• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Internal yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan

N/A
N/A
Putri Fathia Fadilla

Academic year: 2024

Membagikan "Faktor Internal yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Faktor Internal yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan

Fovi Indriany Universitas Negeri Padang

Indonesia

E-mail : [email protected]

Hade Afriansyah Universitas Negeri Padang

Indonesia

E-mail : [email protected] Rusdinal

Universitas Negeri Padang Indonesia

E-mail : rusdinal @fip.unp.ac.id

AbstrakThis article aims to describe about internal factors that influence decision making. The methodology used to regulate this article is a literature study method by collecting literature (material materials) sourced from books, journals, and other sources related to decision-making material.

The results of this article are based on the analysis of researchers in general there are three internal factors that influence decision making. including personality, management style, and creativity.

Keywords— decision making; internal factors.

I. PENDAHULUAN

Pengambilan keputusan (decision making) merupakan suatu upaya melakukan penilaian dan menjatuhkan pilihan.

Dalam kondisi ini individu melakukan pertimbangan, berpikir, memprediksi dan melakukan pemilihan terhadap sejumlah alternatif yang ada. Pengambilan keputusan akan tetap menjadi sebuah tindakan yang mendahului pelaksanaan pekerjaan sebab keputusan merupakah sebuah tolak ukur seluruh kegiatan dan akan menentukan masa depan. Dengan adanya perkembangan dan perubahan yang terjadi maka kita harus menghadapinya dengan pengambilan keputusan yang cepat dan tepat. Proses ini dilakukan agar organisasi beserta administrasi dapat berjalan lancar.

Pada hakikatnya kegiatan administrasi dalam suatu organisasi adalah pembuatan keputusan. Kegiatan yang dilakukan tersebut mencakup seluruh proses pengambilan keputusan dimulai dari identifikasi masalah, sampai dengan evaluasi dari pengambilan keputusan yang melibatkan seluruh elemen dalam administrasi sebagai suatu sistem organisasi.

Dalam membuat suatu keputusan untuk memecahkan permasalahan yang timbul dari adanya perubahan yang terjadi dalam organisasi maka dibutuhkan informasi yang cukup baik dari internal maupun eksternal organisasi untuk mengambil keputusan yang tepat dan cepat.

Kegiatan pengambilan keputusan yang cepat dan tepat merupakan bagian dari kegiatan administrasi yang berfungsi

agar permasalahan yang ada dapat segera terpecahkan dan terselesaikan sehingga suatu organisasi dapat berjalan secara efisien dan efektif dalam mencapai suatu tujuan organisasi.

Dalam mengambil sebuah keputusan faktor internal sangat mempengaruhi hasil keputusan. Faktor ini merupakan faktor- faktor yang ada dalam diri individu, dimana dapat berubah bila ada pengaruh dari faktor luar (eksternal). Dalam diri seorang pembuat keputusan, faktor baik maupun tidak baik dapat mempengaruhi hasil keputusan tersebut. Dalam hal ini seorang pembuat keputusan akan terbiasa dengan sifat pribadinya. Hal ini dapat dilihat dari sisi kepribadian seorang pemimpin, bagaimana ia mengambil sebuah keputusan dalam mengahadapi masalah. Tentunya seorang pemimpin organisasi harus bijaksana dalam bersikap ketika ada masalah dan mengambil keputusan. Akan menjadi baik jika seseorang membuat keputusan dengan melihat situasi dan kondisi sekitar tidak hanya berdasarkan kebijakan pribadi, namun juga dapat menguntungkan pihak-pihak lain.

Setiap organisasi, terdapat perubahan-perubahan kondisi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor internal dan eksternal. Oleh karena itu, penulis bermaksud membuat artikel ini agar dapat dijadikan salah satu referensi dalam faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan secara umum. Pada hakikatnya, di artikel ini pengambilan keputusan dipengaruhi oleh tiga faktor internal nonrasional, yaitu kepribadian seseorang, gaya manajemen dan kreativitas nya dalam mengambil sebuah keputusan.

