• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksistensi Wisata Budaya Mane’e di Desa Kakorotan Kepulauan Talaud

N/A
N/A
Mytrip Myhealing

Academic year: 2025

Membagikan "Eksistensi Wisata Budaya Mane’e di Desa Kakorotan Kepulauan Talaud"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

EKSISTENSI WISATA BUDAYA MANE’E DI DESA KAKOROTAN KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD

Mata Kuliah:

BENTANG ALAM DAN LANDSKAP BUDAYA KELAS: B

(Kode MK: PWK328 | 3 SKS) Di susun oleh:

No Nama NIM

1 Alamsyah 210211050050

2 Risman Risandy Abuhasan 210211050088 3

4

See Jong Makin Lisa Tambingon

210211050100 210211050006

Dosen Pengampu:

INGERID LIDIA MONIAGA ST, M.Si

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN ARSITEKTUR PRODI PERENCANAAN WILAYAH

DAN KOTA

2023

(2)

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang maha Esa, atas berkat izin dan kemurahan Tuhan kami dapat menyelesaikan tugas Paper “Eksistensi Wisata Budaya Mane’e Di Desa Kakorotan Kabupaten Kepulauan Talaud” ini tepat pada waktunya. Pada kesempatan kali ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Bentang Alam dan Landskap Budaya yang telah membimbing kami untuk menyelesaikan tugas ini.

Selain itu, kami juga mengucapkan terima kasih kepada kelompok yang telah membantu kami dalam menyelesaikan laporan ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini masih jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan sebagai umpan balik yang positif untuk membuat laporan ini menjadi lebih baik serta bermanfaat. Atas segala bantuan yang diberikan kami ucapkan terima kasih.

(3)

Daftar Isi

Kata Pengantar... 2

BAB I...4

PENDAHULUAN... 4

1.1 Latar Belakang...4

1.2 Rumusan Masalah...5

1.3 Maksud dan Tujuan...5

1.4 Manfaat Paper...6

BAB II... 8

KAJIAN PUSTAKA...8

2.1 Konsep Mane’e... 8

2.2 Makna Mane’e Bagi Kehidupan Nelayan Kakorotan...9

BAB III...12

METODOLOGI... 12

3.1 Studi Literatur... 12

3.2 Analisa Data Penyusun Kesimpulan...12

BAB IV... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN...14

4.1 Potensi Wisata Budaya Mane’e di Desa Kakorotan Kabupaten Kepulauan Talaud...14

4.2 Strategi yang dilakukan Pemerintah dan Masyarakat Desa Kakorotan dalam menjaga eksistensi wisata budaya Mane’e di zaman modern...16

4.3 Mendeskripsikan nilai budaya dan kearifan lokal wisata budaya Mane’e...18

BAB V... 21

PENUTUP... 21

5.1 Kesimpulan... 21

5.2 Saran... 21

Daftar Pustaka... 22

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wisata budaya merupakan bagian tak terpisahkan dari kekayaan sebuah daerah yang mencerminkan identitas dan warisan budaya yang unik. Salah satu destinasi wisata budaya yang menarik perhatian adalah Mane'e, sebuah tradisi unik yang mengakar kuat di Desa Kakorotan, Kabupaten Kepulauan Talaud. Fenomena ini menjadi sebuah pusat perhatian karena bukan hanya sebagai bentuk hiburan, tetapi juga sebagai manifestasi dari nilai-nilai kultural yang kaya dan dalam.

Kearifan lokal merupakan suatu bentuk kearifan lingkungan yang ada dalam kehidupan bermasyarakat di suatu tempat atau daerah. Kearifan lokal dapat juga sebagai suatu tatanan atau perilaku hidup masyarakat lokal dengan berinteraksi dengan tempatnya hidup secara arif.

Karenanya kearifan lokal tidaklah sama pada tempat, waktu dan suku berbeda. Perbedaan ini di sebabkan oleh tantangan alam dan kebutuhan hidup yang bervariasi sehingga pengalamnnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memunculkan berbagai sistem pengetahuan yang baik yang berhubungan dengan lingkungan maupun sosial.

Terlahir sebagai Negara kepulauan, membuat bangsa Indonesia memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebut tertuang dalam berbagai macam kesenian yang ada, seperti seni: tari, seni musik, seni ukir, dan seni tangkap ikan. Beragam kesenian ini didapat dari budaya pada leluhur atau pendahulu, yang masih dijaga dan diwariskan oleh generasi penerus. “Budaya merupakan suatu yang berpangkal dari manusia, manusia diciptakan Tuhan memiliki kemampuan karena manusia berakal budi manusia sanggup

“separade aude” yang artinya berani berpikir sendiri” menurut Imanuel Kant (1724-1804).

Berbagai unsur budaya manusia mempengaruhi pola hidup dan tatanan masyarakat sebagai suatu kearifan lokal. Masyarakat Talaud sebagai salah satu di Indonesia memiliki budaya diantaranya Mane’e yang dapat dikatakan sebagai kearifan lokal yang perlu dilestarikan.

