• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dokumen tentang Analisis Wacana

N/A
N/A
Setiani Ayu

Academic year: 2023

Membagikan "Dokumen tentang Analisis Wacana "

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

2.3.1 Analisis Wacana

Kata wacana adalah salah satu kata yang banyak disebut saat ini selain demokrasi, hak asasi manusia, masyarakat sipil, dan lingkungan hidup. Akan tetapi, seperti umumnya banyak kata, semakin tinggi disebut dan dipakai kadang bukan makin jelas tetapi makin membingungkan dan rancu. Ada yang mengartikan wacana sebagai unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Ada juga yang mengartikan sebagai pembicaraan atau diskursus. Kata wacana juga dipakai oleh banyak kalangan mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra, dsb. Pemakaian istilah ini sering kali diikuti dengan beragam istilah, definisi, bukan hanya tiap disiplin ilmu mempunyai istilah sendiri, banyak ahli memberikan definisi dan batasan yang berbeda mengenai wacana tersebut.

Menurut J.S Badudu (dalam Eriyanto, 2001:2) mendefinisikan wacana menjadi dua yaitu pertama, wacana merupakan rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu.

Pengertian kedua, wacana adalah kesatuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koheresi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tertulis.

Istilah analisis wacana adalah istilah umum yang dipakai dalam banyak displin ilmu dan dengan berbagai pengertian. Meskipun ada gradasi yang besar dari berbagai definisi, titik singgungnya adalah analisis wacana berhubungan dengan studi mengenai bahasa/pemakaian bahasa. Menurut Mohammad A. S. Hikam (dalam Eriyanto, 2001:4) dalam tulisannya membahas tiga pandangan mengenai bahasa dalam analisis wacana. Pandangan pertama diwakili oleh kaum positivism-empiris.

Oleh penganut aliran ini, bahasa diliat sebagai jembatan antara manusia dengan objek di luar dirinya. Salah satu ciri dari pemikiran ini adalah pemisahan antara pemikiran

(2)

dan realitas. Dalam kaitannya dengan analisis wacana, konsekuensi logis dari pemahaman ini adalah orang tidak perlu mengetahui makna-makna subjektif atau nilai yang mendasari pernyataannya, sebab yang penting adalah apakah pernyataan itu dilontarkan secara benar menurut kaidah sintaksis dan semantik. Dalam pedekatan postivisme, titik perhatian terutama didasarkan pada benar tidaknya bahasa itu secara gramatikal. Istilah yang sering disebut adalah kohesi dan koheresi.

Pandangan kedua, disebut sebagai konstruktivisme. Aliran ini menolak pandangan emperisme/positivisme yang memisahkan subjek dan objek bahasa.

Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan yang dipisahkan dari subjek sebagai penyampaian pernyataan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya. Dalam hal ini, seperti dikatakan A. S. Hikam, subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana.

Pandangan ketiga disebut pandangan kritis. Analisis wacana dalam paradigma ini menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Bahasa dalam pandangan kritis dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentu subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya. Oleh karena itu, analisis wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa: batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai, topik apa yang dibicarakan. Dengan pandangan semacam ini, wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan, terutama dalam pembentukan subjek dan berbagai tindakan representasi yang terdapat dalam masyarakat. Karena memakai perspektif kritis, analisi wacana kategori yang ketiga itu juga disebut analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis/CDA). Ini untuk membedakan dengan analisis wacana dalam kategori yang pertama atau kedua (Discourse Analysis).

(3)

2.2.3 Analisis Wacana Kritis Teun A. van Dijk

Model analisis wacana kritis yang dikembangkan oleh Teun A. van Dijk merupakan model yang paling banyak dipakai dalam menganalisis wacana. Hal ini karena van Dijk mengelaborasi elemen-elemen wacana sehingga bisa didayagunakan dan dipakai secara praktis. Model yang dipakai oleh van Dijk ini sering disebut sebagai “kognisi sosial”. Menurut van Dijk (dalam Eriyanto, 2001:221), penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis atas teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi yang harus juga diamati. Harus juga dilihat bagaimana teks diproduksi, sehingga memperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa semacam itu. Wacana oleh van Dijk digambarkan mempunyai tiga dimensi/bangunan: teks, koginsi teks, dan konteks teks. Inti analisis van Dijk adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis.

2.2.3.1 Analisis Sosial

Dalam dimensi teks yang diteliti adalah struktur dari teks. Menurut van Dijk memanfaatkan dan mengambil analisis linguistik tentang kosakata, kalimat, proposi, dan paragraf untuk menjelaskan dan memaknai suatu teks. Kognisi sosial merupakan dimensi untuk menjelaskan bagaimana suatu teks diproduksi oleh individu/kelompok pembuat teks. Sedangkan analisis sosial melihat bagaimana teks itu dihubungkan lebih jauh dengan struktur sosial dan pengetahuan yang berkembang dalam masyarakat atas suatu wacana. Ketiga dimensi ini merupakan bagian yang integral dan dilakukan secara bersama-sama dalam analisis van Dijk.

