p-ISSN 2089-9955
e-ISSN 2355-8539 xx (x); xxxx; xxx-xxx
KONSELI: Jurnal Bimbingan dan Konseling (E-Journal)
Penerapan Bimbingan Kelompok Model Achieving Success Everyday (Ase) Untuk Mengembangkan Daya Apung Akademik (Academic Bouyancy) Siswa
Mawarni Anisa1, Ilfiandra2, Sugandhi Nani3,Thahir Andi4
1Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, Indonesia
2Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia
3Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia
4Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, Indonesia Email Address: [email protected]
Submitted : 14-04-2022, Revised : dd-mm-yyyy, Accepted : dd-mm-yyyy
Abstract: The high academic challenges for high school students make many students unable to adapt to be able to live an academic life. The ability to have academic buoyancy is very important for students to be able to adapt to overcome academic challenges. The purpose of this study was to determine the application of group guidance services using the achieving success everyday model to develop students' academic buoyancy. The research uses a qualitative approach which is specifically directed at the use of the simple case hermeneutic method which describes and comprehensively explains various aspects of a group, qualitative phenomena (language, text, communication, meaning, and experience). The results of the study show the steps of the Achieving Success Everyday (ASE) Model Group Guidance process to develop academic Buoyancy for Students, which include: 1) Assessment phase 2) Review phase 3) Introduction phase 4) Challenge phase 5) Empowerment and development phase 6) Support phase.
Keywords: Group guidance, Achieving Success Everyday Model, academic buoyancy
Abstract: Tingginya tantangan akademik bagi siswa sekolah menengah atas membuat banyak siswa tidak dapat menyesuaikan diri untuk dapat menjalani kehidupan akademik, Kemampuan memiliki daya apung akademik (academic buoyancy) sangat penting untuk dimiliki siswa agar mampu beradaptasi mengatasi tantangan akademik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan layanan bimbingan kelompok dengan menggunakan model achieving success everyday (ase) untuk mengembangkan daya apung akademik (academic bouyancy) siswa. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif yang secara spesifik lebih diarahkan pada penggunaan metode hermeneutic simple case yang menguraian dan penjelasan secara komprehensif mengenai berbagai aspek suatu kelompok, fenomena kualitatif (bahasa, teks, komunikasi, makna, dan pengalaman). Hasil penelitian menunjukan langkah-langkah proses Bimbingan Kelompok Model Achieving Success Everyday (ASE) untuk Mengembangkan Daya Apung Akademik (Academic Bouyancy) Siswa yaitu mencangkup: 1)Fase penilaian 2) Fase peninjauan 3) Fase perkenalan 4) Fase tantangan 5)Fase pemberdayaan dan 6) Fase dukungan.
Kata kunci: Model Achieving Success Everyday, daya apung akademik
Introduction
Kesuksesan akademik merupakan dambaan bagi setiap peserta didik. Sebagian besar peserta didik mengalami tantangan akademis, kemunduran, dan stres yang sebagai besar tumbuh dan terjadi dalam kehidupan sekolah sehari-hari (Martin, Colmar, Davey, & Marsh, 2010). Ketika peserta didik memasuki usia remaja, tengah menginjak usia 16-18 tahun, sangat penting untuk tidak hanya memahami kesulitan akademis yang peserta didik alami dan hadapi namun juga cara adaptif yang harus peserta didik pahami dan hadapi (Martin, et al, 2010; Martin & Marsh, 2006, 2008a, b, 2009). Peserta didik yang mengalami kurang berprestasi kronis, perasaan cemas yang luar biasa yang menimbulkan aksi lain, kegagalan atau kegelisahan kronis, menimbukan kecemasan dan depresi, kebodohan dan kekecewaan total dari sekolah, keterasingan yang komprehensif dan konsisten atau penolakan terhadap guru (Egeland & Farber, 1987; Luthar, 1991; Luthar, Doernberger, & Zogler, 1993;
Sandler, wolchik, Davis, Haine, & Ayers, 2003; Fergus & Zimmermand, 2005; Perez,
Espinoza, & Coronando, 2009), memiliki fisiologis tubuh yang tidak sempurna dan kondisi keluarga yang buruk (Benishek & Lovez, 2001).
Komponen penting dalam beradaptasi terletak pada kemampuan siswa untuk menjadi apung (bouyancy) dalam menghadapi tantangan akademis. Konstruksi daya apung akademik muncul dari penelitian academic resilience, yang berasal dari literatur mengenai anak-anak yang berisiko psikopatologi menggambarkan para siswa yang meski mengalami akut, kesulitan parah dan kronis, berhasil berhasil secara akademis (Masten, 1994; Masten, Best, & Garmezy, 1990; Masten, Herbers, Cutuli,
& Lafavor, 2008; Rutter, 1990). Daya apung akademis adalah konstruksi yang dibingkai dari perspektif berorientasi aset dalam konteks psikologi positif (Fredrickson, 2001; Martin & Marsh, 2006). Dari pada fokus pada risiko psikopatologi, penelitian tentang daya apung akademik berfokus pada sejauh mana siswa dapat memenuhi perjuangan dan tantangan akademis sehari-hari yang dihadapi kebanyakan siswa di sekolah (Martin & Marsh, 2008a).
Daya apung akademik merupakan kemampuan individu untuk dapat menghadapi penurunan akademis dan tantangan akademis sehari-hari yang khas dari kehidupan di sekolah. Individu yang memiliki daya apung memiliki keyakinan dan kepercayaan diri untuk menyelesaikan tugas (confidence), kemampuan membuat perencanaaan (coordination), komitmen diri dalam penyelesaian tugas (commitment), kemampuan untuk dapat memahami masalah dan mencari solusi dari permasalahan (compusure), dan keyakinnan mengontrol diri untuk dapat berhasil mengerjakan tugas (control) (Marsh & Martin, 2007; Marsh & Martin, 2008).
