• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOKUMEN Aliran Filsafat Idealisme

N/A
N/A
Khilmi Zuhroni

Academic year: 2024

Membagikan "DOKUMEN Aliran Filsafat Idealisme"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Aliran Filsafat Idealisme Khilmi Zuhroni

(STKIP Muhammadiyah Sampit)

A. Sejarah Aliran Idealisme

Idealisme adalah salah satu aliran dalam filsafat yang telah memainkan peran penting dalam sejarah pemikiran manusia. Sejarahnya dapat ditelusuri kembali ke masa kuno, namun perkembangannya yang paling signifikan terjadi pada abad ke-18 dan ke-19. Dalam konteks ini, kita akan menjelajahi sejarah filsafat idealisme dengan fokus pada perkembangan utamanya.

Pemikiran idealis berasal dari Plato, filsuf Yunani kuno, yang mengembangkan konsep dunia idenya. Menurut Plato, realitas terletak di luar dunia fisik yang kita amati dan alami, dan realitas tersebut adalah bentuk- bentuk ideal yang abadi dan sempurna. Ini menandakan awal mula pemikiran idealis yang menekankan pentingnya dunia ide atau konsep sebagai yang paling mendasar.

Bagi Plato, realitas terbagi menjadi dua dunia yang berbeda: dunia fisik yang kita amati dengan pancaindera kita, dan dunia idenya atau dunia bentuk yang merupakan bentuk-bentuk ideal dan sempurna dari segala sesuatu.

Menurut Plato, dunia fisik yang kita lihat adalah sekadar bayangan atau citra dari dunia idenya yang sebenarnya.

Pemikiran Plato tentang dunia idenya berkembang dari dialog- dialognya yang terkenal, terutama "The Republic" dan "Phaedo". Dalam "The Republic", Plato menggambarkan sebuah alegori terkenal yang dikenal sebagai

"Alegori Gua". Dalam alegori ini, Plato membandingkan kondisi manusia dengan orang-orang yang terperangkap di dalam sebuah gua dan hanya melihat bayangan dari objek-objek yang dilewatkan di depan api. Menurut Plato, kondisi manusia di dunia ini mirip dengan orang-orang yang terperangkap di gua, di mana kita hanya melihat bayangan atau citra dari realitas yang sebenarnya.

(2)

Plato mengklaim bahwa dunia idenya adalah tempat asal semua kebenaran dan keadilan. Di dunia ini, terdapat bentuk-bentuk sempurna dari segala sesuatu yang kita lihat di dunia fisik. Misalnya, ada bentuk sempurna dari kebaikan, keindahan, keadilan, dan sebagainya. Namun, manusia hanya dapat memiliki pengetahuan yang nyata tentang dunia idenya melalui akal budi dan pemikiran rasional, bukan melalui pengamatan indrawi semata.

Plato juga memperkenalkan konsep "ide" atau "bentuk", yang merupakan abstraksi dari semua objek yang serupa di dunia fisik. Sebagai contoh, ada bentuk kebaikan yang ideal, dan semua contoh konkret dari kebaikan di dunia fisik hanyalah bayangan atau citra dari bentuk kebaikan ini.

Bagi Plato, tujuan hidup manusia adalah untuk mencari pengetahuan tentang dunia idenya dan mencapai kebenaran yang abadi. Dia meyakini bahwa orang-orang yang bijaksana dan berpikir rasional akan berusaha untuk memahami dunia ini, sedangkan mereka yang terikat pada dunia fisik dan materi hanya akan mengalami ilusi dan kebingungan.

Meskipun konsep idealisme Plato telah menghadapi kritik yang keras dari para filsuf lainnya, pengaruhnya dalam sejarah pemikiran tetap kuat. Ide- idenya tentang dunia idenya dan bentuk-bentuk ideal telah memengaruhi banyak aliran filsafat dan agama di seluruh dunia, dan tetap menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang yang tertarik pada pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang alam semesta dan tempat manusia di dalamnya.

