Entok (Cairina moschata), unggas asal Amerika Tengah yang banyak dikembangbiakkan di Indonesia, menghasilkan daging sebagai
produk utama. Di Indonesia, berat entok umumnya berkisar antara 2,5–3 kg per ekor. Namun, pertumbuhan populasi entok terhambat oleh pemeliharaan tradisional dan pemberian pakan seadanya (J.A.lase, 2020). Oleh karena itu, penelitian ini mengeksplorasi
alternatif pakan berupa limbah pertanian lokal, yaitu ampas kelapa, kulit singkong, dan limbah pindang tongkol, untuk meningkatkan performa entok.
Ampas kelapa, limbah melimpah di pasar, memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi, meliputi 11,31% air, 5,78% protein kasar, 38,24% lemak kasar, 23,77% karbohidrat, 5,92% abu, dan 15,07%
serat kasar (Putri, 2010). Namun, kandungan lemak kasar dan serat kasar yang tinggi (15,07%, melebihi batas ideal 5-9% untuk hewan monogastrik seperti entok) menyulitkan pencernaan pada entok (Wiharto, 1986). Oleh karena itu, ampas kelapa perlu diolah terlebih dahulu melalui fermentasi untuk meningkatkan daya cerna.
Kulit singkong, limbah lain yang tersedia, mengandung nutrisi seperti 79,6% bahan ekstrak tanpa nitrogen, 6,78% protein kasar, 2,27% lemak kasar, dan 11,35% serat kasar. Akan tetapi,
kandungan asam sianida (HCN) yang tinggi (18,0–309,4 ppm per 100 gram) merupakan anti nutrisi yang berbahaya bagi hewan, bahkan dosis 0,5–3 mg/kg bobot tubuh dapat menyebabkan kematian. Kadar HCN juga dipengaruhi faktor cuaca. Fermentasi selama 4 hari dengan penambahan ragi tape 0,5% terbukti efektif menurunkan kadar HCN hingga 99,89%, dari 231 mg/kg menjadi 0,47 mg/kg, sehingga aman untuk dikonsumsi entok.
Untuk meningkatkan kandungan protein dalam pakan alternatif ini, penelitian ini juga akan menambahkan limbah pindang tongkol sebagai sumber protein tambahan. Kombinasi fermentasi ampas kelapa, fermentasi kulit singkong, dan limbah pindang tongkol diharapkan dapat menghasilkan pakan alternatif yang bernutrisi seimbang dan terjangkau bagi peternak entok, sehingga
meningkatkan performa dan produktivitasnya.