• Tidak ada hasil yang ditemukan

FENOMENA KAWIN USIA DINI

N/A
N/A
hm *

Academic year: 2024

Membagikan " FENOMENA KAWIN USIA DINI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PERN IKAHAN

USIA DINI

FENOMENA SOSIAL

ICHA/ 01 NUEL/04 PETER/29 RARA/31 VIOLA/34

(2)

K A U S

S

PERNIKAHAN USIA DINI

adalah pernikahan dimana kedua belah pihak yang

melaksanakan pernihakan

masih di bawah umur “legal”

yakni 19 tahun.

12 TAHUN &

15 TAHUN KARENA

NIKAH

PULANG MALAM?

UMUR 17 TAHUN

NIKAH

KARENA

CINTA?

Pada Januari 2021 di Lombok Tengah, NTB, sepasang siswa berusia 17 tahun menikah karena alasan cinta.

Pada 12 September 2020, seorang anak lelaki berusia 15

tahun menikah dengan anak

perempuan berusia 12 tahun di Lombok Tengah, NTB.

(3)
(4)
(5)

Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU 16/2019) menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun.

Selain itu, menurut Pasal 6 ayat (2) UU Perkawinan, jika calon mempelai belum mencapai usia 21 tahun, diperlukan izin kedua orang tua agar dapat melangsungkan pernikahan. Menurut Pasal 7 ayat (2) UU 16/2019 nikah muda masih dapat dilakukan jika diminta dispensasi kepada pengadilan dengan alasan mendesak dan bukti pendukung yang cukup.

Menurut Hindu, nikah muda bukan pernikahan yang ideal karena

seharusnya menuntut ilmu di usia muda

dan usia minimal untuk menikah adalah 20 tahun.

Gereja Katolik tidak memberi pemberkatan nikah bagi anak-anak di bawah usia 18 tahun dan walau Gereja tidak

melarang menikah muda, diperlukan persetujuan orang tua.

Dalam agama Islam,

tidak ada batasan kapan seseorang dapat

menikah asalkan memenuhi syarat, tidak melanggar agama dan

memenuhi syarat. Tak hanya memandang menikah muda sebagai sesuatu yang halal, menikah muda juga menjadi solusi agar tidak terjadi

perzinahan dan pergaulan bebas.

Beberapa tradisi menjadi penyebab dari pernikahan muda. Beberapa tradisi tersebut adalah tradisi Merariq (kawin lari) di Lombok, NTB yang disalahgunakan untuk membenarkan kawin paksa dan alhasil menjadisalah satu faktor penyebab kawin muda. Ada pula tradisi Tunggon di Wonogiri, Jawa yaitu tradisi ketika seorang anak perempuan di bawah umur yang belum menikah ditunggu oleh seorang lelaki yang ingin menikahinya di rumah sang perempuan.

SEGI AGAMA

SEGI HUK UM

SEGI BUDAY A

(6)

Pendidikan agama seringkali menjadi faktor yang memainkan peran penting dalam membentuk pandangan dan nilai-nilai seseorang terkait pernikahan. Jika agama mengajarkan bahwa perkawinan adalah bagian penting dari kehidupan, individu mungkin cenderung melibatkan diri dalam pernikahan lebih awal. Dalam beberapa masyarakat, keluarga dan komunitas dapat memandang perkawinan anak sebagai suatu bentuk pelestarian nilai-nilai agama dan budaya dan cara untuk mematuhi ajaran agama mereka.

Oleh karena itu, faktor-faktor ini dapat memotivasi perkawinan anak untuk menjaga kesinambungan norma- norma tersebut. Beberapa agama juga memiliki aturan atau ketentuan tertentu terkait pernikahan, termasuk usia minimal untuk menikah.

FAKTOR

AGAMA PENYEB AB

(7)

Faktor ekonomi merupakan salah satu faktor terbesar terjadinya perkawinan anak.

Keluarga yang kurang mampu cenderung berpikir menikahkan anaknya, biasanya anak perempuan yang dinikahkan, sebagai salah satu solusi untuk mengurangi beban ekonomi keluarga. Dengan menikahkan anaknya kepada keluarga yang secara finansial stabil, mereka dapat menerima uang bantuan dan sebagian dari warisan keluarga tersebut, yang dapat membantu mereka secara finansial.