II. METODE PENELITIAN

Artikel ini disusun menggunakan metode studi literatur dengan cara mengumpulkan literatur (bahan-bahan materi) yang bersumber dari buku, jurnal, dan sumber lainnya terkait materi pengambilan keputusan.

(2)

III. KAJIAN TEORIDAN PEMBAHASAN

Bagian ini merupakan bagian inti dari penulisan artikel.

Karena bagian ini memuat bahan kajian dan pembahasan teori mengenai pengambilan keputusan.

A. Pengertian pengambilan keputusan

Sweeney dan (Devi, 2012) mendefinisikan pengambilan keputusan sebagai proses dalam mengevaluasi sesuatu dengan beragam pilihan dengan tujuan untuk meraih hasil terbaik dari yang di harapkan. (Devi, 2012) memaparkan definisi pengambilan keputusan pada kutipan berikut “Pengambilan keputusan atau decision making adalah suatu proses memilih atau menentukan berbagai kemungkinan di antara situasi- situasi yang tidak pasti. Pengambilan keputusan terjadi dalam situasi yang meminta seseorang untuk: a) Membuat prediksi ke depan, b) Memilih salah satu di antara dua pilihan atau lebih, atau c) Membuat estimasi (perkiraaan) mengenai kejadian berdasarkan bukti-bukti yang terbatas.

Secara umum, pengambilan keputusan adalah pembuatan pilihan antara dua alternatif atau lebih. Spesifiknya, pengambilan keputusan merupakan suatu proses yang selalu terjadi dalam suatu organisasi. Efektivitas dari suatu pengambilan keputusan dilihat dari proses pengambilan keputusan yang dilakukan (Simarmata, 2014)

Rangkaian dalam pengambilan keputusan merupakan pekerjaan yang pertama dan paling awal dari sebuah pelaksanaan pekerjaan suatu organisasi, kelompok, unit atau individu. Bagaimanapun sebuah pekerjaan dalam pelaksanaannya adalah diawali dari keputusan. Dalam hal ini keputusanlah yang akan menentukan corak masa depan suatu organisasi. Dengan adanya keputusan keputusan strategis, seperti: penambahan modal untuk memperbesar produksi karena banyak diminati, penambahan pegawai karena jumlah pekerjaan semakin banyak, dan pembukaan cabang baru, karena pendistribusian semakin gencar, dll. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keputusan akan tetap menjadi sebuah tindakan yang mendahului pelaksanaan pekerjaan sebab keputusan sebagai awal dari semua kegiatan dan akan menentukan masa depan organisasi, baik berupa kemajuan, pengembangan atau mungkin saja kemunduran ataupun bangkrut akibat salah dalam mengambil keputusan. Meskipun penuh ketidakpastian, sebuah keputusan dibuat justru bersifat masa depan dan menjadi panduan dalam menentukan tindakan manajemen dan organisasi. Berkenaan dengan hal ini a:”In any management situation, a decision or series of decision (Rifa’i, 2013) must precede implementation”. Oleh sebab itu sebuah organisasi atau perubahan baru akan berhasil, dengan memerlukan keputusan yang berkualitas tinggi, penuh perhitungan, keberanian dan informasi yang pasti kebenarannya.

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan

Menurut Ridho, Verplanken, Holland dan Wilson dalam (Devi, 2012) menjelaskan tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan individu dapat dibedakan menjadi dua faktor utama yaitu faktor internal,

yang berasal dari dalam diri individu dan faktor eksternal, yang berasal dari luar individu. Dalam artikel ini akan dibahas mengenai faktor internal non rasional dalam mengambil sebuah keputusan.

Dalam pengambilan keputusan ini, terdapat beberapa hal yang mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan, diantaranya ; Kepribadian, gaya manajemen, dan kreativitas.

1) Kepribadian

Menurut (Jariah, 2012) “Kepribadian adalah karakteristik psikologis unik seseorang yang menghasilkan tanggapan relatif konsisten dan menetap terhadap lingkungannya”.

