• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fenomena Etika Administrasi Publik dan aspek2nya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Fenomena Etika Administrasi Publik dan aspek2nya"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

. Pengisian, Penyampaian dan Pembetulan Surat Pemberitahuan. Fenomena Etika Administrasi Publik dan. aspek2nya. Oleh : Dr. Abdul Kadir, M.Si.. Jika seseorang mengajukan pertanyaan- pertanyaan etis, kebanyakan kita barangkali akan beranggapan bahwa orang tersebut tengah melakukan langkah mundur (setback). Di zaman komputer yang dalam semua gerak langkah terasa sangat mekanistis ini, pertanyaan-pertanyaan etis yang menghubungkan perilaku manusia dengan nilai-nilai filosofis tampak begitu asing dan seolah- olah hanya akan menghambat kemajuan saja. Suasana kompetitif yang makin hebat dan nilai- nilai ekonomis yang mendesak kebutuhan- kebutuhan material semakin membuat masyarakat lupa akan kebutuhan-kebutuhan lain yang sebenarnya justru lebih esensial.. Banyak orang yang takut untuk kehilangan waktu guna menghayati nilai-nilai hidup yang hakiki, beranggapan bahwa moralitas dan hambatan atas kemajuan merupakan suatu keniscayaan, bahkan orang juga berpandangan bahwa sekali orang bertanya tentang masalah-masalah moral berarti harus menanggung risiko untuk berjalan sendiri melawan arus. Di tengah gelora pembangunan dunia ketiga, persoalan-persoalan etis yang berkenaan dengan interaksi antara negara dan masyarakat, antara para pejabat pemerintah, administrator, dan birokrat dengan warga negara (citizen) atau warga pemilih (constituent) sudah banyak dilupakan.. Para aparat publik yang sudah melupakan amanah rakyat, Panca Prasetya seolah-olah merupakan norma-norma yang hanya berlaku bagi orang-orang alim dan rohaniawan, pengambilan sumpah jabatan pada saat mereka dilantik hanya merupakan acara ritual yang tidak mengandung makna.. Demi mengejar karier para pejabat itu tidak segan-segan mencari perhatian atasan, menjegal kawan, dan menindas bawahan. Tindak-tindakan korupsi dan penyalahgunaan wewenang mulai dari korupsi waktu, komisi dan uang pelicin, hingga manipulasi- manipulasi besar tanpa terasa telah menggerogoti sumberdaya negara yang seharusnya diperuntukkan bagi rakyat.. Kebijakan-kebijakan publik yang diselewengkan oleh para aparat tidak hanya menyangkut masalah-masalah legal, tetapi juga masalah-masalah etis. Penggusuran tanah-tanah milik rakyat, kebijakan-kebijakan buldoser yang diambil oleh aparat-aparat publik hanya untuk menambah citra diri di mata pejabat yang lebih tinggi tentunya lebih banyak menjadi sumber penderitaan bagi rakyat kecil.. Hal itu semua membuktikan betapa pentingnya masalah-masalah etis dan moral dalam proses administrasi publik. Pertimbangan-pertimbangan etis sama sekali bukan merupakan langkah mundur, tatapi justru merupakan upaya untuk menemukan pranata-pranata pembangunan yang berwatak dan bermoral serta untuk mendapatkan bentuk interaksi yang ideal antara aparat negara dengan setiap warga negara.. Relevansi pertanyaan-pertanyaan etis bukan saja menyangkut nilai-nilai administrasi yang menghubungkan antara penguasa dan rakyat, tetapi juga bagi kelangsungan pembangunan dan kemajuan ekonomi masyarakat itu sendiri.. Perdebatan yang menarik di seputar masalah-masalah etis dalam pembuatan kebijakan publik dan praktik administrasi dengan mengambil kasus-kasus aktual akan lebih berkembang untuk memperkaya wawasan akademis bagi para teoretisi serta menambah acuan bagi para praktisi.. Bahwa kemajuan seni, ilmu pengetahuan, dan teknologi sama sekali tidak dapat dijadikan sebagai jaminan atas kemajuan di bidang moralitas. Peradaban manusia bukan hanya ditentukan