Namun, perkembangan utama dalam sejarah filsafat idealisme terjadi pada abad ke-18 dan ke-19, terutama melalui karya Immanuel Kant. Dalam karyanya yang monumental, "Kritik dari Penilaian Murni", Kant mengusulkan bahwa realitas yang kita amati adalah hasil dari struktur kognitif kita. Ia memisahkan realitas yang teramati (fenomena) dari realitas yang sebenarnya (noumena), yang tidak dapat kita akses langsung. Meskipun pemikiran Kant bukanlah idealisme murni, ia membuka jalan bagi pengembangan idealisme selanjutnya dengan menyoroti peran penting subjektivitas dalam pemahaman kita tentang dunia.

(3)

Puncak dari idealisme Jerman terjadi pada periode Romantis, dengan kontribusi penting dari Johann Gottlieb Fichte, Friedrich Schelling, dan Georg Wilhelm Friedrich Hegel. Fichte, dalam karyanya yang terkenal "Das System der Sittenlehre" (Sistem Etika), mengembangkan konsep "Aku Absolut", yang menyatakan bahwa kesadaran individu adalah sumber segala realitas. Ini menempatkan subjektivitas manusia sebagai pusat dari realitas, menciptakan fondasi untuk idealisme subjektif.

Schelling, sementara itu, mengembangkan idealisme transenden yang menekankan identitas antara subjek dan objek, di mana kedua aspek tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Idealis transenden ini menekankan pentingnya kesatuan antara pikiran dan alam dalam pemahaman realitas.

Namun, mungkin kontribusi terbesar dalam sejarah idealisme datang dari karya Hegel. Dalam "Phenomenology of Spirit" dan "Science of Logic", Hegel mengusulkan konsep dialektika, di mana kontradiksi dalam pemikiran manusia dapat diselesaikan melalui proses penalaran yang dia sebut sebagai

"tukar-menukar antara bentuk". Bagi Hegel, realitas adalah hasil dari proses pemikiran yang terus berkembang, dan kesadaran manusia berperan dalam membentuk dunia yang kita amati.

Perkembangan selanjutnya dari idealisme terjadi pada abad ke-20, dengan pemikiran dari tokoh-tokoh seperti Josiah Royce, Benedetto Croce, dan F.H. Bradley. Meskipun idealisme mulai kehilangan popularitasnya pada abad ke-20 karena kemunculan aliran-aliran filsafat baru seperti positivisme dan eksistensialisme, kontribusinya terhadap pemikiran manusia tetap sangat penting.

Secara keseluruhan, sejarah filsafat idealisme mencerminkan upaya manusia untuk memahami realitas melalui lensa subjektivitas dan konsep- konsep abstrak. Meskipun telah mengalami kritik dan penolakan, idealisme terus memberikan kontribusi penting bagi pemikiran manusia, menantang kita untuk terus menjelajahi hubungan antara pikiran dan realitas.

(4)

B. Tokoh-Tokoh Aliran Idealisme

Berikut adalah beberapa tokoh penganut aliran idealisme beserta konsep-konsep utama mereka:

1. Plato (427-347 SM)

Sebagaimana telah kita bahas sebelumnya, Plato adalah salah satu pendiri utama aliran idealisme. Konsep utamanya adalah ide dunia idenya, di mana realitas yang sebenarnya terletak di luar dunia fisik yang kita amati.

Menurut Plato, dunia idenya adalah tempat asal dari semua bentuk-bentuk ideal yang abadi, seperti kebaikan, keindahan, dan keadilan. Manusia hanya bisa memperoleh pengetahuan yang benar tentang realitas ini melalui akal budi dan pemikiran rasional, bukan melalui pengamatan indrawi semata.

2. Immanuel Kant (1724-1804)

Immanuel Kant adalah salah satu filsuf paling berpengaruh dalam sejarah pemikiran, terutama dalam perkembangan idealisme. Konsep utamanya, yang terkenal dalam karyanya yang monumental "Kritik dari Penilaian Murni" (Critique of Pure Reason), adalah pemisahan antara realitas fenomenal dan realitas noumenal.

