangsung, dengan persamaan berikut:

R o 香䁢

䁢 [1]

wt merupakan berat awal bahan, wt+1 merupakan berat bahan pada waktu (t, jam) dan wamerupakan

(10)

Prosiding Seminar Nasional PERTETA 2018

29-31 Agustus 2018, Institut Pertanian STIPER, Yogyakarta – Indonesia ISBN : 978-602-51151-6-5

Seminar Nasional PERTETA 2018 : Mekanisasi, Otomasi dan Aplikasi ICT dalam Mendukung Bioindustri dan Industri Kelapa Sawit Berkelanjutan

berat bahan saat konstan serta t1dan t2 merupakan perubahan waktu (jam). Laju penguapan air adalah banyaknya air yang diuapkan setiap satuan waktu atau penurunan kadar air bahan dalam satuan waktu (Yadollahinia et al., 2008).

Seperti juga laju penurunan kadar air, rasio kelembaban juga mengalami penurunan selama proses pengeringan. Peningkatan suhu udara pengeringan mengurangi waktu yang diperlukan untuk mencapai setiap tingkat rasio kelembaban sejak proses transfer panas dalam ruang pengeringan meningkat. Sedangkan, pada suhu tinggi, perpindahan panas dan massa juga meningkat sementara kadar air bahan akan semakin berkurang (Taheri-Garavand et al., 2011).

Karakteristik pengeringan dapat dijelaskan dengan menggunakan model pengeringan yang sesuai. Nilai rasio kelembaban atau Moisture Ratio (MR) memiliki peranan penting untuk memeberikan gambaran proses pengeringan berlangsung. Nilai MR secara eksperimental selama perlakuan pengeringan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

MR= MMt - Me

o- Me [2]

MR adalah nilaimoisture ratio (rasio kelembaban), Mt adalah kadar air pada waktu t (waktu selama pengeringan, menit), Mo adalah kadar air awal bahan, dan Me adalah kadar air yang diperoleh setelah berat bahan konstan (Taheri-Garavand et al., 2011).

Nilai MR (Moisture Ratio) juga dapat diprediksi dengan menggunakan model matematika yang bersifat empiris. Terdapat beberapa model empiris yang digunakan dalam pengeringan lapis tipis diantaranya Model Lewis dan Model Page.

Model lewis mengemukakan bahwa selama berlangsungnya pengeringan bahan higroskopis, perubahan kadar air bahan selama periode laju menurun proporsional terhadap perbedaan antara kadar air dan kadar air kesetimbangan. Dengan menggunakan asumsi bahan cukup tipis atau kecepatan udara sangat tinggi serta kondisi suhu dan RH konstan.

o ݇ ܯ [3]

Nilai k merupakan konstanta laju pengeringan yang meliputi sifat-sifat perpindahan panas pada proses pengeringan berupa difusifitas, kadar air, dan koeffisien massa (Erbay and Icier, 2010)

Persamaan 3 dapat disusun ulang menjadi:

R o ܯ

ܯo exp ݇ [4]

Mt adalah kadar air basis kering pada waktu t, Me adalah kadar air kesetimbangan, Mi adalah kadar air awal bahan, k adalah konstanta pengeringan, ܯ

ܯ adalah moisture content ratio atau MR.

Selanjutnya Model lewis dimodifikasi oleh Page sehingga didapatkan model yang lebih akurat dengan penambahan konstanta n, yang digunakan pada model pengeringan jagung pipilan. Model Page ini telah banyak digunakan untuk pengeringan lapis tipis serelia, oilseeds, ear corn, dan cengkeh (Jayas et al., 1991)

R o ܯ

ܯo exp ݇ [5]

Persamaan 5 dapat ditulis:

ln ݇ ln R o ln 香 ln ݇ [6]

Kajian ini bertujuan untuk melihat Laju Pengeringan dan perubahan kadar air biji jagung selama pengeringan dalam ISD yang telah dimodifikasi dengan panambahan Heat Exchanger serta penggunaan pipa input udara dengan porositas keseluruhan.

2. METODE 2.1.Alat dan Bahan

Alat yang akan digunakan adalah; In-Store Dryer (ISD), Galah Sampel, Termokopel (CA), Hybrid Recorder, Anemometer, Oven Drying, Termometer (bola basah dan bola kering), Timbangan Digital, Mistar Ukur, dan Notebook.

