Sari Pustaka
EFEK KONTRASEPSI HORMONAL TERHADAP RESPON SISTEM IMUN WANITA DENGAN INFEKSI
HIV
Oleh : dr. Giri Chandra
Pembimbing :
dr. Made Bagus Dwi Aryana, SpOG(K)
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-I BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR
2017
LEMBAR PERSETUJUAN SARI PUSTAKA
Sari Pustaka ini telah diujikan pada hari Selasa, 24 Januari 2017
Mengetahui Pembimbing Sari Pustaka
dr. Made Bagus Dwi Aryana, SpOG(K) NIP.19740925 199703 1 001
Penguji :
dr. I Made Darmayasa, SpOG(K)
Dr. dr. I B G Fajar Manuaba, SpOG, MARS
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN SARI PUSTAKA ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR SINGKATAN ... vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
BAB II SARI PUSTAKA ... 4
2.1Infeksi Human Immunodeficiency Virus ... 4
2.2Prevention Mother to Child Transmission ... 6
2.2.1 Strategi pencegahan transmisi vertikal HIV ... 7
2.2.2 Rekomendasi penggunaan antiretroviral terapi pada kehamilan .... 10
2.3Medical Eligibility Criteria ... 12
2.4Respon Sistem Imun Terhadap infeksi HIV ... 20
2.5Mekanisme Kontrasepsi Hormonal Terhadap Respon Sistem Imun ... 22
2.6Mekanisme Seluler Efek Progesteron ... 25
2.7Mekanisme Seluler Efek Estrogen ... 26
BAB III RINGKASAN ... 28
DAFTAR PUSTAKA ... 30
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Penggunaan Kontrasepsi Hormonal dan Kondom Terhadap Luaran Infeksi HIV... 5 Gambar 2.2 Efek Kontrasepsi Hormonal pada Infeksi HIV ... 6 Gambar 2.3 Mekanisme Seluler Kontrasepsi Hormonal pada infeksi HIV ... 21 Gambar 2.4 Mekanisme Kontrasepsi Hormonal pada Peningkatan Transmisi
HIV-1 ... 23
DAFTAR TABEL
TABEL 2.1 Kriteria Kelayakan Medis Metode Kontrasepsi Sementara ... 13 TABEL 2.2 Kriteria Kelayakan Medis Metode Kontrasepsi Permanen ... 14 TABEL 2.3 Efek Hormon Estrogen dan Progesteron Terhadap Progresivitas
HIV ... 26
DAFTAR SINGKATAN
AIDS : Acquired Imunnodeficiency Syndrome ARV : Antiretroviral
ART : Antiretroviral Therapy BBLR : Berat Bayi Lahir Rendah CCR5 : C-Chemokine Receptor type 5 CD4 : Cluster of Differentiation 4
CHC : Combination Hormonal Contraception CIC : Combined Injectable Contraceptive CXCR4 : CX-Chemokine Receptor type 4 Cu-IUD : Copper Intra Uterine Device
DMPA : Deoxy Medroxi Progesteron Acetate DNA : Deoxyribo Nucleic Acid
DVT : Deep Vein Thrombosis
ECP : Emergency Contraceptive Pill ETG : Etonogestrel
GDG : Guideline Development Group GRC : Guidelines Review Committee HAART : Highly Active Antiretroviral Therapy HIV : Human Imunnodeficiency Virus HR : Hazard Ratio
H202 : Hydrogen Peroxide IL : Interleukin
IMS : Infeksi Menular Seksual INF-γ : Interferon-γ
INSTI : Integrase Strand Transfer Inhibitor IRR : Incidence Rate Ratio
IUD : Intra Uterine Device
KET : Kehamilan Ektopik Terganggu KJDR : Kematian Janin Dalam Rahim LNG : Levonorgestrel
MEC : Medical Eligibility Criteria MIP : Macrofag Inflammatory Protein MTCT : Mother To Child Transmission NET- EN : Norethisterone Enanthate NK : Natural killer
PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa PCR : Polymerase Chain Reaction
PMTCT : Prevention Mother To Child Transmission POC : Progestin Only Contraceptive
POP : Progestin Only Pill PVR : Progesteron Vaginal Ring
RNA : Ribonucleic Acid
SLPI : Secretory Leucocyte Protease Inhibitor START : Short Term Antiretroviral Therapy TBC : Tuberculosis
Th : T-lympocyte helper
UNAIDS : United Nation Acquired Immunodeficiency Syndrome UPA : Ulipristal Acetate
VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor WHO : World Health Organization
XCL : Lymphotactin
Nama lengkap : Made Bagus Dwi Aryana
Judul : Efek Kontrasepsi Hormonal Terhadap Respon Sistem Imun Wanita dengan Infeksi HIV
No Hp : 081933145766
Alamat : Jl. Trengguli Gang IV/11 Tembau. Denpasar Email : [email protected]
EFEK KONTRASEPSI HORMONAL TERHADAP RESPON SISTEM IMUN WANITA DENGAN INFEKSI HIV
Made Bagus Dwi Aryana
Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar
Abstrak
Latar Belakang : Pada umumnya metode kontrasepsi mantap menjadi pilihan untuk mencegah transmisi infeksi HIV secara vertikal. Pada wanita dilakukan operasi steril untuk tidak melanjutkan fungsi reproduksi, namun hak reproduksi merupakan bagian dari hak asasi manusia sehingga penggunaan metode kontrasepsi lain seperti kontrasepsi hormonal dapat dipertimbangkan. Akan tetapi kontrasepsi hormonal memiliki efek terhadap respon sistem imun wanita dengan infeksi HIV.
Tujuan : Untuk mengetahui efek kontrasepsi hormonal terhadap respon sistem imun wanita dengan infeksi HIV.
Metode : Tinjauan Pustaka
Hasil : Kontrasepsi hormonal berhubungan dengan perubahan pada traktus genital, serviks mengalami ektopi atau ekstensi epitel kolumnar endoserviks ke eksoservik
Tinjauan Pustaka
dan penipisan lapisan sel epitel vagina. Kontrasepsi hormonal berhubungan dengan peningkatan jumlah CCR5 expressing T cells dan perubahan flora normal. Pada wanita dengan infeksi HIV yang menggunakan injeksi DMPA didapatkan viral load dua kali lebih tinggi dibandingkan wanita tanpa menggunakan kontrasepsi. Kemudian dengan kontrasepsi hormonal DMPA atau pil oral kombinasi didapatkan CD4 yang lebih rendah 2-24 bulan setelah infeksi dan lebih cepat terjadi penurunan CD4.
Progesteron menyebabkan pergeseran respon sitokin Th2 dengan supresi terhadap INF-γ, IL-1β, dan IL-6 sehingga terjadi kelemahan mekanisme clearance CD4 sel yang terinfeksi HIV. Estrogen juga memiliki efek terhadap sistem imun, ketika konsentrasi estradiol rendah T sel akan menginduksi repon Th1 dan pada konsentrasi tinggi akan menginduksi respon Th2. Pada penggunaan kontrasepsi pil oral kombinasi terjadi peningkatan jumlah T sel pada ekspresi CCR5. Karena CCR5 merupakan koreseptor pada saat invasi virus, ini berpengaruh terhadap penurunan CD4 T sel yang signifikan.
Kesimpulan : Kontrasepsi hormonal tidak bersifat protektif terhadap transmisi infeksi HIV sehingga sebaiknya digunakan proteksi ganda dengan kondom.
