PENGGUNAAN BUNGKIL INTI SAWIT SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN PAKAN KONSETRAT PADA SAPI
POTONG UNTUK MENINGKATKAN EFESIENSI BIAYA PRODUKSI
PROPOSAL
Oleh :
DANIEL SYAHPUTRA SIMAREMAE 220306034
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2024
PENGGUNAAN BUNGKIL INTI SAWIT SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN PAKAN KONSETRAT PADA SAPI
POTONG UNTUK MENINGKATKAN EFESIENSI BIAYA PRODUKSI
PROPOSAL
Proposal sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara Oleh :
DANIEL SYAHPUTRA SIMAREMARE 220306034
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2024
Lembar Pengesahan
Judul : PENGGUNAAN BUNGKIL INTI SAWIT SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN PAKAN KONSETRAT PADA SAPI POTONG UNTUK MENINGKATKAN EFESIENSI BIAYA PRODUKSI
Nama : Daniel Syahputra Simaremare NIM : 220306034
Program Studi : Peternakan
Disetujui oleh : Komisi Pembimbing
Dr. Usman Budi S.Pt., M.Si NIP. 197309022005011001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si. IPM NIP. 196711261994031003
Tanggal ACC: November 2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul P enggunaan Bungkil Inti Sawit Sebagai Pengganti Pakan Konsentrat Pada Sapi Potong Untuk Meningkatkan Efisiensi Biaya Produksi. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Usman Budi S.Pt., M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta dorongan selama proses penulisan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh dosen Prodi Peternakan yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan selama masa perkuliahan.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan moral, material, serta doa yang tiada henti. Teman- teman seperjuangan di Prodi Peternakan yang telah menjadi rekan diskusi dan sumber semangat selama proses penulisan skripsi ini juga tidak kalah pentingnya dalam memberikan dukungan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang peternakan.
Demikian, semoga Allah SWT selalu memberikan ridha-Nya atas semua usaha yang telah dilakukan.
Medan, Oktober 2024
Daniel Syahputra Simaremare 2203060634
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI...1
I. PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang...1
1.2 Tujuan Penelitian...3
1.3 Hipotesis Penelitian...3
1.4 Kegunaan Penelitian... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA... 4
2.1. Bungkil Inti Sawit (BIS)... 4
2.2. Konsentrat Pakan...5
2.3. Produktivitas Sapi Potong...8
2.3.1. Pertambahan Bobot Badan (PBB)...8
2.4. Biaya Pakan... 9
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN...11
3.1. Lokasi Penelitian... 11
3.2. Sumber Data... 11
3.3. Metode Pengumpulan Data...11
3.4. Analisis Data... 12
3.4.1. Feed Covertion Ratio (FCR)...12
3.4.2. Efisiensi Ekonomi...12
DAFTAR PUSTAKA...13
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bungkil inti sawit merupakan produk sampingan yang dihasilkan dari proses pengolahan minyak kelapa sawit, yang terdiri dari sisa-sisa biji atau inti sawit setelah diambil minyaknya. Secara komposisi, bungkil inti sawit kaya akan protein, serat, dan lemak, menjadikannya sebagai alternatif sumber pakan ternak yang memiliki nilai gizi cukup tinggi. Dalam konteks peternakan unggas, khususnya dalam produksi telur puyuh (Coturnix coturnix japonica), penggunaan bungkil inti sawit sebagai bahan ransum dapat berkontribusi positif terhadap performa produksi telur. Kandungan nutrisi yang terdapat dalam bungkil inti sawit dapat mendukung pertumbuhan dan kesehatan puyuh, serta meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi telur yang dihasilkan (Pitaloka, 2017).