oleh tingginya nilai dari artefak yang diciptakannya, luasnya ilmu pengetahuan yang dijangkaunya, maupun aplikasi teknologi yang ditemukannya.. Dalam banyak segi, kemjuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu justru mendorong manusia untuk bertindak korup dan melawan nuraninya. Itulah sebabnya Rousseau menganjurkan supaya manusia kembali ke alam, retour a lanature, yaitu bahwa moralitas yang asli dan benar-benar manusiawi justru ditemukan dalam manusia yang masih alamiah dan manusia harus identik dengan dirinya sendiri untuk mencari kebaikan dan kebenaran sejati.. Setiap pembahasan mengenai etika atau moralitas dalam konteks negara, pemikiran Rousseau agaknya masih akan relevan. Pertanyaan yang kemudian muncul ialah dapatkah kita kembali ke alami di tengah hiruk-pikuknya persaingan menciptakan teknologi dan globalisasi setiap aspek kehidupan manusia sekarang ini.. Setiap sistem baru yang ditemukan oleh sebuah generasi akan menjadi milik dari generasi sesudahnya dan itu merupakan modal baginya untuk langkah selanjutnya. Berlainan dengan moralitas manusia yang senantiasa mengalami pasang surut, perkembangan ilmu dan teknologi tak kan pernah terhenti.. Perdebatan tentang moral seolah-olah selalu bersifat ahistoris dan menghambat langkah. Akan tetapi, justru persoalan- persoalan hati nurani yang termuat dalam moralitas itulah yang sesungguhnya menentukan kualitas peradaban manusia.. Jika umat manusia tidak menginginkan bahwa kemajuan karya-ciptanya akan menjadi bumerang bagi dirinya dan menurunkan martabatnya sebagai manusia, maka mau tidak mau dia harus setiap saat berpaling pada kaidah-kaidah moral.. Pentingnya kedudukan moralitas atau hukum moral bagi manusia sehingga dalam banyak hal kemajuan peradaban suatu bangsa dapat di ukur dari sejauh mana individu-individu dalam bangsa tersebut dapat menjunjung tinggi nilai-nilai moralitas.. Untuk kelestarian peradaban manusia, kesadaran akan moral mutlak diperlukan. Perkembangan ilmu dan teknologi membuat interaksi antar individu berlangsung secara kompleks. Tidak dapat dibayangkan bagaimana proses sosial itu akan berjalan dengan tertib andaikata kaidah-kaidah moral tidak lagi dipatuhi oleh setiap individu.. Salah satu ciri yang membedakan manusia dengan binatang ialah eksistensi moral. Meskipun rasionalitas dan obyektivitas moral dalam beberapa hal hanya dapat dibuktikan dengan keyakinan, tetapi karena moral menyangkut harkat manusia, maka ia akan selalu memiliki ciri rasional dan objektif sesuai dengan kecenderungan manusia untuk berpikir.. Setidak-tidaknya orang yang bertindak dengan mengikuti hukum moral akan memiliki semacam role expectation bahwa jika tindakannya benar menurut ukuran moral, maka orang lain pun akan melakukan pola tindakan yang serupa.. Moralitas bersifat tanpa pamrih dan netral. Ia memandang manusia dalam kedudukannya sebagai manusia. Kehidupan sehari-hari kita senantiasa dipenuhi oleh persoalan-persoalan yang menyangkut moral, dan kesemuanya dapat dipertimbangkan secara objektif.. Perbuatan yang bermoral menjadi sangat rasional jika dikaitkan dengan prinsip bahwa manusia selalu berusaha menghindari perbuatan buruk yang bertentangan dengan hati nuraninya. Seorang penjahat kelas kakap yang paling keji pun tidak akan pernah punya angan-angan bahwa anaknya akan menjadi bandit yang kejam.. Suasana atmosfir moral terletak pada kenyataan bahwa prinsip moral berlaku bagi siapa saja, kapan saja, dan di mana saja, tanpa terbatas oleh ruang dan waktu.. Masih banyak contoh yang membuktikan bahwa moralitas merupakan hukum yang universal. Jika dalam lingkup keluarga kita mengenal aturan moral untuk tidak menipu, aturan ini akan berlaku dimana pun dan kapan