Kata Kunci : kontrasepsi hormonal, respon imun, HIV
BAB I PENDAHULUAN
Millenium Development Goals merupakan suatu indikator dalam mengukur perkembangan pembangunan suatu negara. Tujuan Millenium Development Goals antara lain meningkatkan kesehatan maternal dengan menurunkan angka kematian maternal dan angka kematian terkait HIV/AIDS. Berkaitan dengan kematian maternal dan infeksi HIV/AIDS, pada umumnya metode kontrasepsi mantap menjadi pilihan untuk mencegah transmisi infeksi HIV secara vertikal. Pada wanita dilakukan operasi steril untuk tidak melanjutkan fungsi reproduksi memiliki keturunan, namun demikian hak reproduksi merupakan bagian dari hak asasi manusia sehingga metode kontrasepsi mantap bukan suatu hal yang mutlak bagi wanita dengan infeksi HIV.
Penggunaan metode kontrasepsi lain seperti kontrasepsi hormonal dapat dipertimbangkan, namun kontrasepsi hormonal memiliki efek terhadap respon sistem imun wanita dengan infeksi HIV. Banyak penelitian baru mengenai kontrasepsi hormonal pada wanita dengan infeksi HIV sehingga penulis menyusun sari pustaka ini untuk memberikan suatu wawasan dan ilmu pengetahuan yang baru.
Epidemiologi HIV/AIDS diperkirakan jumlah kasus menjadi 400.000 orang dengan kematian 100.000 orang pada tahun 2010 dan menjadi 1.000.000 dengan kematian 350.000 orang pada tahun 2015. Di daerah Sub Sahara Afrika, tingginya prevalensi infeksi HIV pada ibu hamil meningkatkan kematian maternal dan menjadi masalah kesehatan yang penting. United Nation Acquired Immunodeficiency
Syndrome memperkirakan bahwa pada tahun 2010 prevalensi infeksi HIV pada ibu hamil adalah 4% dengan proporsi kematian maternal yang disebabkan infeksi HIV di Sub Sahara Afrika meningkat dari 10% menjadi 32%. Rasio keseluruhan kematian maternal sekitar 270/100.000 kehamilan, 1015/100.000 pada wanita terinfeksi HIV dan 119/100.000 pada wanita yang tidak terinfeksi HIV. Pada tahun 2011 pertemuan UNAIDS membahas tujuan spesifik berkaitan dengan kematian maternal dan infeksi HIV, yaitu untuk mengurangi separuh angka kematian pada wanita hamil atau pasca persalinan dengan infeksi HIV pada tahun 2015.1,2,3
Transmisi infeksi HIV dari populasi berisiko tinggi kepada pasangan terus bertambah. Pada akhir tahun 2015 diperkirakan terjadi penularan HIV kumulatif pada lebih dari 38.500 bayi yang dilahirkan dari ibu yang sudah terinfeksi dan ini merupakan suatu proses transmisi vertikal (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional).
Dengan penggunaan metode kontrasepsi, didapatkan prevalensi 8-78% wanita usia reproduktif yang menggunakan metode steril 32%, IUD 22%, pil oral kombinasi 14%. Afrika Selatan merupakan populasi terbesar orang dengan infeksi HIV dari seluruh dunia, dari 6.1 juta jiwa sekitar 17.9% prevalensi HIV pada rentang usia 15- 49 tahun, dan 60% adalah wanita berusia kurang dari 25 tahun. Metode kontrasepsi yang digunakan sekitar 32% injeksi hormonal, 12% pil, 10% steril wanita, 8%
kondom, 0.5% IUD, 0.5% steril pria.4,5,6
Metode kontrasepsi diharapkan memenuhi kriteria tidak menimbulkan risiko dan memperberat kondisi medis pasien dengan infeksi HIV atau mengurangi efektivitas kontrasepsi pada penggunaan bersama terapi antiretroviral. Berdasarkan
bukti secara epidemiologi, WHO merekomendasikan kriteria kelayakan medis metode kontrasepsi hormonal sebagai kategori 1, metode kontrasepsi tidak dibatasi.7,8,9
BAB II SARI PUSTAKA
2.1 Infeksi Human Immunodeficiency Virus
Progresivitas pasien dengan infeksi HIV menggunakan pendekatan standar serokonversi dan pemeriksaan CD4 serta viral load. Progresivitas HIV dinilai berdasarkan luaran dari penurunan CD4 kurang dari 200 sel/mm3. Studi tentang transmisi HIV dari wanita positif kepada pria HIV negatif, dengan wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal menunjukkan efek terhadap viral load HIV plasma atau shedding viral servikovaginal. Studi menjelaskan pada proses pengolahan data dipertimbangkan bukti klinis secara tidak langsung. Bukti klinis secara langsung adalah penilaian terhadap serokonversi sementara bukti klinis secara tidak langsung mengenai shedding viral servikovaginal. Penggunaan kontrasepsi hormonal injeksi NET-EN atau DMPA berhubungan dengan penurunan signifikan CD4, sementara penggunaan kontrasepsi oral hormonal tidak banyak memberikan perbedaan.10,11
Penelitian mengenai HIV viral shedding pada 199 pekerja seks komersil di Burkina Faso, Afrika Barat, mengakses secara kuantitatif hubungan penggunaan DMPA pada wanita HIV dengan menggunakan PCR RNA HIV dari spesimen bilasan servikovaginal. Studi menunjukkan tidak ada peningkatan viral load secara kuantitatif pada bilasan spesimen servikovaginal. Pada tahun 2014, WHO Expert Working Group mengulas bukti klinis untuk mengevaluasi kriteria kelayakan medis /
medical eligibility penggunaan kontrasepsi hormonal terhadap wanita dengan HIV positif, rekomendasi WHO kategori 1 d
Antiretroviral bersama dengan penggunaan proteksi.12
Gambar 2.1 :
Suatu studi di Rwanda dan Zambia
memilih kontrasepsi jangka panjang seperti penggunaan IUD ataupun konseling yang baik. Sementara di Durban,
transmisi infeksi HIV dan
pasien HIV positif dengan penggunaan kontrasepsi
kontrasepsi hormonal tidak bersifat protektif terhadap transmisi infeksi HIV maka proteksi ganda dengan kondom menjadi pilihan untuk wanita dengan kontrasepsi penggunaan kontrasepsi hormonal terhadap wanita dengan HIV positif, rekomendasi WHO kategori 1 dengan pertimbangan khusus pada
dengan penggunaan DMPA serta penggunaan kontrasepsi dual
1 : Penggunaan Kontrasepsi Hormonal dan Kondom Terhadap Luaran Infeksi HIV.6
Suatu studi di Rwanda dan Zambia menunjukkan wanita muda cenderung ontrasepsi jangka panjang seperti penggunaan IUD ataupun implan
Sementara di Durban, Afrika Selatan, studi mengenai hubungan HIV dan penggunaan kontrasepsi menunjukkan tingkat pengetahuan
gan penggunaan kontrasepsi dual proteksi masih rendah.
kontrasepsi hormonal tidak bersifat protektif terhadap transmisi infeksi HIV maka proteksi ganda dengan kondom menjadi pilihan untuk wanita dengan kontrasepsi penggunaan kontrasepsi hormonal terhadap wanita dengan HIV engan pertimbangan khusus pada penggunaan kontrasepsi dual
Penggunaan Kontrasepsi Hormonal dan Kondom Terhadap
anita muda cenderung implan dengan studi mengenai hubungan tingkat pengetahuan proteksi masih rendah.Bila kontrasepsi hormonal tidak bersifat protektif terhadap transmisi infeksi HIV maka proteksi ganda dengan kondom menjadi pilihan untuk wanita dengan kontrasepsi
hormonal karena menurunkan risiko transmisi infeksi HIV dan penyakit menular seksual lainnya.12,13
Gambar 2.2 : Efek Kontrasepsi Hormonal pada Infeksi HIV.7
Kontrasepsi hormonal bukan menyebabkan peningkatan level RNA melainkan DNA HIV-1 dimana sekresi traktus genitalia merupakan marker infeksi.