Dalam faktor kepribadiaan dan kecakapan, pengambil keputusan ini membutuhkan kebijaksanaan dan ketegasan dalam mengambil keputusan dengan tidak bersifat merugikan.

Dalam hal ini seorang pembuat keputusan akan terbiasa dengan sifat pribadinya. Hal ini dapat dilihat dari sisi kepribadian seorang pemimpin, bagaimana dia mengambil sebuah keputusan dalam mengahadapi suatu masalah.

Tentunya seorang pemimpin organisasi harus bijaksana dalam bersikap ketika ada masalah dan mengimplementasikannya dalam mengambil keputusan. Jika seseorang membuat keputusan dapat melihat situasi sekitar (lingkungan) tidak hanya berdasarkan kebijakan pribadi, akan lebih baik karena dapat menguntungkan pihak-pihak lain.

Setiap keputusan sebaiknya tidak hanya berorientasi pada kepentingan pribadi, namun juga harus mementingkan organisasi maupun kelompok. Seorang pemimpin yang mengambil keputusan berdasarkan kepentingan pribadi dapat dipandang sebagai pemimpin yang kurang bijaksana karena dalam suatu organisasi terdapat banyak kepentingan bersama yang harus didahului. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor kepribadian sangat mempengaruhi hasil dari keputusan yang diambil, baik itu dari sifat baik buruknya seorang pengambil keputusan, tindakan serta pemikirannya dalam memutuskan suatu keputusan yang akan diambil.

a) Kepribadian Conscientiousness

Pada tahap identifikasi masalah Conscientiousness (di referensi lain disebut dengan “intellect”) adalah karakter individu yang memiliki kemampuan untuk menghindari masalah dan mencapai kesuksesan level tinggi melalui perencanaan yang penuh tujuan dan ketekunan. Selain itu, individu yang intellect juga identik dengan karakter yang memiliki rasionalitas, kedisiplinan, kehati-hatian, suka menganalisis, dapat menentukan tindakan, mengadopsi opini, dan cenderung menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat kesimpulan atau sebagai dasar pengambilan keputusan yang dimiliki. Karakter-karakter individu conscientiousness memiliki potensi untuk mengarahkan tindakan individu tersebut kepada pola perilaku normatif terhadap implementasi sistem pengukuran kinerja.

(Widyastuti, 2013)

Dengan adanya kepribadian intellect dalam seorang pembuat keputusan tentu hal tersebut mempengaruhi tindakan seseorang yang menghasilkan keputusan dalam suatu

(3)

organisasi. Keputusan itu sangat berdampak pada kelangsungan pelaksanaan suatu kegiatan dalam organisasi karena kepribadian intellect memiliki kemampuan dalam perencanaan yang penuh tujuan dan ketekunan.

Namun sebaliknya, karakter intellect yang berkemampuan menghindari masalah di sisi lain juga dapat menimbulkan masalah. Karena dengan hanya dengan menghindari masalah, hal itu justru malah menimbulkan masalah baru. Untuk itu sangat diperlukan perencanaan yang baik, menentukan tindakan yang seharusnya diambil serta menggunakan informasi yang tersedia sebagai kesimpulan akhir dari keputusan yang diambil. Dengan mengarahkan tindakan individu kepada pola prilaku normatif dan memiliki rasionalitas akan mengoptimalkan seseorang dalam mengambil sebuah keputusan.

b) Kepribadian Opennes to Experience

(Simarmata, 2014) menyatakan bahwa orang dengan tipikal opennes to experience memiliki keingintahuan dan kesediaan untuk mengeksplorasi suatu ide baru. Individu yang terbuka (openness) cenderung untuk menemukan ide-ide baru dan mendapatkan nilai-nilai luar biasa. Sifat imajinatif, kreatif, dan memiliki keinginan intelektual tinggi yang dimiliki individu dengan tipikal ini memungkinkan individu untuk mengarahkan tindakan kepada keinginan untuk melaksanakan sistem pengukuran kinerja secara baik dan profesional, tidak hanya sebatas tuntutan administratif saja.

