• Tidak ada hasil yang ditemukan

editorial team

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "editorial team"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

EDITORIAL TEAM

PROCEEDING INTERNATIONAL CONFERENCE ON ISLAMIC STUDIES FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA 2021

Editor-in-Chief

Cecep Zakarias El Bilad, S.IP., M.Ud.

Managing Editor

Muhammad Husni, M.Hum

Associate Editors Heri Setiawan, M.Kom.

Munirah, M.Hum.

Selvia Santi, M.A.

International Editorial Boards (Invited Speakers of The 1st F-ICIS 2021)

Faried Saeonong, Ph.D, University of New South Wales (UNSW) Canberra, Australia Dr. Fouad Larhzizer, Hassan First University Settat- Morocco

Dr. Sahiron Syamsuddin , UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Indonesia Prof. Dr. Mujiburrahman, UIN Antasari Banjarmasin, Indonesia Dr. Desi Erawati, IAIN Palangka Raya, Indonesia

IT Support

Muhammad Nuruddin Utomo, S.Kom.

(3)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……….... ii ACCULTURATION OF BATUMBANG APAM TRADITION VALUES IN HULU SUNGAI SELATAN……… 1 ISLAMIC HARMONIZATION MODEL IN SOCIAL LIFE GENERATION Z IN SOUTH KALIMANTAN………. 7 PEMAKNAAN HADIS WABAH PENYAKIT MASA PANDEMI COVID-19 MELALUI ANALISIS WACANA DAN KUASA PERSPEKTIF FOUCAULT…... 20 PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS………. 30

DESENTRALISASI PERAN PEREMPUAN DALAM TRADISI

“PENGAGUNGAN” TERHADAP ROH LELUHUR: SEBUAH POTRET DI DUSUN GAMPINGAN, WONOKERTO, MALANG………. 44 UPAYA ORANGTUA DALAM MENGENALKAN AURAT BAGI ANAK USIA DINI………... 54 PERSEPSI MAHASANTRI MA‟HAD AL JAMI‟AH IAIN PALANGKA RAYA TERHADAP MODERASI BERAGAMA………... 67 ANALYSIS OF RELIGIOUS-BASED CHARACTER EDUCATION IN HIGHER EDUCATION IN INDONESIA………... 76

(4)

UPAYA ORANGTUA DALAM MENGENALKAN AURAT BAGI ANAK USIA DINI

Aghnaita1*, Irmawati2

1Institusi Agama Islam Negeri Palangka Raya, Kota Palangka Raya, Indonesia 2 Universitas Islam Negeri Datokarama Palu, Kota Palu, Indonesia *

Aghnaita94@gmail.com Keywords :

Parents Aurat

Early Childhood

Abstract

Islam gives serious attention to maintaining the nature of children who have been brought from birth, including the nature of sexuality which can be directed through sex education from an early age. Sex education is very broad, one of which is introducing aurat by referring to Islamic teachings. In this era of globalization, it has also begun to erode ethics in dress and put aside modesty in covering aurat. Highlighting this fact, parents have a major role in providing appropriate learning through the introduction of genitalia for children. This study aims to find out about the efforts of parents in introducing genitalia to early childhood. The type of research used is descriptive quantitative research using purposive sampling. The research sample is parents who have children aged 0-6 years spread over 2 cities, namely 35 parents in Palangka Raya City and 35 parents in Palu City. Based on the results of the data shows that the efforts of parents in Palangka Raya City in introducing genitalia for early childhood with a percentage of 85.9% in the very good category, while the efforts of parents in Palu City with a percentage of 87.1% in the very good category. The overall percentage is 86.5% which shows that the efforts of parents in both cities are very good in introducing genitalia to early childhood.

Kata Kunci : Orang Tua Aurat

Anak Usia Dini

Abstrak

Islam memberikan perhatian yang serius dalam menjaga fitrah anak yang telah dibawanya sejak lahir diantaranya adalah fitrah seksualitas yang dapat diarahkan melalui pendidikan seks sejak dini. Pendidikan seks sangatlah luas, salah satunya yaitu mengenalkan aurat dengan mengacu pada ajaran Islam. Di era globalisasi ini, ternyata juga mulai mengikis akan etika dalam berpakaian dan mengesampingkan kesopanan dalam menutup aurat.

Menyoroti terkait fakta tersebut, maka orang tua memiliki peran utama dalam memberikan pembelajaran yang tepat melalui pengenalan aurat bagi anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang upaya orang tua dalam mengenalkan aurat bagi anak usia dini. Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian kuantitatif deskriptif dengan menggunakan purposive sampling. Sample penelitian yaitu orang tua yang memiliki anak usia 0-6 tahun yang tersebar pada 2 Kota, yaitu 35 orang tua di Kota Palangka Raya dan 35 orang tua di Kota Palu. Berdasarkan hasil data menunjukkan bahwa upaya orang tua yang berada di Kota Palangka Raya dalam mengenalkan aurat bagi anak usia dini dengan persentase 85,9% kategori sangat baik, sedangkan upaya orang tua yang berada di Kota Palu dengan persentase 87,1% kategori sangat baik. Adapun persentase secara keseluruhan adalah 86,5% yang menunjukkan bahwa upaya orang tua pada kedua kota tersebut sangat baik dalam mengenalkan aurat bagi anak usia dini.

PENDAHULUAN

Pada umumnya, pendidikan seks merupakan permasalahan yang masih tabu bagi masyarakat umum. Padahal pendidikan seks menjadi salah satu hal penting dalam pembelajaan maupun pengasuhan yang perlu diajarkan sejak dini.

Maraknya kekerasan, pelecahan serta

penyimpangan seksual terhadap anak usia dini merupakan indikator dari minimnya pendidikan seks sejak dini (S.Sitio, B, and S.P 2019; Nawafilaty 2018; Habibie 2017;

Wardhani and Solikhah 2015; Muslim and PS 2020; Alucyana, Raihana, and Utami 2020). Seperti data terbaru yang dipaparkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia

(5)

(KPAI) di tahun 2020, adanya kasus pemerkosaan dan pencabulan yang mendominasi. Tercatat sebanyak 419 kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) akibat menjadi korban kekerasan seksual.

Disusul dengan 249 kasus kekerasan fisik dan 20 kasus sodomi/pedofilia (Dwi Hadya Jayani 2021). Justicia juga memaparkan, adanya kasus kekerasan seksual sebagian diakibatkan oleh keluarga dekat korban (Justicia 2017).

