• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PENGELOLAAN WAKAF DALAM RANGKA MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN UMAT

N/A
N/A
Abdul Hakim

Academic year: 2023

Membagikan "EFEKTIVITAS PENGELOLAAN WAKAF DALAM RANGKA MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN UMAT"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pengelolaan wakaf menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 untuk kesejahteraan umat serta faktor penghambat dan solusi dalam pengelolaan wakaf guna mewujudkan kesejahteraan umat. Dalam hal ini pengelolaan Wakaf menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 untuk mewujudkan kesejahteraan umat belum efektif karena masih sedikitnya pengetahuan tentang penatausahaan harta wakaf. Faktor penghambat pengelolaan wakaf untuk mewujudkan kesejahteraan umat adalah wakaf nâzhir tidak dikelola secara maksimal, pemerintah tidak melakukan sosialisasi UU No.

2 Hal ini menunjukkan bahwa negara sangat menaruh perhatian terhadap pengelolaan dan pengembangan wakaf guna memenuhi amanat undang-undang untuk menciptakan kemandirian ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dengan menerbitkan undang-undang yang mengatur tentang wakaf. UU No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA); Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang peruntukan tanah milik, yang disusul dengan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No. 1 Tahun 1978 tentang Pelaksanaan PP No. 28 Tahun 1977 serta Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kumpulan Hukum Islam (KHI). Dengan adanya peraturan tersebut akhirnya terciptalah ketertiban hukum dan penyelenggaraan wakaf di Indonesia, dan dengan persetujuan DPR pada tanggal 27 Oktober 2004 disahkan dan ditegakkannya Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 2004 tentang Vakuf.4.

Kesejahteraan sosial yang secara hukum normatif dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945. Masalah kesejahteraan merupakan bagian dari tujuan nasional Indonesia yang mencakup tiga hal, yaitu:. Selain itu, Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur tentang kewajiban negara untuk mengurus orang miskin dan anak terlantar. Dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial diperlukan peran seluas-luasnya dari masyarakat baik perorangan, keluarga, organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, badan usaha, lembaga kesejahteraan sosial, dan lembaga kesejahteraan sosial asing dalam penyelenggaraannya. dari amal sosial yang ditargetkan. , terpadu dan berkelanjutan guna mewujudkan kesejahteraan umat sebagaimana diperintahkan dalam pembukaan UUD, antara lain melalui pengelolaan wakaf.

Menentukan dan menganalisis efektivitas pengelolaan wakaf sesuai dengan UU No. 41 Tahun 2004 untuk kesejahteraan rakyat.

PENDAHULUAN

  • Latar Belakang Masalah
  • Rumusan Masalah
  • Tujuan Penelitian
  • Kerangka Konseptual
    • Efektifitas
    • Pengelolaan
    • Wakaf
    • Kesejahteraan
  • Kerangka Teoritis
    • Teori Efektifitas Hukum
    • Teori Tujuan Hukum
    • Teori Maqhasid Syariah
    • Teori Negara Kesejahteraan (Walfare State Theory)
  • Metode Penelitian
    • Metode Pendekatan
    • Spesifikasi Penelitian
    • Jenis dan Sumber Data
    • Metode Pengumpulan Data
    • Metode Analisis Data
  • Sistematika Penulisan

Metode kualitatif adalah metode penelitian yang menghasilkan deskripsi analitis, yaitu apa yang diungkapkan responden secara tertulis atau lisan, serta perilaku nyata yang diselidiki dan dikaji secara keseluruhan.30 Analisisnya dapat dilakukan secara deskriptif analitis, artinya penyajian yang ada. data, kemudian menganalisisnya dan menerapkan teori dan norma yang relevan secara kualitatif untuk menyelesaikan permasalahan dalam penelitian ini.

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum tentang Wakaf

  • Pengertian Wakaf
  • Rukun dan Syarat Wakaf
  • Macam-Macam Wakaf
  • Tujuan dan Manfaat Wakaf

Tinjauan Tentang Pengaturan Wakaf di Indonesia

  • Sejarah Perkembangan Wakaf di Indonesia
  • Pengaturan Perwakafan di Indonesia

Tinjauan Tentang Wakaf Untuk Kesejahteraaan Umat

  • Konsep Kesejahteraan dalam Islam
  • Kesejahteraan Umat Dalam Wakaf

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Efektifitas Pengelolaan Wakaf Menurut Undang-Undang Nomor 41

Dalam praktiknya, pengelolaan harta wakaf di Indonesia sudah meluas sejak zaman kolonial Belanda. Penarikan, dalam arti apabila ada penyimpangan yang dilakukan oleh nazhir, dapat terjadi, misalnya jika pihak wakif telah menetapkan syarat-syarat penggunaan benda wakaf tersebut. Adanya permasalahan atau konflik wakaf mengenai harta wakaf (benda wakaf) disebabkan oleh kurangnya pengelolaan terhadap benda wakaf.