Selain mengurangi beban ekonomi keluarga, perkawinan anak dapat membantu orang tua mengurangi tanggung jawabnya sebagai seorang orang tua. Karena anaknya yang sudah menikah, orang tua dapat melepaskan tanggung jawabnya dalam mengasuh anaknya, melainkan anak perempuannya sudah menjadi tanggung jawab suaminya.

FAKTOR

EKONOM I

PENYEB AB

(8)

Kurangnya pendidikan dapat mengarahkan anak ke berbagai hal yang menyebabkan perkawinan anak.

Sebagai salah satu contoh yaitu, terjadinya seks bebas. Akibat pendidikan dan pengetahuan anak yang kurang, mereka cenderung memiliki rasa tanggung jawab dan kesadaran yang lebih kecil, yang lalu dapat meningkat resiko terjadinya seks bebas dan menyebabkan kehamilan yang tidak sengaja. Terdapat beberapa kasus dimana orang tua terpaksa menikahkan anaknya sebagai solusi atas kehamilan anaknya untuk menjaga reputasi dan nama baik keluarga. Terdapat juga orang tua yang berpikir bahwa menikahkan anaknya merupakan bentuk tanggung jawab dari kesalahan yang kedua anak lakukan.

Kurangnya pendidikan tidak hanya meningkatkan resiko terjadinya seks bebas. Akibat pendidikan yang kurang, kedua anak yang jatuh cinta langsung memutuskan untuk menikah pada usia dini tanpa memikirkan dampak sosial, ekonomi, dan kesehatan dari pernikahan pada usia dini.

PENDI DIKAN

FAKTOR

PENYEB AB

(9)

FAKTOR

SOSIAL

PENYEB AB

Alasan mengapa masih sering terjadinya perkawinan anak adalah akibat masyarakat sekitar yang tidak membantu mencegah perkawinan anak terjadi, membiarkannya terjadi atau bahkan mendukung aksi tersebut.

Terdapat kasus dimana seorang kepala desa tidak melarang

perkawinan anak terjadi. Saat terjadi perkawinan anak di

desanya, kepala desa tersebut tidak mencegahnya dan

membiarkan perkawinan anak tersebut terjadi. Terdapat juga

kasus dimana seorang anak perempuan berusia 12 tahun yang

jalan-jalan bersama pacarnya yang berusia 15 tahun pada

malam hari dan membuat orang tuanya khawatir akan

terjadinya hal yang tidak diinginkan. Maka, orang tua dari

anak perempuan tersebut memaksakan kedua anak tersebut

untuk menikah sebagai salah satu solusi untuk mengurangi

rasa kekhawatirannya (tekanan dari orang tua).

(10)

AYA BUD

Budaya merupakan salah satu faktor terbesar terjadinya perkawinan anak.

Kebanyakan budaya terbentuk pada zaman dahulu, dimana nilai dan norma masyarakat dulu berbeda dengan nilai dan norma sekarang yakni, masih terdapat budaya yang melakukan atau membiasakan perkawinan anak.

Salah satu yang masih terjadi adalah tradisi Merariq/kawin lari yang berasal dari suku Sasak, Lombok, NTB. Tradisi Merariq ini tidak terdapat paksaan untuk melakukan pernikahan dini namun, tradisi ini banyak disalahgunakan dan dijadikan suatu pembenaran oleh warga setempat untuk melakukan perkawinan dini. Karena masalah tersebut, terdapat banyak kasus perkawinan anak yang terjadi khususnya di NTB yang menjadi provinsi dengan kasus perkawinan dini terbanyak di Indonesia.

Dalam kasus seperti ini, biasanya anak tidak memiliki hak untuk menolak pernikahan tersebut akibat budaya yang mereka pegang dan tanggung jawab mereka untuk menurunkan budaya tersebut.

FAKTOR

PENYEB AB

(11)

PUTUS SEKOLAH

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), perempuan berusia 20-24 tahun yang menikah dini ketika berusia di bawah 18 tahun 94,72%

putus sekolah dan 5,28%

masih melanjutkan sekolah.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat pula bahwa lebih dari 100 siswa menikah dini pada usia 15-18 tahun sewaktu pandemi karena faktor ekonomi dan anak yang lebih memilih bekerja dibandingkan bersekolah.