pun kita berada. Harkat manusia yang tercipta karena ia memiliki moral melibatkan legitimasi yang paling asasi dalam diri manusia.. Istilah dan pengertian yang dipakai masih mencampur adukan beberapa istilah moral, etika, moralitas, atau hukum moral. Dalam banyak tulisan filosofis, jarang ditemukan penulis yang menggunakan peristilahan tersebut secara konsisten, namun sekurang- kurangnya kita tetap dapat melacak asal mula munculnya istilah tersebut.. Etika berasal dari bahasa Yunani : ethos, yang artinya kebiasaan atau watak, sedangkan moral berasal dari bahasa Latin : mos (jamak : mores) yang artinya cara hidup atau kebiasaan . Dari istilah ini muncul pula istilah morale atau moril, tetapi artinya sudah jauh sekali dari pengertian asalnya.. Moril bisa berarti semangat atau dorongan batin. Di samping itu terdapat istilah norma yang berasal dari bahasa Latin (norma : penyiku atau pengukur), dalam bahasa inggris norma berarti aturan atau kaidah. Dalam kaitannya dengan perilaku manusia, norma digunakan sebagai pedoman atau haluan bagi perilaku yang seharusnya dan juga untuk menakar atau menilai sebelum ia dilakukan.. The Liang Gie tidak ingin mempertentangkan penggunaan istilah etika atau moral. Moral berdasarkan keyakinan bahwa keduanya merujuk kepada persoalan yang sama, meskipun berasal dari dua istilah yang berbeda, tetapi makna epistemologisnya tetap sama.. Solomon menggariskan adanya perbedaan antara etika, moral dan moralitas. Etika merujuk kepada dua hal. Pertama, etika berkenaan dengan disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai yang dianut oleh manusia beserta pembenarannya dan dalam hal ini etika merupakan salah satu cabang filsafat. Kedua, etika merupakan pokok permasalahan di dalam disiplin ilmu itu sendiri yaitu nilai-nilai hidup dan hukum- hukum yang mengatur tingkah laku manusia.. Moral, dalam pengertiannya yang umum menaruh penekanan kepada karakter dan sifat-sifat individu yang khusus, di luar ketaatan kepada peraturan. Oleh karena itu, moral merujuk kepada tingkah-laku yang bersifat spontan seperti rasa kasih, kemurahan hati, kebesaran jiwa, dan sebagainya, yang kesemuanya tidak terdapat dalam peraturan-peraturan hukum.. Frankena mengemukakan bahwa etika (ethics) merupakan salah satu cabang filsafat yang mencakup filsafat moral atau pembenaran-pembenaran filosofis (philosophical judgements). Sebagai suatu falsafah, etika berkenaan dengan moralitas beserta persoalan-persoalan dan pembenaran-pembenarannya. Moralitas juga merupakan salah satu instrumen kemasyarakatan apabila suatu kelompok sosial menghendaki adanya penuntun tindakan (action guide) untuk segala pola tingkah laku yang disebut bermoral.. Moralitas juga segera dapat dibedakan dari hukum sebab ia tidak tercipta atau tak dapat diubah melalui tindakan legislatif , eksekutif , maupun yudikatif. Sanksi-sanksi yang dikenakan oleh moralitas tidak seperti pada norma hukum yang melibatkan paksaan fisik ataupun ancaman, melainkan lebih bersifat internal, misalnya isyarat-isyarat verbal, rasa bersalah, sentimen, atau rasa malu.. Norma mengacu kepada peraturannya sendiri beserta sanksi-sanksinya, baik itu bermula dari dorongan batin, dari rasa susila, maupun paksaan fisik. Jadi, baik etika maupun moral termasuk kedalam norma. Selanjutnya, kita juga mengenal norma agama, norma susila, norma sopan santun, maupun norma hukum.. Etika cenderung di pandang sebagai suatu cabang ilmu dalam falsafat yang mempelajari nilai-nilai baik dan buruk bagi manusia. De Vos bahkan secara eksplisit mengatakan bahwa etika adalah ilmu pengetahuan tentang kesusilaan atau moral.. Moral adalah hal-hal yang mendorong manusia untuk melakukan tindakan-tindakan yang baik