Sementara bahan yang digunakan adalah adalah 200 kg jagung pipil varietas Pioner dengan kadar air rata-rata 20% bb

Bangunan ISD yang digunakan adalah ISD yang dimodifikasi dari bangunan yang telah dirancang bangun oleh Nurba, 2008 yang didesain ulang dengan penambahan Heat Exchanger dan tungku biomassa serta pipa input berpori keseluruhan. ISD ini mempunyai ukuran tinggi 1,95

(11)

Prosiding Seminar Nasional PERTETA 2018

29-31 Agustus 2018, Institut Pertanian STIPER, Yogyakarta – Indonesia ISBN : 978-602-51151-6-5

Seminar Nasional PERTETA 2018 : Mekanisasi, Otomasi dan Aplikasi ICT dalam Mendukung Bioindustri dan Industri Kelapa Sawit Berkelanjutan

m dan diameter 0,80 m. Seluruh dinding terbuat dari plat esser yang dilapisi galvanis dengan ketebalan 0.002 m, yang diperkuat oleh rangka dari pipa-pipa besi. Bagian dalam bangunan ISD ini dilengkapi dengan 13 buah pipa penyalur udara berpori, yang berfungsi sebagai pipa input berjumlah 9 pipa dengan diameter 0.08 m dan tingginya 0.65 m dari lantai ISD, Sementara pipa output berjumlah 4 pipa dengan diameter 0.12 m dan tingginya 0,8 m. Lantai ISD berbentuk plenum yang dilengkapi dengan lubang unloading bahan.

Lantai terbuat dari plat esser berpori yang digalvanis, dengan ukuran sesuai dengan ukuran bangunan ISD yaitu diameter atas 0,40 m, sementara tinggi plenum ini 0.25 m. Pada bagian bawah plenum terdapat lubang berbentuk bulat dengan diameter 0.4 yang berfungsi untuk unloadingbahan setelah selesai proses pengeringan dan penyimpanan. Di bagian bawah bangunan ISD terdapat Kipas Axial dan Heat Exchanger untuk

menghembus aliran udara pengering dengan kecepatan udara antara 1.3-1.8 m/s dengan rata- ratanya 1.6 m/s.

2.2.Prosedur

Jagung pipilan Jenis Pioner sebanyak 200 kg dengan kadar air rata-rata 20,2%, dikeringkan di dalam ISD hingga mencapai kadar air kering simpan. Dilakukan pengamatan Suhu, RH dan Kadar Air selama pengeringan berlangsung mulai pukul 09:00 – 17:00 WIB, ketebalan tumpukan 60 cm dan ketebalan lapisan pengambilan sampel setiap lapisan 20 cm dengan durasi pengeringan 8 jam perhari. Dilakukan pengambilan sampel untuk pengujian kadar air setiap 3 jam untuk melihat perubahan kadar air dan laju pengeringan. Selama pengeringan berlangsung, dihembuskan udara dari Heat Exchanger dengan pembakaran biomassa arang kayu. Secara skematis sistem kerja ISD dan lapisan jagung di dalam ISD selama pengeringan dapat dilihat pada Gambar 1

.

Gambar 1 Lapisan Biji Jagung di dalam ISD

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1.Suhu dan RH

Selama 36 jam pengeringan berlangsung, suhu udara lingkungan berkisar antara 29,4-33,6oC, dengan suhu rata-rata 31,9oC. Sementara suhu ISD yang mendapat masukan udara pengering dariHeat Exchanger berkisar antara 35-40,6oC, dengan suhu rata-rata 38,8oC. berdasarkan data tersebut, suhu ISD berada diatas suhu udara lingkungan dengan selisih rata-rata 6.9oC. Suhu udara didalam ISD juga telihat fluktuatif sesuai dengan fluktuasi suhu lingkungan, namuin fluktuasi tersebut tidak terlalu

besar dengan standar deviasi 1.4oC, sementara suhu ISD juga berfluktuasi dengan standar deviasi 1.7oC.

Dilihat dari standar deviasi masing-masing suhu, rata-rata jarak penyimpangan tidak terlalu besar.