Bungkil inti sawit adalah produk sampingan yang dihasilkan dari proses pengolahan minyak kelapa sawit, berupa sisa biji atau inti sawit setelah minyaknya diekstraksi. Dalam konteks pakan ternak, bungkil inti sawit memiliki nilai gizi yang signifikan, terutama karena kandungan protein kasarnya yang relatif tinggi dan serat kasar yang dapat mendukung kesehatan pencernaan hewan. Ketersediaan bungkil inti sawit yang melimpah di negara-negara penghasil kelapa sawit, termasuk Indonesia, menjadikannya sebagai sumber pakan yang ekonomis dan ramah lingkungan (Sukatyana et al., 2011). Kandungan nutrisi dalam bungkil inti sawit, seperti protein kasar, lemak, dan serat, menjadikannya sebagai sumber pakan yang potensial untuk berbagai jenis hewan, termasuk ikan. Secara spesifik, bungkil inti sawit mengandung sekitar 18-20% protein kasar, 6-10% lemak, dan serat kasar yang cukup tinggi, yang dapat berperan penting dalam diet ikan. Dalam konteks penelitian ini, penggunaan bungkil inti sawit fermentasi dalam pakan ikan mas (Cyprinus carpio L.) diharapkan dapat meningkatkan kecernaan nutrisi dan mempromosikan pertumbuhan yang lebih baik (Amri, 2007).
Penggantian pakan konsentrat dengan bungkil inti sawit dalam formulasi pakan ternak merupakan strategi yang semakin menarik perhatian dalam usaha meningkatkan efisiensi pakan dan keberlanjutan produksi. Bungkil inti sawit, yang merupakan produk sampingan dari industri kelapa sawit, mengandung berbagai
2
nutrisi penting seperti protein, lemak, dan serat yang dapat memberikan kontribusi signifikan dalam diet ruminansia. Dalam konteks penelitian ini, pakan komplit berbasis bungkil inti sawit yang diportifikasi dengan probiotik diharapkan dapat meningkatkan fermentabilitas rumen, sehingga mendukung proses pencernaan yang lebih efektif dan efisien. Probiotik yang ditambahkan dalam pakan dapat meningkatkan populasi mikroba positif dalam rumen, memperbaiki kecernaan bahan pakan, serta meningkatkan produksi asam lemak volatil yang berperan penting dalam metabolisme energi ternak. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dampak penggantian pakan konsentrat dengan bungkil inti sawit terhadap fermentabilitas rumen, sebagai upaya untuk memanfaatkan sumber daya lokal secara optimal dan mendukung keberlanjutan dalam budidaya ternak. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna bagi peternak dalam merumuskan pakan yang lebih ekonomis dan berkualitas (Muthalib dan Dianita, 2024).
Bungkil inti sawit, sebagai hasil samping dari industri kelapa sawit, memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak, terutama untuk sapi potong. Biaya produksi bungkil inti sawit relatif rendah dibandingkan dengan pakan konsentrat konvensional, sehingga dapat menjadi alternatif yang ekonomis bagi peternak. Ketersediaan bungkil inti sawit yang melimpah di daerah penghasil kelapa sawit di Indonesia menjadikannya sumber pakan yang mudah diakses dan terjangkau (Elisabeth dan Ginting, 2003).
Berdasarkan pertimbangan penting mengenai biaya pakan dan efisiensi produksi, penelitian tentang penggunaan bungkil inti sawit sebagai pengganti pakan konsentrat menjadi sangat relevan dalam konteks peternakan sapi potong.
Penggunaan bungkil inti sawit yang kaya akan nutrisi, serta ketersediaannya yang melimpah, dapat memberikan solusi ekonomis bagi peternak untuk mengurangi biaya pakan sekaligus meningkatkan efisiensi dalam produksi. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat dihasilkan informasi yang berharga tentang formulasi pakan yang optimal, yang tidak hanya dapat meningkatkan pertumbuhan sapi potong tetapi juga mendukung keberlanjutan usaha peternakan. Dengan demikian, penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap
3
pengembangan praktik peternakan yang lebih efisien dan ramah lingkungan di Indonesia.
1.2 Tujuan Penelitian
Untuk mengevaluasi dampak penggunaan bungkil inti sawit terhadap kesehatan dan performa sapi potong dalam proses pemeliharaan.