Kabupaten Kepulauan Talaud, yang terletak di ujung utara Indonesia, telah menjadi rumah bagi tradisi unik Mane'e selama berabad-abad. Wisata budaya ini menjadi jendela yang mengantarkan pengunjung ke dalam kekayaan kultural yang menghidupkan dan mempertahankan warisan nenek moyang. Eksistensi Mane'e bukan sekadar sebuah

(5)

pertunjukan, melainkan juga sebuah perayaan dari keberlanjutan tradisi, pemeliharaan identitas lokal, dan nilai-nilai yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Unsur-unsur pada kebudayaan etnik melalui pelestarian kearifan lokal budaya Mane’e ini dapat menjadi dasar pada pembangunan harga diri suatu komunitas budaya dalam hal ini masyarakat Talaud. Hal ini sejalan dengan dasarnya dapat dipandang sebagai landasan bagi pembentuk jati diri bangsa nasional. Warisan budaya membuat suatu budaya bangsa mempunyai akar akan kesadaran. Kesadaran sejarah merupakan kesadaran akan perjalanan masa lalu sebagai suatu rangkaian suatu perjuangan ataupun eksplorasi untuk mengatasi masalah-masalah sezaman untuk menekankan harga diri bangsa. Maka dari itu budaya Mane’e perlu diwariskan kepada generasi mendatang, maka perlu perlu ditelusuri Eksistensi Mane’e sebagai tradisi tangkap ikan

Dengan mendalami eksistensi Wisata Budaya Mane'e di Desa Kakorotan, paper ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran yang berharga dalam upaya pelestarian warisan budaya lokal serta merangsang perbincangan lebih lanjut mengenai pentingnya mempertahankan keanekaragaman budaya di era globalisasi ini.

1.2 Rumusan Masalah

1) Bagaimana sejarah dan asal-usul tradisi Mane'e di Desa Kakorotan serta bagaimana perjalanan perkembangannya dari masa ke masa?

2) Apa saja nilai-nilai budaya yang terkandung dalam tradisi Mane'e dan bagaimana nilai- nilai tersebut tercermin dalam kehidupan sehari-hari masyarakat lokal?

3) Bagaimana eksistensi Wisata Budaya Mane'e memengaruhi identitas dan keberagaman budaya masyarakat Desa Kakorotan?

4) Apa saja dampak positif dan negatif dari perkembangan Wisata Budaya Mane'e terhadap ekonomi lokal, keberlanjutan lingkungan, dan hubungan sosial antarwarga?

5) Bagaimana tantangan utama yang dihadapi dalam upaya pelestarian dan pengembangan Wisata Budaya Mane'e di tengah perubahan zaman dan arus globalisasi?

6) Apa strategi yang tepat untuk mempromosikan, melestarikan, dan mengembangkan Wisata Budaya Mane'e agar tetap relevan dan berkelanjutan di era modern ini?

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dari paper ini adalah untuk menyelidiki secara komprehensif fenomena dan pentingnya eksistensi Wisata Budaya Mane'e di Desa Kakorotan, Kabupaten Kepulauan Talaud. Fokusnya tidak hanya pada aspek pertunjukan atau atraksi wisata, tetapi juga pada

(6)

nilai-nilai budaya yang diwariskan, sejarahnya, serta perannya dalam menjaga identitas lokal yang kaya.

Tujuan Paper:

1) Mendokumentasikan Tradisi Lokal: Tujuan utama adalah mendokumentasikan sejarah, perkembangan, dan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam tradisi Mane'e, sehingga dapat diakses dan dipahami oleh masyarakat lokal dan global.

2) Menganalisis Dampak Eksistensi Budaya: Melakukan analisis mendalam terhadap dampak eksistensi Wisata Budaya Mane'e terhadap masyarakat setempat, termasuk aspek ekonomi, lingkungan, identitas kultural, serta interaksi sosial.

3) Menyoroti Tantangan Pelestarian: Mengidentifikasi tantangan utama dalam pelestarian dan pengembangan Wisata Budaya Mane'e di tengah arus modernisasi dan globalisasi yang dapat mengancam keberlangsungan warisan budaya.

4) Mengusulkan Strategi Pelestarian: Merumuskan strategi yang tepat untuk mempromosikan, melestarikan, dan mengembangkan Wisata Budaya Mane'e agar tetap relevan dan lestari bagi generasi masa depan.

1.4 Manfaat Paper

1) Memberikan pemahaman mendalam kepada pembaca tentang keberagaman budaya di Desa Kakorotan, khususnya dalam konteks eksistensi Wisata Budaya Mane'e, yang dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga dan menghargai warisan budaya lokal.

2) Menyoroti nilai-nilai budaya yang terkandung dalam tradisi Mane'e untuk memperkenalkan kepada pembaca mengenai kekayaan kultural yang diwariskan secara turun-temurun di masyarakat Desa Kakorotan. Kontribusi bagi Pelestarian Budaya: Membantu dalam upaya pelestarian warisan budaya dengan memberikan analisis mendalam terhadap tantangan, peluang, dan strategi yang dapat digunakan untuk menjaga kelestarian Wisata Budaya Mane'e.

3) Memberikan pandangan yang mendalam terhadap potensi pariwisata berbasis budaya di Desa Kakorotan, memperluas wawasan tentang kemungkinan pengembangan pariwisata yang berkelanjutan dan berdaya tarik.

4) Menjadi referensi dan landasan bagi penelitian lebih lanjut serta pengembangan kebijakan terkait pelestarian warisan budaya lokal, tidak hanya di Kabupaten

(7)

Kepulauan Talaud tetapi juga dalam konteks yang lebih luas. Melalui pemahaman yang lebih dalam tentang eksistensi Wisata Budaya Mane'e,

paper ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi pengembangan budaya lokal, pariwisata, serta pemeliharaan keanekaragaman budaya di Desa Kakorotan dan daerah sekitarnya.

(8)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep Mane’e

Mane’e adalah salah satu tradisi menangkap ikan secara massal yang sudah lama dilakukan oleh masyarakat Desa Kakorotan di Kecamatan Nanusa Kabupaten Kepulauan Talaud Propinsi Sulawesi Utara. Pelak-sanaan upacara tangkap ikan ini masih menggunakan tata cara adat, yang dilaksanakan setiap tahun dari dulu sampai sekarang (Pristiwanto 2013).

Mane’emerupakan salah satu tradisi dari masyarakat Talaud terlebih khusus masyarakat yang ada di Desa Kakorotan, dalam menang-kap ikan dengan menggunakan pundangi (tali hutan) yang dilingkari tuwo (janur kelapa) yang disebut oleh masyarakat setempat dengan nama sam’mi. Mane’e merupakan salah satu upacara adat melalui se’e (mufakat), kerja bersama/

gotong-royong (Corrie Buata 2013).

Gambar 2. 1 Ilustrasi Konsep Mane’e

Upacara Mane’e dilaksanakan pada saat air pasang tertinggi dan surut terendah pada bulan purnama, yang dilestarikan oleh masyarakat sampai sekarang dan oleh pemerintah upacara ter-sebut dijadikan sebagai objek wisata yang biasa dilaksanakan pada bulan Mei-Juli.

Pada pelaksanaan upacara Mane’e kesan mistik banyak beredar di masyarakat kalau tidak melihat secara langsung, karena banyak yang tidak percaya kalau hanya hutan yang dilingkari janur kelapa, bisa mengurung ikan sebanyak itu dan ikan-ikan diam dilingkaran yang sudah disiapkan kalau tidak dibantu dengan kekuatan magis dari para orang tua dan leluhur yang ada di pulau Nanusa.

Mane’e adalah salah satu strategi dalam upaya mencari legitimasi kepada pemerintah pusat, sebagai bentuk penge-lolaan sumber daya alam yang lestari dengan melihat bahwa masyarakat yang masih polos dan sangat cerdas dengan strategi pemertahanan wilayah-nya

(9)

(Pristiwanto 2013). Mane’e bukan saja memberi arti dalam kehidupan masyarakat kepu-lauan sebagai cara menangkap ikan, tetapi memberi pemahaman bagaimana sekelompok orang berinteraksi baik antar personal, komunitas maupun dalam suatu kelompok masya-rakat yang besar. Mane’e me-miliki peran yang sangat penting dalam kelangsungan hidup masyarakat dimana kita bisa membangun hubungan dengan sesama manusia, membangun hubungan dengan alam, terlebih membangun hubungan dengan sang pencipta karena Mane’e dijadikan sebagai alat interaksi antar lingkungan dan antar budaya.

2.2 Makna Mane’e Bagi Kehidupan Nelayan Kakorotan

Mane’e bukan saja ritus kebudayaan menangkap ikan tetapi sangat diharapkan bagaimana masyarakat setempat dapat menahan diri, untuk tidak mengganggu lingkungan / kawasan pinggiran laut yang telah disepakati bersama sebagai kawasan pelaksanaan upacara Mane’e. Masyarakat setempat harus tunduk pada ketentuan yang telah disepakati bersama di bawah hukum adat oleh tokoh-tokoh pemangku adat setempat, yaitu bagi yang melanggar ketentuan diwajibkan mengumumkan kesalahan atau pelanggarannya dihadapan masyarakat setempat (Budi Susanto, 2007). Kegiatan ini diawali dengan melakukan puasa/pelarangan, untuk tidak melakukan penangkapan ikan di lokasi yang telah di tentukan, Eha diberlakukan selama 1 tahun (12 bulan) dan upacara Mane’e dilaksanakan di 9 tempat yaitu :

1) Di Pulau Kakorotan (daerah Langgoto, Alee, Apan, Dansunan)

2) Di Pulau Intata (daerah Ran’ne (lokasi yang sudah di tetapkan sebagai lokasi nasional), Abuwu, Wu’i (ditempat ini terdapat jembatan alam yang Jurnal Holistik, Tahun IX No. 18/ Juli - Desember 2016 7 biasa dikenal masyarakat setempat dengan nama jembatan winadari)

3) Di Pulau Malo (daerah Malele, dan Sawan) E’ha merupakan larangan untuk tidak mengambil hasil alam di laut dan di darat di zona larangan yang sudah diberi tanda atas kesepakatan bersama, dari semua masyarakat yang ada di Desa Kakorotan baik perangkat desa dan adat. E’ha yang diterapkan di darat yaitu untuk tanaman tri wulan (3 bulan), seperti kelapa yang biasa diolah oleh masyarakat setempat menjadi kelapa kopra sedangkan E’ha di laut yaitu dilarang untuk melakukan aktivitas melaut seperti Malu’ta (menggunakan panah), manoma (menggunakan jaring insang dasar) atau kegiatan apapun di daerah larangan yang sudah diketahui bersama dan jika ada yang melanggar dan kedapatan akan di kenakan denda. (E’ha merupakan ketentuan hukum adat tentang larangan mengambil dan melakukan sesuatu dalam kawasan tertentu dan dalam jangka waktu tertentu pula, baik itu milik

(10)

pribadi maupun komunitas. Karena tradisi ini telah disepakati bersama, maka bagi mereka yang melanggar kesepakatan mendapat sanksi sesuai kesepakatan bersama (Pristiwanto, 2011).

Pada masyarakat yang ada di Desa Kakorotan, terdapat istilah buka dan tutup E’ha yang mengacu pada penerapan larangan dan penghentian larangan. Buka E’ha yaitu suatu istilah yang digunakan pada saat E’ha diberlakukan dalam suatu masyarakat, sedangkan tutup E’ha yaitu suatu istilah yang digunakan pada saat larangan tersebut dihentikan, yaitu pada saat pelaksanaan upacara Mane’e dilakukan. Lokasi yang di E’ha ada sekumpulan terumbu karang yang tumbuh dan di tempat inilah masyrakat mencari ikan atau hasil laut lainnya.

terumbu karang yang ada di Kakorotan tumbuh menyebar hampir diseluruh wilayah seperti lallian, irama, abutua, sawa, karang panjang, aranga, tonggene, tolor, abbawo dan anampua di daerah 8 ini terdapat berbagai jenis ikan, teripang,berbagai jenis udang dan berbagai jenis penyu, berbagai jenis kima, siput, serta jenis ketan kenari. Penerapan E’ha di laut dikarenakan sumber daya laut memiliki nilai (ekonomi) seperti teripang, ketan kenari, dan bernbagai jenis ikan yang setara dengan sumber daya yang ada di darat, maka perlindungan sumber daya laut harus sama dengan sumber daya di darat. selain itu cara tangkap masyarakat yang sudah mengalami perubahan, yang dulunya mereka menangkap ikan menggunakan jubi (panah) dan pancing berubah menggunakan alat-alat modern seperti jaring, bahkan ada yang menggunakan bahan kimia, karena alat-alat modern bisa menghasilkan ikan yang banyak dari pada menggunakan alat tradisional.