Putus Sekolah 94.7%

Lanjut Sekolah 5.3%

Pernikahan dini yang

mengakibatkan putus sekolah menjadi penyebab dari

PENDIDIKAN RENDAH

EKONOMI

Salah satu faktor penyebab pernikahan dini adalah keinginan untuk memperbaiki kondisi ekonomi. Ironisnya, pernikahan muda justru dapat mengakibatkan perekonomian rumah tangga yang buruk. Hal ini dikarenakan pasangan anak di bawah umur yang pendidikan dan pengalamannya masih kurang belum siap untuk membina rumah tangga dan mencari nafkah. Keterbatasan pendidikan yang dimiliki oleh pasangan yang menikah muda membatasi lapangan kerja yang dapat diakses. Perekonomian akan semakin memburuk jikalau pasangan nikah muda sudah memiliki anak karena kebutuhan yang bertambah semakin mendesak. Tentu ada keluarga yang ekonominya terbantu karena perkawinan dini. Namun, ada pula keluarga yang ekonominya memburuk karena perkawinan dini.

DAMPAK

(12)

DAMPAK

TERANCAMNYA KESEHATAN IBU DAN ANAK

MASALAH MENTAL &

EMOSIONAL

UNICEF menyatakan bahwa remaja belum memiliki kemampuan untuk mengendalikan emosi dan mengambil keputusan yang bijak. Pernikahan muda membuat anak kehilangan masa muda dan memaksa mereka untuk menjadi lebih dewasa. Lelaki diperlukan sebagai tulang punggung keluarga di usia yang muda dan perempuan yang mengalami hamil muda rentan mengalami depresi, cemas, stres, trauma, dan lain sebagainya. Perempuan rentan mengalami masalah mental dan emosional karena pengalaman hamil muda yang dapat menjadi cukup traumatis karena adanya kemungkinan keguguran dan kematian.

Masalah mental dan emosional yang dialami bahkan dapat mengakibatkan pasangan kawin dini untuk berpaling pada alkohol, narkoba, rokok, dan lainnya.

Pernikahan muda mengakibatkan berbagai komplikasi kesehatan yang dialami oleh ibu muda dan anaknya. Hal ini disebabkan oleh karena organ reproduksi anak perempuan yang belum cukup matang untuk mendukung pertumbuhan janin yang optimal. Terlebih lagi, ukuran panggul perempuan di bawah umur yang belum berkembang secara maksimal dan belum siap untuk melahirkan dapat menggangu proses melahirkan. Anak perempuan terancam mengalami robekan pada jalan lahir, pendarahan, kanker mulut rahim, anemia, IMS (Infeksi Menular Seksual), HIV/AIDS, dan bahkan kematian.

Selain mengancam kesehatan ibu, kesehatan anak juga dapat terancam jika selama di dalam kandungan sang bayi kekurangan gizi yang dibutuhkan. Anak tersebut dapat terkena stunting yakni gagal tumbuh yang dapat menyebabkan perkembangan otak, metabolisme, dan pertumbuhan fisik anak terganggu. Selain itu, terdapat kemungkinan lahirnya bayi secara prematur, berat badan bayi yang rendah, dan kematian.

(13)

DAMPAK

KDRT PERCERAIAN

Anak yang terpaksa dewasa dan menghadapi berbagai tanggung jawab serta konflik dalam diri menjadi penyebab dari terjadinya KDRT.

KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga) terjadi karena anak yang masih belum dapat mengolah emosi dengan baik memilih untuk meluapkannya dalam bentuk kekerasan, baik secara verbal atau fisik.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Plan Indonesia di 8 kabupaten yakni Indramayu, Grobogan, Rembang, Tabanan, Dompu, Timor Tengah Selatan, Sikka, dan Lembata selama Januari-April 2011, 44% anak perempuan yang menikah muda mengalami KDRT dengan tingkat frekuensi tinggi dan 56% sisanya mengalami KDRT dengan tingkat frekuensi rendah.

KDRT Frekuensi Rendah 56%

KDRT Frekuensi Tinggi 44%

Konflik dalam rumah tangga akhirnya berujung dengan

Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin, mengatakan bahwa pada tahun 2022, dari 1.498 kasus perceraian, sebanyak 1.153 kasus adalah gugat cerai. 50% dari angka tersebut adalah hasil pernikahan usia dini. Menurut data dari pengadilan agama tahun 2017, terdapat 415.848 perkara perceraian yang masuk ke pengadilan agama. Dari angka tersebut, sebanyak 374.516 perkara sudah diputus.

Dari perkara perceraian yang sudah diputus itu, sebanyak 105.266 perkara dipicu oleh masalah ekonomi.

(14)

Untuk mengatasi pernikahan usia dini di Indonesia, pemerintah perlu meningkatkan akses dan kualitas pendidikan bagi anak-anak Indonesia terutama anak - anak perempuan. Ini termasuk membangun infrastruktur pendidikan yang memadai, memberikan beasiswa, dan mengembangkan program pendidikan seksual yang komprehensif. Dengan pendidikan yang lebih baik, anak- anak Indonesia akan lebih mungkin melanjutkan pendidikan mereka, meningkatkan pengetahuan tentang hak-hak mereka, dan memiliki peluang yang lebih baik untuk mengambil kendali atas masa depan mereka, termasuk keputusan perkawinan.

PENANGGULANGAN

PENINGKATAN PENDIDIKAN PENEGASAN HAM MASYARAKAT

Masyarakat memiliki peran kunci sebagai pendorong perubahan yang paling kuat di suatu daerah.

Kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat dalam isu-isu seperti pernikahan usia dini adalah kunci untuk mengubah norma sosial, melindungi hak asasi anak-anak, dan menciptakan linkungan yang mendukung perkembangan yang sehat bagi generasi muda. Dengan memberikan dukungan, pendidikan, dan pelaporan tindakan yang merugikan, masyarakat dapat menjadi kekuatan positif yang membantu mengatasi praktik-praktik pernikahan usia dini dan mendorong perubahan dalam keadaan sosial di suatu daerah.

Penegasan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam konteks pernikahan usia dini adalah langkah yang penting dan harus segera dilakukan oleh pemerintah, karena praktik ini melanggar hak anak-anak untuk menjaga kesehatan reproduksi, otonomi dalam keputusan perkawinan, dan perlindungan hukum dari perkawinan paksa atau kontrak. Pemerintah harus memastikan perlindungan kesehatan organ reproduksi anak-anak, melarang perkawinan tanpa persetujuan bebas, memberikan hak otonomi dalam memilih pasangan hidup, dan memberikan perlindungan hukum yang kuat untuk menuntut mereka yang melanggar HAM anak- anak dalam konteks pernikahan usia dini, termasuk perkawinan paksa atau kontrak. Ini adalah langkah krusial dalam menjaga hak-hak dasar anak-anak dan mencegah praktik yang merugikan masa depan generasi muda.

Referensi

Dokumen terkait

Menikah di usia dini merupakan realita yang harus dihadapi sebagian anak di seluruh dunia, terutama negara berkembang. Pernikahan usia dini adalah pernikahan yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan cinta yang ditinjau dari faktor demografis (usia, usia pernikahan, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan) pada

Kedua, terkait dengan fakta-fakta yang menunjukkan bahwa usia Aisyah RA adalah 6 tahun saat menikah dan 9 tahun ketika mulai tinggal bersama Nabi SAW juga diriwayatkan

Orang tua yang menikah usia dini akan memberikan dampak pada pola asuh anak yang kurang baik, dikarenakan ketidaksiapan secara psikologis untuk menjalani suatu

(47,8%) wanita yang menikah satu tahun terakhir menikah pada usia dini, lebih dari separoh (61,2%) memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang pernikahan dini,

Pernikahan Usia Muda yang dilakukan para remaja mayoritas menikah di usia 15-19 tahun. Alasan menikah di usia muda yang paling tinggi dikarenakan keinginan sendiri

Penelitian Stang (2011), menunjukkan bahwa pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan dampak pernikahan di bawah usia 20 tahun, kehamilan pada remaja akibat pergaulan bebas

Pernikahan Usia Muda yang dilakukan para remaja mayoritas menikah di usia 15-19 tahun. Alasan menikah di usia muda yang paling tinggi dikarenakan keinginan sendiri