Kontrasepsi hormonal mempromosikan cakupan resting T sel, makrofag dan sel dendritik, dimana memungkinkan sel yang terinfeksi memproduksi sejumlah besar virus. Konsisten dengan hipotesis ini, kontrasepsi hormonal berhubungan dengan peningkatan cakupan CCR5 expressing T cells ke traktus genital.2,12
2.2 Prevention Mother To Child Transmission
Secara global, sekitar 35 juta orang terinfeksi HIV dan hampir setengahnya adalah perempuan. Mayoritas perempuan yang hidup dengan HIV di negara-negara miskin dan berkembang. Sepertiga dari kasus merupakan diagnosa HIV baru yang didefinisikan dengan jumlah CD4 di bawah 200 sel/mm3 pada saat diagnosis klinis
HIV. Infeksi HIV dalam kehamilan dengan terapi antiretroviral optimal selama kehamilan akan meningkatkan proporsi wanita dengan viral load yang rendah (<50 copies/ml) pada saat persalinan, hal ini mendukung pencegahan transmisi HIV dari ibu ke bayi.14,15
Tingkat transmisi penularan ibu ke anak telah menurun secara signifikan dari 25,6% pada tahun 1993 diperkirakan menjadi 0,57% pada 2011. Risiko penularan sangat tergantung pada viral load. Pada viral load > 100.000 copies/ml maka terdapat risiko penularan 40% dengan penurunan risiko 1% pada setiap 1000 copies/ml viral load, sehingga penting mempertimbangkan cara persalinan, intervensi yang tepat pada proses persalinan dan waktu paparan bayi yang akan menyusui.14,15
Fakta bahwa 91% wanita hamil dengan positif terinfeksi HIV pada tahun 2013 sekitar 32% tidak mendapatkan terapi antiretroviral selama kehamilan sehingga terpapar risiko lebih tinggi terjadinya persalinan prematur, BBLR, pertumbuhan janin terhambat ataupun KJDR.Pada wanita dengan infeksi HIV-2 dengan virulensi lebih rendah seringkali terjadi koinfeksi dengan infeksi hepatitis B atau hepatitis C.16,17
2.2.1 Strategi pencegahan transmisi vertikal HIV
United Nation Acquired Immunodeficiency Syndrome mendeklarasikan
"Penghapusan penularan infeksi HIVdari ibu ke bayi pada tahun 2015", yang bertujuan untuk memastikan bahwa kurang dari 5% anak-anak yang lahir terinfeksi dari ibu dengan HIV positif. Keseluruhan strategi PMTCT UNAIDS didasarkan pada
strategi empat prong yang bertujuan untuk mengintegrasikan intervensi pencegahan ibu ke bayi baru lahir, yaitu :
1. Prong pertama menekankan pentingnya pencegahan HIV di kalangan wanita usia reproduksi sebelum mereka hamil.
2. Prong kedua difokuskan pada pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan di kalangan perempuan yang hidup dengan HIV.
3. Prong ketiga berfokus pada wanita hamil yang sudah terinfeksi dan menekankan tes HIV diintegrasikan ke dalam perawatan antenatal, sehingga mereka menerima ARV untuk kesehatan ibu dan mencegah penularan virus dari ibu ke bayi serta edukasi pilihan makan terbaik bagi bayi.
4. Prong keempat merupakan integrasi dari perawatan HIV, pengobatan dan dukungan bagi wanita HIV positif dan keluarga.18
Mempertahankan penekanan viral load pada HIV selama kehamilan akan meningkatkan penurunan risiko transmisi vertikal, persalinan dan pada kehamilan berikutnya. Walaupun kebanyakan wanita dengan seropositif HIV menggunakan metode kontrasepsi, pada umumnya mereka memilih kondom, dan jarang menggunakan metode kontrasepsi pil, injeksi progestin, implan, maupun IUD.
Strategi menggunakan kondom bersama dengan kontrasepsi reversibel jangka panjang seperti pil, injeksi progestin, implan atau IUD dianggap baik dalam meminimalkan risiko kehamilan dan transmisi infeksi HIV serta penyakit menular seksual.19
Kontrasepsi hormonal dapat mempengaruhi kondisi sistemik atau mempengaruhi respon imun. Selain mengubah lingkungan traktus genitalia yang menyebabkan efek terhadap akuisisi, transmisi dan progresi dari infeksi HIV, interaksi secara farmakokinetik dengan obat antiretroviral juga mempengaruhi progress dari HIV itu sendiri. Suatu studi di Zimbabwe yang mengintergrasikan metode kontrasepsi dengan program pencegahan transmisi HIV dari ibu ke bayi menghasilkan suatu sugesti yaitu : intervensi kontrasepsi pada saaat komunikasi menjalankan program PMCT secara signifikan meningkatkan kesehatan maternal dan bayi serta menurunkan transmisi HIV perinatal.20,21
Pedoman pemberian terapi antiretroviral menurut WHO sejak awal kehamilan untuk mengurangi risiko MTCT (Mother To Child Transmission). Viral load yang tidak disupresi pada saat persalinan menjadi bagian paling penting pada transmisi HIV perinatal.Intervensi ART golongan INSTI (Integrase Strand Tranfer Inhibitor) memiliki rata-rata supresi viral load lebih baik dibandingkan golongan Non-INSTI (Integrase Strand Tranfer Inhibitor). Dalam suatu kohort retrospektif Integrase Inhibitor pada kehamilan dan reduksi viral load HIV dalam waktu rata-rata suatu intervensi ART sampai dengan persalinan sekitar 57 hari dan waktu rata-rata reduksi viral load dari perhitungan terakhir adalah 14.779 copies/ml dan sekitar 35% wanita didapatkan supresi hingga < 40 copies/ml.22
Transmisi HIV dari ibu ke bayi dapat terjadi 30-40% transmisi vertikal tanpa intervensi. Ketika semua langkah-langkah pencegahan dilaksanakan, termasuk pengobatan dengan HAART, tingkat infeksi dapat dikurangi antara 1-2%. Sebelum
adanya PMCT dan intervensi ART, sekitar 1 dari 4 bayi yang lahir terjadi transmisi infeksi HIV. Sekitar 50% transmisi terjadi waktu persalinan atau melahirkan, 20-25%
terjadi intrauterine, dan 25-35% pada saat postnatal sekunder seperti menyusui.23 Di negara-negara maju saat ini, tingkat MTCT diperkirakan mengurangi 2%
tingkat infeksi dengan penggunaan ART selama kehamilan dan persalinan. Cara persalinan dengan per abdominal bila viral load > 1000 copies/ml, diikuti 6 minggu profilaksis ART masa neonatal dan menghindari pemberian ASI. Meskipun ART telah nyata menurunkan risiko MTCT di Amerika Serikat di kalangan perempuan dewasa yang terinfeksi HIV, wanita hamil muda yang terinfeksi membutuhkan konseling tambahan tentang penggunaan ART yang tepat dan dukungan sosial untuk mencapai penekanan viral load pada proses pencegahan transmisi.23,24
2.2.2 Rekomendasi penggunaan antiretroviral terapi pada kehamilan Rekomendasi penggunaan antiretroviral terapi pada kehamilan adalah :
1. Wanita dengan AIDS atau jumlah CD4 < 350 sel/mm3,ART dimulai segera mungkin sesuai pedoman. Apabila tidak ada suatu infeksi oportunistik, ART dapat ditangguhkan sampai setelah trimester pertama. Sebuah rejimen yang terdiri dari Duviral dan nevirapine harus dimulai jika jumlah CD4 < 250 sel/mm3. Efavirenz sekarang menjadi alternatif diperbolehkan untuk setiap rentang jumlah CD4.