Gambar 2. 2 Ilustrasi Makna Tradisi Mane’e

Masyarakat yang tinggal di Desa Kakorotan yang ingin mengambil buah kelapa untuk larome sayore (keperluan seharihari), harus melapor ke pada Ratumbanua atau Inangnguwanua dan akan diijinkan apabila masa E’ha sudah memasuki minggu

(11)

ke 3. Tetapi apabila masyarakat yang ingin mengambil kelapa untuk dijadikan kopra, harus menunggu masa E’ha memasuki bulan ke 3. jika ketahuan tidak melapor kepada ketua adat maka akan dikenakan denda sebesar Rp. 100.000 ² 200.000, untuk lokasi Mane’e yang di Ran’ne karena sudah menjadi lokasi nasional, maka jika ada yang kedapatan melanggar peraturan tersebut baik yang melapor tetapi tidak diizinkan dan tidak melapor terlebih dahulu, akan dikenakan denda sebesar Rp. 500.000 berlaku untuk masyarakat setempat maupun masyarakat yang ada di desa lain.

Selama masa E’ha berlangsung masyarakat masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari seperti berkebun, menanam umbi-umbian atau membersihkan kebun maupun mencari ikan di laut, karena masih ada tempat-tempat lain yang bisa digunakan untuk mencari ikan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti di pulau Malo, dan Mangupun sudah menjadi tempat untuk masyarakat mencari kebutuhan sehari-hari baik di laut maupun di darat. Selain E’ha yang diberlakukan di darat dan di laut, ada juga puasa bagi para petugas yang sudah diberikan tanggung jawab dalam pelaksanaan upacara, yaitu melakukan puasa dimana setiap kepala keluarga tidak diijinkan “untuk” tidur bersama dengan istri. Peserta dalam upacara Mane’e yaitu Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten Talaud, semua masayarakat yang ada di Kabupaten Kepulauan Talaud dan siapa saja yang memiliki keinginan untuk menyaksikan secara langsung pelaksanaan upacara tersebut karena dalam pelaksanaan Mane’e melibatkan semua orang.

(12)

BAB III METODOLOGI

3.1 Studi Literatur

Metodologi yang digunakan dalam tugas ini didasarkan pada studi literatur yang mencakup tinjauan menyeluruh terhadap sumber-sumber tertulis, dokumentasi, artikel, jurnal, serta karya akademik dan budaya yang relevan tentang eksistensi Wisata Budaya Mane'e di Desa Kakorotan, Kabupaten Kepulauan Talaud.

1) Pengumpulan Materi Literatur: Tahap awal melibatkan pengumpulan beragam materi literatur terkait, termasuk buku-buku sejarah, referensi budaya lokal, artikel akademik, dokumen pemerintah terkait pariwisata dan kebudayaan, serta sumber informasi online yang dapat memberikan gambaran yang komprehensif tentang tradisi Mane'e.

2) Seleksi dan Penyaringan Sumber: Materi-materi yang terkumpul kemudian disaring berdasarkan relevansi dan kredibilitasnya. Sumber-sumber yang dipilih memiliki fokus pada aspek sejarah, nilai-nilai budaya, dampak ekonomi, lingkungan, serta aspek sosial- budaya terkait eksistensi Wisata Budaya Mane’e.

3) Analisis Mendalam: Materi literatur yang terpilih kemudian dianalisis secara mendalam untuk mengeksplorasi aspek-aspek kunci yang terkait dengan eksistensi Wisata Budaya Mane'e. Analisis ini mencakup pemahaman tentang sejarah, nilai-nilai budaya yang terkandung, dampak terhadap masyarakat lokal, serta tantangan dan strategi pelestarian.

4) Sintesis Informasi: Informasi dari berbagai sumber literatur disintesis untuk menyusun pemahaman yang komprehensif tentang eksistensi Wisata Budaya Mane'e di Desa Kakorotan. Data-data dan temuan dari studi literatur tersebut digunakan sebagai landasan untuk analisis dan kesimpulan dalam paper.

Dengan menggunakan metodologi studi literatur yang komprehensif ini, paper ini bertujuan untuk menyajikan gambaran yang mendalam dan beragam tentang eksistensi Wisata Budaya Mane'e di Desa Kakorotan, Kabupaten Kepulauan Talaud, dengan merujuk pada karya- karya literatur yang terpercaya dan relevan.

3.2 Analisa Data Penyusun Kesimpulan

Tahap kedua dalam tugas ini adalah analisis data dan penyusunan kesimpulan. Pada tahap ini, peneliti akan bekerja dengan data primer yang telah berhasil dikumpulkan sebelumnya, yang mencakup berbagai informasi terkait “Eksistensi Wisata Budaya Mane’e Di

(13)

Desa Kakorotan Kabupaten Kepulauan Talaud” Proses analisis data ini akan melibatkan berbagai teknik statistik dan metodologi penelitian yang relevan. Data akan diurai, diinterpretasikan, dan dianalisis secara seksama. Peneliti akan mencari pola, hubungan, dan tren yang mungkin muncul dari data tersebut. Hasil dari analisis ini akan digunakan untuk membentuk kesimpulan yang kuat.

