EJAAN
D I S U S U N
Oleh :
MARISA NIM :
FAKULTAS EKONOMI AKUNTANSI UNIVERSITAS GUNUNG LEUSER
KUTACANE 2023
i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr... Wb...
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga saya, selaku penyusun telah menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul “Ejaaan”.
Mungkin dalam penyusunan makalah ini, masih banyak terdapat kekurangan yang tidak saya sadari. Oleh karena itu, saya memohon maaf atas segala kekurangan yang ada dalam makalah ini, dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun sebagai pembelajaran selanjutnya.
Akhir kata, penulis mengucapakan terima kasih kepada semua pihak. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita.
Wassalamualaikum Wr... Wb...
Kutacane, September 2023 Penyusun
MARISA
ii DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI... ii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 1
C. Tujuan Penelitian ... 1
D. Manfaat Penelitian ... 2
E. Metode Penelitian ... 2
BAB II PEMBAHASAN ... 3
A. Ejaan Van Ophuysen ... 3
B. Ejaan Suwandi ... 4
C. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) ... 4
BAB III PENUTUP ... 10
A. Kesimpulan ... 10
B. Saran ... 10
DAFTAR PUSTAKA ... 11
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan, karena selain digunakan sebagaialat komunikasi secara langsung, bahasa juga dapat digunakan sebagai alat komunikasi secaratulisan, di zaman era globalisasi dan pembangunan reformasi demokrasi ini, masyarakatdituntut secara aktif untuk dapat mengawasi dan memahami infrormasi di segala aspek kehidupan sosial secara baik dan benar, sebagai bahan pendukung kelengkapan tersebut, bahasa berfungsi sebagai media penyampaian informasi secara baik dan tepat, dengan penyampaian berita atau materi secara tertulis, diharapkan masyarakat dapat menggunakanmedia tersebut secara baik dan benar. Dalam memadukan satu kesepakatan dalam etika berbahasa, disinilah peran aturan baku tersebut di gunakan, dalam hal ini kita selaku warga Negara yang baik hendaknya selalu memperhatikan rambu-rambu ketata bahasaan Indonesiayang baik dan benar. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah sub.
materi dalam ketata bahasaan Indonesia, yang memilik peran yang cukup besar dalam mengatur etika berbahasasecara tertulis sehingga diharapkan informasi tersebut dapat di sampaikan dan di fahamisecara komprehensif dan terarah. Dalam prakteknya diharapkan aturan tersebut dapatdigunakan dalam keseharian Masyarakat sehingga proses penggunaan tata bahasa Indonesiadapat digunakan secara baik dan benar.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Ejaan Van Ophuysen?
2. Apa yang dimaksud dengan Ejaan Suwandi?
3. Apa yang dimaksud dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui Ejaan Van Ophuysen 2. Untuk Mengetahui Ejaan Suwandi.
3. Untuk Mengetahui Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
2 D. Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat yang diharapkan oleh peneliti dari hasil penelitian ini adalah : Penelitian ini memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat teoritis dan praktis yang diperoleh dari penelitian ini, sebagai berikut :
a. Manfaat Teoretis
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai kajian bahasa dalam teori kesalahan berbahasa.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat mengetahui kesalahan penggunaan EYD dan faktor yang menyebabkan kesalahan bahasa Indonesia, dengan menggunakan kegiatan proses berpikir dalam aspek seperti keterampilan berbahasa untuk menggunakan bahasa yang baik dan benar.
E. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu metode yang mendiskripsikan bentuk kesalahan ejaan dan tanda baca dalam penggunaan bahasa.
Penelitian ini mendeskripsikan kesalahan-kesalahan bahasa dari segi pemakaian ejaan dan tanda baca. Adapun penelitian ini, tidak menggunakan statistik atau angka, sehingga penelitian ini bersifak kualitatif
3 BAB II PEMBAHASAN
A. Ejaan Van Ophuysen
Ejaan ini mulai berlaku sejak bahasa Indonesia lahir dalam awal tahun dua puluhan.