Bagi Kant, realitas fenomenal adalah realitas yang kita amati dengan pancaindera kita dan yang dapat dipahami oleh akal budi kita. Namun, realitas ini adalah hasil dari struktur kognitif kita, yang membatasi dan membentuk cara kita melihat dunia. Dalam hal ini, realitas fenomenal adalah konstruksi dari akal budi manusia.

Di sisi lain, Kant menyatakan bahwa ada realitas yang lebih dalam, yang disebut realitas noumenal. Realitas ini adalah realitas yang sebenarnya, yang ada di luar pengalaman kita dan tidak dapat kita akses langsung. Kant berpendapat bahwa akal budi manusia memiliki batasan-batasan yang tidak bisa dilewati, dan karena itu kita tidak dapat memahami realitas noumenal melalui pengalaman indrawi atau akal budi kita.

(5)

Konsep ini menggambarkan aspek subjektif dari pengalaman manusia, di mana realitas yang kita amati selalu terpengaruh oleh cara kita melihatnya.

Dengan demikian, Kant menekankan bahwa realitas yang kita alami adalah hasil dari interaksi antara subjek (pemikiran kita) dan objek (dunia luar), dan bahwa kita tidak dapat memisahkan keduanya secara tajam.

Secara keseluruhan, konsep idealisme Kant menekankan peran penting subjektivitas dalam pemahaman kita tentang dunia. Meskipun realitas noumenal yang sebenarnya tidak dapat kita akses, kesadaran akan adanya realitas ini mengubah cara kita melihat dan memahami realitas fenomenal. Ini membawa dimensi subjektif yang mendalam dalam pemikiran Kant dan merupakan kontribusi pentingnya terhadap perkembangan pemikiran filsafat.

3. Johann Gottlieb Fichte (1762-1814)

Johann Gottlieb Fichte adalah seorang filsuf Jerman yang dikenal karena kontribusinya terhadap perkembangan idealisme Jerman pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19. Konsep utamanya adalah "Aku Absolut" atau

"Ego Absolut", yang menjadi dasar dari idealisme subjektif.

Fichte memperkenalkan konsep "Aku Absolut" dalam karyanya yang terkenal "Das System der Sittenlehre" (Sistem Etika) pada tahun 1798. Bagi Fichte, "Aku Absolut" adalah kesadaran atau subjek murni yang merupakan sumber segala realitas. Ini adalah inti dari kesadaran individual yang tidak tergantung pada objek luar atau realitas yang independen dari dirinya sendiri.

Dalam konsepsi Fichte, "Aku Absolut" tidak hanya merupakan entitas yang pasif yang menerima pengaruh dari luar, tetapi juga agen aktif yang menciptakan realitas itu sendiri. Fichte berpendapat bahwa subjek menciptakan dunia luar melalui tindakan kesadarannya. Realitas eksternal, menurut pandangan Fichte, adalah produk dari aktivitas kesadaran individu dalam memproyeksikan dirinya ke luar sebagai objek.

Konsep "Aku Absolut" ini memberi Fichte dasar untuk membangun sistem idealisme subjektifnya. Baginya, realitas tidak ada di luar subjek, tetapi

(6)

diproduksi oleh subjek itu sendiri. Ini merupakan puncak dari pendorongan idealisme subjektif yang dimulai oleh Kant, yang menekankan peran penting subjektivitas dalam pemahaman kita tentang dunia.

Fichte juga mengembangkan gagasan bahwa setiap individu memiliki tanggung jawab moral untuk menyadari kekuatan kreatif mereka dan untuk bertindak sesuai dengan prinsip moralitas. Baginya, kesadaran moral adalah manifestasi tertinggi dari "Aku Absolut" yang memunculkan kewajiban moral pada individu untuk bertindak sesuai dengan kehendak moralitas.

Fichte menyoroti pentingnya konsep "tegangan" atau "ketegangan"

dalam hubungan antara subjek dan objek. Menurutnya, konflik antara "Aku Absolut" dan realitas luar adalah sumber dari pertumbuhan dan perkembangan kesadaran individu. Tegangan ini memicu proses refleksi dan pemahaman yang lebih dalam tentang diri sendiri dan dunia luar.