Perkembangan pengurusan wakaf di Indonesia yang terus berkembang secara kelembagaan yang lebih elegan dan profesional, wakaf tidak hanya berupa tanah, masjid, sekolah dan lain-lain yang terhalang dari model klasiknya, wakaf berkembang secara “produktif. . wakaf” atau Jadi, fungsi wakaf dalam hukum wakaf di Indonesia dapat dilihat dari fungsinya melalui tiga perkara iaitu:63. Berfungsi untuk melestarikan manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf, yaitu pelembagaannya selamanya untuk kepentingan ibadah atau kepentingan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.

Berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi dana wakaf untuk keperluan ibadah dan terwujudnya kesejahteraan umum. Jika pada paradigma wakaf lama sebelumnya penekanannya pada pentingnya melestarikan dan melanggengkan benda wakaf, maka pada pengembangan paradigma wakaf baru lebih ditekankan pada aspek pemanfaatan yang lebih realistis, tanpa menghilangkan eksistensi wakaf. objek itu sendiri. Hasil pengelolaan wakaf dapat dimanfaatkan oleh “seluruh lapisan masyarakat”, tanpa batasan kelas untuk kesejahteraan masyarakat.

Kedudukan seorang nazhir sama dengan pekerja sosial yang bekerja secara profesional dalam menjalankan tugasnya mengelola dan mengembangkan harta wakaf sesuai dengan peruntukannya sehingga berdampak dalam memberikan kesejahteraan sosial. Wakaf menjelaskan bahwa nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta wakaf sesuai dengan maksud, fungsi, dan tujuannya, dan pasal berikutnya menegaskan bahwa pengelolaan tersebut harus sesuai dengan ketentuan syariah dan dilaksanakan secara produktif. Kalaupun diperlukan lembaga penjaminan, boleh juga, sepanjang lembaga penjaminan itu juga berdasarkan syariah. Atas kewajiban tersebut, nazhir dapat menerima imbalan sebagai haknya, sebagaimana diatur dalam Pasal 12 UU Wakaf, bahwa “nazhir dapat menerima imbalan dari hasil bersih pengelolaan dan pengembangan harta wakaf yang jumlahnya tidak melebihi 10% (sepuluh persen)”.

Pengelolaan wakaf di Indonesia saat ini khususnya di Kabupaten Jepara belum mampu mewujudkan kesejahteraan umat, hal ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi, pelatihan dan pendampingan untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme sumber daya manusia dan masyarakat di Nazir. . memahami pengelolaan wakaf produktif yang baik dan benar sehingga dapat membantu mewujudkan kesejahteraan masyarakat di kalangan masyarakat melalui wakaf. Dalam hal ini pengelolaan wakaf sesuai dengan UU No. 41 Tahun 2004 dengan tujuan mewujudkan kesejahteraan umat belum efektif karena masih rendahnya pengetahuan tentang pengelolaan dana wakaf karena nazhir dan masyarakat belum memahami peraturan wakaf. Padahal, dalam pengelolaan wakaf produktif diperlukan naẓhir yang berkompeten agar wakaf tersebut dapat dikelola dengan baik, selain kompeten dalam hal pengelolaan dan pengembangan keterampilan.

Faktor Penghambat Dalam Pengelolaan Wakaf Dalam Rangka

Undang-undang ini menjelaskan wakaf secara umum, kewajiban naẓhiran dan juga hak-hak yang diperoleh naẓhir. Para nazhir sibuk dengan pekerjaannya sendiri sehingga menunda atau mengabaikan pengelolaan wakaf produktif. Menurut penulis, hal ini menjadi salah satu kendala dalam mengembangkan pengelolaan wakaf lebih lanjut, karena bekerja sebagai nazhir merupakan pekerjaan sampingan.

Lembaga wakaf kurang dipercaya masyarakat karena kurangnya sosialisasi mengenai wakaf produktif untuk kesejahteraan umat. Rendahnya kesadaran masyarakat untuk melakukan kegiatan pengelolaan wakaf secara transparan dan melibatkan masyarakat luas. Kementerian Agama juga kekurangan penasihat untuk isu-isu terkait masalah wakaf.