Menjawab fenomena dari pelecehan seksual yang marak terjadi saat ini, maka Islam sebagai agama yang memberikan referensi terhadap pola kehidupan manusia secara lengkap turut mengatur akan pentingnya pendidikan seks bagi anak usia dini. Sebagai suatu langkah preventif, pendidikan seks sebaiknya diberikan secara bertahap dengan tetap memperhatikan perkembangan anak. Jika hal ini dapat dilakukan dengan baik, maka tidak hanya menghindarkan anak dari berbagai kasus pelecehan dan penyimpangan seksual, namun juga dapat memelihara fitrah anak sebagai manusia (Habibie 2017; Nawafilaty 2018; Oktarina and Suryadilaga 2020). Situmorang dalam penelitiannya mengungkapkan terdapat pengaruh yang sangat efektif untuk mencegah kekerasan seksual terhadap anak yang diberikan pendidikan seks sejak dini (Situmorang 2020). Data lainnya memaparkan, pendidikan seks berdasarkan agama merupakan salah satu metode yang dapat dilakukan dengan baik hasil persentase mencapai 90% (Masitoh and Hidayat 2020).

Menurut Madani, pendidikan seks bagi anak sebagai suatu tindakan pencegahan yang memiliki muatan dan penyampaian yang berbeda dengan orang dewasa (Madani 2003). Diperlukan

berbagai strategi yang tepat dan sesuai dengan usia serta perkembangan anak sehingga mencapai tujuan pendidikan seks yang optimal. Hal penting lainnya ialah adanya pendidikan seks yang sesuai dengan syari‟at Islam (Nawafilaty 2018; Justicia 2017).

Upaya pendidikan seks bagi anak usia dini memiliki cakupan yang sangat luas. Salah satunya yaitu dengan mengenalkan aurat sejak dini (Ismet 2018).

Hal ini juga sejalan dengan pendapat ahli lainnya yang mengungkapkan dengan membiasakan anak menutup aurat sejak dini menjadi tahap awal dalam pendidikan seks (Chomaria 2012; Madan 2004).

Penelitian kajian pustaka yang dilakukan oleh Habibie mengungkapkan pengenalan aurat bagi anak usia dini menjadi suatu keharusan. Hal ini disebabkan agar anak dapat memahami perbedaan antara aurat laki-laki dan perempuan, organ tubuh yang boleh dan tidak boleh terlihat, siapa saja yang dapat melihat aurat anak, serta mengenalkan aurat dengan menyesuaikan pada psikologi anak yakni dengan bermain serta berbagai hal yang menyenangkan bagi anak (Habibie 2017). Hal serupa juga diungkapkan dalam penelitian lainnya yang menunjukkan adanya urgensi pengenalan aurat sejak dini agar anak mengetahui batasan dan perbedaan antara aurat laki- laki dan perempuan. Anak juga mengenali anggota tubuh yang dapat dilihat dan tidak boleh dilihat oleh orang lain. Habibie juga menegaskan pengenalan aurat bagi anak usia dini harus memerhatikan perkembangan dan psikologi anak. Oleh sebab itu, cara mengenalkan yang tepat hendaknya dilakukan dengan bermain (Habibie 2017).

Menurut Arsyad, dkk

mengungkapkan menutup aurat sejak dini

(6)

merupakan implementasi dari konsep Ihtiyat (kehati-hatian) yang digagas oleh Imam al-Syafi‟i serta sebagai tindakan preventif dari hal yang tidak diinginkan (Arsyad, Ibtisam, and Asti 2020).

Sementara Erica berpendapat mengajarkan anak untuk menutup aurat sejak dini merupakan cara pengasuhan melalui pendekatan agama Islam (Erica 2016).

Berdasarkan pemaparan dari beberapa hasil penelitian tersebut, maka mengenalkan aurat sejak dini merupakan salah satu bagian dari pendidikan seks yang paling dasar. Di sisi lain, langkah ini merupakan bentuk pengimplementasian ajaran Islam dalam bidang pendidikan anak usia dini.

Oleh sebab itu, maka sejak dini hendaknya mulai ditanamkan pembiasaan-pembiasaan baik dalam kehidupan sehari-hari yang akan berdampak dalam membentuk kepribadian dan sikap anak.

Jika berbicara mengenai pendidikan seks, maka tidak akan terlepas dari peranan orang tua sebagai pengasuh utama bagi anak. Hal ini dipaparkan dalam beberapa penelitian, salah satu peran orang tua dalam pendidikan seks yakni pembiasaan menutup aurat serta menjelaskan batasan- batasannya (Muslim and PS 2020; Bakhtiar and Nurhayati 2020). Sebagaimana yang termaktub dalam QS. An-Nur ayat 30-31, bahwasanya Allah memerintahkan kepada laki-laki dan perempuan untuk dapat menjaga auratnya dengan baik dan sesuai dengan syariat Islam. Merupakan suatu permasalahan yang sering ditemui ketika anak usia dini memiliki kecenderungan untuk bertelanjang di depan umum. Hal ini sudah seharusnya dilakukan edukasi yang tepat oleh orang tua, agar tidak menjadi kebiasaan hingga dewasa (Zurayk 1998).

Hal ini diperkuat oleh Hakiki (2015), di era revolusi yang terus berkembang sekarang

ternyata turut mengikis etika seseorang dalam berpakaian. Banyak sekali model pakaian yang mengesampingkan kesopanan dan syariat Islam dalam menutup aurat.

Oleh sebab itu, pembelajaran pendidikan seks melalui pengenalan aurat sejak dini merupakan hal urgen untuk menjaga fitrah dan koridor bagi anak.

Di tahun 2020, jumlah kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kota Palangka Raya berjumlah 55 kasus yang menunjukkan masih tingginya tingkat kekerasan (Trisnawati 2021). Pada Januari- Juli 2021, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Palangka Raya kembali mencatat 13 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang kebanyakan dilakukan oleh keluarga dekat korban (KaltengOke 2021). Data lainnya dari BPS Kota Palu, menunjukkan adanya peningkatan kasus kekerasan terhadap anak dari tahun 2017 sampai 2020. Di tahun 2020, tercatat 20 kasus anak sebagai pelaku kekerasan, 40 kasus penganiayaan terhadap anak, 16 kasus persetubuhan anak, dan 10 kasus pencabulan anak. Kasus kekerasan seksual anak tersebut banyak terjadi pada penyintas gempa dan tsunami yang terjadi di tempat pengungsian atau Hunian Sementara (Huntara) Kota Palu (BPS Kota Palu 2021). Selain itu, sejak Agustus-Oktober 2020 kasus kekerasan semakin meningkat yaitu sebanyak 686 kasus (Lidiawati 2020).