1.3 Hipotesis Penelitian
Peenggunaan bungkil inti sawit sebagai pengganti pakan konsentrat memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan bobot sapi potong dibandingkan dengan pakan konsentrat konvensional.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna bagi peternak mengenai penggunaan bungkil inti sawit sebagai alternatif pakan, sehingga dapat meningkatkan efisiensi biaya produksi dalam budidaya sapi potong.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bungkil Inti Sawit (BIS)
Pembiayaan bahan pakan dalam dunia peternakan unggas mencapai 55- 70%. Sehingga, pemanfaatan BIS dapat menjadi penolong dalam menurunkan modal pakan yang murah namun (Tafsin et al., 2007). Bungkil inti sawit merupakan hasil sampingan dari industri pengolahan kelapa sawit, kandungan protein kasar pada bungkil inti sawit cukup tinggi yaitu 14% - 20% (Rakhmani et al., 2015).
Bungkil inti sawit merupakan limbah agroindustri yang berasal dari industri kelapa sawit. Produk sampingan agroindustri ini telah digunakan sebagai bahan pakan untuk mengurangi proporsi jagung dalam ransum unggas (Alshelmani et al., 2016).
Penggunaan BIS sebelum fermentasi bisa hingga 10% pada ternak tertentu, namun setelah difermentasi penggunaannya dapat dinaikkan menjadi 21% pada ayam pedaging dan 25% pada ayam petelur (Pasaribu, 2018). BIS dapat dijadikan sebagai prebiotik karena mengandung mannan oligosakrida berpotensi untuk menekan bakteri patogen, menunjang pertumbuhan bakteri non patogen, dan sekaligus mengurangi sintesis amonia (NH3) (Yusrizal et al., 2012).
Penggunaan BIS dalam ransum ayam broiler terbatas hanya 10%, karena BIS mengandung serat kasar yang tinggi sehingga ayam cepat kenyang walaupun kebutuhan gizinya belum terpenuhi (Nuraini dan Mahendra, 2002). Bungkil inti sawit mengandung serat kasar yang tinggi (17,63%), sementara serat kasar yang diperbolehkan untuk pakan unggas maksimal 5%. Selain itu, dalam BIS masih ada sisa-sisa cangkang sawit, dapat mencapai sekitar 9,1-22,8% yang menyebabkan semakin tingginya kadar serat kasar dan dikhawatirkan merusak dinding saluran pencernaan (Sinurat et al., 2013).
Secara umum kandungan serat dan protein yang tinggi dan rendah masingmasing, serta adanya faktor anti nutrisi dan racun, dapat membatasi penggunaan agroindustri produk sampingan industri sebagai pakan unggas (Sindhu et al., 2002). Bungkil inti sawit kaya akan NSP dengan struktur utama galaktomanan, glukomanan dan manan dengan jumlah manan sekitar 35,2%, komponen karbohidrat BIS banyak mengandung selulosa, β-mannan dan lignin (Ribeiro et al., 2011). Kadar manan didalam BIS sebesar >40% dalam pakan unggas
5
dapat 5 menyebabkan kotoran basah dan timbulnya penyakit pada usus sehingga terjadi penurunan performan ayam (Daskiran et al., 2004).
2.2. Konsentrat Pakan
Pakan penguat (konsentrat) adalah pakan yang mengandung serat kasar relatif rendah dan mudah dicerna. Bahan pakan penguat ini meliputi bahan pakan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, dedak, katul, bungkil kelapa, tetes, dan berbagai umbi. Fungsi pakan penguat adalah meningkatkan dan memperkaya nilai gizi pada bahan pakan lain yang nilai gizinya rendah18 . Konsentrat biasanya tersusun dari berbagai bahan pakan biji-bijian dan hasil ikutan dari pengolahan hasil pertanian maupun industri.
Pemberian konsentrat dimaksudkan untuk mempercepat pertumbuhan sapi.