Ejaan ini merupakan warisan dari bahasa Melayu yang menjadi dasari bahasa Indonesia.
Majalah Keboedajaän dan Masjarakat (1939) menggunakan ejaan Van Ophuijsen yang masih memperlihatkan tanda trema.
Ejaan Van Ophuijsen atau Ejaan Lama adalah jenis ejaan yang pernah digunakan untuk bahasa Melayu dan kemudian bahasa Indonesia pada zaman kolonialisme Belanda. Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata bahasa Indonesia menurut model yang dipahami orang Belanda, yaitu menggunakan alfabet Latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan Belanda.
Ada tiga ciri penanda lingual dalam Ejaan van Ophuijsen, yaitu:
penggunaan huruf j untuk bunyi konsonan hampiran langit-langit
penggunaan huruf tj untuk bunyi konsonan gesek pasca rongga-gigi nirsuara
penggunaan huruf dj untuk bunyi konsonan gesek pasca rongga-gigi bersuara
penggunaan huruf oe untuk vokal /u/ dan
penggunaan tanda diakritik meliputi tanda koma (,), ain („), dan trema (¨).
Huruf hidup yang diberi aksen trema atau dwititik diatasnya seperti ä, ë, ï dan ö, menandai bahwa huruf tersebut dibaca sebagai satu suku kata, bukan diftong, sama seperti ejaan Bahasa Belanda sampai saat ini. Kebanyakan catatan tertulis bahasa Melayu pada masa itu menggunakan abjad Arab yang dikenal sebagai abjad Jawi. Ejaan ini akhirnya digantikan oleh Ejaan Republik untuk bahasa Indonesia pada 19 Maret 1947.
Pada tahun 1901 diadakan pembakuan ejaan bahasa Melayu yang pertama kali oleh Prof. Charles van Ophuijsen dibantu oleh Nawawi Soetan Makmoer dan Moh. Taib Sultan Ibrahim. Hasil pembakuan mereka yang dikenal dengan ejaan Van Ophuijsen ditulis dalam sebuah buku berjudul Kitab Logat Melajoe. Dalam kitab itu dimuat sistem alfabet Latin untuk bahasa Melayu di Indonesia.
Van Ophuijsen adalah seorang ahli bahasa berkebangsaan Belanda. Ia pernah jadi inspektur sekolah di maktab perguruan Bukittinggi, Sumatra Barat, kemudian menjadi profesor bahasa Melayu di Universitas Leiden, Belanda. Setelah menerbitkan Kitab Logat Melajoe, van Ophuijsen kemudian menerbitkan Maleische Spraakkunst (1910). Buku ini kemudian diterjemahkan oleh T.W. Kamil dengan judul Tata Bahasa Melayu dan menjadi panduan bagi pemakai bahasa Melayu di Indonesia.
4 B. Ejaan Suwandi
Setelah ejaan Van Ophuysen diberlakukan, maka muncul ejaan yang menggantikan, yaitu ejaan Suwandi. Ejaan ini berlaku mulai tahun 1947 sampai tahun 1972.
Ejaan Republik (Edjaan Republik atau Edjaan Soewandi) adalah ketentuan ejaan dalam bahasa Indonesia yang berlaku sejak 19 Maret 1947. Ejaan ini biasa dikenal sebagai ejaan Soewandi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu, yang mengumumkan berlakunya ejaan tersebut. Ejaan ini menggantikan ejaan warisan masa kolonial yang sebelumnya digunakan, yaitu Ejaan Van Ophuijsen, yang mulai berlaku sejak tahun 1901.
Terdapat beberapa ciri penanda lingual dalam Ejaan Soewandi, yaitu:
penggantian huruf oe menjadi u,
bunyi sentak ditulis dengan k
kata ulang boleh ditulis dengan angka 2
tidak dibedakan antara penulisan di sebagai awalan dan di sebagai kata depan.