sebagai “kewajiban” atau “norma”. Moral juga dapat diartikan sebagai sarana untuk mengukur benar tidaknya tindakan manusia.. Etika lebih banyak dikaitkan dengan prinsip-prinsip moral yang menjadi landasan bertindak seseorang yang mempunyai profesi tertentu. Istilah-istilah seperti Etika Kedokteran, Etika jurnalistik, Etika Hukum, kesemuanya menunjukkan pengertian adanya asas moral dalam suatu profesi.. Moral lebih tertuju pada perbuatan orang secara individual, moral mempersoalkan kewajiban manusia sebagai manusia. Seorang dokter bisa dikatakan baik, misalnya, jika diagnosisnya tepat, takaran dosisnya cermat, dan sebagainya.. Moralitas dimaksudkan untuk menentukan sampai seberapa jauh seseorang memiliki dorongan untuk melaksanakan tindakan- tindakannya sesuai dengan prinsip-prinsip etika dan moral. Latar belakang budaya, pendidikan, pengalaman, dan karakter individu adalah sebagian di antara faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat moralitas seseorang.. Ukuran moralitas dalam hal ini bukan bersifat pembedaan hitam putih, melainkan berada dalam suatu garis kontinum. Kita tidak bisa mengatakan bahwa seseorang punya moralitas, sedangkan orang yang lain tidak punya moralitas, tetapi hanya bisa dikatakan bahwa orang itu punya moralitas yang rendah atau tinggi.. Dorongan untuk mencari kebenaran atau kebaikan senantiasa ada pada diri manusia, yang membedakan tingkat moralitas adalah kadar atau kuat tidaknya dorongan tersebut. Maka, moralitas juga berkenaan dengan nilai- nilai etika dalam moral yang terdapat di dalam nurani manusia beserta internalisasi nilai-nilai itu dalam dirinya.. Bahwa moral merupakan daya dorong internal dalam hati nurani manusia untuk mengarah kepada perbuatan-perbuatan baik dan menghindari perbuatan-perbuatan buruk. Oleh sebab itu, unsur filosofis yang menentukan rangsangan-rangsangan psikologis tersebut banyak kaitannya dengan nilai (value) yang dianut oleh seseorang.. Secara sederhana, nilai dapat dirumuskan sebagai objek dari keinginan manusia. Nilai menjadi pendorong utama bagi tindakan manusia dari berbagai macam nilai yang memengaruhi kompleksitas tindakan manusia.. Moore membedakan enam macam nilai.  Dia membedakan antara nilai primer,. sekunder, dan tertier. Pembedaan ini didasarkan pada kerangka berpikir yang menentukan usaha, angan-angan, atau kepuasan seseorang.. Apabila seseorang sangat mencintai perdamaian (seorang pacifist) dan punya kecenderungan untuk bertindak ke arah itu, hal tersebut adalah suatu nilai primer. Akan tetapi, jika dia punya harapan, misalnya dengan menolak untuk menjadi tentara, ia memiliki perdamaian dengan keyakinan bahwa tidak akan ada perang, atau sekadar punya rasa puas bila perdamaian itu terwujud..  Terdapat perbedaan antara nilai semu (quasi values) dan nilai riil (real values). Seseorang memiliki nilai semu apabila dia bertindak seolah-olah berpedoman kepada suatu nilai sedangkan ia sesungguhnya tidak menganut nilai tersebut. Contohnya, seorang yang membenci perang karena melihat kenyataan bahwa perang mengakibatkan luka, cacat, dan kematian orang lain, tetapi dia tidak sepenuhnya membenci bentuk-bentuk konflik atau kompetisi sebab ia masih menyukai pertandingan tinju atau persaingan ekonomis.. Ada nilai yang terbuka dan ada pula yang tertutup. Suatu nilai disebut terbuka bila tidak terdapat rentang waktu yang membatasinya. Contoh dari nilai seperti ini misalnya bahwa manusia mesti hidup damai, atau bahwa orang harus bahagia selama hidupnya.. Pembedaan dapat digariskan antara nilai-nilai negatif dan positif. Suatu nilai negatif terjadi bila proposisi yang mendasari suatu keinginan bersifat negatif, kebalikan dari nilai negatif adalah nilai positif, sebagai