Berdasarkan pemaparan di atas, maka yang menjadi distingsi permasalahan yang akan Penulis gali ialah terkait upaya orang tua dalam mengenalkan aurat bagi anak usia dini di Kota Palangka Raya dan Kota Palu. Sejalan dengan fokus permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui upaya orang tua dalam mengenalkan aurat bagi anak usia dini sehingga dapat menjadi

(7)

solusi preventif dalam meminimalisir kejahatan dan kekerasan seksual pada anak sejak dini.

Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif (Sugiyono 2008) dengan menggunakan metode survei. Metode survei digunakan untuk pengambilan sampel dan penggunaan angket dalam mengumpulkan data pokok (Singarimbun and Effendi 1989). Adapun yang menjadi subjek penelitian adalah 70 orang tua yang tersebar di 2 Kota, yakni 35 orang tua di Kota Palangka Raya dan 35 orang tua di Kota Palu.

Subjek penelitian dipilih melalui teknik purposive sampling dengan kriteria yaitu orang tua yang memiliki anak usia 0-6 tahun.

Lokasi penelitian dilakukan di Kota Palangka Raya dan Kota Palu pada bulan Juni 2021. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan melalui angket dengan menggunakan skala likert. Yaitu: 1 (sangat tidak sering), 2 (tidak sering), 4 (sering), dan 5 (sangat sering). Rumus untuk menghitung persentase yang digunakan (Arikunto 2006):

P = x 100%

Keterangan:

P : Presentase F : Frekuensi

N : Jumlah Responden HASIL DAN PEMBAHASAN

Pendidikan Seks Pada Anak Usia Dini Sigmund Freud (1969) mengungkapkan bahwa manusia sejak lahir telah memiliki dorongan seksual yang disebut dengan libido. Jika menyandingkan konsep anak usia dini dengan gagasan Sigmund Freud ini, maka anak dari usia 0-6 tahun telah memasuki 3 tahap perkembangan psikoseksual awal. Pertama,

fase oral yang dimulai dari usia 0-1,5 tahun meliputi early oral dan late oral. Pada fase ini, mulut menjadi pusat kenikmatan anak sekaligus sarana melakukan relasi dengan lingkungan luar. Anak melakukan aktivitas makan dan minum menggunakan mulutnya. Kedua, fase anal dimulai pada usia 1-3 tahun. Zona seksual anak berada pada dubur dengan kemampuan mengendalikan dan mengeluarkan kotoran.

Pada fase kedua ini anak dapat dilatih dengan kegiatan toilet training. Ketiga, fase phallic yaitu usia 3-6 tahun. Libido anak berada pada alat kelaminnya sehingga kondisi ini mengawali munculnya kompleks oedipus. Tahapan ini ditunjukkan dengan adanya perasaan cinta anak laki-laki bagi ibunya dan menganggap ayah sebagai kompetitor. Kasus ini juga terjadi pada anak perempuan terhadap ayahnya (Pizaro 2008).

Pendapat lainnya diungkapkan oleh Handayani dan Amiruddin (2008) bahwa anak usia dini mulai belajar mengenali anggota tubuhnya serta menunjukkan ketertarikannya pada seksitas dasar. Oleh sebab itu, pada masa ini seseorang telah memiliki fitrah seksualitas yang terus berkembang. Di sinilah perlu adanya pendidikan seks yang mulai diajarkan sejak dini. Pendidikan seks merupakan penyampaian informasi mengenai pengenalan (nama dan fungsi) anggota tubuh, pemahaman perbedaan jenis kelamin, penjabaran perilaku (hubungan dan keintiman) seks, serta pengetahuan tentang nilai dan norma yang ada di masyarakat berkaitan dengan gender (Narwita 2013). Sedangkan menurut Nurhasmah, pendidikan seks pada anak usia dini ialah mengajarkan dan memberikan pengetahuan mengenai jenis kelamin dan memperkenalkan anggota

(8)

tubuhnya agar anak dapat memahami dan dapat mengidentifikasi bagian-bagian tubuhnya (Nurhasmah 2015).

Secara spesifik, pendidikan seks bagi anak usia dini tidak hanya mengenai perbedaan anatomi laki-laki dan perempuan. Namun, pendidikan seks juga mengenai berbagai keterampilan yang bisa diberikan bagi anak dalam meregulasi diri, meningkatkan kepercayaan diri, serta kompetensi anak untuk mengambil sikap dalam menghadapi suatu kondisi.

Terutama dalam melindungi diri terhadap kejahatan, pelecahan dan penyimpangan seksual (SEF 2011). Counterman dan Kirkwood (2013) juga memaparkan, pendidikan seks bagi anak usia dini berarti mengenalkan anak terhadap jenis kelamin dan cara memeliharanya dari segi kesehatan, kebersihan, keamanan, bahkan keselamatan yang disesuaikan dengan perkembangan anak. Berdasarkan hal demikian, maka pendidikan seks bagi anak usia dini dapat diartikan sebagai upaya dalam memberikan pengetahuan kepada anak usia 0-6 tahun tentang identitas diri yang sesuai dengan jenis kelamin dan peranan gender masing-masing. Selain itu, pendidikan seks bagi anak usia dini juga bagian dari latihan regulasi diri yang harus memerhatikan tingkat pengetahuan dan perkembangan anak.

Pada perspektif Islam, pendidikan seks merupakan implementasi dari adanya pendidikan akidah akhlak dan ibadah.

Pendidikan seks sejak dini juga sebagai modal anak dalam berperilaku saat dewasa sehingga terhindar dari perbuatan seks yang menyimpang. Bicara tentang aurat maka kembali pada QS. An-Nur ayat 31, Allah telah menggambarkan tentang batasan-batasan aurat bagi perempuan (Nawafilaty 2018). Hal ini juga

bersinggungan dengan orang tua yang memiliki peranan dan tanggung jawab utama dalam menyampaikan hal tersebut (Wardhani and Solikhah 2015; Sciaraffa and Randholph 2011). Di sisi lain, ini juga merupakan bentuk kepedulian orang tua akan masa depan anaknya (Masitoh and Hidayat 2020).

Berdasarkan data yang diperoleh, maka persentase orang tua di Kota Palangka Raya yang mengetahui akan pendidikan seks bagi anak usia dini yaitu 23 orang dengan persentase 65,71%.

Sedangkan persentase orang tua di Kota Palangka Raya yang tidak mengetahui akan pendidikan seks bagi anak usia dini yaitu 12 orang dengan persentase 34,28%. Selain itu, orang tua memahami pendidikan seks sebagai pembelajaran bagi anak usia dini tentang perbedaan jenis kelamin, mengenalkan organ vital, mengenalkan bagian tubuh yang boleh dan tidak boleh disentuh, bagian tubuh yang boleh dilihat dan tidak boleh dilihat orang lain, menanamkan rasa malu dan menutup aurat, serta memperhatikan media, tontonan, lingkungan dan pergaulan dengan lawan jenis.