(14)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Potensi Wisata Budaya Mane’e di Desa Kakorotan Kabupaten Kepulauan Talaud.

Kabupaten Kepulauan Talaud merupakan salah satu Kabupaten yang masuk dalam teritorial wilayah Provinsi Sulawesu Utara. Kabupaten Kepulauan Talaud terdiri dari empat pulau besar yaitu: Pulau Karakelang, Pulau Kabaruan, dan Pulau Salibabu, dan Pulau Nanusa.

Melonguane adalah Ibukota Kabupaten Kepulauan Talaud, dengan jarak sekitar 271 mil laut dari Kota Manado. Kondisi geografis berada diantara Pulau Sulawesi dan Pulau Mindanao Republik Philipina, itu sebabnya daerah ini disebut daerah perbatasan. Sebagai daerah kepulauan, daerah ini juga disebut daerah maritim dengan luas laut kurang lebih 37.800 km².

kondisi penduduk berjumlah kurang lebih 300.000 jiwa dan di kategorikan sebagai masyarakat nelayan dan Bertani dengan pendapatan terbesar berasal dari sektor pertanian dan kelautan (Dishubpar Kabupaten Kepulauan Talaud, 2015).

Gambar 4. 1 Peta Administrasi Kabupaten Talaud

Tradisi Budaya Mane’e, menjadi salah satu cara masyarakat lokal. Kabupaten Kepulauan Talaud menjaga keseimbangan alam. Keseimbangan tersebut terlihat dari keselarasan semua mahkluk hidup dengan Sang Pencipta. Keunikan tradisi Mane’e di Pulau Intata terletak pada proses pengumpulan ikan yang digiring dari tengah laut ke tepi pantai tanpa

(15)

menggunakan jaring atau kail. Ikan datang berkumpul dengan sendirinya dalam lingkaran janur, dan seperti tidak berdaya untuk keluar dari lingkaran tersebut. Tak luput dari itu lantunan doa-doa dan ritual yang dipimpin oleh Ratumbanua (ketua adat) dalam prosesi acara berlangsung. Talaud memiliki beberapa potensi dalam dunia wisata. Satu dari sekian wisata budaya yaitu di desa Kakorotan Kabupaten Kepulauan Talaud adalah Tradisi budaya Mane’e.

penelitian ini bertujuan bahwa segalah seuatu yang dapat diandalkan dalam potensi yang ada dapat menjadi daya tarik wisata di Kabupaten Kepulauan Talaud.

lang laindai atau datar, sehingga cocok untuk berbagai kegiatan wisata alam, bagus untuk sistem pertanian. Kedua adalah penangkapan ikan yang masih luas ditambah dengan hasil ikan yang melimpah. Ketiga memiliki beragam potensi wisata baik alam maupun budaya, contohnya wisata budaya tradisi Mane’e. mengunakan wisata alam serta religius dilihat dari segi estetika, maupun keuntungan bagi masyarakat setempat dan wisatawan. Dalam mengkaji upacara Mane’e digunakan konsep kebudayaan karena upacara Mane’e adalah suatu sistem makna dan simbol yang lahir, berkembang dan dikembangkan oleh masyarakat desa Kakorotan untuk kepentingan masyarakat setempat dan masyarakat luas untuk memenuhi kebutuhan hidup serta menjadi salah satu tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi (Laira, 2016).

Kabupaten Kepulauan Talaud merupakan lokasi dari Eksistensi Wisata Budaya Mane’e.

Kabupaten yang terletak dibagian perbatasan antara Indonesia dengan Filipina, sehingga sangat sesuai untuk dijadikan sebagai tempat wisata. Dikutip dalam Koondoko (2017) “Meskipun terbilang unik dan langka Wisata Budaya Mane’e tetap memerlukan pengembangan sebab memiliki tiga kelemahan, yakni fasilitas penunjang kegiatan wisata, aksesbilitas, serta pengelolaan promosi atraksi.

”Maka dari itu berdasarkan hasil kajian dari data- data penelitian dan observasi, dapat dilakukan strategi-strategi utama dikutip dari Koondoko (2017) dalam penelitian sebelumnya

“pengembangan sarana dan pra-sarana wisata budaya dan wisata budaya pesisir, peningkatan promosi atraksi wisata, beserta pemanfaatan masyarakat lokal dalam membuat oleh-oleh/khas buah tangan masyarakat kepulauan Talaud, khususnya yang bertemakan seni tradisional Tangkap ikan/ Mane’e.” Pemilihan strategi tersebut dilator belakangi oleh yang pertama minimnya sarana dan wisata ditandai dengan kurangnya fasilitas akomodasi, keterbatasan sistem telekomunikasi beserta sumberdaya listrik, minimnya transportasi, keterbatasan air bersih, minimnya fasilitas toilet dan tempat sampah, tourist information center, keterbatasan organisasi kepariwisataan.

(16)

Yang kedua, keterbatasan transportasi dari dan menuju ke Kepulauan Talaud, bahkan transportasi penghubung antar pulau-pulau kecil masih menjadi salah satu kelemahan pengembangan potensi wisata yang ada. Yang ketiga, Minimnya informasi atau pengetahuan yang ada pada wisatawan terkait potensi wisata Kepulauan Talaud, menjadikan tempat ini masih kurang diminati. Peran pengelola kepariwisataan masih kurang.

4.2 Strategi yang dilakukan Pemerintah dan Masyarakat Desa Kakorotan dalam menjaga eksistensi wisata budaya Mane’e di zaman modern.