Sifat imajinatif mungkin bisa didukung dengan situasi sekitar (lingkungan) untuk mendapatkan ide baru. Dengan keadaan otak dan fikiran yang fresh akan membantu seseorang dalam berfikir untuk mengarahkan tindakan maupun keputusan yang rasional.

Selain tipikal opennes to experience, kepribadian lain yang dapat mempengaruhi kemantapan pengambilan keputusan dalam faktor individu yaitu self efficacy (keyakinan) dari faktor lingkungan di antaranya adalah dukungan sosial keluarga. Bandura (Widyastuti, 2013) mengemukakan bahwa, self efficacy merupakan suatu keyakinan individu bahwa dirinya mampu melakukan sesuatu dalam situasi tertentu dengan berhasil. Dengan adanya self-efficacy, individu mempunyai dorongan dan motivasi untuk berusaha mengatasi hambatan maupun masalah dengan mencari informasi sehingga dapat menentukan keputusan dan mencapai hasil yang diinginkan.

Self-efficacy ini mempengaruhi motivasi melalui pilihan yang telah dibuat dan tujuan yang disusun. Self efficacy yang tinggi cenderung melakukan sesuatu dengan usaha yang besar dan penuh tantangan. Namun apabila self-efficacy rendah maka usaha yang dilakukan sangat rendah atau memilih cara yang mudah. Mereka akan menghindari tugas dan menyerah dengan mudah ketika masalah muncul. Kemudian menganggap kegagalan sebagai kurangnya kemampuan dalam mengatasi masalah. Dalam kaitannya dengan keyakinan akan kemampuan ini, orang yang memiliki self-efficacy yang tinggi berusaha atau mencoba lebih keras dalam menghadapi

tantangan, sebaliknya orang yang memiliki self efficacy yang rendah akan mengurangi usaha mereka untuk bekerja dalam situasi yang sulit.

Individu memiliki kemandirian serta keyakinan untuk berhasil membuat suatu pilihan yang sesuai dengan minat dan kemampuan. Kemampuan untuk menggunakan metode dan prinsip pengambilan keputusan berguna untuk menyelesaikan masalah. Pengambilan keputusan yang rendah menunjukkan bahwa individu tidak siap untuk menggunakan informasi yang telah diperoleh untuk merencanakan sesuatu. Pengambilan keputusan yang tinggi ditunjukkan dengan kesiapan individu dalam mengambil keputusan.

Dengan demikian, keyakinan individu dari faktor lingkungan, salah satunya adalah dukungan sosial keluarga akan memotivasi seseorang dan dapat mempengaruhi fikirannya dengan mengatasi permasalahan yang dialaminya.

Seorang pengambil keputusan yang minim akan percaya diri ataupun keyakinan yang dimilikinya akan berdampak pada tindakan yang akan diambilnya. Dengan memiliki keyakinan akan kemampuan yang dimiliki, seseorang akan menghadapi tantangan atau masalah dengan baik.

Dalam pengaruh internal pengambilan keputusan, sebagai implementasi di kehidupan sehari-hari yang dipengaruhi oleh faktor kepribadian dapat dicontohkan dengan manajer toko modern. Menurut (Simarmata, 2014), terdapat dua variabel utama kepribadian yang berpengaruh terhadap keputusan yang dibuat, yaitu ideologi versus kekuasaan dan emosional versus objektivitas.

Pada ideologi, pengambil keputusan cenderung memiliki suatu orientasi ideologi tertentu sehingga keputusannya akan dipengaruhi oleh suatu filosofi atau prinsip tertentu.

(Simarmata, 2014) menambahkan bahwa ideologi akan mempengaruhi pengambilan keputusan, yang akan berdampak pada bagaimana suatu masalah diidentifikasi, bagaimana alternatif dipertimbangkan dan kemudian dipilih. Adanya perbedaan ideologi memberikan perbedaan alternatif yang dihasilkan oleh manajer meskipun dihadapkan pada masalah yang sama. Oleh karena itu, adanya perbedaan ideologi atau hasil pemikiran akan menyebabkan perbedaan dalam proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh manajer.