Tantangan, hambatan dan bahkan tuntutan dalam akademik selalu hadir dalam setiap keseharian siswa (Dwyer & Cummings, 2001). Sebagian besar siswa mengalami tantangan akademis, kemunduran, dan stres dari kehidupan sehari-hari di sekolah (Martin, Colmar, Davey, & Marsh, 2010). Siswa mengalami kesulitan yang tinggi pada setiap semester (Robotham, 2008), mendapatkan perasaan tertekan terhadap beban tugas (Reisberg, 2000), kesulitan mempersiapkan ujian (Karagiannopoulou & Kamtsios, 2016), perasaan cemas dan takut gagal (Gibbons, 2015; Kamtsios & Karagiannopoulou 2015; Schafer, 1996; Tyrrel, 1992) rendah manajemen waktu dalam belajar (Robotham, 2008), rendah motivasi belajar (Tyrrel, 1992), bahkan bagi siswa Sekolah Menengah Atas untuk memasuki Perguruan Tinggi dan menghadapi test ujian menjadi sumber ketegangan dan tantangan paling berat untuk dialami siswa (McGowen, Gardner, & Fletcher, 2006; Gibbons, Dempster, &
Moutray, 2008; Heikkila, Lonka, Niemine, & Niemivitra, 2012; Gibbons, 2015).
Acuan teori tersebut memiliki kondisi yang sama dalam hasil studi pendahuluan terhadap 129 siswa SMA Negeri 10 Bandar Lampung dalam mengetahui tingkat ketangguhan academik. Ketangguhan akademik siswa di SMA Negeri 10 Bandar Lampung memiliki rata-rata skor 23 dari nilai ideal skor 36 berdasarkan Academic Hardiness Scall (AHS). Masing-masing aspek memiliki presentase 66,5%
untuk aspek komitment, 22,7% untuk aspek kontrol diri dalam akademik, dan tantangan 25,6 %. Selain itu hasil intrument daftar cek masalah pada masalah akademis dan pertanyaan terbuka yang diberikan kepada 180 siswa di dapatkan persentase paling tinggi yaitu merasa miliki banyak tugas sebesar 83, 6 %, dan merasa jenuh dalam belajar 82 %.
Sangat penting bagi peserta didik untuk tidak hanya memahami kesulitan akademis yang di hadapi namun yang utama adalah cara adaptif yang harus siswa pahami dan lakukan (Martin, et al, 2010; Martin & Marsh, 2006, 2008, 2009).
Komponen penting dalam beradaptasi terletak pada kemampuan siswa untuk menjadi apung (bouyancy) dalam menghadapi tantangan akademis. Konstruksi daya apung
akademik muncul dari penelitian ketahanan akademic (academic resilience), yang muncul dari literatur mengenai anak-anak yang berisiko pada psikopatologi (Masten, 1994; Masten, Best, & Garmezy, 1990; Masten, Herbers, Cutuli, & Lafavor, 2008;
Rutter, 1990).
Daya apung akademik menyediakan kerangka kerja terhadap peserta didik untuk bereaksi terhadap tantangan akademis sehari-hari di sekolah dengan cara yakin pada dirinya sendiri dapat mengerjakan tugas, ulangan dan ujian dengan baik (self-efficacy), mampu membuat perencanaan dalam mengerjakan tugas-tugas, ulangan dan ujian (planning), memiliki kesungguhan dan tidak mudah untuk menyerah ketika dihadapkan pada tugas-tugas, ulangan, atau ujian yang sulit (persistence), tidak mudah merasa cemas ketika dihadapkan pada tugas, ulangan atau ujian yang sulit (low of anxiety), dan menganggap keberhasilan atau kegagalannya dalam melakukan tugas atau ujian bukan dari pengaruh orang lain atau hal-hal lain yang tidak diketahui (uncertain control). (Martin & Marsh, 2006; 2008; 2009). Hubungan positif antara kelima proses tersebut yang digunakan pada daya apung akademik dapat meningkatkan confidence, coordination, commitment, compusure, dan control sehingga mengarahkan individu pada kesuksessan akademik di setiap harinya (Indreicaa, Cazanb, &
Truta, 2011).
Daya apung akademik adalah produk dari daftar panjang penelitian mengenai ketahanan (resiliensi) (Egeland & Farber, 1987; Luthar, 1991; Luthar, Doernberger, &
Zigler, 1993; Sandler, Wolchik, Davis, Haine, & Ayers, 2003; Fergus & Zimmerman, 2005; Perez, Espinoza, Ramos, Coronado & Cortes, 2009). Academic bouyancy merupakan subtema dari resiliensi (Martin & Marsh, 2007). Itulah sebabnya dalam berbagai penelitian mengukur kemampuan yang dalam mengatasi kemunduran dan tantangan akademis. Dalam penelitian ini, terdapat kebutuhan untuk memanfaatkan perbedaan antara keduanya namun sangat dimungkinkan untuk memberikan intervensi sehingga kesuksesan akademik dapat tercapai.
Daya apung akademik telah banyak diteliti pada tingkat Menengah Atas dan Perguruan Tinggi (Chen, Piotrowski, & Stcks, 2013; Collie, J. & Martin, J., 2014). Pengembangan instrumen daya apung akademik juga telah ada pada tingkat menengah (Martin, J. & Marsh, W., 2008) dan Perguruan Tinggi (Piosang, 2016) sedikitnya penelitian yang ada yang berfokus pada bagaimana siswa menanggapi tantangan akademis dan kemunduran akademis.
Konstruksi daya apung ditawarkan sebagai jalur menuju area penelitian baru untuk mengeksplorasi perilaku siswa.
Berbagai penelitian mengenai daya apung akademik lebih banyak pada pengukuran psikometrik untuk menguji validitas dari sebuah konsep daya apung akademik (Martin & Marsh, 2009), penelitian-penelitian sebelumnya mengarah kepada menguji model daya apung akademik yang berhubungan dengan berbagai faktor-faktor dan variabel yang mempengaruhinya namun pada penelitian yang berusaha dalam membuat suatu cara atau formula dalam mengembangkan atau meningkatkan daya apung akademik masih sangat jarang ditemukan.
Layanan bimbingan kelompok sangat berarti bagi konselor di sekolah untuk mendukung prestasi akademik siswa (Bostick & Anderson, 2009; Brigman &
Campbell,b2003; Bruce, Getch, & Ziomek-Daigle, 2009; Shi & Steen, 2012; Webb, Brigman, & Campbell, 2005). Berbagai penelitian menunjukkan bimbingan kelompok yang digunakan di sekolah berhasil meningkatkan keterampilan sosial-pribadi dan pengembangan akademis (Brigman & Campbell, 2003; Brigman, Webb, & Campbell, 2007; Kayler & Sherman, 2009; Steen, 2009, 2011; Steen & Kaffenberger, 2007, Webb & Brigman, 2006). Model Achieving Success Everyday (ASE) diciptakan bagi konselor sekolah untuk membantu siswa mengeksplorasi pribadi-sosial dan strategi belajar yang dapat mendukung usaha akademis siswa (Steen, 2011). Model ASE
menyediakan informasi tentang bagaimana mempersiapkan, melaksanakan, dan mengevaluasi intervensi konseling kelompok dengan cara yang sesuai perkembangan (Steen, 2011). ASE berasal dari organisasi profesi: Association for Specialists in Group Work (ASGW) (ASGW, 2008) dan ASCA National Standards for School Counseling Programs (ASCA, 2005).