contoh kita bisa melihatnya dari moralitas yang punya ciri khas adanya larangan dan anjuran.. Suatu nilai dapat pula dibedakan menurut orde atau urutannya. Maka terdapat nilai orde pertama (first order values), orde kedua (second order values). Nilai pertama terjadi jika benar-benar tidak ada nilai yang lainnya. Nilai orde kedua terjadi jika tidak terdapat nilai lain kecuali nilai orde pertama tadi, demikian seterusnya. Misalnya, ada orang yang bersedia memberikan pengorbanan guna menolong orang lain yang membutuhkannya.. Pembedaan yang cukup sering disebutkan dalam kaitannya dengan nilai ialah pembedaan antara nilai relatif dan nilai absolut. Suatu nilai bersifat relatif bila merujuk kepada orang yang memiliki spesifikasi nilai tersebut.. Setiap perilaku manusia ditentukan oleh nilai-nilai yang dianut serta prinsip-prinsip moral yang dipegangnya. Dengan demikian, moral itu sendiri merupakan suatu sistem nilai yang menjadi dasar bagi dorongan atau kecenderungan bertindak.. Nilai-nilai moral mempunyai karakteristik berikut.. 1. Primer Moral melibatkan suatu komitmen untuk bertindak dan merupakan landasan hasrat (appetitive basis) yang paling utama sehingga termasuk ke dalam nilai primer.. 2. Riil Nilai moral bukan sekedar semu. Orang yang berwatak hipokrit sesungguhnya tidak memercayai nilai moral yang bersangkutan.. 3. Terbuka Ciri universalitas dari moral mengharuskan adanya lingkup yang terbuka sebab sekali nilai moral tertutup maka ia akan kehilangan universalitasnya.. 4. Bisa Bersifat Positif maupun Negatif Secara historis kita dapat menyaksikan perubahan-perubahan penekanan dari nilai negatif menjadi positif ataupun sebaliknya moral bisa berciri larangan-larangan maupun anjuran-anjuran.. 5. Orde Tinggi atau Arsitektonik Nilai-nilai yang ordenya rendah (terutama orde pertama) tidak memiliki ciri intrinsik yang mengatur nilai-nilai yang lainnya. Suatu pengaturan yang melibatkan segala macam tindakan lainnya yang penting bagi moralitas, baik berupa ketaatan pada peraturan maupun pedoman-pedoman spiritual.. 6. Absolut Moralitas pada manusia mestinya bebas dari sifat-sifat mementingkan diri sendiri yang terdapat pada kehendak-kehendak relatif.. Pada umumnya kajian-kajian tentang moral atau moralitas dibagi tiga kelompok bidang kajian, yaitu kognisi, afeksi, dan perilaku, berturut-turut unsur-unsur ini akan menentukan pemikiran, emosi, dan perilaku manusia.. Menurut Aristoteles, jiwa manusia terdiri dari cipta, rasa, dan karsa, sedangkan raga terdiri dari zat mati, zat tumbuhan, dan zat hewani. Dilihat dari kedudukannya, manusia dapat berdiri sendiri sebagai pribadi yang mandiri dan juga dapat berdiri sebagai makhluk Tuhan.. Makhluk Individu Manusia memiliki sifat individu terutama bila dilihat dari kenyataan bahwa ia memiliki karakter kepribadian serta memiliki pendirian. Sigmund Freud pernah mengatakan bahwa di dalam diri setiap manusia terdapat ego yang akan mewarnai karakter dan perilaku manusia sebagai makhluk individu..  Makhluk Sosial Sifat sosial terutama terlihat dari adanya keinginan manusia untuk hidup bersama dengan manusia lainnya, berkomunikasi, dan berbagai rasa dengan orang lain. Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah zoon politicon, makhluk yang senantiasa ingin hidup berkelompok. Pendapat senada mengatakan bahwa manusia adalah homo politicus.. Tujuan etika adalah memberitahukan bagaimana kita dapat menolong manusia di dalam kebutuhannya yang riil yang secara susila dapat dipertanggungjawabkan. Untuk mencapai tujuan ini, pemahaman akan etika sosial tidak hanya mengharuskan pendalaman tentang norma-norma sosial yang berlaku tetapi juga tentang kebutuhan-kebutuhan manusia serta apa saja yang mendorong timbulnya kebutuhan. Etika sosial lebih banyak mengundang perdebatan karena masalah-masalah yang ada di dalamnya lebih mudah menimbulkan beragam pandangan dibandingkan dengan etika individual. Di samping itu, dalam kenyataan dapat dilihat bahwa norma-norma dalam etika sosial harus selalu diterapkan pada keadaan yang konkret.. Persoalan etika sosial menyeruak karena semakin kompleksnya kehidupan masyarakat modern berbarengan dengan globalisasi masalah-masalah sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Jangkauan telah etika sosial pun semakin luas, bukan saja melibatkan hubungan antar kelompok masyarakat namun juga antar etnis atau negara.. Kebebasan dan hak asasi manusia serta- merta diperdebatkan apabila itu menyangkut kepentingan sosial. umumnya disepakati bahwa hak yang paling mendasar bagi manusia atau yang sering disebut hak asasi mencakup tiga komponen.. 1. Hak Hidup Pengesahan tentang hak asasi ini akan melindungi setiap manusia dari penggunaan kekerasan dari orang lainnya, antara lain hukum-hukum yang melarang pembunuhan, membuat cacat orang lain, pemukulan, atau segala macam kekerasan fisik lainnya.. 2. Hak Bebas Jaminan kebebasan pribadi menyangkut kebebasan untuk berbicara, kebebasan pers atau kebebasan untuk hidup secara damai. Oleh karena itu, suatu sistem sosial yang baik hendaknya mengurangi sesedikit mungkin penyensoran ide, buku, atau aktualisasi diri seseorang.. 3. Hak Milik Hak milik merupakan jaminan atas perlindungan orang dari tindakan penyitaan, perampokan, nasionalisasi, penggelapan atau pelanggaran paten.. Setiap manusia terlahir dengan hak-hak asasi beserta kebebasan untuk memilih yang melekat dalam dirinya. Akan tetapi kebebasan itu menjadi terbatas apabila seseorang berada di tengah suatu sistem sosial. Sekiranya setiap orang menuntut kebebasan mutlak bagi dirinya maka tak bisa dibayangkan betapa kacaunya sistem sosial tersebut.. Berbeda dengan etika individual, etika sosial memiliki keterkaitan antaraspek-aspek yang sangat luas. Etika sosial di samping menyangkut kedudukan individu di tengah suatu sistem sosial juga akan memerlukan lebih banyak konseptualisasi maupun aplikasi yang bersifat multi-facet. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa ia memerlukan pemikiran-pemikiran serius tentang interaksi antar manusia, peran negara secara etis, peran penguasa/pengambil keputusan, dan juga sikap-sikap sosial yang berkembang dalam masyarakat sendiri.. Etika merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh sebab itu, untuk memperoleh pemahaman tentang etika secara menyeluruh kita hendaknya mengkaji kembali perkembangan ilmu ini sejak awal.. Negara Yunani kuno merupakan sumber pemikiran ilmiah yang paling awal. Dari Yunani muncul pemikir-pemikir cemerlang seperti Socrates (470-399 SM), Plato (428- 348 SM), dan Aristoteles (384-322 SM).. Terima Kasih . Slide 1 Slide 2 Slide 3 Slide 4 Slide 5 Slide 6 Slide 7 Slide 8 Slide 9 Slide 10 Slide 11 Slide 12 Slide 13 Slide 14 Slide 15 Slide 16 Slide 17 Slide 18 Slide 19 Slide 20 Slide 21 Slide 22 Slide 23 Slide 24 Slide 25 Slide 26 Slide 27 Slide 28 Slide 29 Slide 30 Slide 31 Slide 32 Slide 33 Slide 34 Slide 35 Slide 36 Slide 37 Slide 38 Slide 39 Slide 40 Slide 41 Slide 42 Slide 43 Slide 44 Slide 45 Slide 46 Slide 47 Slide 48 Slide 49 Slide 50 Slide 51 Slide 52 Slide 53 Slide 54 Slide 55 Slide 56 Slide 57 Slide 58 Slide 59 Slide 60 Slide 61 Slide 62 Slide 63 Slide 64 Slide 65 Slide 66 Slide 67 Terima Kasih .

Referensi

Dokumen terkait

Excessive liquidity increases the resilience of banks during stressful 1 Banks need to keep their liquidity to mitigate problems like liquidity crunch and bank runs in the future, for