Sebagai contoh pengambil keputusan dengan prinsip atau ideologinya adalah Emirsyah Satar (Direktur Utama Garuda Indonesia periode 2010-2015) yang juga menjalankan fungsi manajemen sebagai pengambil keputusan. Emirsyah Satar memiliki prinsip bahwa yang terpenting adalah “do the best to company”, sehingga dalam pengambilan keputusan yang dilakukannya harus memikirkan jangka panjang bagi perusahaan dan bukan keputusan yang populis semata (Simarmata, 2014). Pada bagian kekuasaan, terdapat pula kecenderungan pengambil keputusan yang mendasarkan keputusannya pada sesuatu yang secara politis dapat meningkatkan kekuasaannya secara pribadi. Contohnya, hasil studi menemukan bahwa manajer di Cina, Taiwan, dan Hongkong. Mereka percaya jika menggunakan alasan yang logis dan bukti-bukti nyata merupakan cara efektif untuk

(4)

mempengaruhi orang lain untuk mendapatkan kekuasaan.

Dengan demikian, maka pengambilan keputusan yang dilakukan pun akan didasarkan pada penggunaan alasan logis dan bukti nyata untuk dapat meningkatkan kekuasaan secara pribadi. Hal ini dapat dikaitkan dengan faktor kepribadian seorang pemimpin yang bijak dalam bersikap ketika mengambil suatu tindakan dan mengimplementasikannya dalam mengambil keputusan. Semuanya akan lebih baik jika ia dapat mengambil keputusan tidak hanya berdasarkan kebijakan pribadi. Walaupun manajer tersebut menggunakan alasan logis berdasarkan fakta yang ada untuk mendapatkan kekuasaan secara pribadi, akan lebih baik jika keputusan tersebut dapat menguntungkan pihak lain maupun perusahaan.

Sedangkan pada variabel emosional versus objektivitas, pada bagian emosional terdapat kecenderungan pengambil keputusan yang emosionalnya mempengaruhi keputusan yang diambil. Emosional yang dominan dapat mempengaruhi cara analisis permasalahan, jenis informasi dan alternatif yang dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini menyebabkan pengambil keputusan cenderung untuk mengabaikan informasi yang ada. Contohnya, pada petikan wawancara dalam buku Kiat 35 CEO Bangkit dari Krisis (Simarmata, 2014) Indra Wijaya Supriadi (Direktur Utama PT Bank Sahabat Sampoerna tahun 2012) diwawancarai mengenai pengalaman pengambilan keputusan yang pernah dilakukannya. Indra Wijaya mengemukakan, “Saya pernah memiliki suatu otoritas yang tinggi di GE Finance, saya terlalu percaya dengan seseorang, saya tidak mendengarkan kata hati sendiri. Ada satu proposal kredit yang diajukan, kemudian saya setujui. Padahal hati saya mengatakan bahwa harusnya menolak, tapi saya terima. Sampai akhirnya terjadi masalah besar. Meski tidak sampai merusak reputasi, tapi seharusnya itu tidak terjadi.” Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dalam pengalamannya sebagai pengambil keputusan, Indra Wijaya pernah mengalami situasi dimana Indra Wijaya terlalu percaya dengan seseorang sehingga keputusan yang diambil tidak objektif.

Sebaliknya, pada pengambil keputusan yang objektif, maka individu cenderung menghindari adanya kekeliruan mengenai permasalahan dan informasi yang terkait dengannya. Dengan demikian, individu mendasarkan keputusannya sesuai dengan informasi objektif yang didapatkannya. Dalam contoh lain, pada petikan wawancara dalam buku Kiat 35 CEO Bangkit dari Krisis Hadi Kasim (Direktur Utama PT. Triputra Investindo Arya), diwawancarai mengenai pengambilan keputusan di organisasi yang pernah dilakukannya. Hadi Kasim menyatakan,”Dalam pengambilan keputusan harus rasional. Karena kalau tidak, keputusannya lari dari seharusnya. Kalau pakai perasaan, kita menjadi tidak rasional. Perasaan hanya bisa dipakai kalau untuk keluarga.”