2. Wanita dengan jumlah CD4 > 350 sel/mm3 diberikan Short-term HAART (START) yang dimulai pada usia kehamilan 14 minggu pada awal trimester kedua untuk menunjang PMTCT.
3. Wanita yang tegak diagnosis pada akhir kehamilan, ART harus dimulai segera tanpa menunggu hasil CD4 dan viral load.
4. Wanita hamil yang telah mendapat ART dianjurkan untuk melanjutkan rejimen ART yang sama.25
Cakupan global ART untuk setiap individu dengan infeksi HIV mencapai 41%. Mengacu pada WHO Country Intelligence Database 2014, sekitar 60% dari 58 negara dengan fokus : Wanita infeksi HIV menggunakan inisiasi ART bila CD4 <
500 sel/mm3. Namun secara signifikan untuk mengurangi mortalitas, progresi penyakit dan menurunkan insidensi penyakit oportunistik seperti TBC dan kondisi AIDS maka inisiasi ART bila CD4 < 350 sel/mm3.26
Wanita dengan infeksi HIV memiliki risiko penularan dari ibu ke anak.
Rekomendasi di Amerika Serikat menunjukkan bahwa bila kehamilan dengan viral load lebih dari 1.000 copies/ml persalinan dengan operasi sesar lebih aman.
Meskipun viral load lebih rendah, rekomendasi pervaginam tidak dianjurkan.
Prematuritas dan jumlah CD4 yang rendah merupakan faktor risiko terjadinya penularan vertikal sehingga pentingnya manajemen ART yang tepat dan dukungan sosial selama periode pengobatan dalam mencapai penekanan viral load yang maksimal.27
2.3 Kriteria Kelayakan Medis Metode Kontrasepsi
World Health Organization mengidentifikasi kontrasepsi yang efektif sebagai strategi kunci dalam mengurangi beban global HIV melalui beberapa hasil yang dicapai WHO pada tahun 2010. Hasil ini termasuk mengurangi penularan HIV, mengurangi morbiditas maternal akibat infeksi HIV dan penurunan jumlah anak yatim karena kematian perinatal terkait HIV berdasarkan data Morrison 2011 dan WHO 2010. Pada tahun 2009, sekitar 56,1% dari perempuan di seluruh dunia dengan rentang usia 15 - 49 tahun menggunakan metode kontrasepsi untuk mencegah kehamilan. Sterilisasi adalah metode yang paling umum digunakan pada wanita dengan infeksi HIV sementara setidaknya 150 juta wanita menggunakan hormonal kontrasepsi untuk keluarga berencana.28,32
Kriteria kelayakan medis penggunaan metode kontrasepsi dipublikasikan sebagai panduan penggunaan berbagai metode kontrasepsi secara aman dalam konteks kondisi dan karakteristik kesehatan tertentu. Kriteria kelayakan medis penggunaan metode kontrasepsi pertama kali dipublikasikan WHO tahun 1996.
Berdasarkan edisi kelima kriteria kelayakan medis metode kontrasepsi WHO tahun 2015, mempertimbangkan pada setiap kondisi medis atau karakteristik medis tertentu seperti : usia, masa postpartum, menyusui, DVT, dislipidemia, sepsis puerperalis, riwayat KET, riwayat penyakit jantung atau pembuluh darah, migrain, penyakit liver, obesitas, peningkatan risiko transmisi infeksi menular seksual, infeksi HIV, penggunaan ART.28
Tabel 2.1 Kriteria Kelayakan Medis Metode Kontrasepsi Sementara
Kategori Dengan Penilaian Klinis Dengan Penilaian Klinis Terbatas
1 Gunakan metode pada keadaan apapun Ya
(Gunakan Metode) 2 Gunakan metode secara umum
3 Penggunaan metode biasanya tidak direkomendasikan kecuali metode tepat lainnya tidak tersedia atau tidak dapat diterima
Tidak (Jangan Gunakan
Metode)
4 Metode tidak boleh digunakan
Pada kelayakan medis penggunaan metode kontrasepsi edisi kelima tahun 2015, keamanan metode kontrasepsi dipengaruhi berbagai pertimbangan, kondisi dan karakteristik kesehatan. Aspek pertama, metode kontrasepsi tertentu dapat menimbulkan risiko pada status kesakitan atau memperberat kondisi medis tertentu.
Aspek kedua, kondisi medis penyakit terkait penggunaan metode kontrasepsi tertentu dapat mengurangi efektivitas kontrasepsi. Rekomendasi pengunaan metode kontrasepsi yang terdapat pada dokumen ini berdasarkan data klinis terbaru dan data epidemiologi. 28
Pada setiap kondisi medis atau hubungannya dengan karakteristik medis tertentu, kelayakan medis metode kontrasepsi terbagi dalam empat kategori :
1. Suatu kondisi yang tidak ada pembatasan untuk penggunaan metode kontrasepsi.
2. Suatu kondisi dimana keuntungan penggunaan metode kontrasepsi umumnya lebih besar daripada risiko penyakit secara teoritis.
3. Suatu kondisi dimana peningkatan risiko penyakit secara teoritis umumnya lebih besar keuntungan penggunaan metode kontrasepsi.
4. Suatu kondisi dimana metode kontrasepsi tidak dapat digunakan berkaitan dengan risiko penyakit tertentu.28
Tabel 2.2 Kriteria Kelayakan Medis Metode Kontrasepsi Permanen
Kondisi berdasarkan data klinis dan epidemologi terkait menjadi pedoman klasifikasi untuk segera atau menunda prosedur kontrasepsi mantap
Definisi Uraian
A = Accept Tidak ada alasan medik untuk tidak melakukan tubektomi.
C= Caution Dapat dilakukan vasektomi apabila sudah dilakukan persiapan yang memadai.
D = Delay Tubektomi/vasektomi ditunda hingga kondisi calon pengguna telah dievaluasi/dikoreksi.
S = Special Tubektomi/vasektomi oleh dokter bedah profisien dan memakai peralatan canggih.
Kriteria kelayakan medis penggunaan metode kontrasepsi edisi kelima merupakan revisi topik pilihan dari edisi 2014, antara lain :
1. Topik yang teridentifikasi penting di lapangan, hal baru, bukti yang diidapatkan dengan potensi tidak konsisten :
• Progesteron (POC) pada wanita menyusui.
• Kombinasi kontrasepsi hormonal (CHC) pada wanita menyusui.