Sedangkan persentase orang tua di Kota Palu yang mengetahui akan pendidikan seks bagi anak usia dini yaitu 27 orang dengan persentase 77,14%.

Sedangkan persentase orang tua di Kota Palu yang tidak mengetahui akan pendidikan seks bagi anak usia dini yaitu 8 orang dengan persentase 22,85%. Di sisi lain, orang tua memahami pendidikan seks sebagai bentuk edukasi bagi anak usia dini akan perbedaan laki-laki dan perempuan, pengenalan organ vital, fungsi serta cara menjaganya, serta mengenalkan anggota tubuh yang boleh disentuh dan tidak boleh disentuh orang lain. Di sisi lain juga

(9)

berfungsi untuk menjaga diri anak dari pelecehan seksual, mengajarkan anak akan perbedaan cara berpakaian dan bermain antara anak laki-laki dan perempuan, menutup aurat dan cara bergaul dengan lawan jenis. Akan tetapi, juga ada orang tua yang berpendapat bahwa pendidikan seks bagi anak usia dini tidak dianjurkan untuk mulai dikenalkan kecuali ketika anak sudah menikah.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka pengetahuan orang tua akan pendidikan seks bagi anak usia dini di Kota Palangka Raya dan Palu dalam kategori baik. Selain itu, orang tua juga cukup baik dalam memahami pendidikan seks bagi anak usia dini, meskipun ada sebagian orang tua masih memiliki pemahaman yang keliru dan pengetahuan yang masih minim.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh S.Sitio, dkk bahwa pengetahuan orang tua akan pendidikan seks bagi anak usia dini masuk dalam kategori baik dengan persentase 78,34%, yang meliputi tentang pendidikan seks, pendampingan anak selama menonton televisi dan internet sebagai upaya meminimalisir penyimpangan perilaku seksual, serta tentang mengajari anak mengenai organ reproduksinya (S.Sitio, B, and S.P 2019). Penelitian lainnya dilakukan oleh Nadar (2017), bahwa minimnya pemahaman orang tua juga disebabkan minimnya pengetahuan akan tahapan psikoseksual anak usia dini. Oleh sebab itu, meskipun orang tua sudah memiliki pengetahuan akan tujuan pendidikan seks bagi anak usia dini, namun belum memiliki pemahaman yang baik akan cara memberikan pendidikan seks itu sendiri.

Adanya temuan ini semakin memperkuat akan posisi orang tua sebagai agen untuk anak bersosialisasi dan menjadi lingkungan

primer yang paling intensif dalam menentukan perkembangan anak (Muslim and PS 2020). Oleh sebab itu, adanya pengetahuan yang baik akan pentingnya pendidikan seks anak usia dini merupakan salah satu hal mendasar yang menentukan arah pengasuhan dan kesadaran yang dimiliki orang tua. Sementara Hidayah dalam skripsinya (Hidayah 2017) menyatakan pendidikan seks untuk anak di dalam keluarga merupakan tindakan pencegahan dan menjadikan anak dapat beradaptasi dalam menghadapi pertumbuhan dan perkembangan fisik di usia dewasa.

Selain itu pendidikan seks sejak dini juga memiliki beberapa tujuan. Yakni penguatan akhlak dan langkah preventif dalam menghadapi permasalahan seksual dan pergaulan bebas. Orang tua sebagai lingkungan utama sekaligus teladan juga mencerminkan cara berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, anak merupakan cerminan dari orang tua dan lingkungannya. Anak usia dini merupakan observer yang handal. Anak mampu menyimak dan mengamati segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya dengan baik.

Oleh sebab itu, orang tua hendaknya dapat memberikan contoh bagi anak, baik dari sikap maupun perkataan yang terpuji. Di samping itu, anak dapat memperoleh informasi yang benar tentang seks serta mengenal perbedaan anatomi dan peran berdasarkan reproduksi manusia. Melalui pendidikan seks yang disampaikan dengan cara menyenangkan dan materi yang sesuai dengan kemampuan anak, maka pengetahuan dapat diperoleh anak secara jelas dan mudah dipahami. Orang tua juga dapat menyampaikan dengan baik tanpa harus terbebani. Oleh sebab itu, pendidikan seks sejak dini bukanlah

(10)

sesuatu yang dianggap tabu lagi untuk disampaikan di usia awal anak (El-Qudsy 2012).

Pengenalan Aurat bagi Anak Usia Dini Secara bahasa, kata aurat memiliki beberapa arti. Di antaranya seperti cacat pada mulut dan sesuatu yang buruk (Al- Abadi 2005). Pada Alquran, kata „aurah sendiri diulang sebanyak 4 kali dengan makna yang berbeda-beda. Pada surah An- Nur ayat 31, diartikan dengan anggota badan yang wajib ditutupi, sedangkan di ayat 58 terdapat kata salasu „aurat yang berarti tiga waktu dimana tubuh sering terbuka. Pada surah Al-Ahzab pada ayat 13, kata aurat diulang 2 kali yang berarti terbuka (Nuraini and Dhiauddin 2013).

Sedangkan secara istilah, aurat didefinisikan sebagai bagian tubuh yang harus ditutupi serta tidak boleh terlihat oleh pandangan serta bagian yang harus ditutupi saat shalat (Asy-Syirbini 1994).

Sementara Ardiansyah (2014) mengemukakan bahwa aurat merupakan bagian anggota tubuh laki-laki dan perempuan yang memiliki batasan masing- masing dan harus ditutupi sesuai dengan syariat Islam. Sedangkan menutup aurat menurut hukum Islam berarti menutup batas minimal dari anggota tubuh manusia karena menjadi bagian dari aturan Allah (Habibie 2017).

Jika mengacu pada Alquran dan Hadis maka diperoleh beberapa dalil tentang kewajiban menutup aurat. Seperti pada Q.S An-Nur ayat 31, Q.S Al-A‟raf ayat 31, Q.S Al-Ahzab ayat 59, HR. Abu Dawud dan HR. Muslim. Secara umum, perintah untuk menutup aurat merupakan kewajiban bagi mukallaf ditandai dengan sampainya pada masa aqil dan baligh.