Berdasar hasil wawancara tersebut, maka Hadi Kasim mendasarkan keputusannya pada hal-hal yang rasional sehingga pengambilan keputusannnya objektif.

Selain faktor kepribadian, faktor pengalaman juga mempengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan.

Apabila pengambilan keputusan yang dilakukan individu pada

masa lalu memberikan hasil yang positif, maka selanjutnya individu akan cenderung melakukan pengambilan keputusan dengan cara yang serupa. Namun, apabila keputusan pada masa lalu memberikan hasil negatif, maka individu akan cenderung untuk menghindari terjadinya kesalahan yang sama agar tidak terulang kembali (Simarmata, 2014).

Dari contoh diatas dapat disimpulkan bahwa keputusan yang diambil seseorang yang tidak percaya dan yakin akan kemampuannya sendiri akan membawanya dalam situasi yang sulit. Untuk menghindari masalah dalam organisasi, seorang manajer perlu untuk mengandalkan kemampuan yang dimilikinya dan yakin terhadap keputusan yang akan diambil.

Situasi tersebut dapat dijadikan sebagai pengalaman seseorang dalam mengambil tindakan yang tepat agar kedepannya ia dapat mengambil keputusan dengan baik.

2) Gaya manajemen

Gaya manajemen biasanya diciptakan oleh pendiri organisasi atau top management yang ditunjukkan dalam pola prilaku. Studi Ohio State University telah membagi gaya kepemimpinan dalam dua dimensi yaitu consideration dan initiating structure yang akrab diantara anggota organisasi sementara kepemimpinan initiating structure lebih mengutamakan outcome dari tugas-tugas yang dibebankan.

(Rifa’i, 2013) memandang bahwa orientasi pada orang dan orientasi pada pekerjaan merupakan salah satu dari enam dimensi budaya yang dikemukakan oleh Hofstede. Senada dengan Blake dan Mouth, sejumlah peneliti dari Ohio State University menilai bahwa gaya manajemen tercermin dari perilaku pimpinan. Mereka menilai bahwa perilaku pemimpin mempunyai dua dimensi yaitu consideration dan initiating.

Tipe consideration memandang bahwa perilaku pimpinan mengarah pada saling percaya dan menghargai dan berfokus pada keinginan dan kebutuhan anggota kelompok. Initiating structure menunjukkan bahwa prilaku pimpinan mengarah pada mengorganisasikan anggota kelompok untuk memaksimalkan output.

Solusi terhadap masalah yang muncul dalam lingkungan organisasional yang kondusif untuk meningkatkan kinerja dan kepuasan yang tinggi terletak pada pola hubungan sosial yang dikenal dengan gaya manajemen (style of management).

Mereka mengklasifikasikan gaya manajemen dalam dua dimensi yaitu yang berorientasi pada orang (people) dan pekerjaan (work) (Rifa’i, 2013).

Seorang pemimpin besar dalam menciptakan hal baru sering memiliki strategi besar dan strategi tindakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemikiran strategik dan perencanaannya bagi masa depan organisasi dapat secara positif mempengaruhi kinerja perusahaan dan keberhasilan finansial. Penelitian lain menunjukkan bahwa lebih dari 44 % variasi keuntungan dari perusahaan utama mungkin dicirikan kepada strategi kepemimpinan (Rifa’i, 2013)

(Widyastuti, 2013) menyebutkan sistem pengendalian manajemen merupakan suatu proses dimana manajer

(5)

mempengaruhi anggota organisasi yang lain untuk mengimplementasikan strategi organisasi. Aktivitas yang ada dalam pengendalian manajemen meliputi perencanaan, koordinasi, komunikasi dan evaluasi. Sistem pengendalian manajemen akan mempengaruhi perilaku manusia baik melalui proses formal (misalnya perencanaan strategik, pengangggaran, dan pelaporan) maupun non formal (seperti etika kerja, gaya manajemen dan kultur).