Bimbingan kelompok model Achieving Success Everyday (ASE) terbukti efekti mereduksi dan sebagai langkah preventif terhadap kemunduran akademik (Fontana, Hyra, Godfrey, &
Cerhak, 1999), dapat digunakan dalam kontribusi pada tubuh pengetahuan tentang daya apung akademik, yang dapat membantu dalam mengembangkan pemahaman yang lebih baik dari variabel-variabel yang mempengaruhi akademik dan pencapaian hasil akademik, seperti keberhasilan dan pemenuhan pekerjaan masa depan (Coetzee & Harry, 2014). Implementasi daya apung akademik pada individu adalah individu mampu memiliki sikap optimis, kesehatan fisik dan mental, perkembangan kepribadian, dan well-being, (Enccles, & Barbel, 2004), meningkatkan harga diri siswa (Qushi & Steen, 2011), ketahanan akademik (academic resilience) (Joyrice & Steen, 2014), dan prestasi yang membanggakan, (Maddi, Harvey, Khoshaba, Mostafa Fazel, 2012; Creed, Elizabeth G. Conlon, & Dhaliwal, 2015).
Penerapan bimbingan kelompok dengan model achieving success everyday mempengaruhi daya apung akademik siswa, telah dibuktikan terhadap ketahanan akademik dan peningkatan harga diri siswa (Joyrice & Steen, 20111; Qushi & Steen, 2014) Mengingat kritisnya peran yang dimainkan intervensi layanan bimbingan yang dilakukan konselor/ guru Bimbingan dan Konseling dalam mengembangkan daya apung akademik, penelitian lebih lanjut dibutuhkan mengenai bagaimana peranan bimbingan kelompok Model ASE mempengaruhi peserta didik dalam proses dan hasil yang dilakukan oleh seorang guru Bimbingan dan Konseling/ konselor sekolah di SMA Negeri 10 Bandar Lampung untuk mengembangkan daya apung akademik.
Method
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang secara spesifik lebih diarahkan pada penggunaan metode hermeneutic simple case. Alasan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif adalah karena penelitian kualitatif memberi titik tekan pada makna, yaitu fokus penelaahan terpaut langsung dengan masalah kehidupan manusia (Sudarwan Danim, 2002, hlm. 51). Sedangkan metode hermeneutic simple case adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu suatu kelompok, suatu organisasi, atau suatu situasi sosial penekanan pada fenomena kualitatif (bahasa, teks, komunikasi, makna, dan pengalaman) memiliki predisposisi terhadap bentuk representasi data kualitatif dan presentasi. (Patterson & Williams, 2002). penelitian hermeneutic simple case adalah agar penelitian dapat menguraikan secara mendalam serta memahami kehidupan masa kini siswa yang memiliki daya apung akademik yang rendah dari aspek psikologis, sosial, dan akademik. Selain itu, diharapkan melalui studi kasus, penelitian ini dapat menjelaskan secara komprehensif dinamika transisi kehidupan siswa yang memiliki daya apung akademik rendah di sekolah.
Informan dalam penelitian ini adalah siswa yang berusia (14-18 tahun) yang memiliki daya apung akademik rendah. Pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan (Moleong, 2000:224), maka pengambilan informan dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik Purposive Sampling dengan kriteria, yaitu:
1. Informan merupakan siswa SMA Negeri 10 Bandar Lampung, karena peneliti akan meneliti terkait kehidupan masa kini siswa yang memiliki daya apung akademik rendah yang ersekolah di SMA Negeri 10 Bandar Lampung. Peneliti memilih SMA Negeri 10
Bandar Lampung karena sekolah tersebut memiliki nilai majemuk yang tinggi karena siswa yang bersekolah disana sangat beragam dari berbagai latar belakang dan kelas sesial yang berbeda-beda
2. Informan merupakan bagian dari kelompok yang memiliki jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang memiliki kemunduran akademik. Peneliti memilih subjek yang berasal dari kelompok bimbingan karena lebih dapat di identifikasi dalam perbandingan dari siswa yang memiliki kemunduran akademik lainya
3. Usia informan memasuki masa remaja (berkisar antara 14-18 tahun), karena pada usia tersebut, seseorang memasuki tahap kehidupan yang memiliki banyak perubahan atau transisi.
4. Pernah mengalami kemunduran akademik seperti kinerja akademik rendah, tidak memiliki kayakinan akademik, tidak memiliki komitmen akademik, rendah kontrol diri terhadap akademik, dan selalu merasa cemas dalam menghadapi tantangan akademik.
5. Informan tengah menjalani semester 2 kelas XI, sehingga dapat diteliti sejauh mana penyesuaian akademik yang telah dilakukan.
Teknik pengumpulan yang digunakan. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara bebas terpimpin. Wawancara bebas terpimpin adalah wawancara yang menggunakan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan namun tidak mengikat jalannya wawancara (Sutrisno Hadi,1994, hlm. 70).
Observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja panca indera mata serta dibantu dengan panca indera lainnya (Muhammad Burhan, 2007, hlm. 115). Observasi yang dilakukan merupakan observasi berstruktur, yaitu observasi dengan menggunakan pedoman observasi pada saat pengamatan dilakukan. Pengamatan ini dilakukan di tempat tinggal subjek dan pada saat jalannya wawancara.
Penelitian ini menggunakan teknik studi dokumentasi untuk melengkapi data yang diperoleh dari wawancara dan observasi. Selain itu penggunaan aplikasi rasch model untuk penghitungan sederhana pada setiap aspek yang di teliti. Dokumen dibutuhkan sebagai bukti otentik demi kepentingan penelitian (Satori dan Komariah, 2011, hlm. 147). Dokumen-dokumen yang ditelaah adalah data hasil studi saat menempuh semester pertama dan hasil nilai dari guru mata pelajaran yang bersangkutan juga nilai lapor dari guru wali kelas.