• Penggunaan kombinasi kontrasepsi hormonal (CHC) pada wanita dengan gangguan vena superfisial.
• Penggunaan kontrasepsi hormonal pada wanita dengan terapi antiretroviral.
• Pil kontrasepsi darurat (ECP) pada wanita obesitas (kondisi baru ditambahkan pada rekomendasi kelayakan medis).
2. Panduan intern yang dikeluarkan oleh WHO sejak MEC edisi keempat (2 topik) :
• Penggunaan CHC selama periode postpartum (rekomendasi pada 2010).
• Penggunaan kontrasepsi hormonal pada wanita berisiko tinggi terinfeksi HIV dan wanita yang hidup dengan HIV/AIDS (Rekomendasi tahun 2012 dan pembahasan ulang tahun 2014).
3. Metode kontrasepsi baru ditambahkan pada rekomendasi edisi kelima (4 metode):
• Medroxy Progesterone Acetate (DMPA) 104 mg secara subcutan.
• 2 batang implan dengan levonorgestrel (LNG) dan 75 mg LNG / batang, diterima untuk 4 tahun penggunaan, contoh Sino-implan.
• Progesteron Vaginal Ring (PVR) atau dikenal dengan diafragma vaginal.
• Ulipristal Asetat (UPA) untuk kontrasepsi darurat.
4. Rekomendasi ditinjau oleh GDG sebagai klarifikasi pada review komite (2 topik):
• Penggunaan IUD meningkatkan risiko infeksi menular seksual (belum ada bukti baru yang diidentifikasi sejak review sistematis tahun 2014).
• Penggunaan CHC pada wanita dengan dislipidemia.
Berdasarkan konsensus dan review tahun 2014, karena pentingnya kesehatan masyarakat dari rekomendasi penggunaan kontrasepsi hormonal untuk perempuan yang hidup dengan HIV dan berdasarkan dorongan dari GDG, WHO mengeluarkan panduan kelayakan penggunaan metode kontrasepsi untuk perempuan yang hidup dengan HIV atau berisiko tinggi tertular infeksi dari seluruh revisi pedoman.
Kelayakan medis metode kontrasepsi hormonal untuk wanita dengan risiko tinggi HIV dan hidup dengan HIV, konsensus disetujui oleh GRC WHO pada tanggal 7 Juli 2014. Pernyataan ini dirilis pada tanggal 24 Juli 2014, pada Konferensi Internasional AIDS ke-20.28
Kelayakan medis metode kontrasepsi hormonal untuk wanita berisiko tinggi HIV yang menggunakan progesteron injeksi perlu diinformasikan bahwa beberapa studi dengan keterbatasan terdapat hubungan antara penggunaan metode kontrasepsi dan akuisisi transmisi infeksi HIV. Beberapa studi menunjukkan bahwa wanita yang menggunakan metode kontrasepsi progesteron injeksi mungkin terjadi peningkatan risiko penularan HIV sementara ada penelitian lain yang tidak menemukan hubungan ini. Dampak kesehatan masyarakat dari hubungan tersebut akan tergantung pada
konteks lokal, termasuk tingkat penggunaan kontrasepsi injeksi, angka kematian ibu dan prevalensi HIV. Hal Ini perlu dipertimbangkan ketika panduan WHO digunakan dalam konteks lokal wilayah tertentu.28
World Health Organization terus aktif memantau setiap bukti yang muncul.
Pada pertemuan GDG WHO tahun 2014, seperti pada tahun 2012 tentang konsultasi teknis oleh GRC, disepakati bahwa data epidemiologi tidak menjamin perubahan pada Medical Eligibility Criteria. Mengingat pentingnya masalah ini, wanita yang berisiko tinggi terinfeksi HIV perlu diinformasikan bahwa penggunaan metode kontrasepsi ini mungkin meningkatkan risiko penularan HIV. Perempuan berisiko tinggi terinfeksi HIV umumnya dapat menggunakan IUD (LNG-IUD) dengan Kriteria Kelayakan Medis Kontrasepsi Kategori 2. Perempuan dan pasangan berisiko tinggi penularan HIV perlu mempertimbangkan dan dapat memiliki akses pencegahan transmisi HIV dengan cara penggunaan kondom laki-laki dan perempuan, yang juga bertujuan untuk mencegah dan mengurangi risiko infeksi menular seksual (IMS), terlepas dari bentuk kontrasepsi yang mereka pilih.28
Kesimpulan dari pertanyaan pertama mengenai akuisisi HIV bahwa dua puluh dua studi prospektif observasional mengenai kontrasepsi oral kombinasi terhadap risiko penularan HIV di kalangan wanita yang menggunakan metode kontrasepsi hormonal dibandingkan wanita yang menggunakan metode kontrasepsi nonhormonal (yaitu kondom, Cu-IUD). Didapatkan delapan studi menilai penggunaan kontrasepsi oral kombinasi dan dianggap "informatif tetapi dengan keterbatasan penting". Tujuh dari studi ini tidak menemukan hubungan yang signifikan, walaupun satu studi pada
pekerja seks komersil di Kenya didapatkan data signifikan.Lima studi lain mengenai penggunaan injeksi NET-EN dianggap "informatif penting tetapi dengan keterbatasan". Satu studi menunjukkan hubungan yang signifikan secara statistik pada penggunaan kontrasepsi NET-EN terhadap transmisi infeksi HIV. Sembilan studi penggunaan DMPA, studi ini dianggap "informatif penting tetapi dengan keterbatasan". Tiga studi menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam risiko transmisi HIV, satu studi menunjukkan signifikan secara statistik, sementara lima studi tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam risiko transmisi HIV.28
Dari dua studi implan, satu studi diklasifikasikan sebagai "kurang informatif".
Dari studi ini melaporkan peningkatan risiko yang tidak signifikan secara statistik mengenai transmisi HIV karena dengan interval kepercayaan yang terlalu luas.
Rekomendasi pada perempuan HIV yang hidup dengan atau tanpa gejala klinis (WHO stadium 1 atau 2) dapat menggunakan metode kontrasepsi hormonal berikut tanpa pembatasan : gabungan pil kontrasepsi oral (kontrasepsi oral kombinasi), kontrasepsi injeksi kombinasi (CIC), patch kontrasepsi, progesteron pil (POP), progesteron injeksi (DMPA), dan levonorgestrel (LNG) dengan MEC Kategori 2 serta etonogestrel (ETG) implan dengan MEC Kategori 1.28
Mungkin didapatkan ada interaksi antara metode kontrasepsi hormonal dan obat antiretroviral tertentu (ARV), mengacu pada rekomendasi interaksi obat ART.
Penggunaan secara sukarela metode kontrasepsi oleh wanita yang hidup dengan HIV, yang ingin mencegah kehamilan sangat penting untuk menegakan hak-hak reproduksi mereka dan terus menjadi strategi penting untuk mengurangi transmisi HIV. Semua
wanita berhak atas informasi kontrasepsi yang komprehensif, pendidikan, konseling sesuai konteks sosial budaya untuk memastikan pilihan metode kontrasepsi pilihan dalam kurun waktu tertentu.28
Kesimpulan dari pertanyaan kedua mengenai perkembangan penyakit dan pertanyaan ketiga mengenai transmisi HIV. Dari delapan studi, Satu studi randomized control terdapat peningkatan risiko dengan menurunnya jumlah CD4 di antara pengguna COC bila dibandingkan dengan pengguna Cu-IUD. Rekomendasi pada wanita HIV dengan gejala klinis berat atau lanjut (stadium 3 atau 4) umumnya tidak menggunakan LNG-IUD dengan MEC Kategori 3 untu inisiasi. Namun, wanita yang telah menggunakan LNG-IUD dengan MEC Kategori 2 untuk kelanjutan.28
Penggunan metode kontrasepsi injeksi terhadap akuisisi infeksi HIV didapatkan data Hazard Ratio (HR) atau Incidence Rate Ratio (IRR) berkisar 0,94- 2,0. Data yang didapatkan dari sembilan studi adalah enam studi menunjukkan peningkatan risiko HR 1,1-2,0, dengan efek yang signifikan secara statistik (HR 0,94.