Dalam mengatasi berbagai konflik, terdapat beberapa gaya manajemen seorang pengambil keputusan, diantaranya gaya manajemen konflik Compromising, Integrating, Obliging, Dominating, dan Avoiding. Namun dari beberapa gaya manajemen tersebut yang paling cocok dan sesuai dengan seorang pengambilan keputusan adalah gaya manajemen Integrating.

Integrating merupakan gaya manajemen konflik yang berfokus kepada bagaimana kedua belah pihak yang berkonflik berpartisipasi aktif dalam kegiatan pemecahan masalah sehingga mendapatkan hasil yang saling menguntungkan. Lee mengatakan dalam (Srivastava, 2006) bahwa gaya manajemen konflik ini bersifat terbuka, mau bertukar informasi dengan pihak lain dan menyatukan perbedaan untuk mencari solusi yang terbaik bagi kedua pihak. Gaya manajemen konflik ini juga dianggap kompeten karena menyelesaikan masalah dengan mencari tahu tujuan, persepsi atau ide dari pihak lain kemudian mencari solusi secara bersamasama.

Pada umumnya gaya manajemen setiap individu itu berbeda-beda. Hal itu dapat dilihat dari bagaimana ia mengambil sebuah keputusan. Gaya manajemen menggambarkan kepribadian seseorang. Maka dari itu, seorang pengambil keputusan hendaknya memiliki kepribadian yang baik, karena hal itu akan berpengaruh terhadap gaya manajemennya dalam mengambil suatu keputusan.

3) Kreativitas

(Dewi, 2012) menyatakan bahwa pengambilan keputusan yang optimal membutuhkan kreativitas. Kreativitas juga membuat pengambil keputusan untuk menjadi lebih menghargai sesuatu dan cenderung memahami masalah, termasuk melihat masalah yang tidak dapat dilihat oleh orang lain serta membantunya dalam mengidentifikasi semua alternatif yang ada. Dengan Adanya inovasi dalam pengambilan keputusan menunjukkan bagaimana kreativitas individu berperan dalam pengambilan keputusan yang optimal. Kreatifitas merupakan Kemampuan untuk menggabungkan gagasan-gagasan dalam satu cara yang unik, membuat asosiasi yang luar biasa.

(Widiasa, 2007) menyatakan bahwa dengan kreativitas maka individu akan memiliki kemampuan dalam memproduksi gagasan-gagasan baru dan bermanfaat. Upaya membangun keefektifan pemimpin terletak pada pembekalan dimensi keterampilan teknis dan keterampilan konseptual.

Adapun keterampilan personal menjadi terpinggirkan.

Kepekaan seorang pimpinan untuk menggunakan keterampilan personalnya sangat berpengaruh terhadap keefektifan kegiatan manajerial dan kinerja dari organisasi yang dinaunginya. Keterampilan personal tersebut meliputi kemampuan memahami perilaku individu dan kelompok, mampu membentuk perubahan yang baik dalam organisasi, kemampuan melakukan modifikasi perilaku, kemampuan memberi motivasi, serta kemampuan memahami pembentukan komunikasi yang efektif.

Kreativitas menunjukkan bahwa individu memiliki kemampuan dalam memproduksi gagasan-gagasan baru dan bermanfaat. Kreativitas juga membuat pengambil keputusan untuk menjadi lebih menghargai dan memahami masalah, termasuk melihat masalah yang tidak dapat dilihat oleh orang lain serta membantu dalam identifikasi semua alternatif yang ada (Simarmata, 2014)

Seperti yang telah dibahas pada point kepribadian, tipikal kepribadian opennes to experience yang memiliki keingintahuan dan kesediaan untuk mengeksplorasi suatu ide baru. Mereka cenderung untuk menemukan ide-ide baru dan mendapatkan nilai-nilai luar biasa. Sifat imajinatif, kreatif, dan memiliki keinginan intelektual tinggi yang dimiliki individu dengan tipikal ini memungkinkan individu untuk mengarahkan tindakan kepada keinginan untuk melaksanakan sistem pengukuran kinerja secara baik dan profesional, tidak hanya sebatas tuntutan administratif saja.