Sedangkan bagi anak usia dini, maka belum

mendapat tuntutan dan kewajiban untuk menutup auratnya (Arsyad, Ibtisam, and Asti 2020). Hal ini diterangkan oleh Imam Hambali, anak usia di bawah 7 tahun belum ada aurat baginya sehingga orang tua maupun orang lain bisa melihat auratnya termasuk alat vitalnya (Al- Mughniyah 1996). Adapun Imam Syafi‟I sama halnya seperti Imam Hambali, akan tetapi tidak boleh melihat alat vitalnya kecuali dalam keadaan mendesak (Al- Mughniyah 1996). Pendapat lainnya disampaikan oleh Imam Hanafi, anak di bawah usia 4 tahun belum mempunyai aurat, tetapi tidak diijinkan menyentuh alat vitalnya, dan anak yang lebih dari 4 tahun auratnya dianggap seperti orang dewasa (Al-Mughniyah 1996). Adapun Imam Maliki, anak laki-laki di bawah 8 tahun tidak ada aurat baginya. Berbeda dengan anak perempuan, usia 2-8 bulan tidak ada aurat baginya begitu pun usia 34 bulan akan tetapi tidak boleh disentuh oleh yang bukan mahamnya. Kecuali ketika anak perempuan telah mampu membangkitkan syahwat lawan jenisnya meskipun masih kecil seperti usia 6 tahun maka auratnya seperti aurat perempuan dewasa (Al-Jamal 1986). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hidayah terhadap konsep pendidikan seks anak menurut Yusuf Madani, idealnya dilakukan pada usia 7-14 tahun ketika mencapai masa mumayyiz (Hidayah 2017).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka bukanlah suatu kewajiban dan tidak berdosa bagi anak yang belum tiba masa baligh untuk menutup auratnya secara sempurna. Akan tetapi, masa ini merupakan kondisi yang tepat untuk mengenalkan anak akan pendidikan seks, salah satunya dengan mengenalkan kebiasaan menutup aurat sejak dini (Abdullah 2015). Pengenalan aurat bagi

(11)

anak usia dini berarti memberikan edukasi akan cara anak belajar bertanggung jawab bagi dirinya sendiri, menjaga bagian tubuhnya, memahami anggota tubuh yang mana saja boleh dan tidak boleh disentuh dan diperlihatkan kepada orang lain (Muslim and PS 2020). Sejalan dengan pendapat lainnya, mengajarkan anak usia dini untuk menutup aurat merupakan bentuk pendidikan dan pembiasaan yang ditanamkan kepada anak untuk menggunakan pakaian yang menutup aurat.

(Arsyad, Ibtisam, and Asti 2020).

Berdasarkan hasil angket, diperoleh data tentang persentase orang tua di Kota Palangka Raya yang mengetahui bahwa mengenalkan aurat sebagai pendidikan seks bagi anak usia dini yaitu 29 orang dengan persentase 82,85%. Sedangkan persentase orang tua yang tidak mengetahui bahwa mengenalkan aurat sebagai pendidikan seks bagi anak usia dini yaitu 6 orang dengan persentase 17,14%. Sedangkan persentase orang tua di Kota Palu yang mengetahui bahwa mengenalkan aurat sebagai pendidikan seks bagi anak usia dini yaitu 35 orang dengan persentase 100%. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan orang tua akan mengenalkan aurat sejak dini merupakan bagian dari pendidikan seks sangatlah baik. Data ini juga sejalan dengan pengetahuan awal orang tua akan pendidikan seks bagi anak usia dini. Hasil

ini menunjukkan bahwa pengetahuan orang tua di Kota Palangka Raya dan Kota Palu tentang pengenalan aurat sebagai pendidikan seks anak usia dini termasuk kategori sangat baik.

Menurut Arsyad, dkk ada beberapa manfaat menutup aurat yang dapat diimplementasikan bagi anak usia dini. Di antaranya adalah menghindari diri dari dosa serta menjalankan perintah Allah.

Selain itu, menutup aurat juga menghindarkan dari pelecehan seksual, menutup aib diri, menghindari diri dari pengaruh buruk lingkungan dan sebagai identitas diri (Arsyad, Ibtisam, and Asti 2020). Berdasarkan beberapa kasus yang telah Penulis paparkan sebelumnya, maka salah satu pemicunya adalah minimnya batasan dan kemampuan untuk melindungi diri dari berbagai kondisi lingkungan. Oleh sebab itu, adanya usaha untuk mengenalkan anak untuk menutup aurat sejak dini memiliki kebermanfaatan dan bagian dari identitas diri muslim.

Upaya Orang Tua dalam Mengenalkan Aurat Bagi Anak Usia Dini

Mengacu pada hasil angket yang diperoleh, maka data mengenai upaya orang tua dalam mengenalkan aurat bagi anak usia dini di Kota Palangka Raya dan Kota Palu adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Persentase Upaya Orang Tua Mengenalkan Aurat Bagi Anak Usia Dini

No Indikator Palangka Raya Palu

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase 1 Saya telah menanamkan

rasa malu terkait tubuh bagi anak

123 87,9% 124 88,6%

2 Saya mengajarkan anak berpakaian sesuai dengan jenis kelaminnya

127 90,7% 128 91,4%

3 Saya mengajarkan anak membuka aurat hanya untuk kepentingan yang sifatnya darurat saja

107 76,4% 109 77,9%

(12)

(misalkan saat diperiksa Dokter, dll)

4 Saya mengajarkan tentang batasan aurat laki-laki dan perempuan kepada anak

119 85% 118 84,3%

5 Saya mengajarkan anak cara menutup aurat yang baik dan benar

122 87,1% 129 92,1%

6 Saya mengajarkan anak supaya mau untuk menutup auratnya

127 90,7% 130 92,9%

7 Saya memberikan anak pengetahuan tentang bagian dirinya yang dapat terlihat oleh orang lain

121 86,4% 128 91,4%

8 Saya mengajarkan anak bagian tubuh yang harus tertutup dan tidak dapat dilihat orang lain

131 93,6% 128 91,4%

9 Saya mengajarkan anak tentang siapa saja yang dapat melihat auratnya

122 87,1% 126 90%

10 Saya memisahkan tempat tidur anak dengan kami (orang tua) dan saudara

103 73,6% 100 71,4%

Berdasarkan tabel di atas, maka persentase upaya orang tua di Kota Palangka Raya dalam mengenalkan aurat bagi anak usia dini yaitu 85,9% dengan kategori sangat baik. Dari 10 pernyataan yang Peneliti sampaikan, maka hanya ada 2 pernyataan saja yang masuk kategori baik.

Sedangkan 8 pernyataan lainnya telah masuk kategori sangat baik. Artinya orang tua di Kota Palangka Raya memiliki upaya yang sangat baik dalam mengenalkan aurat bagi anak usia dini. Dua pernyataan yang dimaksud yaitu mengenai upaya orang tua dalam mengajarkan anak membuka aurat bagi yang bersifat darurat saja dengan persentase 76,4% serta upaya orang tua dalam memisahkan tempat tidur anak dengan orang tua dan saudaranya dengan persentase 73,6%.