Suhu ISD yang tidak terlalu tinggi tersebut juga disesuaikan dengan kondisi pengeringan tumpukan, udara pengering harus melewati pori- pori bijian dengan ketebalan 60 cm. sehingga kondisi suhu ISD ini cukup optimal agar tidak terjadi perbedaan yang ekstrim antar lapisan bijian di dalam tumpukan tersebut. Pengeringan di dalam ISD ini merupakan pengeringan lapisan tebal,

(12)

Prosiding Seminar Nasional PERTETA 2018

29-31 Agustus 2018, Institut Pertanian STIPER, Yogyakarta – Indonesia ISBN : 978-602-51151-6-5

Seminar Nasional PERTETA 2018 : Mekanisasi, Otomasi dan Aplikasi ICT dalam Mendukung Bioindustri dan Industri Kelapa Sawit Berkelanjutan

namun dalam kajian ini lapisan tebal tersebut terbentuk dari akumulasi lapisan-lapisan tipis.

Sebagaimana profil suhu, RH juga mengalami fluktuasi. RH lingkungan berkisar antara 74-81,2% dengan rata-rata 77,3%. sementara RH ISD berkisar antara 45,5-57,1% dengan rata- rata 51,3%. dari data yang diperoleh terlihat

perbedaan antara RH ISD dan RH lingkungan rata- rata 26%. Fluktuasi RH ISD dapat dilihat dengan standar deviasi sebesar 3,57%, walaupun masih berfluktuasi, RH ini sudah optimal untuk melakukan pengeringan biji jagung. Nilai rata-rata suhu dan RH selama pengeringan berlangsung disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Suhu dan RH rata-rata selama pengeringan berlangsung 3.2.Perubahan Kadar Air

Selama 36 jam pengeringan, ISD mampu mengurangi kadar air biji jagung dari rata-rata 20,2% menjadi rata-rata 13,1%. Pengurangan kadar air ini tentu saja berbeda antar lapisan, hal ini disebabkan pengeringan tumpukan tebal memiliki karakteristik yang berbeda dari lapisan tipis. Untuk lapisan 1, yang posisinya langsung menerima hembusan udara panas dari kipas axial dan HE, penurunan kadar air berlangsung lebih cepat dibandingkan lapisan 2 dan 3. Pada lapisan 1 terlihat penurunan berlangsung cepat pada jam ke-4

sampai jam ke-12, selanjutnya penurunan kadar air berlangsung secara perlahan, dengan trend yang terus menurun. Lapisan 1 yang berada dilapisan paling bawah dari bangunan ISD merupakan lapisan pertama yang menerima hembusan udara dari input udara kipas, sehingga kadar air dari lapisan ini diuapkan oleh udara panas dan terdorong kelapisan atas. Pada lapisan 1 selama 36 jam proses pengeringan diperoleh kadar air akhir sebesar 12,2% dari kadar air awal pengeringan sebesar 19,7%. Penurunan kadar air pada lapisan 1 disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Penurunan Kadar Air pada Lapisan 1 Lapisan 2 mempunyai pola penurunan

kadar air yang sedikit berbeda dengan lapisan 1, pada lapisan ini, penurunan kadar air berlangsung secara perlahan pada awal, namun pada jam ke-8

menuju jam ke-12 berlangsung agak cepat, selanjutnya kembali melambat dengan trend menurun, lalu meningkat kembali pada jam ke-24 menuju jam ke-28, selanjutnya perubahan kembali

(13)

Prosiding Seminar Nasional PERTETA 2018

29-31 Agustus 2018, Institut Pertanian STIPER, Yogyakarta – Indonesia ISBN : 978-602-51151-6-5

Seminar Nasional PERTETA 2018 : Mekanisasi, Otomasi dan Aplikasi ICT dalam Mendukung Bioindustri dan Industri Kelapa Sawit Berkelanjutan

melambat hingga mencapai kadar air kering simpan 13,7%. Perubahan kadar air yang bervariasi ini disebabkan kondensasi dari kadar air yang dibawa oleh udara pengering dari lapisan 1, kondensasi tersebut menyebabkan penambahan kadar air di lapisan 2, namun penambahan kadar air tersebut

tidak melebihi penurunan kadar air yang sedang berlangsung di lapisan ini, sehingga penurunan kadar air terus berlangsung meskipun lebih lambat dari lapisan 1. Pola penurunan kadar air pada lapisan 2 disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Perubahan kadar air pada lapisan 2 Lapisan 3, memiliki pola penurunan yang

agak berbeda dari dua lapisan sebelumnya, pada lapisan ini penurunan kadar air lebih lambat dari lapisan 1 dan 2. Perbedaan yang signifikan adalah adanya penambahan kadar air pada jam ke-12 dan 20. Panambahan kadar air pada lapisan ini terjadi akibat uap air yang dibawa dari lapisan 1 dan 2 terkondensasi di lapisan 3. Jumlah kondensasi tersebut melebihi jumlah pengurangan kadar air pada waktu tersebut. Namun kondensasi tidak terlalu tinggi, hanya 0,22% pada jam ke-12, dan

0,17% pada jam ke-20. Selanjutnya kadar air kembali turun dengan penurunan yang lambat.