Namun, pemberian pakan penguat berupa konsentrat harus memperhitungkan nilai ekonomisnya. Pemberian konsentrat yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerugian bila tidak diiringi peningkatan pertumbuhan atau produksi yang sesuai19 . Jika ransum yang seluruhnya terdiri dari makanan penguat atau hijauan hanya sedikit, maka efisiensi penggunaan makanan diperbaiki tetapi harus diberi sumber energi yang tinggi, dan jika hijauan dalam ransum dihilangkan maka sangat berbahaya karena ransum tidak mengandung serat kasar yang tinggi, minimal 10%
hijauan harus ada dalam ransum untuk menghindari gangguan pencernaan.
Kandungan gizi konsentrat dibagi dua golongan yaitu pertama konsentrat sebagai sumber protein, apabila kandungan protein lebih dari 18%, Total Digestible Nutrision (TDN) 60%. Konsentrat berasal dari hewan dan tumbuhan. Berasal dari hewan mengandung protein lebih dari 47%, mineral Ca lebih dari 1% dan P lebih dari 1,5% serta kandungan serat kasar dibawah 2,5%. Contohnya: tepung ikan, tepung susu, tepung daging, tepung darah, tepung bulu, dan tepung cacing. Berasal dari tumbuhan, kandungan proteinnya dibawah 47%, mineral Ca dibawah 1% dan P dibawah 1,5% serat kasar lebih dari 2,5%. Contohnya : tepung kedelai, tepung biji kapuk, tepung bunga matahari, bungkil wijen, bungkil kedelai, bungkil kelapa, bungkil kelapa sawit dan lain-lain. Konsentrat sebagai sumber energi, apabila kandungan protein dibawah 18%, TDN 60% dan serat kasarnya lebih dari 10%.
Contohnya : dedak, jagung, empok, polar dan lain-lain.
6
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan pakan penguat adalah sebagai berikut:
a. Ketersediaan harga satuan bahan pakan mudah diperoleh di suatu daerah, dengan harga bervariasi, sedang di beberapa daerah lain sulit didapat. Harga per unit bahan pakan sangat berbeda antara satu daerah dan daerah lain, sehingga keseragaman harga per unit nutrisi (bukan harga per unit berat) perlu dihitung terlebih dahulu.
b. Standar kualitas pakan penguat dinyatakan dengan nilai nutrisi yang dikandungnya terutama kandungan energi dan potein. Sebagai pedoman, setiap kilogram pakan penguat harus mengandung minimal 2500 Kcal energi, 17%
protein, dan serat kasar 12%.
c. Metode dan teknik pembuatan untuk pakan penguat adalah metode simultan, metode segiempat bertingkat, metode aljabar, metode konstan kontrol, metode ekuasi atau metode grafik.
Berikut adalah bahan pakan yang ditambahkan dalam konsentrat antara lain:
1. Dedak Padi
Dedak padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari pemisahan beras dengan kulit gabahnya melalui proses penggilingan padi dari pengayakan hasil ikutan dari penumbukan padi. Dedak merupakan hasil ikutan dalam proses pengolahan gabah menjadi beras yang mengandung bagian luar yang tidak tebal, tetapi tercampur dengan penutup beras. Hal ini mempengaruhi tinggi atau rendahnya kandungan serat kasar dedak . Dedak Kasar adalah kulit gabah halus yang bercampur dengan sedikit pecahan lembaga beras dan daya cernanya relatif rendah. Sebenarnya dedak kasar ini sudah tidak termasuk sebagai bahan makanan penguat (konsentrat) sebab kandungan serat kasarnya relatif terlalu tinggi (35.3%).
Dedak halus biasa ini banyak mengandung komponen kulit gabah, juga selaput perak dan pecahan lembaga beras. Kadar serat kasarnya masih cukup tinggi akan tetapi sudah termasuk dalam golongan konsentrat karena kadar serat kasar dibawah 18%.
2. Ampas Tahu
Ampas tahu adalah ampas yang diperoleh dari pembuatan tahu yang diberikan kepada ternak besar dan kecil. Biasanya pemberiannya dicampur dengan
7
bekatul diberi air dan lebih baik lagi jika dicampur dengan ketela yang telah dicacah. Ampas tahu dalam keadaan segar mengandung lebih dari 80% air.
Pemanfaatan ampas tahu sangat efektif diman terlihat pada sapi potong dengan pertambahan berat badan akan lebih cepat. Selain pertumbuhan lebih cepet karkasnya bisa mencapai 60% dari berat sapi hidup .
3. Bungkil Kelapa
Bungkil kelapa adalah hasil ikutan yang didapat dari ekstraksi daging buah kelapa segar atau kering. Mutu standar bungkil kelapa meliputi kandungan nutrisi dan batas tolerasi aflatoxin . Bungkil kelapa banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak karena memiliki kandungan protein yang cukup tinggi.
Protein kasar yang terkandung pada bungkil kelapa mencapai 23%, dan kandungan seratnya yang mudah dicerna merupakan suatu keuntungan tersendiri untuk menjadikan sumber energi yang baik sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, seperti sebagai bahan pakan pedet terutama untuk menstimulasi rumen dan pakan asal bungkil kelapa juga terbukti ternak dapat menghasilkan susu yang lebih kental dan rasa yang enak.
Penambahan bungkil kelapa dapat meningkatkan konsumsi pakan, kecernaan pakan dan pertambahan bobot badan harian. Ternak ruminansia yang mendapatkan pakan berkualitas rendah sebaiknya diberikan pakan tambahan yang kaya akan nitrogen untuk merangsang pertumbuhan dan aktivitas mikroba di dalam rumen . Bungkil kelapa diperoleh dari ampas kopra.
4. Garam
Garam yang dimaksud disini adalah garam dapur (NaCl), dimana selain berfungsi sebagai mineral juga berfungsi meningkatkan palatabilitas (Pardede dan Asmira, 1997). Na dan Cl untuk memenuhi kebutuhan produksi optimum. Hampir semua bahan makanan nabati (khususnya hijauan tropis) mengandung Na dan Cl relatif lebih kecil dibanding bahan makanan hewani27 .
5. Tetes tebu (Molasses)
Molasses dapat digunakan sebagai pakan ternak. Keuntungan penggunaan molasses untuk pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi (48-60% sebagai gula), kadar mineral cukup dan disukai ternak. Tetes tebu juga mengandung vitamin B kompleks dan unsur-unsur mikro yang penting bagi ternak seperti kobalt, boron,
8
yodium, tembaga, dan seng, sedangkan kelemahannya ialah kaliumnya yang tinggi dapat menyebabkan diare jika dikonsumsi terlalu banyak.
2.3. Produktivitas Sapi Potong
2.3.1. Pertambahan Bobot Badan (PBB)
Pertumbuhan adalah merupakan aktivitas fisiologis yang dapat dinyatakan dengan PBB rata-rata persatuan waktu. Laju PBB rata-rata harian atau Avarage Daily Gain (ADG) dari individu atau sekelompok ternak dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:
ADG=W2−W1 t1−t2
Dimana W2 dan W1 masing-masing adalah BB akhir dan awal penimbangan, sedangkan t1 dan t2 adalah periode lama waktu antara penimbangan awal sampai akhir . Kecepatan PBB ini diantarnya dipengaruhi oleh jumlah kosumsi pakan yakni makanan yang dihabiskan.
PBB merupakan salah satu hal yang cukup penting untuk diperhatikan karena dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi dari pakan yang diberikan. PBB terjadi cepat sekali pada fase-fase sebelum dewasa tubuh, setelah itu kecepatan pertumbuhan berkurang terus hingga pada ahirnya akan tetap setalah ternak mencapai dewasa. Pertumbuhan yang cepat pada ternak muda dapat dipacu dengan pemberian pakan yang berkualitas tinggi dan dalam jumlah yang cukup, tetapi untuk ternak dewasa peningkatan BB yang terjadi sebagai akibat penimbunan lemak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan setelah disapih adalah pakan, jenis kelamin, umur dan BB saat penyapihan serta lingkungan tempat ternak berada.