Adapun upaya orang tua di Kota Palu dalam mengenalkan aurat bagi anak usia dini yaitu 87,1% dengan kategori sangat baik. Dari 10 pernyataan yang Peneliti sampaikan, maka juga ada 2 pernyataan yang masuk kategori baik.

Sedangkan 8 pernyataan lainnya telah masuk kategori sangat baik. Hal ini juga menunjukkan bahwa orang tua di Kota Palu memiliki upaya yang sangat baik dalam mengenalkan aurat bagi anak usia dini. Dua pernyataan yang dimaksud yaitu mengenai upaya orang tua dalam mengajarkan anak membuka aurat bagi yang bersifat darurat saja dengan persentase 77,9% serta upaya orang tua dalam memisahkan tempat tidur anak dengan orang tua dan saudaranya dengan persentase 71,4%.

Berdasarkan data di atas, dilihat dari hasil persentase tersebut maka upaya orang tua di Kota Palu dalam mengenalkan aurat bagi anak usia dini lebih tinggi dibandingkan upaya orang tua di Kota Palangka Raya. Adapun hasil akhir akan upaya orang tua dalam mengenalkan aurat bagi anak usia dini di Kota Palangka Raya dan Kota Palu yakni 86,5% dengan kategori sangat baik. Data ini menunjukkan bahwa orang tua memiliki peranan penting dalam pendidikan seks sejak dini. Purwasih

(13)

(2020) mengungkapkan orang tua memiliki peranan yang sangat krusial dalam mencegah kejahatan seksual melalui kelekatan dan pengetahuan tentang pendidikan seks sejak dini.

Pada saat menanamkan rasa malu pada anak, ada beberapa poin utama yang perlu diperhatikan, yaitu: orang tua sebaiknya tidak membiasakan anak bertelanjang di depan orang lain baik ketika keluar kamar mandi, berganti pakaian, maupun dalam kondisi lainnya. Selain itu, orang tua hendaknya juga membiasakan baik anak laki-laki dan perempuan menggunakan pakaian yang menutup aurat (Madan 2004). Hal penting lainnya ialah adanya pemisahan tempat tidur yang sebaiknya dilakukan baik antara anak dengan orang tua maupun antara anak dengan jenis kelamin yang berbeda.

Kondisi ini bertujuan agar dapat melindungi privasi masing-masing pihak serta menghindari adanya kontak fisik serta sentuhan dari lain jenis. Di sisi lain, pemisahan tempat tidur juga membangun kesadaran eksistensi diri anak terhadap perbedaan jenis kelamin dan menumbuhkan sifat kemandirian (Yanuarita 2019).

Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Bakhtiar dan Nurhayati, bahwa mengenalkan aurat dan perbedaan antara laki-laki dan perempuan merupakan bagian dari penguatan identitas diri anak. Selain itu, orang tua juga dapat mengajarkan anak tentang nilai-nilai karakter serta melakukan pendidikan berdasarkan Alquran dan Hadis. Ketiga aspek inilah yang menjadi poin utama dalam pendidikan seks bagi anak usia dini yang sebenarnya (Bakhtiar and Nurhayati 2020). Melalui pembiasaan dalam menanamkan sifat malu sejak dini, seperti halnya yang telah diupayakan oleh

orang tua di Kota Palangka Raya dan Kota Palu maka akan berdampak pada perkembangan kepribadian anak yang terbiasa untuk menjaga dan menutup auratnya agar tidak mudah diperlihatkan kepada orang lain. Mengajarkan anak untuk menutup aurat berarti membiasakannya untuk selalu berpakaian teutama di tempat umum dan terbuka. Pakaian yang dikenakan juga bersifat tertutup dan melindungi anggota tubuh sehingga tidak menarik rangsangan seksual (Mukti 2016;

Suhasmi and Ismet 2021).

Mengacu pada pendapat Madan (2004), maka ada beberapa corak pendidikan seks bagi anak usia dini. Upaya orang tua dalam mengenalkan aurat bagi anak usia dini pun juga mencakup beberapa corak pendidikan seks yang dimaksud. Pertama, corak ketuhanan yaitu merupakan bentuk pengajaran pendidikan seks berdasarkan pada syariat Islam. Berarti pendidikan dilakukan dengan memperhatikan tujuan pendidikan tertinggi yaitu untuk menjaga fitrah dan mempersiapkan anak menjadi insan kamil.

Adanya pengenalan aurat sejak dini merupakan bentuk pengajaran yang berdasarkan pada hukum dan perintah Allah. Selain itu, dengan melatih anak untuk menjaga aurat sejak dini berarti telah menjaga fitrah dan kehormatan anak sehingga terhindar dari pelecehan seksual.

Kedua, corak kemanusiaan berarti pengajaran pendidikan seks dalam kondisi ini yaitu menghormati aurat anak seperti halnya orang dewasa. Hal ini akan membentuk rasa malu pada anak jika auratnya dilihat orang lain. Selain itu, anak akan merasa bahwa dirinya lebih dihargai.

Misalnya seperti meminta ijin ketika masuk kamar anak, ketika melepas pakaian anak

(14)

dan mengajarkan anak untuk menutup aurat.

Ketiga, corak integralitas berarti pendidikan seks merupakan suatu perpaduan dengan bidang pendidikan lainnya. Pada anak usia dini, pendidikan seks bukanlah suatu materi yang diberikan kepada anak secara terpisah, namun hendaknya terintegrasi dan disesuaikan dengan tema dan materi yang kontekstual sehingga akan memudahkan anak untuk memahami dan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika orang tua mengenalkan aurat kepada anak, maka tidak hanya berfokus pada pengenalan dan pembiasaan untuk menutup aurat saja namun juga dapat menyampaikan bahwa pengenalan aurat merupakan bagian dari pendidikan seks. Selanjutnya, pendidikan seks merupakan bagian dari pendidikan anak usia dini.

Keempat, corak kebersinambungan berarti pendidikan seks diajarkan secara terus menerus dengan menyesuaikan pada usia dan tahap perkembangan anak.

Adanya pengenalan aurat sejak dini merupakan upaya awal yang akan berkelanjutan hingga tahap berikutnya. Di sisi lain, pembelajaran yang diberikan tentunya disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan perkembangan anak.

Kelima, corak realistis berarti pendidikan seks bagi anak usia dini harus memperhatikan tahap kognitif anak yang masih berada di tahapan simbolik dan pra- operasional konkret. Artinya ketika orang tua mulai mengenalkan aurat bagi anaknya maka harus memilih cara penyampaian yang sesuai dengan pekembangan kognitif anak yakni secara nyata.