Ejaan ini muncul karena dilatarbelakangi adanya keinginan para cendekiawan dan budayawan Indonesia yang hadir dalam Kongres Bahasa Indonesia I, untuk melepaskan pengaruh kolonial Belanda terhadap bahasa Indonesia. Saat itu, Soewandi selaku Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan memutuskan untuk mengganti Ejaan van Ophuijsen. Ejaan pengganti itu disebut Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik. Disebut Ejaan Republik karena ejaan tersebut lahir setelah kemerdekaan Republik Indonesia.
Ejaan ini berlaku sampai tahun 1972 lalu digantikan oleh Ejaan Yang Disempurnakan pada masa menteri Mashuri Saleh. Pada masa jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada 23 Mei 1972 Mashuri mengesahkan penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan dalam bahasa Indonesia yang menggantikan Ejaan Soewandi. Sebagai menteri, Mashuri menandai pergantian hai itu dengan mencopot nama jalan yang melintas di depan kantor departemennya saat itu, dan mengubahnya dari Djl. Tjilatjap menjadi Jl.
Cilacap
C. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
Ejaan imi mulai berlaku sejak tahun 1972 sampai sekarang. Ejaan ini merupakan penyempurnaan yang pernah berlaku di Indonesia.
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) diterapkan secara resmi mulai tanggal 17 Agustus 1972 dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 57/1972 tentang peresmian berlakunya “Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”.
5
Dengan berlakunya EYD, maka ketertiban dan keseragaman dalam penulisan bahasa Indonesia diharapkan dapat terwujud dengan baik.
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (disingkat Ejaan yang Disempurnakan atau EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku dari tahun 1972 hingga 2015 menggantikan Ejaan Baru, serta kembali berlaku sejak tahun 2022 menggantikan Ejaan Bahasa Indonesia. Ejaan ini menggantikan Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi pada tahun 1972 dan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) pada tahun 2022. EYD pertama kali diberlakukan dan diresmikan pada tanggal 26 Agustus 1972. Pemberlakuan pemakaian EYD diperkuat dengan keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972.
Ejaan ini sempat digantikan oleh Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) sejak tahun 2015 hingga bulan Agustus 2022, ketika istilah "Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan"
kembali digunakan.
Bila menghitung EBI sebagai edisi keempat, Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan saat ini telah memiliki lima edisi.
a. Sejarah Tahun 1966
Pada tahun 1966, panitia untuk menyusun ejaan baru bagi bahasa Indonesia dibentuk.
Panitia itu bekerja atas dasar Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 062 Tahun 67, pada tanggal 19 September 1967. Pada, tahun 1967, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK, sekarang Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa) mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK) yang merupakan hasil kerja panitia bentukan LBK tersebut. Ejaan Baru pada dasarnya merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh panitia Ejaan Malindo.
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pendidikan Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang ejaan yang baru. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Indonesia dan bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa Melayu Malaysia). Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dinamai Ejaan Rumi Bersama (ERB).
Pada waktu pidato kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke XXVII, tanggal 17 Agustus 1972 diresmikanlah pemakaian ejaan baru untuk bahasa Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD). Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan ini merupakan
6
penyederhanaan serta penyempurnaan daripada Ejaan Suwandi atau Ejaan Republik yang dipakai sejak bulan Maret 1947.
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan
"Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah". Buku pedoman tersebut menjadi pedoman EYD edisi pertama.
Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan
"Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan". Keputusan menteri ini menjadi aturan EYD edisi kedua yang menyempurnakan EYD edisi pertama (1975).
Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, yang menjadi aturan EYD edisi ketiga.
Dengan dikeluarkannya peraturan menteri ini, maka EYD edisi kedua (1987) diganti dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pada tahun 2015, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015 yang menyempurnakan EYD edisi ketiga (2009), serta mengubah istilah EYD menjadi Ejaan Bahasa Indonesia (EBI).