Namun, pendekatan Fichte juga menimbulkan kritik. Salah satu kritik utama adalah bahwa konsep "Aku Absolut" terlalu subyektif, dengan menempatkan terlalu banyak penekanan pada peran subjek dan mengabaikan realitas luar yang independen. Selain itu, pendekatan Fichte dapat dianggap sebagai bentuk solipsisme, di mana realitas dianggap sepenuhnya bergantung pada kesadaran individu.

Kontribusi Fichte terhadap perkembangan pemikiran idealisme Jerman tidak dapat diabaikan. Konsep "Aku Absolut" telah memberikan landasan untuk pemikiran filsafat yang inovatif dan kontroversial, dan warisan pemikirannya terus memengaruhi perkembangan filsafat modern. Dengan mengangkat pentingnya peran subjektivitas dalam membentuk realitas, Fichte memberikan sumbangan penting bagi pemahaman kita tentang hubungan antara pikiran dan dunia luar.

4. Friedrich Schelling (1775-1854)

Friedrich Schelling, seorang filsuf Jerman yang hidup pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19, membuat kontribusi penting terhadap

(7)

perkembangan aliran idealisme Jerman dengan mengembangkan konsep idealisme transenden. Konsep ini menggabungkan elemen-elemen idealisme subjektif dengan objektivitas dari pandangan realisme.

Dalam pemikiran Schelling, idealisme transenden menekankan identitas antara subjek dan objek, di mana keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ini berarti bahwa tidak ada pemisahan yang tajam antara pikiran dan dunia luar, melainkan kedua aspek tersebut saling terkait dan saling bergantung satu sama lain.

Menurut Schelling, subjektivitas manusia tidak hanya menciptakan realitas, tetapi juga terlibat dalam realitas itu sendiri. Pikiran manusia tidak hanya menerima gambaran dari realitas luar, tetapi juga aktif terlibat dalam proses penciptaan dan pemeliharaan realitas tersebut. Dengan kata lain, kesadaran individu tidak hanya menerima pengaruh dari luar, tetapi juga berkontribusi pada pembentukan realitas tersebut.

Konsep idealisme transenden juga menyoroti pentingnya kesatuan dalam realitas. Schelling berpendapat bahwa realitas adalah satu kesatuan yang utuh, di mana semua aspek saling terkait dan bergantung satu sama lain. Ini menolak pemisahan yang tajam antara pikiran dan alam, dan menekankan pentingnya memahami hubungan yang kompleks antara keduanya.

Salah satu karya utama Schelling yang mengembangkan konsep ini adalah "Sistem Idealisme Transenden" (Transcendental Idealism). Dalam karya ini, Schelling menyelidiki hubungan antara pikiran manusia dan realitas luar, serta implikasinya terhadap pemahaman kita tentang alam semesta.

Meskipun konsep idealisme transenden Schelling memiliki pengaruh yang signifikan dalam perkembangan pemikiran filsafat, pendekatannya juga menghadapi kritik. Beberapa kritikus menuduh bahwa konsep ini menghasilkan pandangan yang terlalu ambigu dan sulit dipahami tentang hubungan antara pikiran dan realitas. Selain itu, beberapa kritikus juga menyatakan bahwa pendekatan ini tidak cukup memperhitungkan realitas luar yang independen.

(8)

Sumbangan Friedrich Schelling terhadap perkembangan filsafat tetap menjadi bagian penting dari warisan intelektual Jerman. Konsep idealisme transenden yang dikembangkannya menyoroti kompleksitas hubungan antara pikiran dan dunia luar, dan mendorong kita untuk terus menjelajahi dan memahami sifat dari realitas yang kompleks ini.

5. Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831)

Georg Wilhelm Friedrich Hegel adalah salah satu filsuf Jerman paling berpengaruh dalam sejarah filsafat. Karyanya yang monumental, terutama

"Phenomenology of Spirit" (Fenomenologi Roh) dan "Science of Logic" (Ilmu Logika), telah memperkenalkan konsep-konsep yang mempengaruhi berbagai bidang pemikiran, termasuk filsafat, politik, dan budaya. Sejarah dan konsep idealisme Hegel sangatlah kaya dan kompleks, sehingga kita akan menjelajahinya dengan cermat.