Desa Kakorotan merupakan salah satu Desa yang ada di Kecamatan Nanusa Kabupaten Kepulauan Talaud Provinsi Sulawesi Utara, yang memiliki wilayah yang berbatasan langsung dengan Negara-negara tetangga seperti Filipina, hal ini mengakibatkan Masyarakat Kakorotan sudah banyak mengalami banyak perubahan dan perkembangan karena masuknya budaya- budaya asing terhadap budaya daerah setempat. Karena sesungguhnya kebudayaan dan masyarakat akan mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan zaman dan itu bukan hanya terjadi pada Masyarakat kakorotan.

Gambar 4. 2 Peta Lokasi Studi Desa Kakorotan

Namun walaupun besarnya perubahan yang masuk dalam suatu kebudayaan, tetapi unsur filosofi dalam kebudayaan yang tidak akan berubah karena perkembangan zaman dan teknologi. Untuk unsur yang tidak mudah untuk dirubah biasanya berhubungan dengan sistem nilai budaya, yang bersifat abstrak dan merupakan inti dari suatu kebudayaan dan unsur yang

(17)

biasaya mudah untuk dirubah berhubungan dengan wujud-wujud kebudayaan seperti perilaku masyarakat, sistem sosial dan lain-lain.

Masyarakat Kakorotan selalu berupaya melestarikan budaya ditengah dinamika perubahan dan perkembangan zaman, masyarakat terbuka dan bersedia menerima pengaruh dari luar sepanjang tidak merusak nilai-nilai budaya yang sudah ada. Dalam perubahan global yang terjadi Masyarakat memiliki cara tersendiri dalam mempertahankan budaya-budaya yang sudah diturunkan oleh aramona (para leluhur) mereka, yaitu menjunjung tinggi nilai- nilai adat istiadat yang sudah turun temurun dilakukan, rasa saling percaya, menghargai satu sama lain, rasa saling memiliki satu satu sama lain, ma’aliu/mabawiorro (kerjasama/ gotong royong), serta yang paling penting penerapan masa pantang atau e’ha yang diterapkan di laut dan di darat dan tanpa pelaksanaan e’ha tradisi Mane’e tidak akan bertahan karena kalau tidak dilakukan maka laut tidak akan memiliki isi (ikan) akibat dari perburuan dan penangkapan ikan yang berlebihan masyarakat setempat. penangkapan ikan yang berlebihan masyarakat setempat.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa masyarakat Kakorotan memiliki upacara tardisional yang sangat unik dalam menangkap ikan yaitu Mane’e, dengan melihat batas-batas wilayah desa ini bukan tidak mungkin ada daerah bahkan Negara lain yang menjadikan Mane’e sebagai kebudayaan dari daerah atau Negara asal mereka. Bahkan bukan tidak mungkin juga ada Negara-negara lain yang mempermasalahkan batas wilayah (laut), sehingga terjadi pencurian/penangkapan ikan secara illegal, selain itu sebagai 14 daerah perbatasan biasa dikenal sebagai daerah terisolasi/ tertinggal karena pembangunan yang kurang mendapat perhatian dari pemerintah daerah maupun pemerintah provinsi.

Seiring dengan perkembangan zaman dan sebagai upaya dukungan dari Pemerintah terhadap kepariwisataan, Pemerintah Kabupaten telah menerbitkan Peraturan Daerah No. 41 tahun 2004 tentang penetapan lokasi obyek wisata dan Peraturan Daerah No. 42 tahun 2004, tentang retribusi izin usaha pariwisata Kabupaten Kepulauan Talaud. Penetapan lokasi obyek wisata ini dimaksudkan sebagai penguatan bahwa kawasan tersebut masuk dalam lokasi wisata yang dilindungi, oleh Peraturan Daerah terbitnya perda No. 41 dan 42 tahun 2004 Kabupaten Kepulauan Talaud pada intinya berupaya untuk melindungi dan melestarikan obyek wisata penangkapan ikan secara tradisional yang berkesinambungan yang ramah lingkungan.

Melalui program pemerintah tersebut, membuat tradisi tangkap ikan Mane’e menjadi dikenal oleh semua orang baik dalam maupun luar negeri, sehingga membuat masyarakat Kakorotan memiliki pekerjaan rumah dimana mengharuskan masyarakat untuk mengatur

(18)

strategi, dalam mempertahankan budaya mereka agar supaya tidak hilang oleh perkembangan zaman bahkan ditiru dan diakui oleh Negara lain. Dalam Satria, dkk (2017) “Keberadaan masyarakat hukum adat telah mendapat pengakuan hukum sebagaimana diamanatkan Undang- Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang selanjutnya dipertegas dalam Undang- Undang nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang telah diubah menjadi Undang-Undang nomor 1 Tahun 2014. UUD 1945 mengamanatkan “Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hokum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undangundang”

Zaman modern seperti sekarang ini pemerintah dan masyarakat sadar akan pengaruh Sosial Media dalam upaya promosi pariwisata. Maka dari itu Kepala Bidang Kebudayaan mengenalkan pengetahuan zaman modern serta perubahan global kepada masyarakat Desa Kakorotan sehingga dapat bekerja sama yaitu mengekspos ke sosial media keunikan serta keberagaman tradisi Mane’e sebagai filosofi Wisata Budaya yang sangat unik. Perkembangan pariwisata dunia sangat pesat, membuat Indonesia tidak boleh ketinggalan dalam meningkatkan pariwisata di negara ini. Peningkatan yang dilakukan salah satunya adalah dengan menarik lebih banyak wisatawan (baik mancanegara maupun nusantara) ke Indonesia.

Jalan yang ditempuh tentu saja lewat promosi. Oleh karena itu, inovasi dalam bidang promosi harus terus dilakuakan. Salah satu inovasi sederhana yanga dapat dilakukan untuk meningkatkan promosi adalah dengan melakukan promosi interaktif lewat fenomena penyampaian pesan di sosial media (Hamzah,2013).