Results and Discussion
Program bimbingan kelompok model ASE untuk mengembangkan academic buoyancy siswa dirancang berdasarkan profil academic buoyancy siswa kelas XI SMA Negeri 6 Bandung tahun ajaran 2021/2022 dan hasil wawancara secara terstuktur terhadap empat guru Bimbingan dan Konseling yang membimbing kelas XI, dan tiga guru mata pelajaran, yaitu guru mata pelajaran matematika, kimia dan mata pelajaran geografi. Pengembangan program diawali dengan melakukan penimbangan (judgement) kepada tiga pakar Bimbingan dan Konseling secara garis besar. Berdasarkan hasil penimbangan pakar/ahli terdapat dua dimensi yang menjadi bahan pertimbangan, yaitu struktur program dan isi layanan.
Dimensi struktur program meliputi: a) rasional; b) deskripsi kebutuhan; c) tujuan; d) sasaran pelaksanaan intervensi; e) asumsi; f) komponen dan bidang layanan; g) kompetensi konselor; h) stuktur intervensi strategi bimbingan kelompok model ASE; i) tahapan pelaksanaan layanan; j) rencana operasional layanan strategi bimbingan kelompok dengan model ASE; k) isi materi utama layanan, l) indikator keberhasilan; dan m) evaluasi.
Penerapan Bimbingan Kelompok Model ASE untuk mengembangkan daya apung mahasiswa terdiri dari pendahuluan, komponen personal-sosial, komponen akademik, dan penutup. Dikembangkan dalam bentuk enam tahapan yaitu: penilaian, tinjauan, pengenalan, tantangan, pemberdayaan, dan dukungan.
Tabel 1 Tahapan Bimbingan Kelompok Model ASE untuk Mengembangkan Daya Apung Akademik
Tahap penilaian Meninjau data siswa untuk memilih kelompok dan menyaring menentukan siapa yang paling mungkin mendapat manfaat dari pengalaman kelompok. Selama fase penilaian konselor sekolah bertemu dengan siswa yang telah diidentifikasi untuk intervensi ini berdasarkan nilai yaitu siswa dengan setidaknya satu nilai D atau F dalam mata pelajaran Matematika dan/atau Seni Bahasa Inggris dan masalah kedisiplininan dalam belajar. Selama pertemuan ini, konselor sekolah memberi tahu siswa tentang fokus ketahanan kelompok dan alasan diundang untuk berpartisipasi. Konselor sekolah juga memberikan arahan untuk dapat konsisten menginkuti kegiatan, berpartisipasi aktif, dan mendorong siswa untuk mendapatkan izin keluarga.
Tahapan peninjauan
Kegiatan memberikan informasi kepada peserta mengenai kelompok, seperti agenda, tujuan kelompok dan individu, dan norma kelompok.
Meninjau informasi ini pada awal setiap sesi kelompok dapat membantu. Dengan kelompok dalam penelitian ini, konselor sekolah bersama dengan siswa membahas tujuan kelompok, yaitu untuk menentukan ketahanan dan mempelajari bagaimana hal itu berkaitan dengan kehidupan anggota keompok. Konselor sekolah dan siswa juga membuat norma kelompok yang mencakup hal-hal seperti: apa yang kita bicarakan dalam kelompok tetap dalam kelompok, tidak berbicara ketika orang lain sedang berbicara, dan tidak saling mengolok-olok.
Tahapan perkenalan
Membantu siswa menjadi akrab dengan gaya kepemimpinan konselor sekolah, siswa lain, dan proses kelompok secara keseluruhan. Dalam hal ini, konselor sekolah memperkenalkan kegiatan yang berfokus pada membantu siswa mengidentifikasi contoh-contoh ketangguhan di masa lalu mereka. Anggota kelompok diminta untuk menggambar garis waktu yang memetakan orang dan peristiwa penting dalam hidup mereka, baik yang bersifat positif maupun negatif.
Tahapan
tantangan menggunakan keterampilan konfrontasi untuk menunjukkan ketidakkonsistenan antara apa yang telah dibagikan siswa dan umpan balik yang telah diberikan. dari guru mereka tentang perilaku dan kecenderungan akademik. Ketika ini terjadi, kelompok menjadi tempat yang aman di mana siswa dapat merasa bebas untuk berbagi dan menerima umpan balik dari orang lain.
Tahapan
pemberdayaan Konselor sekolah mengajarkan siswa informasi dan keterampilan yang akan membantu mereka dalam mengatasi kesulitan yang diidentifikasi sebelum dimulainya kelompok
(akademik, perilaku, dan pribadi-sosial) dan setiap kesulitan atau hambatan yang muncul.
Tahapan dukungan
Fase ini biasanya terjadi menjelang akhir grup. Selama fase dukungan, konselor sekolah membawa penutupan kelompok dan memberikan dorongan dan bantuan kepada siswa saat mereka mempersiapkan dan menyesuaikan diri dengan penutupan yang tertunda dari pengalaman kelompok
Gambar 1.1
Hasil Evaluasi Proses Pemberian Pelaksanaan Strategi Bimbingan Kelompok Model Achieving Success Everyday (ASE) u
kesesuaian waktu
Kesesuaian tujuan
Keterlaksananaan tahapan
Respon terhadap layanan
Interaksi antar anggota
Interaksi dengan penelit
Perkebangan siswa
keaktfan dengan kelompok
kerjasama dengan kelompok
hambatan dalam kelompok 0
2 4 6 8 10 12 14
Gambar 1.2.
Hasil Evaluasi Proses Setiap Sesi Pelaksanaan Strategi Bimbingan Kelompok Model Achieving Success Everyday (ASE) untuk Mengembangkan Academic Buoyancy
Sesi 1 Sesi 2 Sesi 3 Sesi 4 Sesi 5 Sesi 6 Sesi 7 Sesi 8 0
2 4 6 8 10 12 14 16
Hasil dari analisis pada setiap aspek academic buoyancy pada kelompok eksperimen menunjukkan adanya perubahan terutama yang dipengaruhi oleh strategi bimbingan kelompok model ASE, sementara pada kelompok kontrol tidak menunjukan perubahan. Berdasarkan hasil skor pre-test dan pos-test dari 6 subjek pada kelompok eksperimen aspek yang meningkat sangat tinggi ialah pada aspek planning sementara pada kelompok kontrol penaikan tidak terlalu besar sangat tipis pada masing-masing aspek dan terjadi penurunan pada aspek planning dan control.