2.2.3.2 Teks

Menurut van Dijk teks dilihat dari beberapa struktur/tingkatan yang masing- masing bagian saling mendukung. Ia membaginya ke dalam tiga tingkatan yaitu struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro. Pertama, struktur makro merupakan makna global/umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita. Kedua, superstruktur

(4)

merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu teks. Ketiga, struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, dan gambar.

Berikut akan diuraikan satu persatu elemen wacana van Dijk tersebut:

Tabel 1 Tingkatan Teks Menurut van Dijk

STRUKTUR WACANA HAL YANG DIAMATI ELEMEN

Struktur Makro Tematik Topik

Superstruktur Skematik Skema

Struktur Mikro Semantik

Sintaksis

Stilistik Retoris

Latar, detail, maksud Bentuk kalimat, koherensi, kata ganti

Leksikon Grafis, metafora Sumber : Eriyanto, 2001:228-229

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang struktur wacana, berikut adalah penjelasan singkatnya.

1. Tematik

Elemen tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks. Tematik bisa juga disebut sebagai gagasan inti, ringkasan, atau utama dari suatu teks.

2. Skematik

Teks atau wacana umumnya mempunyai skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti.

(5)

3. Latar

Latar merupakan bagian dari berita yang dapat mempengaruhi semantik (arti) yang ingin ditampilkan. Latar yang dipilih menentukan ke arah mana pandangan khalayak hendak dibawa. Latar dapat menjadi alasan pembenar gagasan yang diajukan dalam suatu teks. Oleh karena itu, latar teks merupakan elemen yang berguna karena dapat membongkar hal yang ingin disampaikan.

4. Detail

Elemen wacana detail berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seseorang. Detail yang lengkap dan panjang lebar merupakan penonjolan yang dilakukan secara sengaja untuk menciptakan citra tertentu kepada khalayak.

5. Maksud

Elemen maksud melihat informasi yang menguntungkan komunikator/pembuat teks akan diuraikan secara eksplisit dan jelas. Sebaliknya, informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit, dan tersembunyi.

Tujuannya adalah publik hanya disajikan informasi yang menguntungkan komunikator.

6. Bentuk kalimat

Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas. Di mana ia menanyakan apakah A yang menjelaskan B, ataukah B yang menjelaskan A. Logika kausalitas ini kalau diterjemahkan ke dalam bahasa menjadi sususan subjek (yang menerangkan) dan predikat (yang diterangkan). Bentuk kalimat ini bukan hanya persoalan teknis kebenaran tata bahasa,

(6)

tetapi menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat. Dalam kalimat yang berstruktur aktif seseorang menjadi subjek dari pernyataannya, sedangkan dalam kalimat pasif seseorang menjadi objek dari pernyataannya.

7. Koherensi

Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata, atau kalimat dalam teks.

Dua buah kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak koheren. Koherensi merupakan elemen yang menggambarkan peristiwa dihubungkan atau dipandang saling terpisah. Koherensi memberi kesan kepada khalayak bagaimana dua fakta diabstraksikan dan dihubungkan.

8. Kata ganti

Elemen kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukkan di mana posisi seseorang dalam wacana.

9. Leksikon

Pada dasarnya elemen ini menandakan cara seseorang melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Pilihan kata yang dipakai tidak semata hanya karena kebetulan, tetapi juga secara ideologis menunjukkan pemaknaan seseorang terhadap fakta/realitas. Pilihan kata-kata yang dipakai menunjukkan sikap dan ideologi tertentu.

10. Grafis

Elemen ini merupakan bagian yang ditonjolkan atau ditekankan (yang berarti dianggap penting) oleh seseorang yang dapat diamati dari teks. Grafis biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan tulisan lain. Bagian- bagian yang ditonjolkan ini menekankan kepada khalayak pentingnya bagian

(7)

tersebut. Bagian yang dicetak berbeda adalah bagian yang dipandang penting oleh komunikator dengan tujuan agar mendapat perhatian lebih pada bagian tersebut.

11. Metafora

Pemakaian metafora tertentu bisa jadi menjadi petunjuk utama untuk mengerti makna suatu teks. Metafora tertentu dipakai secara strategis sebagai landasan berpikir, alasan pembenar atas pendapat atau gagasan tertentu kepada public.

2.2.3.3 Kognisi Sosial

Dalam penelitian wacana tidak cukup hanya melihat dari segi teks semata, karena teks hanya hasil dari produksi. Hal yang perlu diamati adalah cara teks tersebut diproses sehingga memperoleh pengetahuan tentang terbentuknya teks tersebut. Dalam model van Dijk, istilah tesebut dikenal dengan istilah kognisi sosial (Eriyanto, 2001:221). Kognisi sosial yang merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang menjadi modal pembuat wacana dalam menulis juga menjadi hal yang perlu diamati untuk memperkuat isi dari wacana. Menurut Eriyanto (2001:222), kognisi sosial terbagi menjadi dua hal, yang pertama kognisi sosial digunakan untuk menunjukkan bagaimana proses terbentuknya teks tersebut diproduksi oleh penulis atau pembuat wacana

Referensi

Dokumen terkait

Products and Services Procedures People Premises and Facilities Feedback Details: Thank you.. Rest assured that the feedback you shared with us will be treated