Georg Wilhelm Friedrich Hegel lahir pada tahun 1770 di Stuttgart, Jerman, dan belajar teologi di Tübingen. Dia sangat dipengaruhi oleh Kant dan filsuf-filsuf idealis Jerman sebelumnya seperti Fichte dan Schelling. Hegel mengajar di Universitas Jena dan Berlin, tempat ia mengembangkan pemikiran utamanya.

Salah satu konsep paling terkenal dalam pemikiran Hegel adalah dialektika. Dialektika Hegel menekankan pada pertentangan dan perubahan sebagai bagian dari proses yang tak terelakkan dalam perkembangan ide dan realitas. Menurut Hegel, kontradiksi atau pertentangan dalam pemikiran manusia harus diselesaikan melalui proses dialektis yang melibatkan tiga tahap:

teza, antiteza, dan sintesis. Ini adalah pendekatan yang dinamis untuk memahami perkembangan pemikiran dan realitas.

Kontribusi utama Hegel terhadap idealisme adalah pengembangan konsep idealisme absolut. Bagi Hegel, realitas adalah konstruksi pikiran, tetapi bukan hanya pikiran individu, melainkan pikiran yang universal atau absolut. Ini adalah kesadaran yang mencakup semua pemikiran individu dan

(9)

menggabungkannya dalam satu kesatuan. Dalam pandangan Hegel, realitas tidak terbatas pada dunia fisik, tetapi juga mencakup realitas spiritual atau ide.

Hegel dikenal karena membangun sistem filsafat yang komprehensif yang mencakup semua aspek kehidupan manusia. Sistemnya mencakup tiga bidang utama: logika (pemikiran), filsafat alam (alam), dan filsafat roh (subjek manusia). Ketiga bidang ini saling terkait dan membentuk satu kesatuan yang utuh. Misalnya, dialektika yang ada di dalam logika juga berlaku dalam perkembangan alam dan sejarah manusia.

Salah satu karya utama Hegel adalah "Phenomenology of Spirit", di mana dia menyelidiki perkembangan kesadaran manusia dari tingkat kesadaran primitif hingga kesadaran yang lebih tinggi. Dia membahas bagaimana konflik dan kontradiksi memainkan peran dalam proses ini, dan bagaimana proses dialektis memungkinkan manusia untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang diri mereka sendiri dan dunia.

Hegel juga mengembangkan gagasan bahwa sejarah adalah proses dialektis yang menuju pada pemahaman yang lebih baik tentang diri manusia dan realitas. Baginya, sejarah adalah perjalanan dari kesadaran yang primitif menuju kesadaran yang lebih tinggi, dan setiap periode sejarah memiliki peran penting dalam pengembangan kesadaran manusia. Ini adalah pemahaman yang berbeda dari pandangan sejarah yang statis atau linear.

Pemikiran Hegel memiliki pengaruh yang luas dalam sejarah filsafat dan pemikiran manusia. Pengaruhnya dapat dilihat dalam berbagai bidang, termasuk filsafat, politik, psikologi, dan sastra. Dia telah mempengaruhi pemikir seperti Karl Marx, Friedrich Nietzsche, dan Martin Heidegger.

Hegel telah menghadapi kritik yang keras dari berbagai sumber.

Beberapa kritikus menuduhnya sebagai terlalu abstrak dan spekulatif, dengan gagasan-gagasannya sulit dipahami atau diterapkan dalam kehidupan sehari- hari. Selain itu, ada juga kritik terhadap konsep idealisme absolutnya, dengan beberapa berpendapat bahwa pandangan tersebut terlalu teoritis dan tidak memperhitungkan realitas konkret atau pengalaman individu.

(10)

Warisan Hegel tetap menjadi bagian penting dari sejarah filsafat, dan pemikirannya terus menjadi sumber inspirasi dan kontroversi dalam pemikiran manusia. Hegel adalah salah satu filsuf paling berpengaruh dalam perkembangan idealisme Jerman, dan kontribusinya terhadap pemikiran filsafat tetap relevan hingga saat ini..