Penurunan cepat justru terjadi pada jam ke-28 sampai jam ke-32. Penurunan cepat terjadi pada waktu-waktu akhir pengeringan dikarenakan proses kondensasi uap air dari kedua lapisan sebelumnya tidak terjadi lagi, sehingga pengurangan kadar air yang terjadi pada lapisan 3 adalah pengurangan kadar air biji jagung yang berada pada lapisan ini saja. Perubahan Kadar air lapisan 3 disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Penurunan Kadar air pada Lapisan 3 Fenomena kondensasi uap air dan

penambahan kadar air antar lapisan pada pengeringan tumpukan merupakan hal yang wajar terjadi, karena pada prinsipnya pengeringan tumpukan tebal ini adalah proses pengeringan lapisan tipis yang dikondisikan bertumpuk, maka uap air dari lapisan sebelumnya masih mungkin

terkondensasi pada lapisan setelahnya tergantung pada suhu, RH dan kecepatan udara yang membawa uap air tersebut. Tumpukan biji yang semakin tebal, membuat udara dan RH yang sebelumnya telah terlebih dahulu terjenuhkan oleh uap air yang dibawa dari lapisan-lapisan yang dilewati. Namun demikian, penurunan kadar air terus berlangsung

(14)

Prosiding Seminar Nasional PERTETA 2018

29-31 Agustus 2018, Institut Pertanian STIPER, Yogyakarta – Indonesia ISBN : 978-602-51151-6-5

Seminar Nasional PERTETA 2018 : Mekanisasi, Otomasi dan Aplikasi ICT dalam Mendukung Bioindustri dan Industri Kelapa Sawit Berkelanjutan

menuju kadar air kesetimbangan (Nurba et al., 2016).

3.3.Laju Pengeringan

Laju pengeringan dipengaruhi oleh parameter pengeringan berupa kadar air, suhu, RH dan kecepatan aliran udara pengering. Sebagaimana perubahan kadar air, laju pengeringan juga bervariasi antar lapisan selama pengamatan. Laju pengeringan pada di dalam ISD berkisar antara - 0,0037 kg/mnt.m2hingga 0,0466 kg/mnt.m2.

Pada Lapisan 1, laju pengeringan tertinggi terjadi pada jam ke-8 dengan kadar air 16,2%,

dengan laju pengeringan 0,0466 kg/mnt.m2. laju pengeringan tersebut telah mengurangi kadar air dari 19% ke 16,2%, berkurang 2,8% kadar air.

Sementara laju terendah terjadi pada jam ke-36, sebesar 0,0032 kg/mnt.m2 tepat pada akhir proses pengeringan. Pada titik ini kadar air berkurang dari 12,4% menjadi 12,2% dengan pengurangan sebesar 0,2% sebagai kadar air akhir. Laju pengeringan pada lapisan 1 disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Laju pengeringan pada Lapisan 1 Lapisan 2, laju pengeringan tertinggi terjadi

pada jam ke-12 dan jam ke-28. Pada jam ke-12 laju pengeringan sebesar 0,0222 kg/mnt.m2mengurangi kadar air dari 18,3% menjadi 17% dengan pengurangan sebesar 1,33%. Sementara pada jam ke-28 dengan laju pengeringan sebesar 0,0227 kg/mnt.m2 mampu mengurangi kadar air sebesar 1,4%, dari 15,8% menjadi 14,5%. Laju terendah terjadi pada jam ke-24 sebesar 0,0013 kg/mnt.m2 hanya mengurangi kadar air sebesar 0,1%. Secara keseluruhan laju pengeringan pada lapisan ini lebih lambat dari lapisan 1 dengan rata-rata 0,0124 kg/mnt.m2. perlambatan laju pada lapisan ini

disebabkan posisi lapisan ini berada di tengah- tengah antara lapisan 1 dan 3. Kondensasi uap air dari lapisan 1 terjadi pada lapisan 2 sementara uap air lapisan ini juga harus menembus pori bijian jagung pada lapisan 3 di atas nya, kondisi ini terus berlangsung hingga kadar air lapisan 1 mulai menurun dan kondensasi uap air berkurang.