Keenam, corak pelatihan berarti pendidikan seks hendaknya diberikan secara terus menerus dan berulang-ulang

serta dipraktekkan secara langsung agar anak lebih paham dan dapat membentuk kebiasaan yang baik pada anak. Madani (2003) mengisyaratkan bahwa pembelajaran menutup aurat bagi anak usia dini tidak hanya dilakukan oleh anak namun juga dipraktekkan oleh orang tuanya. Karena dari jenis pakaian dan cara orang tua menutup aurat akan mempengaruhi terhadap psikologis serta kesadaran anak. Hal ini juga merupakan bagian dari keteladanan yang langsung dicontohkan oleh orang tua.

PENUTUP

Berdasarkan data yang diperoleh, maka orang tua di Kota Palangka Raya yang mengetahui akan pendidikan seks anak usia dini adalah 23 orang dengan persentase 65,71%. Sedangkan orang tua di Kota Palu yang mengetahui akan pendidikan seks usia dini yaitu 27 orang dengan persentase 77,14%. Orang tua juga telah memahami dengan baik akan pendidikan seks bagi anak usia dini. Akan tetapi, juga terdapat orang tua yang berpendapat bahwa pendidikan seks tidak lumrah untuk diajarkan sejak dini.

Selanjutnya, data mengenai orang tua di Kota Palangka Raya yang mengetahui bahwa mengenalkan aurat sebagai pendidikan seks anak usia dini yaitu 29 orang dengan persentase 82,85%.

Sedangkan orang tua di Kota Palu yang mengetahui bahwa mengenalkan aurat sebagai pendidikan seks anak usia dini yaitu 35 orang dengan persentase 100%. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan orang tua akan mengenalkan aurat sejak dini merupakan bagian dari pendidikan seks sangatlah baik. Terakhir, data tentang upaya orang tua di Kota Palangka Raya dalam mengenalkan aurat bagi anak usia

(15)

dini yaitu 85,9% dengan kategori sangat baik. Adapun upaya orang tua di Kota Palu dalam mengenalkan aurat bagi anak usia dini yaitu 87,1% dengan kategori sangat baik. Dilihat dari hasil persentase maka upaya orang tua di Kota Palu dalam mengenalkan aurat bagi anak usia dini lebih tinggi dibandingkan upaya orang tua di Kota Palangka Raya. Adapun hasil akhir akan upaya orang tua dalam mengenalkan aurat bagi anak usia dini di Kota Palangka Raya dan Kota Palu yakni 86,5% dengan kategori sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua telah menjalankan peranannya dalam mengenalkan aurat sejak dini. Oleh sebab itu, penting bagi orang tua memiliki pengetahuan dan kesadaran yang

baik untuk mengenalkan aurat sejak dini.

Hal ini tidak hanya berdampak pada pemahaman anak akan pendidikan seks, akan tetapi juga sebagai bentuk pengenalan syari‟at Islam sejak dini. Berdasarkan hal demikian, maka sebagai madrasah pertama bagi anak, orang tua juga dapat memelihara dan mengembangkan fitrah anak dengan baik. Selanjutnya, hasil dari artikel ini dapat dikembangkan kembali dengan penelitian lanjutan yang mengkaji secara mendalam terhadap pengenalan aurat sejak dini.

Pengembangan penelitian dapat diarahkan pada materi, metode, strategi, pendekatan pembelajarannya serta berbagai topik lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Fadila. 2015. “Pendidikan Seks Pada Anak Usia Dini Dipandang Dari Agama Islam.” Jurnal Kesehatan 8 (01): 56–59. https://doi.org/https://doi.org/10.32763/juke.v8i01.71.

Al-Abadi, Majduddin al-Fairuz. 2005. Al-Muhith. Beirut: Al-Muassasah Ar-Risalah.

Al-Jamal, Ibrahim Muhammad. 1986. Fiqh Al- Mar‟ah Al- Muslimah. Semarang: Asy-Syifa.

Al-Mughniyah, Muhammad J. 1996. Al-Fiqh „ala Al-Madzahib Al-Khamsah. Jakarta: Lentera Basritama.

Alucyana, Raihana, and Dian Tri Utami. 2020. “Urgensi Pendidikan Seks Pada Anak Usia Dini.” AWLADY:

Jurnal Pendidikan Anak 6 (1): 71–87.

Ardiansyah. 2014. “Konsep Aurat Menurut Ulama Klasik Dan Kontemporer; Suatu Perbandingan Pengertian Dan Batasannya Di Dalam Dan Luar Shalat.” Jurnal Ilmiah 3 (2): 258–73.

Arsyad, Azman, Ibtisam, and Mulham Jaki Asti. 2020. “Konsep Ihtiyāṭ Imam Al-Syafi‟i Terhadap Anjuran Menutup Aurat Bagi Anak_.” Mazahibuna: Jurnal Perbandingan Mazhab 2 (2): 255–69.

Asy-Syirbini, Al-Khatib. 1994. Mughni Al-Muhtaj. T.Tp: Darel Kutub al-Ilmiyah.

Bakhtiar, Nurhasanah, and Nurhayati. 2020. “Pendidikan Seks Bagi Anak Usia Dini Menurut Hadist Nabi.”

GENERASI EMAS: Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini 3 (1): 36–44.

BPS Kota Palu. 2021. Kota Palu Dalam Angka: Palu Municipality In Figures 2021. Palu: BPS Kota Palu.

Chomaria, Nurul. 2012. Pendidikan Seks Untuk Anak. Solo: Aqwam.

Counterman, L, and D Kirkwood. 2013. “Understanding Healthy Sexuality Development in Young Children.”

Pediatric Clinics of North America 50 (4): 765–80.

Dwi Hadya Jayani. 2021. “Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Mendominasi Saat Pandemi Covid-19.”

2021. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/05/27/kasus-kekerasan-seksual-terhadap-anak- mendominasi-saat-pandemi-covid-19#.

El-Qudsy, Hasan. 2012. Ketika Anak Bertanya Tentang Seks. Panduan Islami Bagi Orangtua Mendampingi Anak Tumbuh Menjadi Dewasa. Solo: Tinta Media.

Erica, Denny. 2016. “Penerapan Parenting Pada Perkembangan Anak Usia Dini Menurut Sudut Pandang Islam.”

Jurnal Humaniora Universitas Bina Sarana Informatika 16 (2).

https://doi.org/https://doi.org/10.31294/jc.v16i2.1286.

Freud, Sigmund. 1969. An Outline of Psycho-Analysis. New York: Norton.

Habibie, Alfadl. 2017. “Pengenalan Aurat Bagi Anak Usia Dini Dalam Pandangan Islam.” Jurnal Pendidikan : Early Childhood 1 (2): 1–10.