Pada tahun 2022, Keputusan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Nomor 0424/I/BS.00.01/2022 dikeluarkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Keputusan menteri tersebut pada intinya mengembalikan istilah EBI menjadi EYD, atau yang lebih tepatnya Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan Edisi Kelima, sehingga menganggap bahwa EBI merupakan EYD edisi keempat. Dalam keputusan tersebut pula, beberapa pedoman dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) direvisi.
b. Perubahaan dengan ejaan sebelumnya 1. Edisi pertama (1972)
Beberapa ketentuan baru yang ditetapkan di dalam EYD edisi pertama, antara lain:
Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing diresmikan pemakaiannya.
Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap digunakan, misalnya2 pada kata furqan, dan xenon.
7
Awalan di- dan kata depan di dibedakan penulisannya. Kata depan di pada contoh di rumah, di sawah, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara di- pada dibeli atau dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Huruf diftong oi hanya ditemukan di belakang kata, misalnya oi pada kata amboi.
Bentuk gabungan konsonan kh, ng, ny, dan sy termasuk kelompok huruf konsonan.
Masih menggunakan dua istilah, yaitu huruf besar dan huruf kapital.
Penulisan huruf hanya mengatur dua macam huruf yaitu huruf besar atau huruf kapital dan huruf miring.
Penulisan angka untuk menyatakan nilai uang menggunakan spasi antara lambang dengan angka, misalnya Rp 500,00.
Tanda petik dibedakan istilah dan penggunaannya menjadi dua, yaitu tanda petik ganda dan tanda petik tunggal.
Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka dua (2) tidak digunakan sebagai penanda perulangan, kecuali mungkin dalam tulisan cepat dan notula.
Ketentuan-ketentuan selain penulisan huruf di dalam pedoman EYD, antara lain:
Penulisan kata.
Penulisan tanda baca.
Penulisan singkatan dan akronim.
Penulisan angka dan lambang bilangan.
Penulisan unsur serapan.
2. Edisi kedua (1987)
Beberapa perubahan pada EYD edisi kedua, antara lain:
Penggunana huruf kapital dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan terdapat catatan tambahan yaitu:
1. bila terdiri dari kata dasar maka tulisan disambung, misalnya Tuhan Yang Mahakuasa;
2. bila terdiri dari kata berimbuhan maka penulisan dipisah, misalnya Tuhan Yang Maha Pengasih.
Huruf kapital sebagai huruf pertama nama orang diberi keterangan tambahan, yaitu:
1. jika nama jenis atau satuan ukuran ditulis dengan huruf kecil, misalnya mesin diesel, 10 volt, dan 5 ampere.
Huruf kapital yang digunakan sebagai nama khas geografi diberi catatan tambahan, yaitu:
8
1. istilah geografi bukan nama diri ditulis dengan huruf kecil, misalnya berlayar ke teluk;
2. nama geografi sebagai nama jenis ditulis dengan huruf kecil, misalnya, gula jawa.
Huruf kapital yang digunakan sebagai nama resmi badan dan dokumen resmi terdapat catatan tambahan, yaitu:
1. jika tidak diikuti nama maka ditulis dengan huruf kecil, misalnya sebuah republik dan menurut undang-undang yang berbeda dengan Republik Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945.
Penulisan angka untuk menyatakan nilai uang menggunakan spasi antara lambang dengan angka terdapat catatan tambahan, yaitu:
1. untuk desimal pada nilai mata uang dolar dinyatakan dengan titik, misalnya $3.50;
2. angka yang menyatakan jumlah ribuan dibubuhkan tanda titik, misalnya Buku ini berusia 1.999 tahun.
3. Edisi ketiga (2009)
Beberapa perubahan pada EYD edisi ketiga, antara lain:
Huruf diftong oi ditemukan pada posisi tengah dan posisi akhir dalam sebuah kata, misalnya boikot dan amboi.
Bentuk kh, ng, ny, dan sy dikelompokkan menjadi gabungan huruf konsonan.
Penulisan huruf masih tetap mengatur dua macam huruf, yaitu huruf besar atau huruf kapital dan huruf miring.