4.3 Mendeskripsikan nilai budaya dan kearifan lokal wisata budaya Mane’e.

Pertimbangan kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya dilakukan karena di beberapa tempat terdapat masyarakat yang memiliki cara sendiri untuk hid berdampingan dengan lingkungannya. Hidup berdampingan tidak hanya diartikan memanfaatkan secara berkelanjutan. Salah satu contoh dari kearifan lokal tersebut adalah Eha dan Mane’e yang terdapat di Sulawesi Utara.

Eha dan Mane’e yang terdapat di Sulawesi Utara merupakan sebuah mekanisme pengelolaan sumber daya alam yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Setelah gempa bumi dan badai gelombang yang menyebabkan banyak masyarakat meninggal, masyarakat mulai beradaptasi dengan alam secara ramah lingkungan serta melaksanakan upacara syukur kepada Tuhan (Ditjen KKP 2011). Eha merupakan salah satu hukum tidak tertulis masyarakat

(19)

Kakorotan untuk melestarikan alam dengan melarang masyarakat untuk mengambil hasil alam baik di darat maupun di laut sampai batas waktu tertentu sesuai kesepakatan bersama. Pada puncak Eha laut, masyarakat mengadakan upacara untuk memanen ikan bersama yang disebut Mane’e menggunakan tali hutan (Pundagi) yang diikan dengan janur kelapa. Salah satu kearifan lokal dalam bentuk pengelolaan sumber daya pesisir adalah Eha yang terdapat di Sulawesi Utara.

Eha tidak hanya dimaknai sebagai bentuk budaya khas yang dimiliki masyarakat, namun juga pengelolaan sumber daya alam. Pengelolaan sumber daya pesisir berbasis masyarakat dibutuhkan karena tanpa keterlibatan masyarakat, pengelolaan sumber daya pesisir dapat menimbulkan konflik dengan masyarakat. Masyarakat setempat harus tunduk pada ketentuan yang telah disepakati bersama dibawah hukum adat oleh tikoh-tokoh pemangku adat setempat, yaitu bagi yang melanggar ketentuan diwajibkan mengumumkan kesalahan atau pelanggarannya dihadapan masyarakat setempat (Budi Susanto, 2007).

Kegiatan ini diawali dengan melakukan puasa/pelarangan untuk tidak melakukan penangkapan ikan dilokasi yang telah ditentukan, Eha diberlakukan selama 1 tahun (12 bulan) dan upacara Mane’e dilaksanakan di 9 tempat yaitu:

1. Di pulau Kakorotan (daerah Langgoto, Alee, Apan, Dansunan).

2. Di pulau Intata (daerah Ran’ne lokasi yang sudah ditetapkan sebagai lokasi nasional), Abuwu, Wu’I (ditempat ini terdapat jembatan alam yang bisa dikenal masyarakat setempat dengan nama jembatan winadari).

3. Di pulau Malo (daerah Malele, dan Sawan). Eha merupakan larangan untuk tidak mengambil hasil alam di laut dan di darat di zona larangan yang sudah diberi tanda atas kedepakatan bersama, dari semua masyarakat yang ada di desa Kakorotan baik perangkat desa dan adat, E’ha yang ditetapkan di darat yaitu triwulan (3 bulan), seperti kelapa yang bisa diolah masyarakat setempat menjadi kelapa kopra sedangkan E’ha di laut yaitu larangan untuk melakukan aktivitas melaut sepertu malu’ta (menggunakan panah), manoma (menggunakan jarring insang dasar) atau kegiatan apapun di daerah larangan yang sudah diketahui bersama dan jika ada yang melanggar kedapatan akan dikenakan denda.

E’ha merupakan ketentuan hukum adat tentang larangan mengambil dan melakukan sesuatu dalam Kawasan tertentu dan dalam jangka waktu tertentu pula, baik itu milik pribadi maupun komunitas. Karena tradisi ini telah disepakati bersama, maka bagi mereka yang

(20)

melanggar kesepakatan mendapat sanksi sesuai kesepakatan bersama (Priswanto, 2011). Pada masyarakat yang ada di desa Kakorotan, terdapat istilah buka dan tutup E’ha yaitu suatu istilah yang digunakan pada saat E’ha diberlakukan dalam suatu masyarakat, sedangkan tutup E’ha yaitu suatu istilah yang dugunakan pada saat larangan tersebut dihentikan, yaitu pada saat pelaksanaan upacara Mane’e dilakukan. Lokasi yang di E’ha ada sekumpulan terumbu karang yang tumbuh dan di tempat inilah masyarakat mencari ikan atau hasil laut lainnya.

Terumbu karang yang ada di desa Kakorotan tumbuh menyebar hamper diseluruh wilayah seperti lallian, irama, abutua, sawa, karang Panjang, aranga, tonggene, tolor, abbawo, dan anampua di daerah ini terdapat berbagai jenis ikan, teripang, berbagai jenis udang dan berbagai jenis penyu, berbagai jenis siput serta berbagai jenis ketan kenari. Penerapan E’ha di laut dikarenakan sumber daya laut memiliki nilai (ekonomi) seperti teripang, ketan kenari, dan berbagai jenis ikan yang setara dengan sumber saya yang ada di darat, maka perlindungan sumber daya laut harus sama dengan sumber daya di darat.