6. Josiah Royce (1855-1916)

Royce adalah filsuf Amerika yang mengembangkan idealisme absolut.

Konsep utamanya adalah "Idealisme Mutlak", di mana semua realitas adalah bagian dari kesadaran yang universal. Menurutnya, individu-individu adalah bagian dari keseluruhan yang lebih besar, dan realitas hanya dapat dipahami melalui kesatuan dan keseluruhan.

7. Benedetto Croce (1866-1952)

Croce adalah seorang filsuf Italia yang mengembangkan idealisme absolut dalam konteks estetika dan sejarah. Konsep utamanya adalah bahwa realitas adalah ekspresi dari pikiran, dan bahwa seni dan sejarah adalah cara- cara di mana pikiran manusia berinteraksi dengan realitas. Baginya, realitas adalah konstruksi pikiran yang terus berkembang.

8. F.H. Bradley (1846-1924)

Bradley adalah seorang filsuf Inggris yang mengembangkan idealisme absolut. Konsep utamanya adalah bahwa realitas adalah sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, dan bahwa semua perbedaan adalah ilusi. Baginya, realitas adalah satu kesatuan yang utuh, di mana semua hal saling terkait dan bergantung satu sama lain.

C. Pandangan Filsafat Idealisme

Filsafat idealisme berpandangan bahwa realitas atau eksistensi memiliki dasar atau sumber dalam pikiran, ide, atau kesadaran, bukan dalam

(11)

materi atau dunia fisik yang independen. Dalam idealisme, pikiran atau kesadaran dianggap sebagai yang paling mendasar, dan realitas dianggap sebagai hasil dari proses mental atau konseptual. Berikut adalah beberapa poin utama dalam pandangan filsafat idealisme:

1. Subjektivitas Primer: Dalam filsafat idealisme, subjek atau pikiran dianggap sebagai yang paling mendasar atau primer daripada objek atau dunia luar.

Ini berarti bahwa realitas dipandang sebagai hasil dari aktivitas atau proses mental, dan bahwa objek atau dunia luar hanya ada melalui persepsi atau pengalaman subjektif.

2. Konstruksi Mental: Idealisme menyatakan bahwa realitas atau eksistensi adalah konstruksi mental, yang berarti bahwa realitas tidak ada di luar pikiran atau kesadaran. Menurut pandangan ini, objek atau fenomena yang kita amati adalah hasil dari interpretasi atau pemahaman kita tentang dunia, dan bukan representasi yang independen dari realitas yang ada.

3. Berbagai Aliran: Ada berbagai aliran dalam filsafat idealisme, termasuk idealisme subjektif, idealisme objektif, dan idealisme absolut. Idealisme subjektif, seperti yang dikembangkan oleh Fichte, menekankan peran penting subjektivitas dalam pembentukan realitas. Idealisme objektif, seperti yang dipegang oleh Hegel, menganggap realitas sebagai hasil dari proses dialektis yang melibatkan kontradiksi antara subjek dan objek.

Idealisme absolut, seperti yang dikemukakan oleh Josiah Royce, menganggap realitas sebagai kesadaran yang mencakup semua pemikiran individu dalam satu kesatuan yang utuh.

4. Pentingnya Kesadaran: Dalam pandangan idealisme, kesadaran atau pikiran diberikan peran sentral dalam pembentukan realitas. Ini menunjukkan bahwa realitas tidak hanya terdiri dari materi atau benda-benda fisik, tetapi juga termasuk ide, nilai, dan makna yang diberikan oleh pikiran manusia.

Kesadaran dilihat sebagai agen aktif dalam proses penciptaan dan interpretasi realitas.

(12)

5. Hubungan antara Subjek dan Objek: Dalam idealisme, hubungan antara subjek dan objek dianggap sebagai hal yang kompleks. Ada berbagai pendekatan untuk menjelaskan hubungan ini, termasuk pandangan bahwa subjek dan objek adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan, bahwa subjek menciptakan objek melalui interpretasi atau pemahaman, atau bahwa subjek dan objek saling bergantung satu sama lain dalam proses penciptaan realitas.

