SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Menyelesaikan Studi dan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)
Pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
OLEH VIVI ALFIAH
13011900040
PROGRAM STUDI: PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PENDIDIKAN: SARJANA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS BINA BANGSA
KOTA SERANG 2023
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Menyelesaikan Studi dan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)
Pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
OLEH VIVI ALFIAH
13011900040
PROGRAM STUDI: PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PENDIDIKAN: SARJANA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS BINA BANGSA
KOTA SERANG 2023
v
LEMBAR PERNYATAAN KEABSAHAN TENTANG PENULISAN SKRIPSI
vi
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya pada penulis, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi yang berjudul “PENGEMBANGAN SOAL MATEMATIKA PISA- LIKE BERBASIS ETNOMATEMATIKA UNTUK MENGUKUR KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMAN 5 KOTA SERANG”. Skripsi ini ditulis dalam rangka memnuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bina Bangsa.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis berterima kasih kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan kontribusi dalam penyelesaian skripsi ini. Secara khusus pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada yang Terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Furtasan Ali Yusuf, S.E., S.Kom., M.M., selaku Rektor Universitas Bina Bangsa yang telah menetapkan pelaksanaan Skripsi Tahun Ajaran 2022/2023 sehingga penulis dapat menyelesaikan studi pada Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
2. Bapak Ir. Naufal Affandi, M.M., selaku Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Bina Bangsa.
3. Ibu Dr. Umalihayati, S.ST.Keb., S.KM., M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Bina Bangsa.
4. Ibu Vidya Ayuningtyas, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Bina Bangsa.
5. Bapak Beni Junedi, M.Pd., selaku Pembimbing I, yang telah membimbing dan memberikan arahan dalam penyusunan skripsi.
6. Ibu Ratu Khoirotun Nisa, M.Pd., selaku Pembimbing II, yang telah membimbing dan memberikan arahan dalam penyusunan skripsi.
vii
7. Kepada seluruh dosen dan staff administrasi, termasuk rekan – rekan mahasiswa yang telah menaruh simpati dan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.
8. Bapak Aan Subhan Pamungkas, M. Pd., Bapak Muftahul Huda, S. Mat, M.
Si., Bapak Novi Yendra, M. Pd. dan Ibu Rina Andriani, S. Pd, M. Hum., selaku validator yang telah membantu dalam penyusunan instrumen penelitian.
9. Bapak Samsul Muarif, M. Pd., selaku Kepala Sekolah SMAN 5 Kota Serang, beserta guru dan staff yang telah memberikan izin dan bantuan dalam kegiatan penelitian.
10. Teruntuk orang terkasih Rasam, terima kasih karena selalu bersedia menemani, mendengarkan segala keluh kesah, serta memberikan segala dukungannya dalam berbagai bentuk selama penulisan skirpsi ini berlangsung.
11. Kepada teman – teman seperjuangan Husnul Khotimah, Siti Aisyah dan Titi Rizqi yang senantiasa selalu menyemangati, menghibur, mendukung dan menjadi partner diskusi dalam segala hal.
12. Dan tak lupa ucapan terima kasih kepada siswa – siswi kelas X SMAN 5 Kota Serang yang telah bersedia bekerjasama dan membantu dalam kegiatan penelitian.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Makjawi dan Ibu Masamah selaku orang tua, yang telah memberikan kasih sayang, bimbingan, dan doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.
Kiranya hasil penelitian ini mudah – mudahan dapat memberi sumbangsih dalam khasanah ilmu pengetahuan, khususnya kepada penulis pribadi dan kampus tercinta tempat penulis menimba ilmu, yakni Univeristas Bina Bangsa.
Serang, 25 Agustus 2023 Penulis
viii DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i
LEMBAR PENGESAHAN PIMPINAN PERGURUAN TINGGI ... iii
LEMBAR TIM DOSEN PENGUJI ... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEABSAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
ABSTRAK ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 11
C. Rumusan Masalah ... 11
D. Tujuan Penelitian ... 12
E. Manfaat Penelitian ... 12
1. Manfaat Secara Teoritis ... 13
2. Manfaat Secara Praktis ... 13
F. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan ... 14
G. Definisi Istilah ... 14
BAB II KAJIAN TEORI ... 16
A. Landasan Teori ... 16
B. Penelitian Relevan ... 36
C. Kerangka Berfikir ... 39
ix
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 42
A. Jenis Penelitian ... 42
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 43
C. Prosedur Pengembangan ... 43
D. Uji Coba Produk ... 46
1. Subjek Uji Coba ... 46
2. Jenis Data ... 46
E. Teknik Pengumpulan Data ... 47
F. Instrumen Pengumpulan Data ... 47
G. Teknik Analisis Data ... 51
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61
A. Hasil Penelitian ... 61
B. Analisis Data ... 66
C. Revisi Produk ... 78
D. Pembahasan ... 85
E. Keterbatasan Penelitian ... 89
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 90
A. Kesimpulan ... 90
B. Saran ... 90
DAFTAR PUSTAKA ... 92
LAMPIRAN – LAMPIRAN ... 96
x ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kurangnya penggunaan dan pengembangan soal – soal dengan konteks kehidupan sehari – hari dalam proses pembelajaran matematika yang dapat memfasilitasi kemampuan penalaran siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan soal matematika model PISA berbasis etnomatematika untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa kelas X SMAN 5 Kota Serang dengan kriteria valid, praktis dan efektif.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian R&D (Research and Development) dengan menggunakan metode penelitian ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation and Evaluation) untuk mengembangkan produk berupa paket soal dengan kriteria valid, praktis dan efektif. Teknik pengumpulan data berupa lembar validitas oleh uji ahli, tes kemampuan penalaran dan lembar praktikalitas berupa angket respon siswa dan guru. Analisis data yang dilakukan diantaranya analisis butir soal, analisis kepraktisan dan analisis deskriptif keefektifan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penelitian ini menghasilkan suatu produk berupa soal matematika model PISA berbasis etnomatematika untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa kelas X SMAN 5 Kota Serang yang telah memenuhi kriteria valid, praktis dan efektif.
Konteks budaya Banten yang digunakan antara lain: kuliner khas Banten, tempat wisata, kain batik dan permainan tradisional.
Kata Kunci: Etnomatematika, Kemampuan Penalaran Matematis, Soal Model PISA
xi ABSTRACT
This research is motivated by the lack of use and development of issues with the context of daily life in the process of learning mathematics that can facilitate tstudents' reasoning abilities. The research aims to develop a mathematical issue PISA like based on ethnomatematics to measure the ability to reason mathematically students of class X SMAN 5 Serang City with valid, practical and effective criteria.
This type of research is R&D (Research and Development) research using the ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation and Evaluation) to develop products in the form of question packages with valid criteria practical and effective. Collection techniques data in the form of validity sheets by expert tests, tests of reasoning abilities and practicality sheets in the form of student and teacher response questionnaires. Data analysis carried out included item analysis, practicality analysis and effectiveness descriptive analysis.
Based on the results of the study, it can be concluded that the development of ethnomathematics-based PISA model math questions to measure the mathematical reasoning abilities of class X students of SMAN 5 Serang City wich met the valid, practical and effective criteria. The Banten cultural context used included: Banten culinary, tourist attraction, batik and traditional game.