Tanda garis miring terdapat penggunan tambahan, yaitu tanda garis miring ganda untuk membatasi penggalan-penggalan dalam kalimat untuk memudahkan pembacaan naskah.
Penggunaan angka dua (2) disebutkan digunakan dalam keperluan khusus, seperti dalam pembuatan catatan rapat atau kuliah.
4. Edisi keempat (2015)
Ejaan yang Disempurnakan edisi keempat disebut dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia.
5. Edisi kelima (2022)
Beberapa perubahan pada EYD edisi kelima, antara lain:
Penambahan istilah huruf monoftong, yang beranggotakan lambang huruf eu.
Bentuk terikat maha- dan kata dasar atau berimbuhan yang merujuk pada nama dan sifat Tuhan ditulis terpisah.
9
Perubahan redaksi (pengantar), pemindahan kaidah penulisan unsur serapan, penghapusan kaidah penulisan kutipan, perubahan contoh, dan perubahan tata cara penyajian isi.
c. Penggunaan
Dalam penggunaannya pada nama, sering kali masih menggunakan ejaan lama, misalnya Soekarno, yang sudah lebih dulu terkenal, dan terkadang dalam nama modern dicampur dengan ejaan baru, seperti nama belakang Megawati Soekarnoputri (bukan Sukarnoputri maupun Soekarnopoetri).
Dalam penggunaannya di luar Indonesia, beberapa orang dapat memilih untuk mengejanya dengan ejaan asing (bukan Belanda / Ejaan Lama). Misalnya, musisi Stephanie Poetri mengeja nama keduanya (nama tengahnya) mirip kata bahasa Inggris poetry (puisi), alih-alih putri.
d. Kemiripan dengan bahasa lain
Ejaan EYD beberapa mirip dengan bahasa Inggris, seperti penulisan huruf vokal (a, i, u, e, o) sehingga banyak kata yang diserap secara utuh dari bahasa Inggris seperti solder, pistol, sandal.
10 BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
EYD (Ejaan yang Disempurnakan) adalah tata bahasa dalam BahasaIndonesia yang mengatur penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisan, mulai dari pemakaian dan penulisan huruf capital dan huruf miring, serta penulisan unsurserapan.
EYD disini diartikan sebagai tata bahasa yang disempurnakan. Dalam penulisan karya ilmiah perlu adanya aturan tata bahasa yang menyempurnakansebuah karya tulis. Karena dalam sebuah karya tulis memerlukan tingkat kesempurnaan yang mendetail.
Dari uraian singkat di atas maka kita bisa menarik kesimpulan/penulis mencoba memberikan kesimpulan berdasarkan data-data dan fakta dilapangan menunjukkan masih banyak orang-orang tidak memahami pemakain bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah yang benar. Jadi dilhat dari fungsinya bahasa merupakan jantung dari kehidupan ini karena tanpa bahasa kita tidak akan bisa berinteraksi sesama yang lain.
B. Saran
Sudah selayaknya kita sebagai bagian dari bangsa Indonesia dapatmenggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar khususnya dalam bahasatulis. Dengan adanya penjabaran tentang pamakaian EYD diharapkan para pembaca dapat memahami dan menerapkan penggunaan EYD dalam pembuatansuatu karya tulis. Dan semoga penjabaran ini dapat bermanfaat bagi kita semua
11
DAFTAR PUSTAKA
Sudaryanto, Hermanto (2018). "Pemakaian Ejaan dalam Bahasa Indonesia/Melayu pada Iklan Tempo Doeloe dan Implikasinya bagi Perkuliahan Bahasa Indonesia". Transformatika.
Sudaryanto (2018). "Tiga Fase perkembangan Bahasa Indonesia (1928 - 2009): Kajian Linguistik Historis
Tim Pengembang Pedoman Bahasa Indonesia (2016). Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
https://ejaan.kemdikbud.go.id/eyd/surat-keputusan/
http://repository.unmuhjember.ac.id/13041/1/Artikel_Penyempurnaan%20Ejaan_Yerry.pdf