6. Kritik dan Relevansi: Filsafat idealisme telah menghadapi kritik yang keras dari berbagai sumber, termasuk pengabaian terhadap realitas objektif atau dunia luar yang independen. Namun, kontribusinya terhadap pemikiran manusia tetap relevan, terutama dalam pemahaman tentang hubungan antara pikiran dan realitas, serta pentingnya kesadaran dalam memahami dunia. Filsafat idealisme juga memiliki implikasi yang signifikan dalam bidang-bidang seperti etika, estetika, dan metafisika.

DAFTAR PUSTAKA

Allen Wood , "Kant's Ethical Thought" (1999, Cambridge, Cambridge University Press)

Anwar Jaber , "Filsafat Idealisme Hegel: Pemikiran Tentang Roh Manusia dan Negara" (2018, Jakarta, Kencana Prenada Media Group)

Djohan Efendi , "Idealisme dan Realisme dalam Pemikiran Plato, Kant, dan Hegel" (2007, Yogyakarta, Pustaka Pelajar)

Frederick Beiser , "The Cambridge Companion to Hegel" (1993, Cambridge, Cambridge University Press)

George Kline , "The Cambridge Companion to Hegel and Nineteenth,Century Philosophy" (2008, Cambridge, Cambridge University Press)

Karl Ameriks , "Interpreting Kant's Critiques" (2003, Oxford, Oxford University Press)

Kustandi Suwarno , "Hegel dan Politik: Sebuah Kajian tentang Konsep Negara dalam Pemikiran Idealisme" (2011, Jakarta, Rajawali Press)

Michael Forster , "Kant and Skepticism" (2008, Princeton, Princeton University Press)

(13)

Nanang Fauzi , "Filsafat Idealisme Hegel: Sebuah Pengantar" (2016, Yogyakarta, Pustaka Pelajar)

Paul Guyer , "Kant and the Claims of Knowledge" (1987, Cambridge, Cambridge University Press)

Robert Pippin , "Hegel's Idealism: The Satisfactions of Self,Consciousness"

(1989, Cambridge, Cambridge University Press)

Robert Stern , "Hegelian Metaphysics" (2009, Oxford, Oxford University Press) Soejono Soekanto , "Idealisme dan Realitas: Sebuah Pengantar Filsafat" (2008,

Jakarta, Gramedia Pustaka Utama)

Sri Handayani , "Idealisme Hegel: Kritik terhadap Konsep Negara Zaman Kuno dan Modern" (2012, Bandung, PT Remaja Rosdakarya)

Sri Mulyono , "Pemikiran Hegel: Suatu Kajian tentang Idealisme dan Dialektika"

(2005, Yogyakarta, Pustaka Pelajar)

Sri Sunaryati Hartono , "Filsafat Idealisme: Konsep,Konsep Pemikiran Plato, Fichte, Schelling, Hegel" (2014, Yogyakarta, Ar,Ruzz Media)

Stephen Houlgate , "An Introduction to Hegel: Freedom, Truth and History"

(2005, Oxford, Blackwell Publishing)

Sudarsono Kadarisman , "Filsafat Idealisme: Studi atas Konsep Realitas Menurut Plato, Fichte, Schelling, dan Hegel" (2010, Yogyakarta, Pustaka Pelajar) Suparno Husodo , "Dinamika Pemikiran Hegel: Dialektika Idealisme Jerman"

(2009, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada)

Terry Pinkard , "Hegel's Phenomenology: The Sociality of Reason" (1996, Cambridge, Cambridge University Press)

Referensi

Dokumen terkait

Dua realitas ini membentuk jaringan interaksi antar individu satu dengan individu yang lainya, yang mana telah membentuk pemikiran dalam diri masyarakat sebagai subjek pembentukan

Kedua, bahwa nilai adalah hakikat pemikiran akan nilai sebagai yang tidak sementara memberi dukungan pada pandangan yang menganggap bahwa nilai tergolong pada objek ideal yang