Hakiki, Kiki Muhamad. 2015. “Hadits-Hadits Tentang Pendidikan Seks.” Al-Dzikra 9 (1): 45–56.

Handayani, Alva, and Aam Amiruddin. 2008. Anak Anda Bertanya Seks?: Langkah Mudah Menjawab Pertanyaan Anak Tentang Seks. Bandung: Khazana.

(16)

Hidayah, Agita Sunni. 2017. “Konsep Islam Tentang Pendidikan Seks Bagi Anak Dalam Keluarga (Dalam Buku At-Tarbiyah Al-Jinsiyah Lil Athfa>li Wa Al-Ba>lighi>n Karya Yusuf Madani).” Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.

Ismet, Syahrul. 2018. “Sex Education for Early Childhood.” International Conference of Early Childhood Education (ICECE). https://doi.org/10.2991/icece-17.2018.15.

Justicia, Risty. 2017. “Pandangan Orang Tua Terkait Pendidikan Seks Untuk Anak Usia Dini.” Jurnal Pendidikan : Early Childhood 1 (2).

KaltengOke. 2021. “13 Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Kalteng.” KaltengOke. 2021.

https://kaltengoke.com/2021/07/24/13-kasus-kekerasan-seksual-terhadap-anak-di-kalteng/.

Lidiawati, Erna Dwi. 2020. “Di Tengah Pandemi Covid-19, Kekerasan Seksual Perempuan Dan Anak Menonjol Di Sulteng.” Kompas.Com. 2020. https://regional.kompas.com/read/2020/11/26/21423021/di-tengah- pandemi-covid-19-kekerasan-seksual-perempuan-dan-anak-menonjol-di.

Madan, Yusuf. 2004. Panduan Islam Bagi Orang Tua Dalam Pendidikan Seks Untuk Anak. Jakarta: Hikmah.

Madani, Yusuf. 2003. At Tarbiyah Al Jinsiyah Lil Athfal Wa Al Balighin. Jakarta: Pustaka Zahra.

Masitoh, Itoh, and Ade Hidayat. 2020. “Tingkat Pemahaman Orang Tua Terhadap Pendidikan Seksualitas Pada Anak Usia Dini.” Indonesian Journal of Educational Counseling 4 (2): 209–14. https://doi.org/DOI:

10.30653/001.202042.163.

Mukti, Ali. 2016. “Pendidikan Seks Untuk Anak Usia Dini Perspektif Islam.” HARKAT: Media Komunikasi Islam Tentang Gender Dan Anak 12 (2): 89–98.

Muslim, and Ihcwan PS. 2020. “Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Seks Pada Anak Usia Dini.” Jurnal Pelangi :Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Pendidkan Islam Anak Usia Dini 2 (1): 60–73.

Nadar, Wahyuni. 2017. “Persepsi Orang Tua Mengenai Pendidikan Seks Untuk Anak Usia Dini.” Yaa Bunayya : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini 1 (2): 77–90.

Narwita, Muslik. 2013. Bunda, Seks Itu Apa?: Bagaimana Menjelaskan Seks Pada Anak. Bandung: Yrama Widya.

Nawafilaty, Tawaduddin. 2018. “Pendidikan Seks Pada Anak Usia Dini Ditinjau Dalam Perspektif Pendidikan Agama Islam.” JCE (Journal of Childhood Education) 1 (2).

Nuraini, and Dhiauddin. 2013. Islam Dan Batas Aurat Wanita. Yogayakarta: Kaukaba Dipantara.

Nurhasmah, Wini. 2015. “Implementasi Pendidikan Seksual Untuk Anak Usia Dini.” Universitas Pendidikan Indonesia.

Oktarina, Ani, and Muhammad Alfatih Suryadilaga. 2020. “Pendidikan Seks Usia Dini Dalam Kajian Hadis.”

Riwayah: Jurnal Studi Hadis 6 (2): 363–86.

Pizaro. 2008. “Teori Seksualitas Sigmund Freud Tentang Kepribadian: Psikopatologi Dan Kritik Psikologi Islami.” Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Purwasih, Wahyu. 2020. “Pendidikan Seks Untuk Anak Usia Dini Di Masa Pandemi Covid-19.” Buana Gender 5 (2): 109–25.

S.Sitio, Elisabeth Fransisca, Sophia Oktavia B, and Annisa Agesy S.P. 2019. “Pengetahuan Orangtua Tentang Pendidikan Seks Pada Anak Usia Dini.” Jurnal Pendidikan Dan Psikologi Pintar Harati 15 (1): 25–36.

Sciaraffa, M, and T. Randholph. 2011. “You Want Me to Talk to Children About What? Responding to the Subject of Sexuality Development in Young Children.” Young Children. Journal NAEYC 19: 37–46.

SEF. 2011. “Key Findings Young People‟s Survey on Sex and Relationships Education.” 2011.

www.sexeducationforum.org.uk.

Situmorang, Paska Ramawati. 2020. “Pengaruh Pendidikan Seks Anak Usia Prasekolah Dalam Mencegah Kekerasan Seksual.” Jurnal Masohi 1 (2): 82–88.

Suhasmi, Nadya Charisa, and Syahrul Ismet. 2021. “Materi Pendidikan Seks Bagi Anak Usia Dini.” Jurnal Golden Age, Universitas Hamzanwadi 5 (02): 164–74. https://doi.org/https://doi.org/10.29408/jga.v5i01.3385.

Trisnawati, Septina. 2021. “Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak Kalteng Masih Tinggi.” RRI Palangkaraya. 2021. https://rri.co.id/palangkaraya/daerah/1068207/kasus-kekerasan-terhadap- perempuan-dan-anak-kalteng-masih-tinggi.

Wardhani, Junita Dwi, and Rokhana Nur Solikhah. 2015. “Persepsi Orang Tua Terhadap Pendidikan Seks Pada Anak Usia Dini Di Desa Tawang Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo.” Prosiding Seminar Nasional Pendidikan “Inovasi Pembelajaran Untuk Pendidikan Berkemajuan,” 554–58.

Yanuarita, Hanung Astri. 2019. “Persepsi Orang Tua Terhadap Pendidikan Seks Anak Usia Dini Di WIlayah Kecamatan Patrang.” Universitas Jember.

Zurayk, Makruf. 1998. Kaifa Nurrabi Abnaana. Bandung: Mizan.

Referensi

Dokumen terkait

Begitu hal nya dengan orang tua dan anak usia remaja, komunikasi interpersonal dapat dibangun sejak dini yang membuat anak merasa bahwa melakukan komunikasi interpersonal merupakan