Model ASE telah menunjukkan kemampuan untuk mengintegrasikan pengembangan akademik dan pribadi-sosial dalam kerja kelompok (Shi & Steen, 2012; Steen, 2011). Model
ini praktis dan menyediakan kerangka kerja yang kolaboratif (bekerja sama dengan orang tua dan guru). Hal ini bertujuan untuk menghilangkan hambatan belajar siswa dengan membantu siswa berinteraksi lebih baik dengan rekan-rekan mereka, berperilaku di kelas, dan merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri. Model ASE juga melibatkan setiap sesi terdiri dari pendahuluan, komponen personal-sosial, komponen akademik, dan penutup. Model ASE berkembang melalui enam tahapan: penilaian, tinjauan, pengenalan, tantangan, pemberdayaan, dan dukungan. Meskipun tahapan ini disajikan secara berurutan, mereka mungkin tidak terjadi dalam urutan ini dalam kehidupan setiap kelompok. Tahapan-tahapan mana yang terjadi pada setiap sesi merupakan kebijaksanaan konselor sekolah yang menerapkan model tersebut. Misalnya, satu kelompok mungkin maju melalui dua tahapan pertama pada saat mereka bertemu untuk sesi ketiga mereka. Kelompok lain mungkin memerlukan tiga sesi untuk mencapai tujuan hanya pada fase peninjauan.
Dalam penelitian ini, model ASE berfokus pada pengembangan ketahanan peserta didik (Steen, 2011). Tujuannya adalah untuk menguji konsep ini dalam kehidupan mereka dari masa lalu, sambil mengeksplorasi dan mempelajari strategi untuk menjadi tangguh di masa depan. Analisis hasil memberikan arahan bahwa pada diri setiap siswa memiliki kemampuan academic buoyancy pada masing-masing aspek, hanya saja masih belum optimal. Adapun beberapa siswa yang memiliki ciri-ciri academic buoyancy yang tinggi berjumlah tidak lebih dari hitungan jari lima dalam satu kelas. Sementara itu siswa yang memiliki academic buoyancy sangat rendah juga tidak berjumlah banyak, sementara pada kategori sedang jauh lebih banyak karena pada dasarnya siswa jenjang SMA sudah mampu berpikir, memahami, dan mampu mencari informasi, hanya saja karena berbagai faktor seperti: kurangnya arahan dan pemahaman yang mendalam, sehingga siswa memiliki academic buoyancy yang tidak optimal.
Strategi bimbingan kelompok berdasar pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Kayler & Sherman (2009) menggunakan layanan bimbingan kelompok untuk meningkatkan keterampilan belajar dan pengembangan sosial-pribadi untuk siswa menengah atas. Dasar pemikirannya dalam penelitian tersebut bahwa bimbingan kelompok memungkinkan siswa memiliki kesempatan untuk mendiskusikan rintangan dan peluang yang berdampak pada prestasi, juga mengembangkan jaringan pendukung yang sesuai dalam situasi dan kondisi siswa. Hasil data kualitatif penelitian tersebut memiliki hasil positif terkait dengan penggunaan strategi bimbingan kelompok. Berdasarkan hasil penelitian Keyler dan Sherman (2009) siswa mampu memiliki keterampilan pencatatan, pengorganisasian, dan perencanaan sebagai hasil dari partisipasi dalam proses bimbingan kelompok.
Pada studi lain, penelitian Bostick & Anderson, (2009) dalam menciptakan strategi kelompok untuk mengembangkan keterampilan sosial bagi siswa menengah atas terhadap tantangan pribadi-sosial dan keterapilan akademis yang defisit. Kontribusi yang dihasilkan dari penelitian ini adalah rencana dan evaluasi strategi konseling kelompok dalam mekanisme yang terperinci.
Temuan hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian siswa kelas XI SMA Negeri 6 Bandung memiliki academic buoyancy pada ketegori sedang. Merujuk pada teori Martin &
Marsh (2007) bahwa academic buoyancy merupakan kemampuan individu untuk dapat menghadapi penurunan dan tantangan akademik yang ditandai dengan memiliki lima aspek academic buoyancy yaitu self efficacy, planning, persistence, low of anxiety, dan control.
Martin & Marsh (2009) mengemukakan dalam hasil pembahasan penelitianya bahwa setiap individu memiliki academic buoyancy, namun sangat dimungkinkan dalam skala yang lebih banyak pada ketegori sedang atau bahkan rendah, asumsi demikian diperkuat berdasarkan hasil observasinya pada studi literatur di sekolah-sekolah menengah di Australia.
Begitu juga dengan hasil penelitian Malmberg, Hall & Martin (2012) bahwa penelitian dalam menilai academic buoyancy siswa sekolah menengah pertama di beberapa
sekolah di Australia menunjukan academic buoyancy pada kategori sedang, terutama pada jurusan yang mengambil keilmuan pengetahuan alam. Penelitianya sangat spesifik untuk melihat pada setiap mata pelajaran yang diajarkan. Hasil dari penelitianya menunjukan bahwa pelajaran matematika, bahasa Inggris dan pengetahuan alam memerlukan academic buoyancy lebih tinggi dari pada mata pelajaran yang lain dan secara keseluruhan skor pada keseluruhan siswa berada pada kategori sedang.
Sebagian besar siswa memiliki academic buoyancy pada katagori sedang, artinya dalam keseharian kehidupan akademik di sekolah masih banyak siswa yang belum optimal dalam menghadapi tantangan dan hambatan sehari-hari dalam akademik di SMA Negeri 10 Bandar Lampung khususnya siswa kelas XI, sesuai dengah hasil penelitian-penelitian sebelumnya bahwa tantangan, hambatan dan bahkan tuntutan dalam akademik selalu hadir dalam setiap keseharian siswa dalam berbagai bentuk (Dwyer & Cummings, 2001).