2.3.1.1. Konsumsi Pakan
Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Konsumsi meliputi proses mencari pakan, mengenal dan mendekati pakan, proses bekerjanya indera ternak terhadap pakan, proses memilih pakan dan proses menghentikan makan .
Tingkat konsumsi (Voluntary Feed Intake) adalah jumah pakan yang
9
dikonsumsi oleh ternak. Konsumsi pakan merupakan faktor esensial untuk mengetahui kebutuhan pokok dan produksi. Tingkat konsumsi dapat menggambarkan palatabiltas.
Tingkat konsumsi ransum banyak ditentukan oleh palatabilitas (bau, warna dan tekstur), sistem tempat dan pemberian pakan serta kepadatan kandang. Jumlah kebutuhan pakan setiap ternak berbeda tergantung pada jenis ternak, umur, fase (pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya (temperatur, kelembapan udara) serta bobot badannya3. Jumlah konsumsi pakan merupakan faktor penentu yang paling penting dalam menentukan jumlah zat-zat makanan yang didapat oleh ternak. Tinggi rendah konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (kondisi ternak itu sendiri).
2.4. Biaya Pakan
Secara ekonomis, bahan pakan basal sebaiknya tersedia secara lokal (diproduksi sendiri) dan oleh karena itu, harganya akan relatife murah dibandingkan kalau bahan pakan tersebut harus didatangkan dari luar daerah. Secara ekonomis, suatu bahan pakan yang harus diangkut hendaknya mempunyai nilai nutrisi yang tinggi (misalnya kadar zat-zat pakan/suatu bobot tertentu tinggi, apalagi kalau zat- zat pakan andalan tersebut kecernaannya tinggi) sehingga ongkos pengangkutan tersebut relatife menjadi tidak mahal.
Pengeluaran untuk bahan pakan dalam suatu usaha peternakan adalah terbesar, oleh karena itu efisiensi penggunaan bahan pakan yang terdapat dalam bahan pakan tersebut perlu diperhatikan. Hal ini lebih terasa lagi oleh pengusaha apabila sedang menyusun strategi pemberian pakan secara normal dapat saja didatangkan dari luar bila diperlukan (dengan asumsi ongkos pengangkutan seperti diutarakan tadi) dan harganya relatife mahal mungkin dapat pula dipertanggungjawabkan secara ekonomis melalui penggunaannya yang relatife sedikit dibandingkan dengan bahan pakan basal dan bahan pakan semacam ini bersifat katalitik.
Biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomi yang diperlukan, yang tidak dihindarkan, dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan suatu produk. Biaya bagi perusahaan adalah nilai faktor-faktor produksi untuk
10
menghasilkan produk. Biaya produksi adalah kompensasi yang diterima oleh pemilik faktor-faktor produksi atau biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam proses produksi, baik secara tunai maupun tidak tunai. Ada dua macam biaya dalam usaha tani yaitu biaya tunai dan biaya tidak tunai.Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan untuk biaya tenaga kerja, biaya-biaya untuk membeli faktor produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan biaya panen sedangkan dalam usaha peternakan biaya ini meliputi biaya penggembalaan, biaya pembersihan kandang dan jenis upah kegiatan lainnya .
Biaya produksi juga digolongkan menjadi biaya tetap dan biaya variabel.
Biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya tidak tergantung pada jumlah produksi yang antara lain kandang, lahan dan peralatan. Biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan jumlah produksi yang dihasilkan.Semakin besar kuantitas produk yang dihasilkan maka semakin besar biaya variabel yang dibutuhkan. Biaya variabel ini meliputi biaya pakan, obat- obatan dan vaksinasi, upah tenaga kerja dan biaya lainnya.Biaya produksi terbesar yang dikeluarkan dalam usaha peternakan adalah biaya variabel, terutama biaya pakan dan upah tenaga kerja.