Sehingga pada jam ke-28 laju pengeringan Lapisan 3 kembali meningkat, dan terus mengurangi kadar air hingga mencapai kadar air akhir 13,7%. Laju pengeringan pada lapisan 2 disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Laju pengeringan Lapisan 2

(15)

Prosiding Seminar Nasional PERTETA 2018

29-31 Agustus 2018, Institut Pertanian STIPER, Yogyakarta – Indonesia ISBN : 978-602-51151-6-5

Seminar Nasional PERTETA 2018 : Mekanisasi, Otomasi dan Aplikasi ICT dalam Mendukung Bioindustri dan Industri Kelapa Sawit Berkelanjutan

Laju pengeringan pada lapisan 3 membentuk pola yang berbeda dari lapisan sebelumnya, sesuai dengan pola perubahan kadar air pada lapisan ini yang mengalami peningkatan pada jam ke-12 dan 20, laju pengeringan pada jam tersebut bernilai minus. Pada jam ke-12 laju pengeringan yang terjadi sebesar -0,0037 kg/mnt.m2, nilai laju pengeringan ini terjadi akibat penguapan yang terjadi lebih kecil dari penambahan uap air akibat kondensasi dari lapisan sebelumnya, sehingga menyebabkan penigkatan kadar air sebesar 0,22% dari 19,4% menjadi 19,7%, namun setelah kondensasi berkurang, laju pengeringan kembali mengalami peningkatan dan kadar air pada lapisan ini kembali menurun. Selanjutnya pada jam ke-20,

laju pengeringan kembali menurun hingga mencapai nilai sebesar -0,0028 kg/mnt.m2 menyebabkan peningkatan kadar air sebesar 0,17%, dari 18,9% menjadi 19,1%. Melambatnya laju pengeringan hingga bernilai minus adalah akibat terjadinya kondensasi uap air dari lapisan sebelumnya yang melebihi laju pangeringan pada lapisan ini, sehingga terjadi penambahan kadar air pada waktu-waktu tertentu. Namun ketika kondensasi uap air dari lapisan sebelumnya mulai berhenti, laju pengeringan pun kembali meningkat sehingga kadar air terus turun menuju kadar air kesetimbangan. Gambar 8 menyajikan laju pengeringan pada lapisan 3.

Gambar 8 Laju pengeringan pada Lapisan 3 Laju pengeringan tertinggi pada lapisan 3

terjadi pada akhir proses pengeringan sebesar 0,0662 kg/mnt.m2 yang terjadi pada jam ke-32 dan mampu mengurangi kadar air sebesar 0,7% dari 14,1% menjadi 13,4%. Terjadinya laju pengeringan yang tinggi pada akhir proses pengeringan ini karena pada waktu sebelumnya terhambat oleh laju penambahan kadar air akibat kondensasi lapisan sebelumnya. Pada akhir proses pengeringan, semua hambatan dari kondensasi lapisan sebelumnya telah berakhir, sehingga laju pengeringan pada lapisan ini berlangsung tinggi, meskipun kalau dilihat dari grafik seharusnya telah memasuki periode laju pengeringan menurun.

4. KESIMPULAN

1. Suhu ISD rata-rata 38,8oC dengan RH rata-rata 51.3%, mampu menurunkan kadar air dari rata- rata 20,2% menjadi 13,1% dalam waktu 36 jam.

2. Laju pegeringan berkisar antar -0,0037 – 0,0466 kg/mnt.m2dengan rata-rata 0,0132 kg/mnt.m2 3. Kadar air di dalam ISD selama pengeringan

masih mengalami fluktuasi yang kecil pada Lapisan 3.

5. SARAN

Perlu pengontrolan udara input berdasarkan suhu dan RH untuk meminimalisir fluktuasi Laju pengeringan dan Kadar air.