Tetapi apabila masyarakat yang ingin mengambil buah kelapa untuk dijadikan kopra, harus menunggu masa E’ha memasuki bulan ke3. Jika ketahuan tidak melapor kepada ketua adat maka akan didendakan sebedar Rp.200.000-300.000, untuk lokasi Mane’e yang di Ran’ne karena sudah menjadi lokasi nasional, maka jika ada yang kedapatan malanggar peraturan tersebut baik yang melapor tetapi tidak diizinkan dan melapor terlebih dahulu, akan dikenakan denda sebesr Rp. 500.000 berlaku untuk masyarakat setempat maupun masyarakat yang ada di desa lain. Selama masa E’ha berlangsung masyarakat masih bisa melakukan aktivitas sehari- hari seperti berkebun, menanam umbi-umbian atau membersikan kebun maupun mencari ikan di laut, karena masih ada tempat-tempat lain yang bisa digunakan untuk mencari ikan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti di pulau Malo, dan Malopun sudah menjadi tempat untuk masyarakat mencari kebutuhan sehari-hari.

Selain E’ha yang diberlakukan di darat dan di laut, ada juga puasa bagi para petugas yang sudah diberikan tanggung jawab dalam pelaksanaan upacara Mane’e, yaitu melakukan puasa dimana setiap kepala keluarga tidak diizinkan untuk “tidur” bersama dengan isteri.

Peserta dalam upacara Mane’e yaitu Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten Talaud, semua masyarakat yang ada di Kepulauan Talaud dan siapa saja yang memiliki keinginan untuk menyaksikan secara langsung tradisi upacara tersebut karena dalam pelaksanaan Mane’e melibatkan semua orang.

(21)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada hasil penelitian dan pembahasan tentang Adat Mane’e Dalam Kehidupan Masyarakat Talaud Desa Kakorotan Kecamatan Nanusa Kabupaten Talaud”, maka disimpulkan bahwa pelaksanaan tradisi mane’e haruslah memiliki dukungan dari pemerintah pusat dan perhatian dari masyarakat setempat tentang pentingnya budaya mane’e dalam kehidupan berbudaya dan bermasyarakat.

5.2 Saran

a. Bagi Masyarakat Dalam menunjang pelaksanaan tradisi mane’e tentunya kesadaran, rasa toleransi dan keterbebanan haruslah ditingkatkan.

b. Bagi pemerintah Desa Tradisi mane’e merupakan hal yang berpengaruh bagi kelangsungan program dan bahkan menunjang nama baik Desa. Oleh karena itu bagi Pemerintah Desa diharapkan dapat memperhatikan hal-hal yang secara intrinsic yang dapat memicu perpecahan dalam masyarakat, lebih perspektif lagi dalam menyatukan opini masyarakat demi kepentingan bersama.

c. Bagi pentua Adat. Mane’e merupakan tradisi peninggalan leluhur yang harus dipertahankan. Oleh karna itu bijaklah dalam memperhatikan perkembangan kebudayaan di erah modern ini sepertihalnya pengaruh-pengaruh budaya asing yang akan mengikis kebudayaan dan kearifan local didalam masyarakat.

(22)

Daftar Pustaka

Ali, Muhammad Daud. Kedudukan Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Indonesia. Jakarta:

Yayasan Risalah, 1985 Ayatrohaedi. 1986. KepribadianBudaya Bangsa (Local Genius). Jakarta: Pustaka Pelajar.

Baeruma, G., Takaredase, A., & Pontoh, H. (2021). Eksistensi Wisata Budaya Mane’e di Desa Kakorotan Kabupaten Kepulauan Talaud. YUME: Journal of Management4(2).

Laira, M. (2016). Upacara Mane’e Pada Masyarakat Kakorotan Kecamatan Nanusa Kabupaten Kepulauan Talaud. HOLISTIK, Journal of Social and Culture.

Lamadirisi, M., Kerebungu, F., Pangalila, T., Marlian, W., & Singal, Z. H. (2018, October).

Mane’e culture in Kakarotan village Talaud island. In 1st International Conference on Social Sciences (ICSS 2018) (pp. 753-755). Atlantis Press.

Pantungan, B. Y., Tumengkol, S., & Lesawengen, L. (2022). Kajian Sosiologis Adat Mane’e Dalam Kehidupan Masyarakat Talaud Desa Kakorotan Kecamatan Nanusa Kabupaten Talaud. JURNAL ILMIAH SOCIETY2(3).

Sasioba, O., Iroth, S., & Polii, I. J. (2022). MAKNA TUTURAN TRADSI MANE’E ANALISIS KEARIFAN LOKAL BAGI MASYARAKAT KEPULAUAN TALAUD. KOMPETENSI2(06), 1428-1436.

Referensi

Dokumen terkait

1. Desa Marbun Toruan, Desa Tipang, dan Desa Pearung memiliki potensi alam, budaya, sejarah, serta kearifan lokal yang mampu dikembangkan sebagai desa wisata.

budaya sebagai tujuan rute kunjungan wisata. g) Menigkatkan potensi- potensi yang dimiliki Desa Madobag sehingga tidak kalah dengan objek wisata sekitarnya. h) Dinas

Desa Wisata Limbasari merupakan salah satu desa wisata di Kabupaten Purbalingga yang memiliki beragam potensi wisata baik potensi wisata alam dan budaya yang

Hasil observasi dilapangan menyimpulkan bahwa manajemen rantai pasokan wine pala produksi Desa Mangaran di Kabupaten Kepulauan Talaud yaitu; petani penggarap dan

Dusun Mojo dan Wediutah adalah dua dusun di Desa Ngeposari yang akan dirintis sebagai embrio pembentukan Desa Wisata Berbasis Potensi Alam dan Budaya

Fakta Lapangan Potensi Kriteria desa wisata budaya yang sesuai di desa Bungaya Arahan Kondisi fasilitas pariwisata yang tidak mendukung kawasan desa wisata budaya

Potensi alam Desa Darsono dapat dimanfaatkan untuk wisata

Upaya meningkatkan eksistensi wisata di Desa Ngebel melalui website “Dolan