95% CI 0,46-1,92). Dua penelitian NET-EN dan DMPA dilaporkan secara terpisah untuk setiap jenis kontrasepsi hormonal, yaitu :
1. DMPA : HR 0,46-2,0 dari enam studi menunjukkan empat studi terjadi peningkatan risiko (HR 1,3-2,0) dengan efek yang signifikan secara statistik dalam satu studi dan dua studi tren ke arah efek penurunan (HR 0,46 dan 0,75).
2. NET-EN : HR 0,87-2,5 dari lima studi menunjukkan empat studi terjadi peningkatan risiko (HR 1,3-2,5), dengan efek yang signifikan secara statistik
dalam satu studi dan satu studi lainnya tidak berpengaruh (HR 0,87, 95% CI 0,60-1,2).28
2.4 Respon Sistem Imun Terhadap infeksi HIV
Patogenesis setelah virus masuk, terjadi inisiasi respon imun terhadap infeksi HIV yang muncul pada jaringan mukosa lymphoid, dimana plasmacytoid dendritic cell mensekresi berbagai sitokin yang menstimulasi aktivasi CD4. CD4 yang teraktivasi terhadap respon antigen HIV menjadi indikator dan penilaian infeksi. CD4 teraktivasi berdiferensiasi menjadi 3 fenotip (Th1, Th2, Th17). Imun respon Th1 memiliki karakteristik potensi clearing terhadap infeksi HIV melalui NK cell dan CD8 T sel. Th2 merespon dengan produksi B cell terhadap antibodi spesifik HIV. Hal ini dapat menurunkan viral load pada pasien dengan infeksi kronis namun tidak secara sistem mengontrol virus.32
Pada penelitian terbaru, CD4 mensekresikan IL7 yang merupakan hasil dari Th17, hal ini penting pada kontrol bakteri patogen ekstraseluler dan determinan patogenesis infeksi HIV selama infeksi dini. Lebih menarik lagi, empat studi terpisah pada HIV menunjukkan hilangnya Th17 yang mungkin disebabkan karena kontrasepsi hormonal melakukan modifikasi respon sitokin sel yang pada selanjutnya menjadi kontrol terhadap progresi penyakit HIV. CD4 pada jaringan lymphoid sebagai regulator selanjutnya Plasmacytoid dendritic cell mensekresi indolamine 2,3- deoksigenase. Reseptor estrogen dan progesteron ditemukan pada sel imun respon seperti pada CD4 dan CD8 T sel, limfosit B, monosit dan neutrofil sehingga
memungkinkan terjadinya modulasi hormon pada sistem imun tubuh terhadap infeksi HIV.32 Berikut gambar bagaimana mekanisme kontrasepsi hormonal dalam mempengaruhi respon sistem imun tubuh :
Gambar 2.3 : Mekanisme Seluler Kontrasepsi Hormonal pada infeksi HIV.32
2.5 Mekanisme Kontrasepsi Hormonal Terhadap Perubahan Respon Imun Mekanisme kontrasepsi hormonal memiliki myriad of effects, termasuk perubahan struktural pada traktus genital, perubahan respon sistem imun, flora vagina, dan peningkatan risiko infeksi menular seksual.
1. Perubahan struktur vagina dan serviks
Kontrasepsi hormonal berhubungan dengan dua perubahan besar pada traktus genital. Pertama, serviks mengalami ektopi atau ekstensi pada epitel kolumnar endoserviks ke eksoservik. Selanjutnya ektopi servik berhubungan dengan kecurigaan peningkatan HIV-1. Pada studi selanjutnya mengenai ektopi servikal berhubungan dengan peningkatan cakupan CD4 + CCR5 + HIV target cell dan atau marker inflamasi lain di vagina. Kedua, penipisan lapisan epitel vagina. Pada penelitian progesteron menyebabkan penipisan lapisan sel epitel vagina sehingga memudahkan invasi dan meningkatkan risiko infeksi.
2. Perubahan lokal sistem imunitas.
Kontrasepsi hormonal berhubungan dengan peningkatan inflamasi pada traktus genitalia, termasuk peningkatan jumlah CCR5 expressing T cells.
Inflamasi dan potensi cakupan HIV-1 target cell ini dapat meningkatkan risiko transmisi infeksi HIV.
3. Peningkatan risiko infeksi menular seksual dan perubahan flora normal.
Peningkatan risiko penularan infeksi dan inflamasi seperti Chlamydia, cervicitis dan jamur menyebabkan penurunan jumlah H202 yang bersifat
protektif hasil produksi lactobacillus sehingga memudahkan terjadi infeksi HIV. DMPA menekan ovulasi, dimana komponen aktif DMPA, medroxyprogesterone terikat pada reseptor glukokortikoid dan memiliki efek imunosupresif yang lebih kuat dibanding progesteron.30 Gambar berikut menunjukkan mekanisme kontrasepsi hormonal mempengaruhi perubahan struktur, respon imun dan perubahan flora normal :
Gambar 2.4 : Mekanisme Kontrasepsi Hormonal pada Peningkatan Transmisi HIV-1.30
Kontrasepsi hormonal bekerja dengan mekanisme mencegah ovulasi dengan mempengaruhi poros hipotalamus-hipofisis-adrenal. Progestin menekan ovulasi, pengentalan lendir serviks, dan mencegah implantasi karena terjadi penebalan lapisan
endometrium uterus.Trunova dkk, pada studi observasional analitik DMPA terhadap CXCR4-simian-HIV dan CCR5-simian-HIV grup kasus menunjukkan puncak akut viral load pada 1-4 minggu setelah injeksi. Selain itu, peningkatan perubahan reseptor CCR5 menjadi CXCR4-simian-HIV akan menunjukkan progesivitas penyakit. Respon imun seluler menjadi lebih lemah pada kasus pemberian DMPA dengan marker INF-γ berjalan lebih lambat 1 minggu setelah injeksi DMPA.31,32
Penggunaan kontrasepsi hormonal terhadap infeksi menular seksual secara signifikan menggambarkan regulasi inflamasi dan imunitas zona transformasi serviks berkaitan dengan penggunaan progestin. Mediator inflamasi yang terlibat : sitokin Interleukin IL-1β, IL-6, kemokin XCL8 (IL-8), Macrofag Inflammatory Protein (MIP-3α), Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), protein Secretory Leucocyte Protease Inhibitor (SLPI).31
Mombasa pada penelitian kohort wanita dengan kontrasepsi DMPA yang status HIV positif memiliki viral load dua kali lebih tinggi dibanding wanita tanpa kontrasepsi. Titik viral load biasanya tinggi pada 16 minggu setelah infeksi sebagai nilai prediktif progres penyakit HIV. Lavreys dkk, pada studi kohort yang berbeda menambahkan wanita dengan kontrasepsi hormonal DMPA atau oral pil kombinasi memiliki 2 kali lebih banyak virus multipel yang terdeteksi setelah infeksi dimana selanjutnya meningkatkan titik tertinggi viral load dan CD4 yang lebih rendah 2-24 bulan setelah infeksi dan lebih cepat terjadi penurunan CD4. Aktivasi marker lain
seperti CD38, CD69 yang ada pada CD4 dan CD8 . Sitokin Th2 meningkatkan sistem humoral.32
2.6 Mekanisme Seluler Efek Progesteron
Hughes dkk mendemonstrasikan inhibisi sekresi INF-α dari sel dendritik.