Biaya pakan dapat mencapai 60-80% dari biaya total. Faktor yang memepengaruhi biaya pakan adalah bobot badan sapi, harga bahan pakan penyusun pakan tersebut, musim dan kontinuitas. Nilai harga pakan dalam penggemukan sangat dipengaruhi oleh lama penggemukan, fluktuasi harga pakan dan bobot hidup ternak. Harga pakan dipengaruhi oleh musim karena menyangkut ketersediaan pakan sementara harga sapi bobot hidup relatif stabil .
11
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – Juni 2025. Lokasi penelitian bertempat di PT. Juang Jaya Abdi Alam, Jalan Hilir, Talun Kenas, Kec. Sinembah Tj. Muda Hilir, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara 20363, Indonesia.
3.2. Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat kuantitatif karena dinyatakan dengan angka-angka yang menunjukkan nilai terhadap besaran atas variabel yang diwakilinya (Sugiyono, 2015) yang menggambarkan dan menjelaskan mengenai bagaimana efisiensi ekonomi pada peternakan sapi potong di PT. Juang Jaya Abdi Alam.
Adapun sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah :
1. Data primer merupakan data yang bersumber dari hasil wawancara langsung dengan reponden mengenai berat badan sapi, jumlah konsumsi pakan, harga pakan serta harga jual sapi pada peternakan sapi potong mandiri di PT. Juang Jaya Abdi Alam Talun Kenas, Kec. Sinembah Tj. Muda Hilir, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara
2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh melalui dokumen ataupun dari pihak instansi – instansi terkait, seperti perusahaan yang berhubungan dengan penelitian yang terdiri dari keadaan umum perusahaan dan kontrak kerja.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik yaitu :
1. Teknik observasi, dimana peneliti selalu berupaya mencari informasi dari aparat pelaksana usaha peternakan sapi potong mandiri di PT. Juang Jaya Abdi Alam Talun Kenas, Kec. Sinembah Tj. Muda Hilir, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
2. Teknik wawancara, dilakukan kepada responden yaitu sumber daya manusia (SDM) dari usaha peternakan sapi potong mandiri di PT. Juang Jaya Abdi Alam Talun Kenas, Kec. Sinembah Tj. Muda Hilir, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara dengan menggunakan pedoman umum (kuisioner) yang disiapkan
12
sebelumnya berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternative jawabannya pun telah dipersiapkan yang dipergunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahui.
3. Teknik dokumentasi digunakan dokumen-dokumen yang terkait dengan usaha peternakan sapi potong mandiri di PT. Juang Jaya Abdi Alam Talun Kenas, Kec.
Sinembah Tj. Muda Hilir, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
3.4. Analisis Data
3.4.1. Feed Covertion Ratio (FCR)
Analisis usaha ternak ayam broiler ini digunakan untuk menghitung feed convertion rasio (FCR) ayam broiler dimana jumlah pakan yang dikonsumsi ternak akan dibagi dengan berat badan yang dicapai sehingga akan diperoleh nilai FCR yang diinginkan :
FCR=Jumlah Pakan dikonsumsi(kg) Berat badan yang dicapai(kg) 3.4.2. Efisiensi Ekonomi
Efisiensi Ekonomi adalah output (harga jual ayam) dibagi dengan input (harga pakan). Efisiensi ekonomi dapat diperoleh dengan cara melihat output (harga jual) dan input (harga pakan) dengan rumus sebagai berikut :
Efisiensi=output input Ket :
Output = Harga Jual Ayam Input = Harga Pakan
Nilai efisiensi suatu unit antara 0 – 1. Apabila lebih dari satu atau kurang dari nol maka dikatakan tidak efisien.
13
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2002. Meningkatkan Produktivitas Ayam Ras Pedaging. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Amri, M. (2007). Pengaruh bungkil inti sawit fermentasi dalam pakan terhadap pertumbuhan ikan mas (Cyprinus carpio L.). Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia, 9(1), 71-76.