(16)

Prosiding Seminar Nasional PERTETA 2018

29-31 Agustus 2018, Institut Pertanian STIPER, Yogyakarta – Indonesia ISBN : 978-602-51151-6-5

Seminar Nasional PERTETA 2018 : Mekanisasi, Otomasi dan Aplikasi ICT dalam Mendukung Bioindustri dan Industri Kelapa Sawit Berkelanjutan

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih kepada DRPM, Dirjend Penguatan Riset dan Pengembangan, Kemristekdikti yang telah membiayai Penelitian Strategis Nasional Institusi Tahun 2018

DAFTAR PUSTAKA

Brooker, D.B., Bakker-Arkema, F.W., Hall, C.W., 1992. Drying and Storage Of Grains and Oilseeds. Springer US.

Erbay, Z., Icier, F., 2010. A Review of Thin Layer Drying of Foods: Theory, Modeling, and Experimental Results. Crit. Rev. Food Sci.

Nutr. 50, 441–464.

https://doi.org/10.1080/1040839080243706 Jayas, D.S., Cenkowski, S., Pabis, S., Muir, W.E.,3

1991. Review of Thin-Layer Drying and Wetting Equations. Dry. Technol. 9, 551–

588.

https://doi.org/10.1080/0737393910891669 Manalu, L., 1999. Pengering Energi Surya dengan7

Pengaduk Mekanis untuk Pengeringan Kakao. IPB, Bogor.

Nelwan, L.O., 1997. engering Kakao dengan Energi Surya Menggunakan Rak Pengering dengan Kolektor Tipe Efek Rumah Kaca. IPB, Bogor.

Nurba, D., 2008. Analisis distribusi suhu, aliran udara, Rh dan kadar air dalam In-store dryer (ISD) untuk biji jagung. IPB Bogor.

Nurba, D., Wulandani, D., Purwanto, Y.A., Paramawati, R., Nelwan, L.O., 2016.

Analisis Sebaran Kadar Air Jagung Selama Proses Pengeringan dalam In-Store Dryer (ISD). Rona Tek. Pertan. 9, 11–24.

https://doi.org/10.17969/rtp.v9i1.4381 Taheri-Garavand, A., Rafiee, S., Keyhani, A., 2011.

Mathematical Modeling of Thin Layer Drying Kinetics of Tomato Influence of Air Dryer Conditions. Appl. Sci. 2, 14.

Tim Karya Tani Mandiri, 2010. Pedoman Bertanam Jagung. Nuansa Aulia, Bandung.

Yadollahinia, A.R., Omid, M., Rafiee, S., 2008.

Design and fabrication of experimental dryer for studying agricultural products. Int.

J. Agric. Biol. Pak.

(17)

Referensi

Dokumen terkait

Prosiding Seminar Nasional Perhepi Pengelolaan Agribisnis Pangan Pola Korporasi Pada Lahan Sub Optimal ISBN:

ISBN 978-602-18237-1-2 PROSIDING SEMINAR NASIONAL BIOLOGI DAN PEMBELAJARAN BIOLOGI 2017 ““Biodiversitas Kepulauan Maluku dan Pemanfaatannya dalam menunjang Pembelajaran Biologi”

ISBN 978-602-18237-1-2 Seminar Nasional Biologi & Pembelajaran Biologi Rehena, J.F Ambon, 26 Oktober 2017 92 Bionomik Nyamuk Anopheles serta Hubungannya dengan Prevalensi dan Case

Prosiding Seminar Nasional dan Diseminasi Penelitian Kesehatan STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya, 21 April 2018 ISBN:978-602-72636-3-5 64 EFEKTIFITAS SPIRITUAL EMOTIONAL

Prosiding Seminar Nasional dan Diseminasi Penelitian Kesehatan STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya, 21 April 2018 ISBN:978-602-72636-3-5 170 Berdasarkan hasil penelitian kadar

Prosiding Seminar Nasional dan Diseminasi Penelitian Kesehatan STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya, 21 April 2018 ISBN:978-602-72636-3-5 21 HUBUNGAN ANTARA DIABETES MILITUS DAN

Prosiding Seminar Nasional Teknik Tahun 2020 SENASTIKA 2020 Universitas Islam Kalimantan MAB ISBN: 978-623-7583-57-8 24 Oktober 2020 xi TE07 Pengembangan Smart Motor untuk

i ISBN : 978-602-98569-1-0 PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI TERAPAN VI SNTEKPAN VI TAHUN 2018 “ PENDEKATAN MULTIDISIPLIN MENUJU TEKNOLOGI DAN INDUSTRI YANG