Dalam mengambil suatu tindakan, seorang pengambil keputusan harusnya memiliki kreativitas dalam menemukan gagasan baru. Kreativitas termasuk cara berfikir yang tidak terpaku pada hal-hal yang umum. Seseorang yang kreativ akan membantunya dalam mengambil suatu tindakan alternativ lainnya. Dengan kata lain orang yang kreativ tidak hanya menggunakan alternativ yang ada, melainkan menemukan ide baru untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

Dengan kepribadian yang baik, gaya manajemen yang berkualitas serta memiliki kreativitas tinggi atau memiliki gagasan baru dan bermanfaat bagi orang lain dalam kepribadian seorang pembuat keputusan akan menghasilkan sebuah keputusan yang sangat baik. Tentunya ini semua saling berkaitan satu sama lain dan sangat berpengaruh terhadap hasil dari keputusan yang telah dibuat. Sebaliknya, seorang pembuat keputusan yang berkepribadian buruk, gaya manajemen yang kurang ia kuasai, juga kreativitas dan kurangnya ide dalam menemukan gagasan baru akan berdampak pada kurang optimalnya hasil dari keputusan yang telah dibuat.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan pada artikel ini maka dapat disimpulkan bahwa secara garis besar faktor internal dalam pengambilan keputusan terdapat beberapa faktor, yaitu : kepribadian, gaya manajemen, dan kreativitas.

Daftar Pustaka

Devi, 2012. (2012). PENGAMBILAN KEPUTUSAN

(6)

UNTUK MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI ). PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI ), 32.

Dewi, S. P. (2012). Pengaruh Disiplin dan Pengawasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Karyadeka Alam

Lestari Semarang. Skripsi, I.

https://doi.org/10.1080/13574809.2016.1234336 Jariah, A. (2012). (2012). Analisis Faktor-Faktor Pribadi Yang

Mempengaruhi. Jurnal WIGA, 2(2), 1–18.

Rifa’i, fadhli 2013. (2013). manajemen organisasi.

Simarmata, A. K. N. (2014). PADA MANAJER TOKO MODERN Agustini Kurnia dan Nicholas Simarmata.

1(3), 451–461.

Srivastava, P. (2006). Conflict management styles and appreciative intelligence. 8(2), 39–49.

Widiasa, I. K. (2007). MANAJEMEN PERPUSTAKAAN SEKOLAH I Ketut Widiasa. Perpustakaan Sekolah, (6), 1–14.

Widyastuti, R. J. (2013). Pengaruh Self Efficacy dan Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Kemantapan Pengambilan Keputusan Karir Siswa. Jurnal BK UNESA, 03, 231–238.

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor yamg mempengaruhi Pengambilan Keputusan adalah Menurut Ridho, Verplanken, Holland dan Wilson (Moordiningsih dan Faturochman, 2006) menjelaskan tentang

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMEN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK MIE INSTAN MEREK INDOMIE (Studi Kasus Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan untuk melakukan usahatani benih kacang panjang adalah

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMEN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN BELAJAR MUSIK PADA PUSAT.. PENDIDIKAN MUSIK BINA

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Penggunaan Biogas di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten

Atas dasar pemikiran di atas, maka perlu diadakan penelitian mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Nasabah Dalam Memilih Produk Bank

1010 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Masjid Terhadap Program Kejasama Kotak Infaq Lazismu Medan Muhammad Dimas Prasetya1, Azhari Akmal Tarigan2 Program

Bab ini menjelaskan pengertian dan model teori pengambilan keputusan dalam hubungan internasional yang mempertimbangkan faktor internal dan