Keywords: Ethnomatematics, Reasoning Ability, PISA Model Problems
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Capaian Indeks PISA Indonesia Bidang Matematika ... 4
Tabel 2. Distribusi Hasil Tes KAM ... 9
Tabel 3. Kisi – Kisi Lembar Observasi ... 48
Tabel 4. Kisi – Kisi Lembar Wawancara ... 49
Tabel 5. Kisi – Kisi Instrumen Parktikalitas Respon Guru ... 51
Tabel 6. Kisi – Kisi Instrumen Praktikalitas Respon Siswa... 51
Tabel 7. Kriteria Validitas Instrumen... 53
Tabel 8. Kriteria Interpretasi Koefisien Validitas ... 53
Tabel 9. Kriteria Interpretasi Koefisien Reliabilitas ... 54
Tabel 10. Kriteria Interpretasi Daya Beda ... 56
Tabel 11. Kriteria Tingkat Kesukaran Soal... 57
Tabel 12. Pedoman Penilaian Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ... 57
Tabel 13. Kriteria Tingkat Kemampuan Penalaran Matematis ... 59
Tabel 14. Kriteria Aspek Respon Siswa ... 59
Tabel 15. Kriteria Nilai Efektivitas ... 60
Tabel 16. Hasil Validasi Ahli Materi 1 ... 67
Tabel 17. Kesimpulan dan Saran Ahli Materi 1 ... 68
Tabel 18. Saran Perbaikan Ahli Materi 2 ... 68
Tabel 19. Hasil Validasi Ahli Materi 2 ... 68
Tabel 20. Kesimpulan dan Saran Ahli Materi 2 ... 69
Tabel 21. Hasil Validasi Ahli Bahasa ... 70
Tabel 22. Kesimpulan dan Saran Ahli Bahasa ... 71
Tabel 23. Hasil Validasi Guru Matematika... 71
Tabel 24. Kesimpulan dan Saran Guru Matematika ... 72
Tabel 25. Validitas Uji Coba Awal ... 73
Tabel 26. Daya Beda Uji Coba Awal ... 74
Tabel 27. Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba Awal ... 74
Tabel 28. Dsitribusi Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ... 75
Tabel 29. Hasil Respon Siswa ... 76
Tabel 30. Hasil Respon Guru ... 77
xiii
Tabel 31. Hasil Analisa Keefektifan ... 77
Tabel 32. Saran dan Perbaikan Ahli Materi 2 ... 78
Tabel 33. Saran dan Perbaikan Ahli Bahasa ... 83
Tabel 1.1. Hasil Wawancara Guru ... 99
Tabel 1.2. Rata - rata Hasil Validasi Ahli ... 111
Tabel 1.3. Hasil Tes KAM Subjek Uji Coba Awal ... 113
Tabel 1.4. Hasil Tes KAM Subjek Uji Lapangan ... 114
Tabel 1.5. Skor Siswa Uji Coba Awal ... 118
Tabel 1.6. Hasil Respon Siswa ... 118
Tabel 1.7. Skor Siswa Uji Lapangan ... 120
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Hubungan Penalaran Matematis dan Pemecahan Masalah ... 7
Gambar 2. Bagan Alur Kerangka Berpikir ... 41
Gambar 3. Alur Model Pengembangan ADDIE ... 43
Gambar 4. Kisi – kisi Soal model PISA ... 63
Gambar 5. Butir Soal model PISA Tema 1 dan Tema 2 ... 64
Gambar 6. Alternatif Jawaban... 64
Gambar 7. Perbaikan Soal Nomor 1 ... 79
Gambar 8. Perbaikan Soal Nomor 2 ... 80
Gambar 9. Perbaikan Soal Nomor 3 ... 81
Gambar 10. Perbaikan Soal nomor 5 ... 81
Gambar 11. Perbaikan Soal Nomor 7 ... 82
Gambar 12. Perbaikan Penulisan Rupiah ... 84
Gambar 13. Perbaikan Penggunaan Kata Hubung ... 84
Gambar 14. Pengerjaan Soal Tes KAM di Kelas X 1 – X 11 ... 113
Gambar 15. Pengerjaan Soal Tahap Uji Coba Awal ... 115
Gambar 16. Sampel Jawaban Siswa Uji Coba Awal ... 115
Gambar 17. Sampel Respon Siswa ... 117
Gambar 18. Pengerjaan Soal Tahap Uji Lapangan ... 119
Gambar 19. Sampel Jawaban Siswa Uji Lapangan ... 119
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Observasi Pra Penelitian ... 97
Lampiran 2. Hasil Wawancara Guru Pra Penelitian ... 99
Lampiran 3. Lembar Validasi Ahli Materi 1 ... 100
Lampiran 4. Lembar Validasi Ahli Materi 2 ... 103
Lampiran 5. Lembar Validasi Ahli Bahasa ... 106
Lampiran 6. Lembar Validasi Guru Matematika ... 108
Lampiran 7. Hasil Validasi Ahli ... 111
Lampiran 8. Dokumentasi Tes KAM ... 112
Lampiran 9. Dokumentasi Uji Coba Awal ... 115
Lampiran 10. Dokumentasi Uji Lapangan ... 119
Lampiran 11. Lembar Respon Guru... 121
Lampiran 12. Produk Penelitian ... 123
Lampiran 13. Surat Keterangan Penelitian ... 139
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Keberadaan matematika memainkan peran penting dalam perkembangan kehidupan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan umat manusia. Hal tersebut menjadikan matematika sebagai salah satu mata pelajaran wajib yang perlu diberikan pada siswa mulai dari sekolah dasar sampai jenjang menengah atas, seperti yang dimuat pada Peraturan Pemerintah RI No. 32 tahun 2013 (Simbolon et al., 2020). Pemberian pembelajaran matematika bertujuan untuk membekali siswa dengan kemampuan pemecahan masalah, berfikir analitis, logis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama sebagai bekal masa depan yang dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat di masa mendatang.
Berdasarkan pandangan tersebut, siswa diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Pelaksanaan pembelajaran menggunakan kurikulum 2013 menekankan pentingnya penggunaan instrumen yang dapat mengevaluasi keterampilan berpikir tingkat tinggi atau biasa disebut HOTS (Higher Order Thinking Skills). The Australian Council for Educational Research (ACER) (dalam Fanani, 2018) menjelaskan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi melibatkan proses analisis, refleksi, penalaran dan argumen, aplikasi konsep dalam situasi yang berbeda, serta pembuatan dan penciptaan ide. Salah satu cara untuk melatih kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa adalah dengan memberikan soal-soal PISA (Programme for International Students Assessment).
PISA merupakan sebuah evaluasi internasional yang diadakan oleh OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) terhadap pelajar yang berusia 15 tahun guna mengukur kemampuan mereka dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang esensial untuk berkontribusi dalam masyarakat modern (OECD, 2018b). PISA dilaksanakan untuk pertama kalinya pada tahun 2000 dan diulang setiap tiga tahun. Penilaian PISA menitikberatkan pada tiga kompetensi, yakni membaca, matematika, sains, serta bidang inovatif (pada tahun 2018 bidang inovatifnya ialah kemampuan global dan kesejahteraan siswa). Sejak awal pelaksanaan PISA pada tahun 2000 hingga sekarang, kurang lebih 80 negara termasuk 44 negara dengan perekonomian menengah telah berpartisipasi dalam survei PISA.
Dari perspektif filsafat, pemahaman terhadap kemunculan program PISA di ranah internasional sangatlah penting. Kehadiran PISA merupakan bagian dari fenomena globalisasi yang terjadi di abad ke-21. Dalam teori globalisasi yang diungkapkan oleh Robert Reich dan dikutip oleh Anwar (dalam Pratiwi, 2019), globalisasi telah membuat negara bergantung pada kemampuan dan pengetahuan warganya dalam menghadapi persaingan di pasar global yang kemudian akan bersaing di ranah internasional dengan membawa nama negaranya. Secara prinsip, kemampuan warganegara inilah yang dianggap sebagai kecakapan abad ke-21, karena secara konseptual mampu
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah sehingga dapat menentukan arah ekonomi bangsa.
Kecakapan abad ke-21 yang dimaksud oleh Robert Reich dan dikutip oleh Mastuhu (dalam Purnomo, 2017) memiliki empat ciri, yaitu 1) added values (memiliki nilai tambah, keterampilan, kredibilitas); 2) abstraction system thinking (dapat berpikir logis, mengekstraksi sebuah masalah secara teratur melalui pendekatan ilmiah yang objektif) 3) experiment and test (terampil dalam menganalisis data dengan holistik) 4) collaboration (mampu bekerjasama dan bersinergi).
Deskripsi tersebut dengan jelas mencerminkan beberapa ciri dari nilai – nilai mentalitas yang seharusnya tercermin dalam profil dan kinerja sumber daya manusia (SDM) pada abad 21. Ciri-ciri ini sejalan dengan pelaksanaan PISA, dimana tes yang diujikan juga membutuhkan sejumlah karakteristik yang disebutkan oleh Robert Reich. Gambaran tes PISA untuk mengukur kecerdasan anak dalam kemampuan matematika menurut Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) melibatkan tujuh hal penting, yaitu: 1) communication; 2) mathematising; 3) representation; 4) reasoning and argument; 5) devising strategies for solving problems; 6) using symbolic, formal, and technical language, and operation; 7) using mathematics tools. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa nilai kecerdasan yang didefinisikan oleh Robert Reich tidak jauh berbeda dengan indikator keterampilan yang diujikan dalam PISA, yang dianggap dapat mewakili keterampilan abad 21.