Mickropeptida dihambat oleh progesteron seperti INF-α dan indolamine 2,3- deoksigenase. Progesteron juga menyebabkan pergeseran respon sitokin Th2 dengan supresi terhadap INF-γ, IL-12, IL-1β, dan IL-6. Dengan pergeseran Th2 sistem humoral dari Th1 sistem mediasi sel, terjadi kelemahan mekanisme clearance CD4 sel yang terinfeksi HIV. Studi lain mengungkapkan progesteron menyebabkan penurunan regulasi aktivitas CD8 sitotoksik sel melalui hambatan faktor yang diinduksi progesteron sehingga terjadi penekanan perforin (agen sitotoksik).32
Penekanan aktivitas CD8 sitotoksik sel secara teori menurunkan clearance CD4 sel yang terinfeksi HIV, yang mungkin seolah-olah memperlambat progress penyakit. Padahal penurunan CD8 sitotoksik sel juga menyebabkan replikasi virus yang tidak terkontrol dan berpotensi memacu agresifnya progres penyakit. Perlu diingat progesteron menurunkan ekspresi marker aktivasi CD69 pada CD8 sel yang berpotensi mempengaruhi kemampuan mengeliminasi CD4 sel terinfeksi HIV. Tetapi interaksi CD25 dan CD38 dengan progesteron belum dipelajari lebih lanjut. DMPA juga mempengaruhi barrier flora normal alamiah vagina seperti spesies Lactobacillus, yang mempengaruhi risiko terjadi infeksi menular seksual dan berpotensi terhadap multipel strain infeksi HIV.32
Tabel 2.3 : Efek Hormon Estrogen dan Progesteron Terhadap Progresivitas HIV.31
2.7 Mekanisme Seluler Efek Estrogen
Seperti Progesteron, Estrogen juga memiliki efek terhadap sistem imun.
Ketika konsentrasi estradiol rendah, T sel akan menginduksi repon Th1 dan pada konsentrasi tinggi akan menginduksi respon Th2. Enomoto dkk mengungkapkan konsentrasi ini didapatkan dari pemberian hormon eksternal, estrogen menekan respon level dari INF-γ, IL-2, IL-6 yang berdampak pada CD4 dan ekspresi marker aktivasi CD69 pada CD8, efek terhadap CD38 tidak pernah dilaporkan. Pernah
dilaporkan estrogen secara langsung menstimulasi replikasi HIV-1 pada T sel melalui reseptor estrogen. Ini mungkin dapat menjelaskan beberapa hasil klinis menunjukkan tingginya shedding viral serviks pada pengguna kontrasepsi DMPA.31
Estrogen menunjukkan inhibisi migrasi T sel pada jaringan terinfeksi HIV.
Pada penggunaan kontrasepsi oral pil kombinasi terjadi peningkatan jumlah T sel pada ekspresi CCR5 dan densitas reseptor CCR5 pada setiap T sel. Karena CCR5 merupakan ko-reseptor pada masuknya virus, ini berpengaruh terhadap waktu terjadinya infeksi ketika terjadi penurunan CD4 T sel yang signifikan.31
BAB III RINGKASAN
United Nation Acquired Immunodeficiency Syndrome memperkirakan bahwa pada tahun 2010 prevalensi infeksi HIV pada ibu hamil adalah 4%. Transmisi infeksi HIV dari populasi berisiko tinggi kepada pasangan terus bertambah. Pada akhir tahun 2015 diperkirakan terjadi penularan HIV kumulatif pada lebih dari 38.500 bayi yang dilahirkan dari ibu yang sudah terinfeksi (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional).
Kontrasepsi hormonal digunakan lebih dari 150 juta wanita diantaranya 100 juta menggunakan pil kontrasepsi oral kombinasi dan 50 juta lainnya menggunakan injeksi hormonal.
Pada Tahun 2012 WHO yang terdiri dari 75 ahli membahas telaah secara biologi, epidemiologi, data dan rekomendasi menyarankan untuk tidak membatasi metode kontrasepsi hormonal, secara epidemiologi dan beberapa studi laboratorium menyatakan bahwa kontrasepsi hormonal dapat mempengaruhi transmisi HIV.
Tampaknya kontrasepsi hormonal tidak bersifat protektif terhadap transmisi infeksi HIV sehingga proteksi ganda dengan menggunakan kondom sebaiknya dilakukan pada wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal.
Kontrasepsi hormonal berhubungan dengan dua perubahan besar pada traktus genital. Pertama, serviks mengalami ektopi atau ekstensi pada epitel kolumnar endoserviks ke eksoservik. Selanjutnya ektopi servik berhubungan dengan kecurigaan peningkatan HIV-1. Pada studi selanjutnya mengenai ektopi servikal berhubungan
dengan peningkatan cakupan CD4 + CCR5 + HIV target cell dan atau marker inflamasi lain di vagina. Kedua, penipisan lapisan epitel vagina. Pada penelitian progesteron menyebabkan penipisan lapisan sel epitel vagina sehingga memudahkan invasi dan meningkatkan risiko infeksi.
Kontrasepsi hormonal berhubungan dengan peningkatan inflamasi pada traktus genitalia, termasuk peningkatan jumlah CCR5 expressing T cells. Inflamasi dan potensi cakupan HIV-1 target cell ini dapat meningkatkan risiko transmisi infeksi HIV. Peningkatan risiko penularan infeksi dan inflamasi seperti Chlamydia, cervicitis dan jamur menyebabkan penurunan jumlah H202 yang bersifat protektif hasil produksi lactobacillus sehingga memudahkan terjadi infeksi HIV. DMPA menekan ovulasi, dimana komponen aktif DMPA, medroxyprogesterone terikat pada reseptor glukokortikoid dan memiliki efek imunosupresif.
Pada kelayakan medis penggunaan metode kontrasepsi edisi kelima tahun 2015, keamanan metode kontrasepsi dipengaruhi berbagai pertimbangan, kondisi dan karakteristik kesehatan. Aspek pertama, metode kontrasepsi tertentu dapat menimbulkan risiko pada status kesakitan atau memperberat kondisi medis tertentu.
Aspek kedua, kondisi medis penyakit terkait penggunaan metode kontrasepsi tertentu dapat mengurangi efektivitas kontrasepsi. Kesimpulan dari dua puluh dua studi prospektif observasional mengenai kontrasepsi oral kombinasi terhadap risiko penularan HIV Didapatkan delapan studi menilai penggunaan kontrasepsi hormonal dianggap "informatif tetapi dengan keterbatasan penting".