Tantangan akademik, kemunduran, dan stres dari kehidupan sehari-hari di sekolah (Martin, Colmar, Davey, & Marsh, 2010). Siswa mengalami kesulitan yang tinggi pada setiap semester pembelajaran (Robotham, 2008); mendapatkan perasaan tertekan terhadap beban tugas yang diberikan guru di sekolah (Reisberg, 2000); kesulitan mempersiapkan ulangan sehari-hari (Karagiannopoulou & Kamtsios, 2016); perasaan cemas dan takut gagal pada ujian yang akan dihadapi (Gibbons, 2015; Kamtsios & Karagiannopoulou 2015; Schafer, 1996; Tyrrel, 1992); rendah manajemen waktu dalam belajar (Robotham, 2008); rendah motivasi belajar (Tyrrel, 1992); dan merasakan kejenuhan dalam belajar di sekolah (Gibbons, 2015). Acuan temuan kuantitatif academic buoyancy siswa dominan pada kategori sedang ini menunjukan belum optimalnya siswa dalam menghadapi indikasi-indikasi tantangan, hambatan dan tuntutan pada siswa kelas XI SMA Negeri 10 Bandar Lampung.
Penelitian-penelitian academic buoyancy sebelumnya lebih banyak menjadi variabel yang mendorong dan tidak banyak diteliti secara mandiri, namun acuan dari berbagai penelitian seperti Martin, Colmar, Davey & Marsh (2010), yang meneliti mengenai hubungan academic buoyancy dengan motivasi, juga penelitian Malberg & Nuts (2013) yang meneliti hubungan academic buoyancy dengan resiko psikologis, sampai pada penelitian Mller, Connoly & Maguire (2013) mengenai academic buoyancy dan well-being (kesejahteraan) menunjukan bahwa academic buoyancy kini menjadi sebuah pemahaman baru dan informasi baru untuk individu dapat meningkatkan kemampuan akademiknya menjadi lebih baik.
Conclusions and Suggestions
Langkah-langkah proses Bimbingan Kelompok Model Achieving Success Everyday (ASE) untuk Mengembangkan Daya Apung Akademik (Academic Bouyancy) Siswa yaitu 1) Tahap penilaian 2) Tahap peninjauan 3) Tahap perkenalan 4) Tahap tantangan 5) Tahap pemberdayaan dan 6) Tahap dukungan. Proses layanan Bimbingan Kelompok dengan melakukan tahapan-tahapan tersebut di dapatkan hasil daya apung akademik (academic buoyancy) siswa SMA menjadi memiliki nilai lebih dari tingkat sedang ke tinggi dari rendah ke sedang. Penelitian ini terbatas pada penggunaan instrumen dan uji coba / pengujian model bimbingan dan konseling yang terbatas hanya pada satu sekolah saja.
References
American School Counseling Association. (2005). The ASCA National Model: A Framework for school counseling programs. Second Edition. Alexandria, VA: Author.
American School Counseling Association. (2008). The ASCA National Model: A Framework for school counseling programs. Second Edition. Alexandria, VA: Author.
Arbuthnott, K. D., Arbuthnott, D., & Rossiter, L. (2001). Guided Imagery and memory:
Implicant for psychotherapy. Journal of Counseling Psychology, 48, 123-132
Berchick, Clark, Solkol, & Wright, (2001). A cross-over study of focused cognitive therapy for panic disorder. The American Journal of Psychiatry, 149, 778-783.
Bostick & Anderson, (2009) Evaluating a Small-Group Counseling Program--A Model for Program Planning and Improvement in the Elementary Setting. Professional School Counseling, v12 n6 p428-433
Brigman & Campbell, 2003. Helping Students Improve Academic Achievement and School Success Behavior. Professional School Counseling 7:91-98
Brigman, Webb, & Campbell, 2007. Student success skills: Impacting achievement through large and small group work. Group Dynamics: Theory, Research, and Practice, 11(4), 283–292. https://doi.org/10.1037/1089-2699.11.4.283
Bruce, Getch, & Ziomek-Daigle, 2009. Closing the gap: A group counseling approach to improve test performance of African-American students. Professional School Counseling, 12(6), 450–457. https://doi.org/10.5330/PSC.n.2010-12.450
Chan, D. W. (2003). Hardiness and its role in the stress-burnout relationship among prospective Chinese teachers in Hong Kong. Teaching and Teacher Education, 19, 381–
395, DOI: 10.1023/A:1005100531194Cole,
Chen, Piotrowski, & Stcks. (2013). Recent Advances in the application of hypnosis to pain management. American Journal of Clinical Hypnosis, 37, 117-129.
Coetzee, M., Harry, N. (2014). Gender and hardiness as predictors of career adaptability: an exploratory study among Black call center agents South African. Journal of Psychology
2015, Vol. 45(1) 81–92 Reprints and permissions:
sagepub.co.uk/journalsPermissions.nav doi: 10.1177/0081246314546346 sap.sagepub.com
Collie, R. J., Martin, A. J., Bottrell, D., Armstrong, D., Ungar, M., & Liebenberg, L. (2016).
Social support, academic adversity, and academic buoyancy: A person-centered analysis and implications for academic outcomes. Educational Psychology. Advance online publication. doi:10.1080/01443410.2015.1127330
Collie, R. J., Martin, A. J., Bottrell, D., Armstrong, D., Ungar, M., & Liebenberg, L. (2016).
Social support, academic adversity, and academic buoyancy: A person-centered analysis and implications for academic outcomes. Educational Psychology. Advance online publication. doi:10.1080/01443410.2015.1127330
Corey, G. (2015). Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Belmont, CA:
Cengage.
Creed, P., Conlon, E., & Dhaliwal, K. (2015). Revisiting the academic hardiness scale:
Revision and revalidation. Journal of Career Assessment, 21(4), 537–554, DOI:
10.1177/1069072712475285
Dweck, C. S., & Master, A. (2009). Self-theories and motivation: Students' beliefs about intelligence. In K. R. Wentzel, & A. Wigfield (Eds.), Handbook of motivation at school (pp. 123-140). New York, NY: Routledge.
Dwyer, A. L., & Cummings, L. (2001). Stress, self-efficacy, social support, and coping strategies in university students. Canadian Journal of Counseling, 35(3), 208–220.
Eccles, J., Vida, M., & Barber, B. (2004). The relation of early adolescents’ college plans and both academic ability and task-value beliefs to subsequent college enrollment. The Journal of Early Adolescence, 24, 63–77. doi:10.1177/0272431603260919
Egeland & Farber, 1987;
Fergus & Zimmerman, 2005. Adolescent resilience: a framework for understanding healthy development in the face of risk PMID: 15760295 DOI: 10.1146/annual.pub health.26.021304.144357
Foa, R. B., Hembree, E. A., Cahill, S. P., Ranch, S. A. M., Rigss, D. S., Feeny, N.C., &
Yadin, E. (2015). Randomized trial of prolonged exposure for traumatic stress disorder
with and without cognitive restructuring: Outcome at academic and community clinic.