Tujuan dalam penilaian PISA adalah untuk menilai seberapa efektif suatu negara dalam mempersiapkan siswa untuk menggunakan matematika dalam semua aspek kehidupan pribadi, sosial, dan profesional mereka, sebagai bagian dari kewarganegaraan abad ke-21 yang berfikir kritis, kreatif, berbasis riset, inisiatif, informatif, berfikir sistematis, komunikatif, dan reflektif (OECD, 2018a). Oleh karena itu, sangat penting jika seseorang atau individu dapat menggunakan pengetahuan dan keterampilan di bidang matematika dalam kehidupan sehari-hari. Di era Revolusi Industri 4.0 yang sedang berlangsung saat ini, yang diperlukan bukanlah hanya pengetahuan matematika yang dimiliki siswa, tetapi juga kemampuan untuk menerapkan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Indonesia telah ikut berpartisipasi dalam studi PISA sejak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2000. Secara spesifik, pencapaian Indonesia pada studi PISA bidang matematika dari tahun 2000 – 2018 disajikan dalam tabel 1 berikut.
Tabel 1. Capaian Indeks PISA Indonesia Bidang Matematika Tahun Rata – rata
Skor Indonesia
Rata – rata
Skor OECD Peringkat
2000 367 472 39/41
2003 360 485 38/40
2006 391 469 50/57
2009 371 468 61/65
2012 375 473 64/65
2015 386 462 63/70
2018 379 489 72/79
Sumber : Diolah dari (Prastyo & Salman, 2020)
Berdasarkan hasil survei di atas dapat dinyatakan bahwa selama beberapa kali mengikuti survei PISA, Indonesia konsisten berada pada peringkat 10 besar terbawah, yang berarti skor Indonesia masih tergolong rendah dibanding negara – negara lainnya. Penyebab rendahnya hasil PISA tentu saja disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktornya adalah kurangnya latihan siswa dalam menyelesaikan soal – soal dengan karakteristik yang sama dengan soal PISA (S & Rosalina, 2019). Soal – soal yang diujikan dalam PISA memerlukan kemampuan siswa untuk bernalar dan berargumen dalam menyelesaikan masalah sehari-hari, serta memilih solusi terbaik dari beberapa pilihan yang tersedia (Wardhani & Rumiati, 2011). Sementara itu, Simatupang et al. (2020) mengatakan bahwa siswa Indonesia lemah dalam menyelesaikan masalah yang tidak rutin (masalah matematis), tetapi relatif lebih mahir dalam memecahkan permasalahan seputar fakta dan prosedural). Pembelajaran di Indonesia lebih banyak mengandalkan hapalan, sehingga siswa lebih terbiasa mengerjakan soal-soal rutin sesuai dengan contoh yang diberikan oleh guru tanpa memahami manfaatnya.
Berdasarkan keterangan di atas, maka siswa Indonesia harus mulai dibiasakan berlatih soal – soal model PISA. Hal ini sejalan dengan pendapat Rauf et al. (2022) yang menyatakan bahwa perlu dilakukan pengembangan soal – soal model PISA untuk diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.
Selain itu, agar pembelajaran lebih menarik, sebaiknya guru menghubungkan materi pelajaran dengan objek – objek yang sering ditemukan di sekitar lingkungan siswa, atau biasa dikenal sebagai etnomatematika (Nuryenisa et al.,
2022). Penggunaan etnomatematika merupakan salah satu cara yang diapersepsikan dapat menjadikan pembelajaran matematika lebih bermakna dan kontekstual yang berkaitan erat dengan komunitas budaya.
Menurut The Cornerstone of Tech Prep (1999) bahwa pembelajaran dengan menggunakan konteks dapat membantu siswa dalam menemukan hubungan yang signifikan antara konsep abstrak dan penggunaannya dalam kehidupan nyata. Selain itu, konteks lokal juga dapat membantu siswa memahami fenomena matematika dari perspektif pengalaman pribadi mereka.
Hal ini sejalan dengan pandangan Putra & Vebrian (2019) yang menyatakan bahwa soal – soal yang disusun dengan konteks memudahkan siswa dalam menempatkan siswa ke dalam situasi tertentu, sehingga membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan literasi dalam menjawab soal, serta dapat menantang pola berpikir matematis siswa. Selain itu, masalah yang disajikan dalam konteks dapat menarik minat serta mampu menjadikan siswa termotivasi untuk menyelesaikan permasalahan (Afandi et al., 2021). Oleh karena itu, dengan konteks lingkungan dimana mereka berada dapat membantu mereka lebih mudah untuk mengenal dan mengaplikasikannya sesuai dengan kebutuhan yang dikehendaki tanpa menghilangkan ciri khas dari konteks tersebut.
Salah satu kemampuan dasar yang diperlukan dalam pembelajaran matematika menurut OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) adalah mathematical reasoning atau penalaran matematis. Pada survei PISA juga diidentifikasi bahwa penalaran matematis merupakan aspek
inti dari "proses matematika" sebagaimana yang terlihat pada gambar 1.
Kontribusi yang dibuat oleh kerangka kerja PISA 2022 adalah untuk menyoroti pentingnya penalaran matematis baik untuk siklus pemecahan masalah maupun keterampilan matematika secara umum.
Gambar 1. Hubungan Penalaran Matematis dan Pemecahan Masalah Sumber: (OECD, 2018a)
Kemampuan penalaran merupakan satu aktivititas berfikir, satu proses atau satu kegiatan untuk membuat kesimpulan atau membuat penyataan baru yang tepat berdasarkan beberapa penyataan yang telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya. Melalui penalaran matematis, siswa dapat membuat praduga kemudian, memanipulasi permasalahan, mengasilkan bukti, membuat kesimpulan yang tepat, memeriksa kesahihan argumen, dan menemukan hubungan dari gejala matematis (generalisasi) (Wardhani, 2008). Kemampuan tersebut merupakan salah satu keterampilan yang dibutuhkan siswa untuk berkompetensi di dunia kerja masa kini.
Matematika dapat dipahami melalui penalaran, begitupun sebaliknya penalaran dipahami serta dilatih melalui pembelajaran matematika.
Kemampuan bernalar tidak hanya diperlukan oleh siswa pada saat
pembelajaran matematika atau mata pelajaran lainnya, tetapi juga sangat penting ketika siswa dihadapkan pada tugas memecahkan masalah dan membuat kesimpulan dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, fakta yang ada menurut Wardhani & Rumiati (2011) siswa Indonesia lemah dalam menyelesaikan soal – soal yang menggunakan kemampuan penalaran, para siswa belum mampu mengembangkan kemampuan berpikir, belum terbiasa membaca sambil berpikir dan bekerja untuk memahami informasi penting dan strategis dalam menyelesaikan masalah, dan masih cenderung menerima informasi tanpa mengolahnya, sehingga mata pelajaran matematika belum mampu menjadi “sekolah berpikir”
bagi siswa.
Berdasarkan pegalaman saat kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) ketika mengajar kelas X di SMAN 5 Kota Serang, sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal matematika berbentuk cerita yang membutuhkan daya nalar, yaitu belum mampu memahami informasi yang ada pada soal, serta masih keliru saat melakukan pembuktian atas dugaan yang telah diajukan sebelumnya. Selain itu, kebanyakan siswa hanya menghafal rumus – rumus untuk menyelesaikan soal tanpa memahaminya. Siswa menganggap bahwa dengan menghafal rumus – rumus tersebut dapat memudahkan mereka dalam menjawab soal – soal. Sehingga ketika diberi soal yang memerlukan pemahaman dan penalaran yang lebih, siswa mengalami kesulitan meskipun soal yang diberikan hampir sama dengan yang dipelajari.
Pembelajaran yang didesain oleh para guru matematika SMAN 5 Kota Serang juga pada umumnya menyajikan evaluasi hasil belajar yang kurang berkaitan dengan konteks kehidupan yang dihadapi siswa sehingga kurang memfasilitasi siswa dalam mengungkapkan proses penalaran matematis. Hal ini tidak sejalan dengan karakteristik soal PISA yang substansinya menggunakan konteks dan menuntut penalaran dalam menyelesaikannya.
Tes kemampuan awal matematika (KAM) dengan memperhatikan indikator kemampuan penalaran matematis diberikan kepada seluruh siswa kelas X pada tanggal 8 – 9 Agustus 2023. Pencapaian yang diperoleh disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 2. Distribusi Hasil Tes KAM
Rentang Nilai Frekuensi Persentase (%) Kategori
86 - 100 18 3,93 Sangat Tinggi
71 - 85 23 5,02 Tingi
56 - 70 38 8,30 Cukup
41 - 55 42 9,17 Rendah
0 - 40 337 73,58 Sangat Rendah
Jumlah 458 100
Sumber: Pengolahan data
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh bahwa sebesar 73,58% dari seluurh siswa kelas X yang mengikuti tes KAM, memiliki kemampuan penalaran yang sangat rendah. Siswa yang berada di kategori rendah dan sangat rendah pada umumnya masih kesulitan dalam memahami soal dan memperkirakan proses penyelesaian, sehingga mereka kesulitan untuk menyelesaikan soal dengan benar. Hal ini menjadi suatu permasalahan yang besar karena siswa – siswa tersebut kesulitan dalam mengembangkan kemampuan penalarannya.
Oleh karena itu dibutuhkan soal – soal matematika dengan konteks yang dapat memunculkan kemampuan penalaran matematis siswa. Salah satu alternatifnya adalah dengan mengembangkan soal – soal matematika model PISA berbasis etnomatematika. Soal PISA adalah soal – soal yang mampu mengasah kemampuan penalaran matematis siswa dalam menghubungkan matematika dengan kehidupan sehari – hari. Sehingga siswa terbiasa menyelesaikan masalah yang setara soal PISA, dan akan berdampak pada hasil PISA ditahun – tahun berikutnya.
Beberapa peneliti telah melakukan pengembangan soal – soal model PISA, termasuk diantaranya adalah penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hervanda et al. (2020) memperoleh prototipe soal model PISA yang dikembangkan dengan konteks etnomatematika budaya Banjar yang valid dan praktis, serta memiliki efek potensial terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Sedangkan penelitian Sabrina et al. (2019) memperoleh prototipe soal model PISA pada konten change and relationship menggunakan konteks Jawa Tengah yang valid dan praktis, serta memiliki efek potensial terhadap kemampuan matematis siswa yaitu kemampuan berpikir kritis dan kemampuan penalaran matematis.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pengembangan soal – soal matematika model PISA berbasis etnomatematika menggunakan konteks Budaya Banten sebagai bentuk apresiasi dalam perbaikan evaluasi pembelajaran khususnya di SMAN 5 Kota Serang. Budaya Banten yang akan digunakan sebagai konteks soal model PISA dalam
penelitian ini diantaranya yaitu: kue pasung, wisata religi masjid kapal bosok, oleh – oleh khas Banten, batik Banten motif Datulaya, bontot khas Domas, permainan tradisional ambreg, pertunjukan ubrug, dan wisata pantai sawarna.
Penelitian ini berjudul “PENGEMBANGAN SOAL MATEMATIKA PISA- LIKE BERBASIS ETNOMATEMATIKA UNTUK MENGUKUR
KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA KELAS X SMAN 5 KOTA SERANG”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat diidentifikasi masalah yang terjadi sebagai berikut:
1. Rendahnya capaian matematika siswa Indonesia pada penilaian PISA.
2. Kurangnya latihan siswa dalam menyelesaikan soal – soal nonrutin setara PISA.
3. Masih kurangnya penggunaan dan pengembangan soal – soal dengan konteks kehidupan sehari – hari dalam proses pembelajaran matematika di SMAN 5 Kota Serang.
4. Rendahnya kemampuan penalaran matematis siswa kelas X SMAN 5 Kota Serang yang dibutuhkan dalam menyelesaikan soal – soal PISA.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka didapatkan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah pengembangan soal matematika PISA-Like berbasis etnomatematika untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa telah memenuhi kriteria valid?
2. Apakah pengembangan soal matematika PISA-Like berbasis etnomatematika untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa telah memenuhi kriteria praktis?
3. Bagaimanakah efektivitas dari pengembangan soal matematika PISA-Like berbasis etnomatematika untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa?
D. Tujuan Penelitian
Dari permasalahan yang telah dirumuskan, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengembangkan soal matematika PISA-Like berbasis etnomatematika untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa dengan kriteria valid.
2. Mengembangkan soal matematika PISA-Like berbasis etnomatematika untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa dengan kriteria praktis.
3. Mengetahui efektivitas pengembangan soal matematika PISA-Like berbasis etnomatematika untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Secara Teoritis
Manfaat teoritis penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangsi pemikiran bagi para peneliti lain dalam melakukan penelitian yang sejenis dalam rangka mengembangkan soal model PISA untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa.
2. Manfaat Secara Praktis
Manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini meliputi manfaat bagi siswa, bagi guru, dan bagi sekolah. Berikut ini penjelasan dari ketiga manfaat praktis tersebut:
a. Bagi Siswa
1) Melatih siswa menyelesaikan soal – soal yang lebih menantang sehingga dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa.
2) Menjadikan pengalaman dalam mengerjakan soal model PISA yang berkaitan dengan situasi kehidupan sehari – hari.
b. Bagi Guru
1) Menambah koleksi contoh soal – soal model PISA.
2) Dapat memperluas pengetahuan tentang cara membuat contoh soal matematika model PISA.
3) Berguna dalam meningkatkan penilaian pembelajaran, dan sebagai opsi untuk memperkaya variasi soal agar dapat digunakan untuk melatih kemampuan penalaran matematis siswa.
c. Bagi sekolah
Mengetahui kemampuan penalaran matematis siswa melalui soal model PISA yang telah dikembangkan, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penalaran secara menyeluruh, sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi perbaikan kualitas pendidikan di SMAN 5 Kota Serang.
F. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan
Pada penelitian ini produk yang dikembangkan adalah soal matematika model PISA berbasis etnomatematika dengan konteks budaya Banten untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa. Produk paket soal ini memiliki spesifikasi sebagai berikut:
1. Kisi – kisi soal, memuat informasi mengenai konteks, konten, kompetensi proses, level kemampuan yang diharapkan, gambaran umum mengenai permasalahan yang ada pada soal dan indikator kemampuan penalaran yang diharapkan.
2. Soal berupa uraian yang memuat semua aspek konteks budaya Banten, aspek konten dan aspek proses.
3. Alternatif jawaban, memuat alternatif jawaban soal atau kemungkinan respon jawaban siswa.
G. Definisi Istilah
Definisi istilah bertujuan untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman mengenai istilah – istilah yang digunakan dalam judul penelitian sehingga
dapat digunakan sebagai gambaran dalam penelitian. Beberapa istilah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan
Pengembangan merupakan suatu proses atau langkah – langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada yang dapat dipertanggung jawabkan serta memiliki potensi dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
2. PISA
Programme of International Student Assessment (PISA) merupakan sebuah riset mengenai evaluasi program siswa secara global yang diadakan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yaitu sebuah organisasi kerja sama ekonomi dan pembangunan. Tujuan utama PISA adalah mengevaluasi sampai dimana siswa yang sudah berusia 15 tahun telah menguasai pengetahuan dan keterampilan yang penting untuk aktif berpartisipasi sebagai warga negara atau anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan bersifat membangun.
3. Etnomatematika
Etnomatematika adalah sebuah pendekatan pembelajaran dalam mempelajari matematika dengan melibatkan karya budaya lokal serta mengaitkannya dengan contoh nyata permasalahan yang terjadi di kehidupan sehari – hari.
16 BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori
1. Penelitian Pengembangan
Borg & Gall (dalam Saputro, 2017) berpendapat bahwa “Educational Research and Development (R&D) is a process used to develop and validate aducational products”. Yang artinya, penelitian dan pengembangan merupakan sebuah proses yang digunakan dalam mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan. Sedangkan Richey dan Klein (dalam Helaluddin et al., 2020) mendefinisikan penelitian pengembangan sebagai studi sistematis mengenai tahapan merancang sebuah produk, mengembangkan, dan mengevaluasi rancangan tersebut dengan tujuan untuk digunakan dalam proses pembelajaran.
Produk – produk pendidikan yang dimaksud bukan hanya bermakna tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan buku teks, video atau film tentang pembelajaran, dan software komputer tetapi juga bermakna tentang metode, teknik, dan bahkan ide dalam pembelajaran pendidikan.
2. PISA
a. Pengenalan PISA
PISA (Programme of International Student Assessment) merupakan suatu kajian global yang menguji kemampuan siswa di seluruh dunia, yang diadakan oleh OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) atau organisasi kerjasama ekonomi
dan pembangunan yang dilaksanakan di Amerika Serikat. Tujuan PISA adalah untuk mengevaluasi kemampuan siswa berusia 15 tahun dalam memahami pengetahuan dan keterampilan yang penting untuk menjadi warga negara atau anggota masyarakat yang berperan serta dalam membangun dan bertanggung jawab (OECD, 2018b). PISA mengevaluasi kemampuan siswa dalam tiga bidang yaitu matematika, membaca dan sains.
Selain itu, PISA juga mengevaluasi kemampuan siswa dalam inovasi atau yang dikenal dengan kompetensi global pada PISA 2018.
PISA tidak hanya mengevaluasi kemampuan siswa dalam mengingat kembali pengetahuan, tetapi juga kemampuan siswa dalam menerapkan pengetahuan tersebut dalam situasi yang tidak biasa, di dalam maupun di luar sekolah. Pendekatan ini mencerminkan situasi nyata ekonomi modern yang menghargai individu berdasarkan kemampuan mereka dalam menerapkan pengetahuan yang dimiliki, bukan hanya dari pengetahuan itu sendiri.
PISA melakukan evaluasi pada murid yang berusia 15 tahun karena di kebanyakan negara di dunia, murid pada usia tersebut umumnya hampir menyelesaikan pendidikan dasar (Supriyanto, 2019). Di Indonesia, evaluasi PISA melibatkan murid yang duduk di kelas 7 sampai kelas 12, meski biasanya anak Indonesia yang mengikuti perkembangan pendidikan sesuai umur umumnya duduk di kelas 9 atau kelas 10.
Pelaksanaan evaluasi PISA 2018 di Indonesia dilakukan pada rentang waktu 19 Maret hingga 19 April. OECD bertanggung jawab dalam mengatur evaluasi dan memilih sampel sekolah. Sampel tersebut dipilih berdasarkan daftar lengkap yang diberikan oleh pemerintah pusat yang berisi semua sekolah dan muridnya, serta daftar lengkap data murid usia 15 tahun dari para pengelola sekolah tersebut. Dengan cara ini, data yang ada mewakili seluruh populasi murid berusia 15 tahun di negara yang bersangkutan (Supriyanto, 2019).
PISA merupakan program berkelanjutan yang memberikan pandangan berharga bagi pembuat kebijakan pendidikan dan penerapannya, serta membantu dalam memantau tren penguasaan keterampilan dan pengetahuan di berbagai negara dan sub-kelompok demografi di negara masing-masing. Dengan hasil tes PISA, pembuat kebijakan dapat mengukur keterampilan dan pengetahuan siswa di negara mereka dalam perbandingannya dengan siswa di negara lain, menetapkan target kebijakan dengan sasaran terukur yang telah dicapai di sistem pendidikan lain, dan belajar dari kebijakan dan praktik terbaik di negara lain. Patokan internasional seperti ini menjadi semakin relevan karena tiap negara telah menandatangani Agenda Pendidikan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals, SDGs) yang disahkan Perserikatan Bangsa – Bangsa pada 2015, yaitu memastikan setiap anak dan orang muda menguasai setidaknya kemampuan dasar dalam membaca dan matematika.
b. Kerangka Kerja (Framework) PISA 1) Komponen Konten
Kategori konten berikut yang sebelumnya digunakan pada tahun 2012 kembali digunakan dalam PISA 2022 untuk mencerminkan fenomena matematika yang mendasari masalah yang luas, struktur umum matematika, dan untaian utama kurikulum sekolah. Cakupan konten matematika yang sangat luas kemudian dikelompokkan menjadi empat komponen konten (OECD, 2018a), yaitu:
a) Change and Relationship
Konten ini melibatkan pemahaman dalam memahami jenis- jenis perubahan dan mampu mengenalinya sedemikian sehingga model matematika melalui fungsi dan persamaan yang sesuai dapat digunakan untuk menggambarkan dan memprediksi perubahan tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari, change and relationship dapat dilihat pada berbagai hal, misalnya pertumbuhan makhluk hidup, musik, siklus atau pergantian musim, pola perubahan cuaca, daya serap tenaga kerja, kondisi ekonomi, dan lain-lain.
Dalam ruang lingkup matematika sekolah, change dan relationship berkaitan dengan materi fungsi dan aljabar. Hal ini termasuk bentuk aljabar, persamaan dan pertidaksamaan, representasi tabel, dan grafik.
b) Space and Shape
Konten Space and Shape mencakup berbagai kejadian atau peristiwa yang terjadi di dunia baik secara visual maupun fisik, yakni: pola, sifat sebuah objek, posisi dan orientasi, representasi objek, perubahan informasi visual, navigasi dan interaksi dinamis dengan bangun nyata serta representasinya, pergerakan, pergeseran, dan kemampuan untuk memprediksi di ruang angkasa.
Kategori ini berlandaskan ilmu geometri, namun tidak terbatas pada itu saja. Space and shape juga melibatkan visualisasi spasial, pengukuran dan aljabar. Misalnya, bangun dapat berubah dan titik dapat berpindah, yang membutuhkan konsep fungsi.
c) Quantity
Quantity melibatkan pemahaman pengukuran, perhitungan, besaran, satuan, ukuran relatif dan tren serta pola numerik.
Aspek-aspek dari penalaran kuantitatif – seperti number sense, representasi bilangan, keanggunan dalam komputasi, kalkulasi mental, estimasi dan penilaian terhadap hasil – adalah esensi keterampilan matematika yang relatif terhadap kuantitas.
d) Uncertainty and Data
Kategori konten ini didasarkan pada teori peluang dan statistika serta teknik representasi dan deskripsi data. Prediksi
ekonomi, hasil survei, dan ramalan cuaca merupakan contoh dalam kehidupan sehari-hari.
Probabilitas dan statistik memberikan metode untuk menggambarkan, memodelkan dan menafsirkan suatu kelas fenomena di mana variasi memainkan peran sentral, dan untuk membuat kesimpulan stokastik yang sesuai. Selain itu, pengetahuan tentang angka dan aspek-aspek aljabar seperti representasi grafik dan simbolik berkontribusi dalam pemecahan masalah dalam kategori konten ini.
2) Komponen Konteks
Komponen konteks dalam soal matematika PISA mengukur penggunaan pengetahuan dan keterampilan konten matematika yang telah diperoleh siswa pada usia 15 tahun. Kemampuan ini penting dimiliki oleh generasi abad 21 ketika mereka menghadapi berrbagai permasalahan yang kompleks. Menurut OECD (2018a), terdapat empat konteks yang harus dihadapi siswa dalam menyelesaikan soal dalam PISA, yaitu sebagai berikut.
a) Personal
Masalah yang diklasifikasikan dalam kategori konteks personal (pribadi) berfokus pada aktivitas diri sendiri, keluarga, atau kelompok teman sebaya. Jenis konteks yang dapat dianggap pribadi termasuk (namun tidak terbatas pada) melibatkan penyiapan makanan, belanja, permainan, kesehatan
pribadi, transportasi pribadi, rekreasi, olahraga, perjalanan, penjadwalan pribadi, dan keuangan pribadi.
b) Occupational
Masalah yang diklasifikasikan dalam kategori konteks occupational (pekerjaan) berpusat pada dunia kerja. Item yang dikategorikan sebagai pekerjaan mungkin melibatkan (tetapi tidak terbatas pada) hal- hal seperti mengukur, menghitung biaya dan memesan bahan bangunan, penggajian/ akuntansi, kontrol kualitas, penjadwalan/ inventaris, desain/ arsitektur dan pengambilan keputusan terkait pekerjaan baik dengan atau tanpa teknologi tepat guna. Konteks pekerjaan dapat berhubungan dengan semua tingkat tenaga kerja, dari pekerjaan tidak terampil hingga pekerjaan profesional tingkat tertinggi, meskipun item dalam survei PISA harus dapat diakses oleh siswa berusia 15 tahun.
c) Societal
Masalah societal (kemasyarakatan) fokus pada komunitas seseorang baik lokal, nasional maupun global. Item yang mungkin dilibatkan, yakni (tetapi tidak terbatas pada): hal- hal seperti sistem pemungutan suara, angkutan umum, pemerintah, kebijakan publik, demografi, periklanan, kesehatan, hiburan, statistik nasional, dan ekonomi. Meskipun individu terlibat dalam semua hal tersebut secara personal, namun dalam
kategori konteks sosial, fokus permasalahan ada pada perspektif komunitas.
d) Scientific
Masalah yang diklasifikasikan dalam kategori sains berkaitan dengan penerapan matematika pada alam dan isu serta topik yang berkaitan dengan sains dan teknologi. Konteks tertentu dapat mencakup (namun tidak terbatas pada) area seperti cuaca atau iklim, ekologi, kedokteran, ilmu antariksa, genetika, pengukuran, dan dunia matematika itu sendiri. Item yang bersifat intra- matematis, di mana semua elemen yang terlibat termasuk dalam dunia matematika, termasuk dalam konteks ilmiah.
3) Komponen Proses
Menurut OECD (2018a), PISA mengelompokkan aspek proses menjadi tiga kelompok, yaitu:
a) Formulate
Kata “formulate” mengacu pada kemampuan individu untuk mengenali dan mengidentifikasi peluang untuk menggunakan matematika dan kemudian memberikan struktur matematika pada suatu masalah yang disajikan dalam beberapa bentuk yang dikontekstualisasikan. Dalam proses merumuskan situasi secara matematis, siswa menentukan di mana mereka
dapat mengekstraksi matematika untuk menganalisis, mengatur, dan memecahkan masalah.
Komponen proses ini menunjukkan seberapa efektif siswa mampu mengenal dan mengidentifikasi peluang dalam menggunakan matematika dalam situasi masalah dan menyediakan struktur matematika yang dibutuhkan untuk merumuskan masalah kontekstual ke dalam bentuk matematika.
Adapun proses perumusan situasi secara matematis ini mencakup kegiatan- kegiatan seperti berikut ini:
• mengidentifikasi aspek matematika dari masalah yang terletak dalam konteks dunia nyata dan mengidentifikasi variabel yang signifikan;
• mengenali struktur matematika (termasuk keteraturan, hubungan, dan pola) dalam masalah atau situasi;
• menyederhanakan situasi atau masalah agar sesuai dengan matematika analisis (misalnya dengan penguraian);
• mengidentifikasi kendala dan asumsi di balik pemodelan matematika dan penyederhanaan yang diperoleh dari konteks;
• merepresentasikan situasi secara matematis, menggunakan variabel, simbol, diagram, dan model standar yang sesuai;
• merepresentasikan suatu masalah dengan cara yang berbeda, termasuk mengaturnya menurut konsep matematika dan membuat asumsi yang tepat;
• memahami dan menjelaskan hubungan antara bahasa khusus konteks dari suatu masalah dan bahasa simbolik dan formal yang diperlukan untuk mewakili secara matematis;
• menerjemahkan masalah ke dalam bahasa matematika atau representasi;
• mengenali aspek- aspek masalah yang sesuai dengan masalah yang diketahui atau konsep matematika, fakta atau prosedur;
• menggunakan alat komputasi yang paling efektif untuk menggambarkan hubungan matematis yang melekat dalam masalah kontekstual; dan
• membuat serangkaian instruksi (langkah demi langkah) yang terurut untuk memecahkan masalah.
b) Employe
Kata “employe” mengacu pada individu yang mampu menerapkan konsep, fakta, prosedur, dan penalaran matematika untuk memecahkan masalah yang dirumuskan secara matematis untuk memperoleh kesimpulan matematis.
Dalam proses menggunakan konsep matematika, fakta, prosedur dan penalaran untuk memecahkan masalah, individu
melakukan prosedur matematis yang diperlukan untuk mendapatkan hasil dan menemukan solusi matematis (misalnya melakukan perhitungan aritmatika, menyelesaikan persamaan, membuat deduksi logis dari asumsi matematis, melakukan manipulasi simbolik, mengekstraksi informasi matematika dari tabel dan grafik, merepresentasikan dan memanipulasi bentuk dalam ruang, dan menganalisis data). Secara khusus, proses menggunakan konsep, fakta, prosedur, dan penalaran matematika ini mencakup aktivitas seperti:
• merancang dan menerapkan strategi untuk menemukan solusi matematika;
• menggunakan alat matematika, termasuk teknologi, untuk membantu menemukan yang tepat atau perkiraan solusi;
• menerapkan fakta, aturan, algoritme, dan struktur matematika saat menemukan solusi;
• memanipulasi angka, data dan informasi grafis dan statistik, aljabar ekspresi dan persamaan, dan representasi geometris;
• membuat diagram matematika, grafik, simulasi, dan konstruksi serta melakukan penggalian informasi matematika;
• menggunakan dan beralih di antara representasi yang berbeda dalam proses pencarian solusi;
• membuat generalisasi dan dugaan berdasarkan hasil penerapan prosedur matematika untuk mencari solusi;
• merenungkan argumen matematika dan menjustifikasi hasil matematika; dan
• mengevaluasi pentingnya pola serta keteraturan yang diamati (atau diusulkan) dalam data.
c) Interpret
Kata “interpret” berfokus pada kemampuan individu untuk merefleksikan solusi, hasil atau kesimpulan dan menafsirkannya dalam konteks masalah kehidupan nyata. Hal ni melibatkan menerjemahkan solusi matematika atau penalaran kembali ke dalam konteks masalah dan menentukan apakah hasilnya masuk akal dalam konteks masalah. Secara khusus, proses penafsiran ini, menerapkan dan mengevaluasi hasil matematika mencakup kegiatan seperti:
• menafsirkan hasil matematika ke konteks dunia nyata;
• mengevaluasi kewajaran solusi matematika dalam konteksnyadari masalah dunia nyata;
• memahami bagaimana dunia nyata memengaruhi hasil dan perhitungan prosedur atau model matematis untuk membuat penilaian kontekstual tentang bagaimana hasilnya harus disesuaikan atau diterapkan;
• menjelaskan mengapa hasil atau kesimpulan matematika masuk akal atau tidak masuk akal mengingat konteks suatu masalah;
• memahami luas dan batasan konsep matematika dan solusi matematika;
• mengkritisi dan mengidentifikasi batasan model yang digunakan untuk memecahkan masalah; dan
• menggunakan pemikiran matematis dan pemikiran komputasional untuk membuat prediksi, memberikan bukti untuk argumen, menguji dan membandingkan solusi yang diusulkan.
4) Level Soal dalam PISA
Terdapat 6 level atau tingkatan soal dalam PISA yang terkait dengan kemampuan matematika siswa, berikut penjelasan level soal dalam PISA beserta indikatornya (OECD, 2018a).
a) Level 1
Siswa dapat menjawab pertanyaan mengenai konteks yang sudah dikenal, dimana semua informasi yang relevan telah diketahui dan pertanyaan telah dirumuskan dengan jelas;
mengidentifikasi informasi dan melaksanakan prosedur rutin;
melaksanakan aksi–aksi yang sudah jelas dengan mengikuti stimulus yang ditentukan.
b) Level 2
Siswa dapat mengenali dan menginterpretasikan situasi yang kompleks; menyaring informasi yang relevan dari suatu situasi atau sumber; menggunakan bentuk representasi tententu;
mengembangkan algoritma dasar, rumus, prosedur atau kombinasinya; memberi alasan dan menginterpretasi hasil yang diperoleh.
c) Level 3
Siswa dapat melaksanakan prosedur yang telah dideskripsikan secara jelas; memilih dan menerapkan strategi penyelesaian masalah; menginterpretasikan dan menggunakan representasi berdasarkan sumber–sumber yang berbeda serta memberi alasan; melaporkan dan mengkomunikasikan secara singkat interpretasi, hasil dan penalaran mereka.
d) Level 4
Siswa dapat bekerja secara efektif dengan model–model eksplisit dari situasi yang konkret dan kompleks; merumuskan kendala dan membuat asumsi–asumsi; memilih, menginterpretasi berbagai bentuk representasi termasuk yang simbolik dan mengaitkannya secara langsung terhadap masalah–masalah real; bernalar secara fleksibel dan memiliki keterampilan yang memadai; merumuskan dan mengkomunikasikan aksi, interpretasi.
e) Level 5
Siswa dapat mengembangkan model situasi yang kompleks dan menggunakannya; mengidentifikasi kendala–kendala dan asumsi–asumsi; memilih, membandingkan dan mengevaluasi strategi penyelesaian masalah yang berkaitan dengan model;
bekerja secara strategis dengan menggunakan pemikiran dan penalaran yang baik; merefleksi aksi mereka, merumuskan interpretasi dan alasannya dan mengkomunikasikannya.
f) Level 6
Siswa dapat membuat model situasi yang kompleks;
mengkonstruksi konsep, melakukan generalisasi dan memanfaatkan konsep itu; mengaitkan sumber–sumber informasi dan representasi serta menerjemahkannya secara fleksibel; berpikir dan bernalar tingkat tinggi; memahami simbol–simbol dan maknanya, operasi–operasi matematika dan hubungannya; mengembangkan pendekatan atau strategi untuk mengatasi masalah–masalah yang sulit; merumuskan dan mengkomunikasikan ide, penemuan, interpretasi dan aksi mereka secara tepat.
3. Etnomatematika
Pertama kali pada tahun 1977, Ubiratan D’Ambrosio, seorang matematikawan asal Brazil, memperkenalkan istilah etnomatematika.
Secara linguistik, kata “etno” berasal dari “ethno” yang merujuk pada hal
yang sangat luas dalam konteks budaya dan sosial, termasuk bahasa, jargon, kode perilaku, mitos, atau simbol. Dalam definisinya, D’Ambrosio (dalam Kusaeri, 2019) menjelaskan etnomatematika sebagai:
The mathematics which is practiced among identifiable cultural groups, such as national-tribal societies, labour groups, children of certain age brackets and professional classes.
Secara bebas diartikan dengan matematika yang dipraktikkan di antara kelompok budaya yang dapat diidentifikasi, seperti masyarakat, suku di lingkup nasional, kelompok buruh, anak-anak dalam kurun usia tertentu, dan kelas profesional.
Penggunaan Etnomatematika dalam pembelajaran matematika dapat dianggap sebagai sebuah metode untuk memotivasi para siswa dalam mempelajari matematika dengan cara mengaitkan materi yang diajarkan dengan contoh nyata yang sesuai dengan model-model matematika yang relevan dengan materi yang sedang diajarkan, seperti kehidupan sehari- hari, budaya lokal, atau praktik kebudayaan yang telah ada.
Pendekatan etnomatematika diperkenalkan sebagai cara baru untuk memahami dan mengajarkan matematika kepada siswa. Pendekatan ini merupakan tambahan dari berbagai metode yang sudah ada, seperti matematika realistik, konstruktivis, dan lainnya.
Budaya dan nilai-nilai yang ada di masyarakat Indonesia merupakan kekuatan yang sangat penting dan harus dimanfaatkan dengan baik untuk mengembangkan berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan dan
pembelajaran. Sebagai contohnya, dalam etnomatematika, konsep geometri tentang bangun datar dijelaskan dengan mengaitkannya dengan benda-benda budaya yang ada di sekitar lingkungan siswa, seperti motif batik, ornamen rumah adat, atau benda geometris yang dibuat oleh masyarakat setempat (Zaenuri et al., 2018).
4. Kemampuan Penalaran Matematis
Kemampuan penalaran matematis merupakan kemampuan esensial dan fundamental dalam pembelajaran yang harus dikembangkan kepada diri siswa dengan kokoh. Hal ini sejalan dengan standar utama dalam pembelajaran matematika yang termuat dalam Standar National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (dalam Maulyda, 2019) yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan koneksi (connection), kemampuan penalaran (reasoning), dan kemampuan representasi (representation). Kelima standar tersebut mempunyai eranan penting dalam kurikulum matematika.
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kemampuan adalah kesanggupan; kecakapan; kekuatan. Kemampuan bisa juga disebut sebagai kapasitas seseorang untuk melakukan atau mengerjakan sesuatu.
Penalaran berasal dari kata “nalar” yang dalam KBBI berarti aktivitas yang memungkinkan seseorang untuk berfikir logis, jangkauan pikir, kekuatan pikir. Kemampuan penalaran adalah kesanggupan berpikir yang memiliki
karakteristik tertentu yaitu berpola pikir logis atau proses berpikir bersifat analitis.
Kemampuan penalaran matematis merupakan salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam pembelajaran matematika. Widdiharto (dalam Fahdila, 2017) menyatakan bahwa kemampuan penalaran siswa tercermin melalui kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis, dan memiliki sifat objektif, jujur, disiplin dalam memecahkan suatu permasalahan, baik dalam bidang matematika, bidang pelajaran lain, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Penalaran dalam matematika memiliki peran yang sangat penting dalam proses berfikir seseorang.
Penalaran juga merupakan pondasi dalam pembelajaran matematika. Bila kemampuan bernalar siswa tidak dikembangkan, maka bagi siswa matematika hanya akan manjadi materi yang mengikuti serangkaian prosedur dan meniru contoh-contoh tanpa mengetahui maknanya.
Penalaran matematika dan pembelajaran matematika merupakan dua hal yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan, karena materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dapat dipahami dan dilatihkan melalui belajar matematika. Oleh sebab itu melalui pembelajaran matematika, kemampuan penalaran siswa akan lebih terlatih. Sehingga kemampuan penalaran matematis dapat dilatih melalui pembelajaran matematika.
Siswa dikatakan mampu melakukan penalaran matematika bila ia mampu menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Adapun indikator kemampuan penalaran matematis menurut Sumarmo yang dikutip oleh Tina (Manik & Surya, 2020) pada pembelajaran matematika adalah sebagai berikut:
a) Menarik kesimpulan logis.
b) Memberikan penjelasan dengan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan.
c) Memperkirakan jawaban dan proses solusi.
d) Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematis.
e) Menyusun dan mengkaji konjektur.
f) Merumuskan lawan, mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas argument – argument yang valid.
g) Menyusun pembuktian langsung, tak langsung, dan menggunakan induksi matematis.
Sedangkan menurut Romadhina (dalam Fahdila, 2017), indikator penalaran matematis adalah:
a) Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar dan diagram.
b) Mengajukan dugaan.
c) Melakukan manipulasi matematika.
d) Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap beberapa solusi.
e) Menarik kesimpulan dari pernyataan.
f) Memeriksa kesahihan suatu argumen.
g) Menentukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.
Berdasarkan uraian di atas, indikator kemampuan penalaran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
a) Mengajukan dugaan.
b) Melakukan manipulasi matematika.
c) Memberikan alasan terhadap kebenaran solusi.
d) Menarik kesimpulan dari pernyataan.
5. Kemampuan Penalaran Matematis Siswa melalui Soal Model PISA Dalam menyelesaikan soal-soal model PISA diharapkan siswa memiliki kemampuan dan keterampilan matematis, karena salah satu aspek dalam penilaian PISA adalah literasi matematika. Keterampilan matematis yang dimaksud dalam penilitian ini adalah kemampuan penalaran matematis. Untuk mengetahui tingkat kemampuan penalaran matematika siswa tersebut peneliti menyajikan beberapa soal model PISA kepada siswa. Kemampuan penalaran yang diteliti dalam penelitian ini meliputi aspek 1) Mengajukan dugaan, 2) Melakukan manipulasi matematika, 3) Memberikan alasan terhadap kebenaran solusi, dan 4) Menarik kesimpulan dari pernyataan.
B. Penelitian Relevan
Terdapat beberapa penelitian relevan yang telah dilakukan sebelumnya.
1. Penelitian yang dilakukan oleh Yenny Hervanda, dkk (2020) dengan judul
“Soal Model PISA dengan Konteks Etnomatematika untuk Mengukur Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa”. Hasil penelitian ini berupa prototipe tujuh butir soal matematika model PISA berbasis etnomatematika budaya Banjar: Tari Baksa Kambang, Madihin, Masjid Sultan Suriansyah, dan kue khas Banjar Wadai Amparan Tatak dan Wadai Putri Selat yang reliabel, valid dan praktis.
Hasil uji diperoleh rata-rata tingkat kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dalam kriteria baik, sehingga soal matematika model PISA yang dikembangkan dapat mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Yudi Yunika Putra dan Raja Vebrian (2019) dengan judul “Pengembangan Soal Matematika Model PISA Konteks Kain Cual Bangka Belitung”. Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa, soal matematika model PISA menggunakan konteks kain cual Bangka Belitung yang dikembangkan telah memiliki kriteria valid dan praktis. Valid berdasarkan saran dari ahli pada tahap expert review yang telah digabungkan dengan komentar subjek one-to-one. Sedangkan praktis didapatkan berdasarkan saran dari siswa subjek small group dimana semua subjek dapat memahami soal tersebut.
Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa soal yang dikembangkan memiliki efek potensial terhadap kemampuan literasi matematis, yaitu memunculkan Kemampuan Dasar Matematis.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Shinta Nur Sabina, dkk (2019) yang berjudul “Pengembangan Soal Matematika Pisa-Like Pada Konten Change And Relationship Menggunakan Konteks Jawa Tengah”. Dari penelitian ini telah menghasilkan 2 soal matematika PISA-like pada konten change and relationship menggunakan konteks Jawa Tengah untuk siswa kelas VIII SMP yang valid dan praktis, yaitu unit 1 level 4 dengan konteks Wajik Ketan dan unit 2 level 5 dengan konteks Membeli Batik. Valid diperoleh dari hasil perbaikan pada tahap expert review dan one-to-one, hingga validator menyatakan sudah baik dari segi konten, konstruk, dan bahasa.
Sedangkan praktis, diperoleh dari tahap small group dimana sebagian besar siswa telah memahami serta dapat menyelesaikan soal yang diberikan.
Berdasarkan tahap uji coba field test, soal matematika PISA-like pada konten change and relationship menggunakan konteks Jawa Tengah yang telah dikembangkan memiliki efek potensial kemampuan berpikir matematis berupa kemampuan berpikir kritis serta kemampuan penalaran matematis.
4. Penelitian yang dilakukan oleh I N Aini, dkk (2018) yang berjudul
“Designing PISA-like mathematics problems using the context of Karawang”. Dari penelitian ini diperoleh bahwa, “The results of this
research were valid PISA-like mathematics problems using the context of Karawang. The first prototype of the development was declared valid based on expert reviews and one-to-one test. The prototype was valid after the content, construction, and language revisions. There were three PISA- like mathematics problems produced”.
5. Penelitian yang dilakukan oleh M Noviarsyah & Riski Aspriyani (2020) yang berjudul “Pengembangan Soal Matematika Tipe PISA menggunakan Konteks Puri Tri Agung”. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa soal matematika Tipe PISA menggunakan konteks Puri Tri Agung yang dikembangkan sudah memenuhi kriteria valid dan praktis. Kevalidan dilihat pada tahapan expert review dan one to one oleh validator dan siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Dan tujuan selanjutnya untuk melihat efek potensial siswa terhadap kemampuan dasar matematika dan menghasilkan beberapa kemampuan penalaran dan argument, matematisasi, komunikasi, dan representasi.
Serta dari soal yang telah dikembangkan dapat membantu siswa dalam meningkatkan literasi atau membaca siswa dalam soal matematika.
6. Penelitian yang dilakukan oleh Rika Saliha Setia Dewi Astuti (2018) yang berjudul “Pengembangan Soal Matematika Model PISA untuk Mengukur Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas IX SMP Negeri 4 Bandar Lampung”. Penelitian ini menghasilkan seperangkat soal matematika model PISA untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis siswa yang valid, praktis, dan mempunyai efek potensial
sebanyak 10 butir soal. Valid dari segi konten, konstruk, dan bahasa berdasarkan penilaian validator, praktis berdasarkan uji coba small group dan memiliki efek potensial berdasarkan analisis hasil jawaban siswa pada field test. Hasil penelitian diperoleh bahwa rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa kelas IX–B SMP Negeri 4 Bandar Lampung sebesar 64,71 termasuk pada kategori kemampuan komunikasi matematis yang baik dari 32 siswa pada indikator komunikasi matematis, yaitu written text, drawing, dan mathematical expression.
C. Kerangka Berfikir
PISA (Programme of International Student Assessment) merupakan program penilaian siswa bertaraf internasional yang diadakan OECD (Organisation fo Economic Co-operation and Development) dengan tujuan mengevaluasi kemampuan siswa dalam tiga bidang yaitu membaca, matematika, dan sains. Indonesia telah mengikuti PISA sejak program ini diadakan pada tahun 2000, penilaian ini dilakukan setiap tiga tahun sekali dan diikuti oleh lebih dari 80 negara di dunia. Selama mengikuti penilaian PISA, Indonesia konsisten berada di peringkat 10 terbawah. Salah satu faktor penyebab rendahnya hasil PISA Indonesia adalah kurangnya latihan siswa dalam menyelesaikan soal – soal dengan karakteristik yang sama dengan soal PISA.
Pembelajaran matematika yang dirancang guru matematika SMAN 5 Kota Serang cenderung menyajikan instrumen penilaian hasil belajar yang kurang berkaitan dengan konteks kehidupan sehari – hari. Sehingga kemampuan
penalaran matematis yang dibutuhkan dalam menyelesaikan soal – soal setara PISA masih rendah. Oleh karena itu, peneliti ingin mengembangkan soal matematika model PISA menggunakan konteks etnomatematika yang valid dan praktis untuk melatih kemampuan penalaran matematis siswa kelas X SMAN 5 Kota Serang.
Soal matematika PISA mencakup empat konten, yaitu Change and Relationship, Space and Shape, Quantity, dan Uncertanty and Data yang akan menjadi konten pada setiap soal dalam penelitian untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa dengan mengembangkan konteks etnomatematika di dalamnya. Jadi penelitian ini akan menghasilkan soal matematika model PISA berbasis etnomatematika untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa SMAN 5 Kota Serang dan diharapkan dapat menjadi contoh untuk para guru matematika dalam memberi soal yang melatih kemampuan penalaran matematis siswa. Berikut adalah alur kerangka berpikir yang dilakukan pada penelitian ini:
Gambar 2. Bagan Alur Kerangka Berpikir Pembelajaran Matematika Kelas X SMAN 5 Kota Serang
Menggunakan soal – soal yang kurang berkaitan dengan konteks kehidupan
yang dihadapi siswa
Rendahnya kemampuan penalaran matematis siswa kelas X SMAN 5 Kota Serang yang dibutuhkan dalam menyelesaikan
soal – soal PISA
Mengembangkan produk penelitian berupa soal matematika model PISA berbasis etnomatematika
Soal telah dikembangkan
Uji validasi oleh para ahli yaitu isi, konstruk, dan bahasa
Soal dengan kriteria valid dan praktis siap digunakan untuk mengukur kemamapuan penalaran
matematis
Soal dengan kriteria tidak valid, diperbaiki sesuai
saran
42 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan atau Research &
Development (R&D). Penelitian pengembangan adalah penelitian yang bertujuan untuk menghasilkan produk baru, atau mengembangkan produk yang telah ada, serta mengetahui kualitas dan keefektifan produk yang dihasilkan.
Penelitian pengembangan ini menghasilkan prototipe soal matematika model PISA berbasis etnomatematika yang mencakup kisi – kisi soal, butir soal, alternatif jawaban, dan pedoman penskoran.
Model pengembangan yang dipilih dalam penelitian ini mengacu pada model pengembangan prosedural ADDIE. Adapun tahapan atau fase pengembangan dari model ini yaitu Analysis (analisis), Design (desain), Development (pengembangan), Implementation (implementasi) dan Evaluation (evaluasi). Model pengembangan ADDIE adalah salah satu alat yang efisien dalam menghasilkan suatu produk, karena model pengembangan ADDIE