DAFTAR PUSTAKA
1. Basia Zaba, Clara Calvert, et al. Effect of HIV Infection on Pregnancy Related Mortality in Sub-Saharan Africa : Secondary Analyses of Pooled Community Based Data from The Network for Analysing Longitudinal Population-based HIV/AIDS Data on Africa (ALPHA). Lancet. London, UK. 2013;381:1763-71.
2. Charles S. Morrison, Stephanie Skoler, et al. Hormonal Contraception and The Risk of HIV Acquisition Among Women in South Africa. Lippincott Williams & Wilkins. Durham, USA. AIDS 2012;26:497-504.
3. HS Mitchell, E Stephens. Contraception Choice for HIV Positive Women.
London, UK. 2016;80:167-173.
4. Pamela M Murname, Rene Heffron, et al. Pre-exposure Prophylaxis for HIV- 1 Prevention Does Not Diminish The Pregnancy Prevention Effectiveness of Hormonal Contraception. American College of Obstetricians and Gynecologist. Lippincott Williams & Wilkins. Washington, USA.
2014;28:1825-1830
5. Monica Gandhi, Rajesh T. Gandhi. Single-Pill Combination Regimens for Treatment of HIV-1 Infection. The New England Journal of Medicine.
Massachusetts Medical Society. 2014;371:248-59.
6. Chelsea B. Polis, Daniel Westreich, et al. Assessing the Effect of Hormonal Contraception on HIV Acquisition in Observational data : Challenges and
Recommended Analytic Approaches. NIH. Seattle, WA, USA.
2014;27(01):S35-S43.
7. Jared M. Baeten, Ludo Lavreys, et al. The Influence of Hormonal Contraceptive Use on HIV-1 Transmission and Disease Progression. Seattle, WA, USA. Clinical Infectious Diseases 2007;45:360-9.
8. Cocohoba Jennifer. Hormonal Contraception for HIV Positive Women.
California, San Fransisco, USA. Women and HIV 2010;Beta:36-40.
9. Heather M Marlow, Suzanne Maman, et al. HIV Status and Postpartum Contraceptive Use in an Antenatal Population in Durban, South Africa.
Elsevier. NICH, North Caroline, USA. Contraception 2015;91:39-43.
10.Polis CB, Philips SJ, Curtis KM, Westreich DJ, Steyn PS, Raymond E, Hannaford P, Turner AN. Hormonal Contraceptive Methods and Risk of HIV Acquisition in Women : A Systematic Review of Epidemiological Evidence.
Elsevier. USAID. Washington, DC, USA. Contraception 2014;90:360-390.
11.Homfrey GJ, Singata M, et al. Hormonal Contraception for Women Exposed to HIV Infection. Cochrane Database of Systematic Reeviews. London, United Kingdom. 2014;5:1-15.
12.Sharon J. Philips, Chelsea B Polis, et al. The Safety of Hormonal Contraceptive for Women Living with HIV and Their Sexual Partners.
Elsevier. Baltimore, USA. Contraception 2015;10:002.
13.Naw H. Khu, Bellington Vwalika, et al. Fertility Goal based Counseling Increases Contraceptive Implant and IUD Use in HIV-discordant Couples in Rwanda and Zambia. Elsevier Atlanta, USA. Contraception 2013;88:74-82.
14.Lauren Bull, Abdul W Khan, et al. Management of HIV Infection in Pregnancy. Obstetric, Gynecology and Reproductive Medicine. London, UK.
2015;07:004.
15.Sarah MT, Joris H. Management and Outcomes of Pregnancies among Women with HIV in Oxford, UK in 2008-2012. International Journal of Gynecology and Obstetrics. UK. 2015;130:59-63.
16.Chrystelle O O Wedi, Shona Kirtley, et al. Perinatal Outcomes Associated with Maternal HIV Infection a Systematic Review and Meta-analysis. Lancet, UK. 2016;3:33-48.
17.Camille Stora, Sylvie Epelboin, et al. Women Infected With Human Immunodeficiency Virus Type 1 Have Poorer Assisted Reproduction Outcomes : a Case Control Study. American Society for Reproductive Medicine. Elsevier. 2016;12:015-282.
18.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2013.
Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak. Jakarta, Indonesia.
2013;2:12-43.
19.Robert Stewart D, Edward Wells, et al. Benefit of Interpregnancy HIV Viral Load Suppression on Subsequent maternal and Infant Outcomes. American Journal Obstetric and Gynecology. USA. 2014;210:1e3-6.
20.Mengyang Sun, Jeffrey F. Peipert, et al. Trends in Contraceptive Use Among Women with Human Immunodeficiency Virus. American College of Obstetricians and Gynecologist. Lippincott Williams & Wilkins. Washington, USA. 2012;120:783-90.
21.Clea C Sarnquist, Precious Moyo, et al. Integrating Family Planning and Prevention of Mother to Child HIV Transmission in Zimbabwe. Elsevier, CA, USA. Contraception 2014;89:209-214.
22.Lisa Rahangdale, Jordan Gates, et al. Integrase Inhibitors in Late Pregnancy and Rapid HIV Viral Load Reduction. American Journal of Obstetric and Gynecology. Elsevier. 2016;214:385e1.7.
23.Carlos Mejia V, Maria Eygenia L, et al. Highly Active Antiretroviral Treatment (HAART) for The Prevention of HIV Mother to Child Transmission (PMTCT) at Roosevelt Hospital’s Infectious Diseases Clinic in Guatemala : The Role of (LPV/r) Standard Dose. Chicago, USA. 2012;2:259-264.
24.Martelina L Badell, Michael Lindsay. Pregnancies in Females Perinatally Infected with Human Immunodeficiency Virus-1. Hindawi Corp. AIDS Research and Treatment. Atlanta, USA. 2012;6:1-6.
25.Iskandar Azwa, Su Yen Kong. Human Immunodeficiency Virus (HIV) in Pregnancy : A Review of the Guidelines for Preventing Mother-to-Child Transmission in Malaysia. And Acad Med, Singapore 2012;41:587-94.
26.Meg Doherty, Rachel Beanland, et al. Guideline on When To Start Antiretroviral Therapy And On Pre-Exposure Prophylaxis for HIV. World Health Organization. USA. 2015;9:1-34.
27.Veronica Serrano L C, Alicia Martinez V, et al. Management and Outcome of Pregnant Women with HIV Acquired by Vertical Transmission. SciRes Open Journal Obstetric Gynecology, Spain. 2015;5:470-474.
28.World Health Organization. Medical Eligibility Criteria for Contraceptive Use Fifth Edition. Geneva, Swittzerland. 2015;5:19-21.
29.Raina N. Fichorova, Pai-Lien Chen, et al. The Contribution of Cervicovaginal Infections to the Immunomodulatory Effects of Hormonal Contraception.
mBio.asm.org. Harvard, North Carolina, USA. mBio 2015;6:e00221-5.
30.Charles S. Morrison, Stephanie Skoler, et al. Hormonal Contraception and The Risk of HIV Acquisition Among Women in South Africa. Lippincott Williams & Wilkins. Durham, USA. AIDS 2012;26:497-504.
31.Elizabeth Stringer, Erik Antonsen. Hormonal Contraception ad HIV Disease Progression. Birmingham, UK. Clinical Infectious Disease 2008;47:945-951.
32.Lauren J Ralph, Sandra I McCoy, et al. Hormonal Contraception Use and Women’s Risk of HIV Acquisition : A Meta-Analysis of Observational Studies.
Lancet. Berkeley, California, USA. 2015;14:71052-7.