• Tidak ada hasil yang ditemukan

Filosofi dan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang cocok diterapkan untuk siswa SMK adalah

N/A
N/A
affan taruna

Academic year: 2023

Membagikan "Filosofi dan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang cocok diterapkan untuk siswa SMK adalah"

Copied!
1
0
0

Teks penuh

(1)

REFLEKSI DWI MINGGUAN CALON GURU PENGGERAK MODUL 1.1 AFFAN TARUNA, S.T , Guru Program Keahlian Teknik Elektronika Industri SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli, Serdang Sumatera Utara

Tulisan ini adalah refleksi saya selama 2 minggu ini telah belajar bersama Instruktur, Fasilitator, Pengajar dan rekan sesama Calon Guru Penggerak. saya teringat tentang guru saya saat menjadi siswa SMK, Guru tersebut bernama Ibu Roslita Situmorang pada saat itu ibu tersebut menjadi guru produktif keahlian mata pelajaran Teknik Digital, pengalaman saya terhadap ibu tersebut adalah saya selalu dibimbing secara baik , ramah dan selalu menanamkan budi pekerti yang baik, beliau membimbing saya dengan tulus dan jika saya tidak faham beliau bersedia membimbing saya walaupun tidak pada jam pelajaran. saat ini saya mengajar di SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan bersama dengan ibu tersebut kami bersama sama mengajar di jurusan yang sama, dan saya masih belajar bersama beliau sampai sekarang.

Filosofi dan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang cocok diterapkan untuk siswa SMK adalah,

Pendidikan untuk Kemandirian: Salah satu pemikiran utama Ki Hajar Dewantara adalah tentang pentingnya mendidik siswa agar menjadi individu yang mandiri. Ini juga berlaku untuk siswa SMK. Ki Hajar Dewantara percaya bahwa pendidikan harus membantu siswa mengembangkan keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang diperlukan untuk menjadi individu yang mandiri dan produktif di masyarakat

Kemandirian yang saya terapkan pada siswa saya adalah saya melakukan observasi secara mandiri untuk menilai karakteristik siswa saya contoh nya yang berkaitan dengan ketreampilan awal yang dimilikinya sepeerti menggambar, mendesain, menganalisis, merakit (assembly), dari jenis ketrampilan tersebut dibentuklah satu kelompok belajar yang terdiri dari beberapa kategori ketreampilan , setelah kelompok belajar terbentuk saya bersama team guru produktif keahlian memberikan proyek proyek di luar jam pelajaran.

Pendidikan yang Relevan dengan Kehidupan: Ki Hajar Dewantara menekankan pentingnya pendidikan yang relevan dengan kehidupan nyata. Bagi siswa SMK, ini berarti pendidikan harus terkait dengan keterampilan dan keahlian yang akan mereka gunakan dalam karier mereka nanti.

Pendidikan di SMK harus mampu mempersiapkan siswa untuk masuk ke dunia kerja dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan. pada sekolah saya di SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan setiap tahun ajaran baru kami beserta unsur manajemen sekolah (Kepala Sekolah, WaKa Kurikulum, Waka Humas dan Ketua Program Keahlian Menyusun kegiatan bersama Dunia Industri dan Dunia Usaha melaskukan Penyelarasan Kurikulum Khusus Mapel Program Keashlian , sehingga Teknologi yang dipakai di industri dapat disesuaikan dengan pembelajaran di SMK.

Pengembangan Kreativitas: Ki Hajar Dewantara mendorong pengembangan kreativitas dan bakat individu. Bagi siswa SMK, ini dapat berarti menemukan dan mengasah bakat dalam bidang-bidang seperti teknologi, seni, desain, atau keterampilan praktis lainnya yang sesuai dengan program kejuruan mereka. dalam bidang teknologi siswa saya di jurusan teknik elektronika telah menunjukkan perannya. mereka siap menerima tantangan dari pihak luar (TNI AD KAV 6 /NK KODAM 1 BB) untuk mengembangkan Teknologi Pada Kenderaan Tempur TANK AMX 13 tahun 1950 buatan Prancis,

(2)

sistem pada kenderaan twempur tersebut masih analog, saya bersama siswa melakukan riset agar kenderaan tempur tersebut tersentuh teknologi digital, maka terciptalah karya “On/Off Tank AMX 13 Menggunakan Teknologi IoT SmartPhone berbasis Android”

Membentuk Karakter yang Baik: Ki Hajar Dewantara menekankan pentingnya pendidikan karakter.

Ini berlaku untuk semua jenis sekolah, termasuk SMK. Siswa SMK harus dibimbing untuk menjadi individu yang jujur, bertanggung jawab, disiplin, dan memiliki nilai-nilai positif.

Keterlibatan Keluarga dan Masyarakat: Ki Hajar Dewantara memahami bahwa pendidikan tidak hanya tanggung jawab sekolah, tetapi juga melibatkan keluarga dan masyarakat. Siswa SMK juga harus memahami pentingnya dukungan dari keluarga dan bagaimana keterlibatan masyarakat dapat membantu perkembangan mereka.

Penghormatan terhadap Identitas dan Budaya Lokal: Ki Hajar Dewantara mengajarkan penghormatan terhadap identitas dan budaya lokal. Bagi siswa SMK, ini dapat berarti menghargai kearifan lokal dan tradisi dalam keterampilan dan pengetahuan yang mereka pelajari.

Pembelajaran Sebagai Proses Seumur Hidup: Ki Hajar Dewantara mengajarkan bahwa pembelajaran tidak berhenti setelah sekolah berakhir. Siswa SMK harus menyadari bahwa mereka harus terus belajar dan mengembangkan keterampilan sepanjang hidup mereka, mengikuti perkembangan di bidang kejuruan mereka.

Perspektif Reflektif Kritis Tentang Pemikiran Filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

Ki Hadjar Dewantara adalah sosok yang memberikan kontribusi penting dalam pengembangan pendidikan di Indonesia, terutama dalam mengajukan gagasan-gagasan yang berfokus pada budaya lokal dan kemerdekaan pemikiran. Meskipun pandangan-pandangannya perlu dilihat dalam konteks sejarah dan situasi saat itu, refleksi kritis tetap diperlukan untuk mengaplikasikan nilai-nilai yang relevan dan relevansi dalam konteks pendidikan modern.

Pendidikan Berbasis Kebudayaan Lokal: Salah satu konsep utama dalam pemikiran Ki Hadjar Dewantara adalah pentingnya pendidikan yang berakar pada budaya dan nilai-nilai lokal. Ia mendukung gagasan bahwa pendidikan seharusnya tidak hanya mengajarkan pengetahuan akademik, tetapi juga memperkuat identitas budaya dan nasional. Namun, dari perspektif reflektif kritis, mungkin perlu dicermati sejauh mana pendekatan ini dapat memberikan keseimbangan antara membangun identitas budaya lokal dengan membuka pintu untuk pengetahuan global yang penting dalam dunia yang semakin terhubung.

Kritis terhadap Kolonialisme dan Imperialisme: Ki Hadjar Dewantara menentang kolonialisme dan imperialisme dalam dunia pendidikan. Ia melihat pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah kolonial sebagai upaya untuk mengendalikan dan mengubah pikiran masyarakat. Dari perspektif reflektif, pandangan ini dapat dianggap sebagai respons yang masuk akal terhadap dominasi asing, tetapi juga dapat menyebabkan pembatasan dalam pengakuan terhadap sumbangan positif dari sistem pendidikan luar.

(3)

Pendidikan untuk Pembebasan: Ki Hadjar Dewantara mengadvokasi pendidikan sebagai sarana pembebasan manusia dari keterbelakangan dan penindasan. Namun, dalam mengapresiasi pandangan ini secara reflektif kritis, perlu diperhatikan bahwa pendidikan sebagai pembebasan harus diterjemahkan dalam praktik yang mengajarkan keterampilan kritis, analitis, dan kreatif kepada siswa, sehingga mereka dapat mengambil peran aktif dalam mengatasi masalah sosial dan mewujudkan perubahan positif.

Kesetaraan dalam Pendidikan: Ki Hadjar Dewantara menekankan pentingnya memberikan akses pendidikan kepada semua lapisan masyarakat, termasuk mereka yang kurang beruntung. Ini adalah pandangan yang kuat dan penting dalam konteks kesetaraan. Namun, dalam menerapkan pandangan ini, tantangan nyata mungkin muncul dalam hal sumber daya, kualitas pengajaran, dan dukungan yang diperlukan untuk mengatasi kesenjangan yang ada.

Pendidikan Karakter: Ki Hadjar Dewantara berpendapat bahwa pendidikan seharusnya tidak hanya berfokus pada aspek akademik, tetapi juga pada pembentukan karakter dan kepribadian yang kuat.

Meskipun pandangan ini penting dalam membentuk warga negara yang berkualitas, perlu diakui bahwa definisi karakter yang diinginkan dapat bervariasi dalam masyarakat yang kompleks dan multikultural.

Pendidikan untuk Mendorong Kreativitas: Ki Hadjar Dewantara mengutuk pendidikan yang hanya menghafal dan mengejar nilai tinggi tanpa membangun kreativitas dan pemikiran mandiri. Dari perspektif reflektif, pandangan ini memang relevan dalam menghadapi tantangan zaman modern yang menuntut keterampilan berpikir kritis, inovasi, dan adaptasi.

Ki Hadjar Dewantara adalah sosok yang memberikan kontribusi penting dalam pengembangan pendidikan di Indonesia, terutama dalam mengajukan gagasan-gagasan yang berfokus pada budaya lokal dan kemerdekaan pemikiran. Meskipun pandangan-pandangannya perlu dilihat dalam konteks sejarah dan situasi saat itu, refleksi kritis tetap diperlukan untuk mengaplikasikan nilai-nilai yang relevan dan relevansi dalam konteks pendidikan modern.

Di bawah ini adalah cara bagaimana konsep menuntun siswa belajar dapat dilihat dari sudut pandang sosiokultural:

1. Budaya sebagai Konteks Pembelajaran: Budaya merupakan elemen utama dalam konteks sosiokultural. Guru perlu memahami budaya siswa dan mengintegrasikannya ke dalam proses pembelajaran. Ini bisa melibatkan memilih contoh-contoh yang relevan dari budaya siswa atau memahami bagaimana budaya memengaruhi persepsi mereka terhadap pembelajaran.

2. Pendidikan Berbasis Masyarakat: Pendekatan sosiokultural menekankan pentingnya penggunaan pengetahuan dan pengalaman lokal sebagai landasan untuk pembelajaran.

Guru dapat mengaitkan pembelajaran dengan realitas dan konteks lokal siswa, sehingga membuat pembelajaran lebih bermakna dan relevan.

3. Kolaborasi dan Interaksi Sosial: Lingkungan sosial memainkan peran penting dalam mendukung kolaborasi dan interaksi antara siswa. Menuntun siswa belajar dalam konteks sosiokultural melibatkan pembelajaran kooperatif, diskusi kelompok, dan proyek bersama.

(4)

Interaksi dengan teman sebaya juga dapat meningkatkan pemahaman dan memfasilitasi pembelajaran.

4. Pemahaman Multi Perspektif: Budaya yang beragam dalam masyarakat membawa banyak perspektif yang berbeda. Menuntun siswa belajar dalam konteks sosiokultural berarti memungkinkan siswa untuk memahami berbagai sudut pandang dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis.

5. Lingkungan Pembelajaran yang Inklusif: Pendekatan sosiokultural menekankan inklusivitas, yaitu memastikan bahwa setiap siswa, termasuk yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar. Guru perlu

mengidentifikasi kebutuhan unik setiap siswa dan menyediakan dukungan yang sesuai.

6. Peran Model dan Pengalaman: Guru dapat bertindak sebagai model peran dengan menunjukkan bagaimana belajar terus-menerus terjadi dalam kehidupan dan bagaimana memanfaatkan pengalaman pribadi sebagai sumber pembelajaran.

7. Teknologi dalam Konteks Sosiokultural: Teknologi juga dapat digunakan untuk

mengintegrasikan aspek sosiokultural dalam pembelajaran. Misalnya, menggunakan platform online untuk berbagi cerita budaya atau mendorong interaksi antara siswa dari berbagai latar belakang.

8. Pengenalan terhadap Perspektif Global: Sosiokultural tidak hanya berfokus pada budaya lokal, tetapi juga membuka jendela ke dunia global. Guru dapat membantu siswa memahami hubungan antara budaya lokal dengan budaya global, sehingga mengembangkan wawasan global yang lebih luas.

kekuatan pemikiran KHD yang menebalkan laku murid di kelas atau disekolah sesuai dengan konteks lokal sosial budaya adalah Budaya sebagai Konteks Pembelajaran, Pendidikan Berbasis Masyarakat, Kolaborasi dan Interaksi Sosial, Pemahaman Multi Perspektif, Lingkungan Pembelajaran yang Inklusif, Peran Model dan Pengalaman, Teknologi dalam Konteks Sosiokultural, Pengenalan terhadap Perspektif Global. Pendekatan menuntun siswa belajar dalam konteks sosiokultural adalah tentang menciptakan lingkungan pembelajaran yang responsif, inklusif, dan relevan dengan dunia di sekitar mereka.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menemukan bahwa konsep pendidikan karakter Thomas Lickona dan Ki Hajar Dewantara adalah bagaimana seluruh elemen sosial memiliki peranan kuat pada proses