Archipelago Journal of Animal Science (IAJAS)/Jurnal Peternakan Nusantara (JPN), 10(1).
Ayuni, N. 2005. Tata Laksana Pemeliharaan dan Pengembangan Ternak Sapi Potong Berdasarkan Sumber Daya lahan di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
Chuzaemi, S. 1989. Kecernaan dan Retensi Nitrogen Pada Ternak yang Diberi Ransum Basal Jerami Padi dan Menir Dengan Tambahan Urea Molasses Blok. Pros. Pertemuan Ilmiah Ruminansia. Jilid 2. Puslitbangnak, Bogor Cole, H.H. 1998. Introduction to Livestock Production 2nd Edition. W.H. Freeman
and Company, San Francisco.
Davies HL. 1983. Principle on Growth of Animal. In H. L. Davies, Nutrition on Growth Manual. Canberra. AUIDP.
Elisabeth, J., & Ginting, S. P. (2003). Pemanfaatan hasil samping industri kelapa sawit sebagai bahan pakan ternak sapi potong. Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bengkulu, 9-10.
Kuswandi, 2011. Sumber Bahan Pakan Lokal Ternak Ruminansia. Pusat penelitian dan pengembangan peternakan.Bogor.
Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan, Jakarta.
Lubis, D.A. 1960. Ilmu Makanan Ternak. Program Pasca sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Mariyono. 2005. Analisis Usaha Penggemukan Sapi Potong. Pusat Koperasi Sapi Potong, Jawa Timur. Un-publish.
Mariyono. R,. 2007. Petunjuk Teknis : Teknologi Inovasi Pakan Murah untuk Usaha Pembibitan Sapi Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Pasuruan
Muthalib, R. A., & Dianita, R. (2024). EVALUASI PAKAN KOMPLIT
14
BERBASIS BUNGKIL INTI SAWIT YANG DI PORTIFIKASI PROBIOTIK TERHADAP FERMENTABILITAS RUMEN. Indonesian Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta.
Parakkasi, A. 2001. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Pitaloka, W. (2017). Performa Produksi Telur Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Yang Diberi Ransum Mengandung Bungkil Inti Sawit (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS JAMBI).
Pond, W.G., D.C. Church, K.R. Pond and P.A. Schoknecht. 2005. Basic Animal Nutrition and Feeding. Fifth Ed. John Wiley and Sons, Inc. United States.
91- 109.
Rosida, I. 2006. Analisis Potensi Sumber Daya Peternakan Kabupaten Tasikmalaya Sebagai Wilayah Pengembangan Sapi Potong. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Sagala, W. 2011. Analisis Biaya Pakan dan Performa Sapi Potong Lokal Pada Ransum Hijauan Tinggi yang Disuplementasi Ekstrak Lerak (Sapindus rarak). Skripsi S1. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Siregar, S. B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta.
Siregar, S. B. 2001. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Siregar, S. B. 2008. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sugeng, Y.B. 1998. Beternak Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sukaryana, Y., Atmomarsono, U., Yunianto, V. D., & Supriyatna, E. (2011).
Peningkatan nilai kecernaan protein kasar dan lemak kasar produk fermentasi campuran bungkil inti sawit dan dedak padi pada broiler. JITP, 1(3), 167-172.
Tillman, Hartadi. H, Rekso Hadiprojo. S., Prawirokusumo, Lebdosoekodjo. 1998.
Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Fakultas Peternakan UGM.
Wello, B. 2012. Bahan Ajar Manajemen Ternak Potong dan Kerja. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Winugroho M. 2002. Strategi Pemberian Pakan Tambahan Untuk Memperbaiki
15
Efisiensi Reproduksi Induk Sapi. Jurnal Litbang Pertanian.
Yudith Taringan A., 2010. Pemamfaatan Pelepah Sawit dan Hasil Ikutan Industri Kelapa Sawit Terhadap Pertumbuhan Sapi Peranakan Simental Fase Pertumbuhan. Departemen Pendidikan Fakultas Sumatra Utara.