Journal of Consulting and Clinical Psychology, 31, 87-90.
Fontana, Hyra, Godfrey, & Cerhak, 1999). Impact of a Peer-Led Stress Inoculation Training Intervention on State Anxiety and Heart Rate in College Students. Journal of Applied Biobehavioral Research,4, 1, pp. 45-63. by Bellwether Publishing, Ltd. All rights reserved
Fredrickson, L., Reid, G., Shupak, N., & Cribbre, R. (2007). Social support, self-esteem, and stress as predictors of adjustment to university among first-year undergraduates. Journal of College Student Development, 48(3), 259–274. p. 259-274 | doi:
10.1353/CSD.2007.0024
Gibbons, C. (2015). Stress, eustress, and the national student survey. Psychology of Teaching Review, 21(2), 86–91.
Gibbons, C., Dempster, M., & Moutray, M. (2008). Stress and eustress in nursing students.
Journal of Advanced Nursing, 61(3), 282–290, DOI: 10.1111/j.1365-2648.2007.04497.x Hall & Martin (2012), A Cognitive stress-reduction intervention program for adolescents.
Journal of Counseling Psychology, 37, 79-84.
Heikkila, A., Lonka, K., Niemine, J., & Niemivitra, M. (2012). Relationships between teachers students’ approaches to learning, cognitive and attributional strategies, well- being, and study success. Higher Education, 64, 455–471,DOI: 10.1007/s10734-012- 9504-9
Joyce & Steen, 20111; Qushi & Steen, 2014) Effects of learning styles and time management on academic achievement. Social and Behavioral Sciences. 1096-1102 doi:10.1016/j.sbspro.2011.10.214
Kamtsios, S., & Karagiannopoulou, E. (2015). Exploring relationships between academic hardiness, academic stressors, and achievement in university undergraduates. Journal of Applied Educational and Policy Research, 1(1), 53–73.
Karagiannopoulou & Kamtsios. (2016) Multidimensionality vs. unitary of academic hardiness: An underexplored issue. Review under the responsibility of Academic World
Education and Research Center. Elsevier Inc.
http://dx.doi.org/10.1016/j.lindif.2016.08.008
Kayler & Sherman (2009). A Systematic Review of the Efficacy of Adding non-exposure Components, to Exposure Therapy for Traumatic Stress Disorder. Psychological Trauma: Theory, Research, Practice, and Policy, 5, 317-322.
Luthar, 1991. Vulnerability and Resilience: A Study of High-Risk Adolescents. Society of research in child development. https://doi.org/10.1111/j.1467-8624.1991.tb01555.x Macrae, Bodenhausen, Milne, & Jetten, 1994). Out of mind but back in sight: Stereotypes on
the rebound. Journal of personality and social psychology, 67, 808-817
Maddi, S. R., Harvey, R. H., Khoshaba, D. M., Lu, J. L., Persico, M., & Brow, M. (2012).
The personality construct of hardiness. Journal of Personality, 74, 575–597.
doi:10.1111/j.1467-6494.2006.00385.x
Malmberg, L-E., Hall, J., & Martin, A. J., (2013). Academic buoyancy in secondary school:
exploring patterns of convergence in mathematics, science, English and physical education. Learning and Individual Differences, 23, 262-266.
Malmberg, L-E., Hall, J., & Martin, A. J., (2013). Academic buoyancy in secondary school:
exploring patterns of convergence in mathematics, science, English and physical education. Learning and Individual Differences, 23, 262-266.
Martin, A. J. (2007). Examining a multidimensional model of student motivation and engagement using a construct validation approach. British Journal of Educational Psychology, 77, 413-440.
Martin, A. J. (2007). Examining a multidimensional model of student motivation and engagement using a construct validation approach. British Journal of Educational Psychology, 77, 413-440.
Martin, A. J. (2014). Academic buoyancy and academic outcomes: Towards a further understanding of students with attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD), students without ADHD, Academic Buoyancy, Achievement, and Control 22, and academic buoyancy itself. British Journal of Educational Psychology, 84, 86-107.
http://dx.doi.org/10.1111/bjep.12007
Martin, A. J., & Marsh, H. W. (2006). Academic resilience and its psychological and educational correlates: A construct validity approach. Psychology in the Schools, 43, 267-281. http://dx.doi.org/10.1002/pits.20149
Martin, A. J., & Marsh, H. W. (2008). Academic buoyancy: Towards an understanding of students' everyday academic resilience. Journal of School Psychology, 46, 53-83.
http://dx.doi.org/10.1016/j.jsp.2007.01.002
Martin, A. J., & Marsh, H. W. (2008b). Workplace and academic buoyancy: Psychometric assessment and construct validity amongst school personnel and students. Journal of Psychoeducational Assessment, 26, 168-184.
Martin, A. J., & Marsh, H. W. (2009). Academic resilience and academic buoyancy:
Multidimensional and hierarchical conceptual framing of causes, correlates and cognate
constructs. Oxford Review of Education, 35, 353-370.
http://dx.doi.org/10.1080/03054980902934639
Martin, A. J., & Marsh, H. W. (2009). Academic resilience and academic buoyancy:
Multidimensional and hierarchical conceptual framing of causes, correlates and cognate
constructs. Oxford Review of Education, 35, 353-370.
http://dx.doi.org/10.1080/03054980902934639
Martin, A. J., Colmar, S. H., Davey, L. A., & Marsh, H. W. (2010). Longitudinal modeling of academic buoyancy and motivation: Do the 5Cs hold up over time? British Journal of Educational Psychology, 80, 473-496. http://dx.doi.org/10.1348/000709910X486376 Martin, A. J., Ginns, P., Brackett, M. A., Malmberg, L., & Hall, J. (2013). Academic
buoyancy and psychological risk: Exploring reciprocal relationships. Learning and Individual Differences, 27, 128-133. http://dx.doi.org/10.1016/j.lindif.2013.06.006 Martin, A.J. (in press). Implicit theories about intelligence and growth (personal best) goals:
Exploring reciprocal relationships. British Journal of Educational Psychology.
Martin, A.J. Papworth, B., Ginns, P., & Liem, G.A.D. (2014). Boarding school, motivation, engagement, and psychological well-being: A large-scale investigation. American Educational Research Journal. http://dx.doi.org/10.3102/0002831214532164
Martin, Colmar, Davey & Marsh. (2010). The motivation and engagement scale. Sydney, Australia: Lifelong Achievement Group. Retrieved from www.lifelongachievement.com Masten, Herbers, Cutuli, & Lafavor, 2008. Promoting competence and resilience in the
school context. Professional School Counseling, 12(2), 76–84.
https://doi.org/10.5330/PSC.n.2010-12.76
McGowen, J., Gardner, G., & Fletcher, R. (2006). Positive and negative affective outcomes of occupational stress. New Zealand Journal of Psychology, 35, 92–98. medical students:
a cross-sectional study. Med Educ.39:594-604.melalui
http://contentdm.lib.byu.edu/ETD/image/etd1592.pdf.
Miller, S., Connolly, P., & Maguire, L. K. (2013). Wellbeing, academic buoyancy, and educational achievement in primary school students. International Journal of Educational Research, 62, 239-248.
Miller, S., Connolly, P., & Maguire, L. K. (2013). Wellbeing, academic buoyancy, and educational achievement in primary school students. International Journal of Educational Research, 62, 239-248.
Moleong, Lexy J. (2014). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Bandung: PT
Patterson, M. E., & Williams, D. R. (2002). Collecting and analyzing qualitative data:
Hermeneutic principles, methods, and case examples
https://doi.org/10.1080/1937156X.2002.11949498
Perez, Espinoza, Ramos, Coronado & Cortes, (2009). Academic resilience among undocumented Latino students. Hispanic Journal of Behavioral Sciences, 31(2), 149–
181. https://doi.org/10.1177/0739986309333020
Pisang, 2016) Assessment Schemes in the Senior High School in the Philippine Basic Education. Educational Measurement and Evaluation Review Vol. 7 © 2016 Philippine Educational Measurement and Evaluation Association
Putwain, D. W., Connors, L., Symes, W., & Douglas-Osborn, E. (2012). Is academic buoyancy anything more than adaptive coping? Anxiety, Stress, & Coping, 25, 349-358.
http://dx.doi.org/10.1080/10615806.2011.582459
Qureshi & Steen, 2011), What teachers say and do to support students' autonomy during a learning activity. Journal of Educational Psychology, 98, 209-218.
http://dx.doi.org/10.1037/0022-0663.98.1.209 Ross, C. E., & Broh, B. A. (2000). The roles of self-esteem and the sense of personal control in the academic achievement process. Sociology of Education, 73, 270-284. http://dx.doi.org/10.2307/2673234
Reisberg, 2000); The detachment gain: The advantage of thinking out loud. In B. Landau, J.
Sabini, J. Jonides, & E. L. Newport (Eds.), Perception, cognition, and language: Essays in honor of Henry and Lila Gleitman (pp. 139–156). The MIT Press.
Remaja Rosdakarya. Muhammad Burhan, 2007, hlm. 115
Robotham, D. (2008). Stress among higher education students: Towards a research agenda.
Higher Education, 56, 735–746.
Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2000). The darker and brighter sides of human existence: Basic psychological needs as a unifying concept. Psychological Inquiry, 11, 319-338.
http://dx.doi.org/10.1207/S15327965PLI1104_03
Sancheza, M. G. (2014). The Hardiness in People at Work as a Source of Corporate Communication for Image Building. Social and Behavioral Sciences 155, 48 – 52. DOI:
10.1016/j.sbspro.2014.10.254
Sandler, I., Wolchik, S., Davis, C., Haine, R., & Ayers, T. (2003). Correlational and experimental study of resilience in children of divorce and parentally bereaved children.
In S. S. Luthar (Ed.), Resilience and vulnerability: Adaptation in the context of childhood adversities (pp. 213–240). Cambridge University Press.
https://doi.org/10.1017/CBO9780511615788.011
Satori dan Komariah, 2011, hlm. 147). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung,
Sheel, M. J., Davis, C. K., & Handerson, J. D. (2013). Therapist use of client strengths: A qualitative study of positive processes. The Counseling Psychologist, 41, 392-427.
Shi & Steen, 2012; Steen, 2011). Group work with English as Second Language (ESL) students: Promoting self-esteem and academic achievement. George Washington University
Shi & Steen, 2012; The Achieving Success Everyday Group Counseling Model: Fostering Resiliency in Middle School Students. Professional School Counseling 18(1):28-37 DOI:10.5330/prsc.18.1.m07lu0hr6636j1t4
Steen & Kaffenberger, 2007, Integrating academic interventions into small group counseling in elementary school. Professional School Counseling, 10(5), 516–519.
https://doi.org/10.5330/prsc.10.5.u4023v1n8402337v
Sudarwan Denim, 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: Pustaka Setia
Symes, W., Putwain, D. W., & Remedios, R. (2015). The enabling and protective role of academic buoyancy in the appraisal of fear appeals used before high stakes examinations. School Psychology International, 36, 605-619.
Tang, Chang Jung, (2006). The Effects of Self-Instruction Strategy on the Time Spent on Putting on Shoe Behavior in One Student with Cerebral Palsy. Journal of Chang Gung Institute of Technology. Vol. 6, 75-84.
Thorpe, G. L. & Olson, S. L. (1997). Behavior therapy: Concepts, procedures, and applications (2nd ed.). Boston, MA: Allyn & Bacon.
Trull, T. J. (2007). Clinical psychology (7th Ed). Belmont, CA: Thomson/Wadsworth
Tyrrel, J. (1992). Sources of stress among psychology undergraduates. Irish Journal of Psychology, 13, 184–192.
Webb & Brigman, 2006). Student success skills: Impacting achievement through large and small group work. Theory, Research, and Practice, 11(4), 283–292.
https://doi.org/10.1037/1089-2699.11.4.283
Webb, Brigman, & Campbell, 2005). The Impact of Student Success Skills on Standardized Test Scores: A Meta-Analysis.Counseling Outcome Research and Evaluation 3(1):3-16 DOI:10.1177/2150137811434041
Wellborn, J. G., & Connell, J. P. (1990). What it takes to do well in school and whether I've got it: A process model of perceived control and children's engagement and achievement in school. Journal of Educational Psychology, 82, 22-32. http://dx.doi.org/10.1037/0022- 0663.82.1.22