42 Tahun 2006 justru dinilai bermasalah karena banyak pengelola wakaf dan masyarakat yang salah paham, yang menganggap wakaf hanya berkaitan dengan urusan ibadah, tidak bisa digunakan melebihi janji semula, dan wakaf produktif bertentangan dengan salaf atau hukum adat. Sehingga yang muncul adalah ketidaktaatan dan kurang tanggapnya masyarakat yang justru menimbulkan konflik. Kurangnya keterlibatan pemerintah terhadap tokoh/tokoh daerah dapat mengakibatkan terhambatnya implementasi kebijakan pengelolaan wakaf.

Rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga wakaf. Sesuai dengan teori efektivitas hukum Soerjono Soekanto, apabila hukum, aparat penegak hukum, dan masyarakat mempunyai pengaruh dalam menentukan efektivitas suatu undang-undang dengan adanya undang-undang dan aparat penegak hukum yang mendukung penegakan hukum, maka diharapkan peraturan perundang-undangan tersebut dapat terwujud. dapat berfungsi dengan baik. Namun seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, jika Nazhir dalam hal ini selaku pelaksana hukum tidak memahami landasan hukum Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, maka pengelolaan wakaf tidak akan efektif untuk kesejahteraan umat. Selain itu, rendahnya kesadaran masyarakat terhadap wakaf dan pengelolaannya yang transparan juga dapat mempengaruhi efektivitas pengelolaan wakaf.

Solusi Dalam Mengatasi Faktor Penghambat Dalam Pengelolaan Wakaf

PENUTUP

Kesimpulan

Bahkan tokoh agama pengelola wakaf pun tidak memahami ketentuan wakaf sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf. Kendalanya dilihat dari sudut pandang nazhir, yaitu nazhir pada umumnya belum mengelola wakaf secara maksimal karena kemampuan dan pemahaman sebagian besar masyarakat menganggap wakaf hanya identik dengan rumah ibadah, padahal dalam undang-undang nomor 41 tahun 2004 banyak jenis tempat ibadah. wakaf dan nazhir. Kendala kebijakan dan birokrasi yaitu kurangnya sosialisasi UU No.

42 Tahun 2006, khususnya pentingnya pengelolaan wakaf produktif bagi lembaga wakaf dan masyarakat dan tidak semua nâzhir adalah orang yang memahami tata cara wakaf. Hambatan yang dimaksud adalah dari segi kesadaran masyarakat, yaitu rendahnya kesadaran masyarakat untuk melakukan kegiatan pengelolaan wakaf secara transparan, ketidakpatuhan terhadap kebijakan yang berlaku, dan minimnya keterlibatan tokoh/tokoh daerah oleh pemerintah. Solusi untuk mengatasi faktor-faktor penghambat pengelolaan wakaf dalam mewujudkan kesejahteraan umat adalah sinergi dengan instansi terkait berupa upaya pemerintah untuk mengatur peraturan terkait masalah ini yang dilakukan oleh lembaga keagamaan yang diberdayakan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat, sosialisasi. peraturan perundang-undangan dan paradigma baru wakaf, serta peningkatan kualitas lembaga nazhir dan wakaf.

Saran

Asafri Jaya Bakri, 1996, Konsep Maqashid Syari'ah Menurut Al-Syatibi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Farid Wadjdy dan Mursyid, 2007, Wakaf dan Kesejahteraan Masyarakat (Filantropi Islam yang Hampir Terlupakan), Perpustakaan Mahasiswa, Yogyakarta. HM Munir SA, 1991, Tanah Wakaf Menurut Islam dan Perkembangannya di Indonesia, UIR Pres Pekan Baru, Pekan Baru.

Paradigma Wakaf Baru di Indonesia, 2017, Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal BIMAS Islam, Kementerian Agama RI, 2017. Siah Khosyi'ah, 2010, Wakaf dan Hibah, Perspektif Ulama Fiqih dan Perkembangannya di Indonesia , CV Pustaka Setia, Bandung. Soemardi, 2010, Teori Umum Hukum dan Negara: Landasan Yurisprudensi Normatif Sebagai Yurisprudensi Deskriptif-Empiris, Bee Media Indonesia, Bandung.

Soeprapto, 1987, Perubahan Pemanfaatan Tanah Wakaf Dalam Perspektif Pertanian, Mimeo, Makalah yang disampaikan pada Rapat Pembahasan Tanah Wakaf Milik Kementerian Agama Republik Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi yang berjudul dengan judul "PENGELOLAAN TANAH WAKAF DI DESA DARMA KECAMATAN DARMA KABUPATEN KUNINGANDALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN