• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK METABOLIT SEKUNDER BAKTERI YANG BERASAL DARI USUS IKAN SAPU-SAPU (Hypostomus plecostomus) TERHADAP BAKTERI PATOGEN

N/A
N/A
Gemilang Makmur .P

Academic year: 2023

Membagikan "UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK METABOLIT SEKUNDER BAKTERI YANG BERASAL DARI USUS IKAN SAPU-SAPU (Hypostomus plecostomus) TERHADAP BAKTERI PATOGEN"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

Faza, S.Pi selaku Pengurus Balai Benih Ikan (BBI) UIR yang telah memberikan bantuan dan masukan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyusun hasil penelitian dengan judul, “Uji Daya Hambat Ekstrak Metabolit Sekunder Bakteri Yang Berasal Dari Usus Sapu-Sapu” Ikan (Hypostomus plecostomus) Terhadap Bakteri Patogen".

Pendahuluan

Sifat metabolit sekunder tersebut menarik untuk dilakukan penelitian yang bertajuk “Uji Daya Hambat Ekstrak Metabolit Sekunder Bakteri Dari Usus Ikan Sapu (Hypostomus plecostomus) Terhadap Bakteri Patogen”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan daya hambat ekstrak isolat usus ikan sapu terhadap bakteri patogen (Vibrio alginolyticus, Aeromonas hydrophila Pseudomonas aeruginosa) yang telah diekstraksi.

Rumusan Masalah

Metabolit sekunder merupakan molekul yang dihasilkan dari proses metabolisme sekunder oleh mikroorganisme dimana metabolit tersebut bukan merupakan kebutuhan dasar bagi mikroorganisme untuk hidup dan tumbuh. Setiap organisme biasanya menghasilkan beberapa metabolit sekunder, namun metabolit sekunder juga berfungsi sebagai nutrisi darurat untuk kelangsungan hidup (Pratiwi, 2008). ). Fungsi meabolit sekunder juga untuk mempertahankan diri terhadap kondisi lingkungan yang merugikan, misalnya hama dan penyakit.

Batasan Masalah

Sedangkan manfaat penelitian ini adalah sebagai informasi teknologi budidaya ikan dalam upaya pengendalian penyakit ikan yang disebabkan oleh bakteri. Biologi dan Morfologi Ikan Sapu (Hypostomus Plecostomus) Menurut Kotellat dkk (1993), klasifikasi ikan sapu lidi adalah sebagai berikut.

Berdasarkan ususnya yang panjang dan tersusun spiral, ikan sapu dapat dikelompokkan ke dalam golongan ikan herbivora. Sedangkan berdasarkan relung nutrisinya yang luas, ikan sapu dikelompokkan ke dalam jenis euryphagic (ikan yang memakan makanan beragam) (Prihardhyanto 1995). Sapu-sapu juga memakan bangkai ikan dan hewan lain yang tenggelam ke dasar air, sehingga ikan sapu-sapu tergolong omnivora.

7 Dinilai kuat, sapu cenderung memiliki kandungan logam berat yang hampir sama dengan lingkungan tempat tinggalnya. Sedangkan berdasarkan relung makannya yang luas, sapu lidi dikelompokkan ke dalam jenis euriphagic (ikan yang memakan berbagai jenis makanan) (Prihardhyanto 1995). Menurut Sterba dalam Sutanti (2005), bentuk kepala dan badan ikan sapu lidi lebar dan berbentuk seperti anak panah.

Gambar 2. Bacillus megaterium Sumber : Anonim, 2008
Gambar 2. Bacillus megaterium Sumber : Anonim, 2008

Pertumbuhan Bakteri

Perubahan laju pertumbuhan bakteri pada fase logaritmik sangat dipengaruhi oleh sifat genetik yang diturunkan. Nutrisi Nutrisi atau zat makanan yang digunakan untuk pertumbuhan bakteri harus mengandung sumber karbon, sumber nitrogen, mineral (sulfur, fosfat). Kelembapan Kelembapan sangat penting untuk pertumbuhan bakteri. Bakteri membutuhkan kelembapan yang tinggi. Secara umum, kelembapan di atas 85% diperlukan untuk pertumbuhan bakteri yang baik.

Udara yang sangat kering dapat membunuh bakteri, namun tingkat kelembapan minimum yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan bakteri bukanlah nilai pasti. Kadar air atau kelembapan yang ada dan tersedia, bukan total kelembapan yang tersedia, juga dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri. D). Bakteri lebih menyukai kondisi gelap karena sinar matahari langsung dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Jawetz et al, 2008). e).

Bakteri patogen

Bakteri Aeromonas hydrophila

Menurut Saragih et al., (2015), serangan bakteri ini bersifat laten sehingga tidak menunjukkan gejala penyakit meskipun ditemukan pada tubuh ikan. Keberadaan bakteri ini mempunyai pengaruh yang besar dalam budidaya ikan air tawar karena sering menimbulkan wabah penyakit dengan angka kematian yang tinggi sebesar % dalam jangka waktu yang relatif singkat (Irianto, 2005. Serangan bakteri ini baru terlihat ketika daya tahan tubuh ikan menurun. akibat stres akibat penurunan kualitas air, kurangnya pakan, atau penanganan ikan yang buruk.

Bakteri ini dapat menular langsung melalui air, kontak tubuh, kontak dengan peralatan yang terinfeksi, atau melalui perpindahan ikan yang telah terinfeksi A. Ikan yang terinfeksi A. hydrophila menunjukkan tanda-tanda perilaku ikan yang tidak normal, berenang perlahan, terengah-engah. kadar air dan nafsu makan menurun.

Bakteri Pseudomonas aeruginosa

Bakteri ini bersifat oksidase-positif, tidak memfermentasi laktosa, dan mudah dibedakan dari bakteri yang memfermentasi laktosa, namun banyak strain yang mengoksidasi glukosa. Identifikasi biasanya didasarkan pada morfologi koloni, sifat oksidase positif, adanya pigmen yang khas (Kasper et al., 2015). Banyak strain P.aeruginosa menghasilkan eksotoksin A, yang dapat bereaksi setiap kali ia berikatan dengan sel inang sehingga menyebabkan nekrosis jaringan dan mematikan bagi hewan jika disuntikkan dalam bentuk murni.

Antitoksin terhadap eksotoksin A telah ditemukan di beberapa serum manusia, termasuk serum pasien yang telah pulih dari infeksi P parah.

Bakteri vibrio alginolyticus

Diameter koloni lebih besar dibandingkan koloni bakteri lainnya dan tumbuh baik pada media TCBS pada suhu 30°C (Prajitno, 1995).

Metabolit Sekunder

Secara umum metabolit sekunder berupa antibiotik, penghambat enzim, zat pengatur tumbuh, hormon dan insektisida (Widiastuti, 2014). Metabolit sekunder juga berpotensi sebagai antijamur, neuritogenik, antikanker, antialga, antimalaria, dan antiinflamasi (Ravikumar et al., 2011). Oleh karena itu, keanekaragaman metabolit sekunder suatu makhluk hidup sangat dipengaruhi oleh keadaan ekosistem tempat makhluk hidup tersebut hidup.

Pembentukan metabolit sekunder diatur oleh nutrisi, penurunan laju pertumbuhan, kontrol umpan balik, inaktivasi enzim dan induksi enzim. Metabolit sekunder juga berperan dalam meningkatkan kehidupan mikroba yang menghasilkan metabolit sekunder ketika bersaing dengan spesies lain (Tabarez, 2005). Kedua, metabolit sekunder mempunyai struktur dan mekanisme kerja yang canggih serta jalur metabolismenya rumit dan mahal secara energi.

Ekstraksi

Pertama, metabolit sekunder berperan sebagai mekanisme pertahanan alternatif, sehingga organisme yang tidak memiliki sistem imun akan menghasilkan metabolit sekunder yang banyak dan bervariasi. Kelima, produksi metabolit sekunder yang memiliki aktivitas antibiotik biasanya disertai dengan sporulasi dan terjadi pada sel mikroba yang sensitif terhadap mikroba, tumbuhan atau hewan. Ekstrak adalah suatu sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dengan pelarut yang sesuai, setelah itu seluruh atau hampir seluruh pelarut diuapkan dan sisa massa atau bubuk diolah sedemikian rupa hingga memenuhi standar yang ditentukan (Kementerian). Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

Umumnya ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut berdasarkan kelarutan komponen relatif terhadap komponen lain dalam campuran, biasanya air dan pelarut organik lainnya. Pada proses ekstraksi pelarut, jumlah dan jenis senyawa yang dilepaskan ke dalam pelarut ditentukan oleh jenis pelarut yang digunakan dan terdiri dari dua fase, yaitu fase pembilasan dan fase ekstraksi. Semakin kecil ukuran partikel maka luas kontak antara zat padat dan pelarut semakin besar, hambatan menjadi semakin kecil dan jalur kapiler pada zat padat menjadi lebih pendek (laju difusi berbanding lurus dengan luas permukaan zat padat dan berbanding terbalik dengan ketebalan padatannya) sehingga proses ekstraksi menjadi lebih lambat, cepat dan optimal.

Uji Daya Hambat

Namun suhu yang terlalu tinggi dapat merusak bahan yang diekstraksi sehingga perlu ditentukan suhu optimum. Pergerakan pelarut di sekitar bahan akibat agitasi dapat mempercepat kontak bahan dengan pelarut dan memindahkan komponen dari permukaan bahan ke dalam larutan dengan membentuk suspensi dan melarutkan komponen dalam pelarut (Larian, 1959). Kemampuan daya hambat ditunjukkan dengan adanya zat hambat berupa zona bening di sekitar kertas cakram, dan diukur diameter zona bening yang terbentuk.

Beberapa hal yang mempengaruhi besar kecilnya zona hambat yang terbentuk antara lain interaksi antara kemampuan isolat bakteri dalam menghasilkan enzim hidrolitik, umur kultur bakteri, jumlah enzim yang dihasilkan, komposisi medium dan waktu inkubasi ( Rahmiati, 2017).

Tempat dan Waktu

Bahan Penelitian

Metode Penelitian

Sedangkan rancangan yang digunakan adalah metode difusi cakram atau uji Kirby Bauer, terdiri dari satu buah kertas cakram antibiotik (+), sebuah kertas cakram kontrol (-), dan dua buah kertas cakram yang telah direndam dalam bahan uji (ekstrak bakteri). metabolit sekunder). dari usus ikan sapu).

Prosedur Penelitian

  • Kultur Bakteri pada Media Nutrien Broth (NB) dan (MRSb)
  • Shaker Bakteri
  • Menimbang dan Menghitung Hasil Ekstraksi
  • Uji Daya Hambat Bakteri dan Uji Fikomia

Isolat bakteri yang telah teridentifikasi dan dihitung daya hambatnya kemudian dipilih yang mempunyai daya hambat terjauh terhadap bakteri patogen, kemudian bakteri tersebut ditumbuhkan pada media NB dan MRSb masing-masing diberi unsur 1000 ml dengan akuades 500 ml untuk NB dan Media MRSb Sebelumnya MRSB menimbang media menggunakan timbangan analitik, untuk rumus pembobotan media. Kemudian masing-masing media ditempatkan pada laminar air flow, setelah media dingin, isolat bakteri ditanam dengan cara mengambil bakteri pada media NB SD ukuran 50 ml yang dibiakkan bakterinya menggunakan pipet penetes, kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia ukuran 1000 ml yang berisi Media NB dan MRSb, aduk hingga rata dan tutup bagian atasnya dengan alumunium foil lalu simpan dalam ruang lembab selama 24 jam. Bakteri yang telah dibudidayakan kemudian dikocok dengan cara dikocok menggunakan tangan setiap hari selama 13 hari.Pengocokan dilakukan 3 kali sehari yaitu : pagi, siang dan sore masing-masing selama 1 jam.Pengocokan dilakukan untuk mempertahankan untuk menjaga kultur dan pertumbuhan bakteri dipercepat. , karena sel mikroorganisme dapat menyerap nutrisi secara efektif, pengocokan berhubungan dengan aerasi dan transfer oksigen dalam medium.

Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode maserasi, yaitu salah satu metode yang digunakan untuk ekstraksi. Uji potensi hambat dilakukan dengan melapisi piring kertas yang berisi ekstrak metabolit sekunder bakteri dari usus flagellata pada media nutrisi agar (NA) yang dilapisi bakteri patogen sebanyak 30 µm kemudian dimasukkan ke dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 30. 0C. Uji daya hambat untuk mengetahui potensi suatu isolat bakteri yang diekstraksi terhadap bakteri patogen menggunakan media nutrisi agar (NA).

Gambar 4.Rancangan Penelitian
Gambar 4.Rancangan Penelitian

Hipotesis dan Asumsi

Analisis Data

HASIL DAN PEMBAHASAN

  • Uji Fitokimia
    • Terpenoid
  • Uji Daya Hambat
  • Kesimpulan
  • Saran

Terpenoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang dibentuk oleh dua atau lebih satuan atom C5 yang disebut satuan isoprena (2-metil-1,3-butadiena). Kontrol negatif yang digunakan adalah metanol, metanol tidak menunjukkan zona hambat pada uji bakteri patogen. Rachmawati et al., (2005) menyatakan bahwa zona hambat terbentuk akibat kerja senyawa mikroba bakterisida berupa asam organik, yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan bakteri patogen.

Senyawa anti mikroba yang bersifat bakterisida ini terdapat pada ekstrak metabolit sekunder yang berasal dari bakteri B. Pada gambar diatas terlihat adanya peningkatan daya hambat ekstrak metabolit sekunder dari bakteri B. Terbentuknya zona hambat disebabkan oleh aktivitas senyawa yang terkandung dalam ekstrak yaitu dengan menekan pertumbuhan bakteri patogen (Setiaji, 2021).

Hal ini disebabkan adanya senyawa saponin dan terpenoid bioaktif pada ekstrak metabolit sekunder bakteri B. Sedangkan terpenoid sebagai zat antibakteri diyakini dapat menginduksi kerusakan membran oleh senyawa lipofilik pada bakteri patogen (Xiu et al., 2017). .

Gambar 5. Hasil uji saponin
Gambar 5. Hasil uji saponin

Gambar

Gambar 2. Bacillus megaterium Sumber : Anonim, 2008
Tabel 1.Alat Penelitian.
Tabel 2. Bahan Penelitian.
Gambar 3. Skema Prosedur Penelitian.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul