• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of FUNGSI AUDIT INVESTIGATIF PADA BUMN PERSERO UNTUK MENGHITUNG KERUGIAN NEGARA DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "View of FUNGSI AUDIT INVESTIGATIF PADA BUMN PERSERO UNTUK MENGHITUNG KERUGIAN NEGARA DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

42 DOI: https://doi org/10 21776/ub arenahukum 2023 01601 3 Volume 16 No 1 (April) 2023 : pp 42-65 e-ISSN:2527-4406 Faculty of Law, Universitas Brawijaya, Malang p-ISSN:0126-0235 Indonesia

https://arenahukum.ub.ac.id/index.php/arena

FUNGSI AUDIT INVESTIGATIF PADA BUMN PERSERO UNTUK MENGHITUNG KERUGIAN NEGARA DALAM PERSPEKTIF

HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

Susanto

Fakultas Hukum Universitas Pamulang

Jalan Surya Kencana No. 1 Pamulang, Tangerang Selatan Email: susanto@unpam.ac.id

Disubmit: 03-03-2022 | Direview: 13-04-2022 | Diterima: 03-06-2022

Abstract

This study aims to discover the new role of investigative audit in BUMN Persero in calculating state losses in the perspective of positive law and Islamic law. The results of the study indicate that the investigative audit function of BUMN Persero to calculate state losses can be used as evidence. This makes the determination of state losses an important matter to determine whether a prosecution can be continued or not. Errors in determining state losses can result in failure in law enforcement. There is a difference in the concept of returning state losses due to corruption between positive law and Islamic law. In positive law, the state's recovery of losses cannot cancel the crime, and only mitigates the punishment. Whereas in the Islamic law, restitution of state losses is a good intention and is considered sufficient to resolve the problem of corruption.

Keywords: Investigative Audit; Islamic Law; State Loss.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan menemukan peran baru audit investigatif pada BUMN Persero dalam menghitung kerugian negara dalam perpektif hukum positif dan hukum Islam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi audit investigatif pada BUMN Persero untuk menghitung kerugian negara dapat digunakan sebagai alat bukti. Hal ini menjadikan penetapan kerugian negara sebagai hal yang penting untuk menentukan apakah suatu penuntutan dapat dilanjutkan atau tidak. Kesalahan dalam menentukan kerugian negara dapat mengakibatkan kegagalan dalam penegakan hukum. Konsep pengembalian kerugian negara akibat korupsi memiliki perbedaan antara hukum positif dan hukum Islam. Dalam hukum positif mengakui pengembalian kerugian Negara, tetapi hal ini tidak dapat membatalkan pidana, dan hanya meringankan digunakan sebagai pidana tambahan. Sementara menurut konsep hukum Islam pengembalian kerugian negara merupakan itikad baik, oleh karenanya pengembalian kerugian negara dianggap cukup untuk menyelesaikan permasalahannya korupsinya.

Kata Kunci: Audit Investigatif; Hukum Islam; Kerugian Negara.

(2)

Pendahuluan

Kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam perkembangannya tampaknya dipandang negatif. BUMN dituding memiliki keuntungan yang rendah dan tidak efisien.

1 Orientasi pendirian BUMN yang lebih memprioritaskan pemenuhan kebutuhan masyarakat dibandingkan mencari keuntungan mempengaruhi kondisi tersebut. Kondisi demikian BUMN sering dikatakan sebagai entitas sosial. BUMN seharusnya tidak hanya berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat saja namun juga dapat memainkan perannya secara maksimal sebagai entitas bisnis yang mempunyai orientasi mencari keuntungan demi keberlangsungan usahanya. Selain itu BUMN seharusnya lebih kompetitif dalam era globalisasi untuk melayani lebih baik kepada masyarakat juga mendapatkan keuntungan, apalagi BUMN mendapat dukungan pemerintah dan memiliki hak monopoli dalam berusaha.

BUMN merupakan salah satu bagian tulang punggung perekonomian Indonesia.

Sebagai aset produktif sudah seharusnya dapat memberikan kontribusi positif kepada pemerintah baik dalam bentuk pajak maupun deviden. Sebagai entitas sosial BUMN sangat perlu di jaga kesehatannya, namun sayangnya banyak BUMN yang mengalami kerugian disebabkan oleh pengelolaan yang tidak

1 Maya Aulia Saputri, Lindrianasari Lindrianasari, Yuztitya Asmaranti, Fitra Dharma, “Pengaruh Mekanisme GCG Terhadap Konservatisme Akuntansi Pada Perusahaan BUMN”, Jurnal Akun Nabelo, Jurnal Akuntansi Netral, Akuntabel Objektif Vol 3, No. 2, (Juli 2021): 418–439, diakses 20 Feberuari 2021, http://jurnal.untad.

ac.id/jurnal/index.php/jan/article/view/16380.

2 Dewi Tuti Muryati, B. Rini Heryanti, dan Dharu Triasih, “Kajian Normatif Atas Kepailitan Bumn (Persero) Dalam Kaitannya Dengan Pengaturan Perseroan Terbatas”, Jurnal Dinamika Sosial Budaya Vol 17, No. 1, (Juni 2015):29–40, diakses 20 Feberuari 2021, doi: http://dx.doi.org/10.26623/jdsb.v17i1.500.

taransparan, tidak dan tidak menerapakn prinsip ekonomi perusahaan.

Sebagaimana di amanatkan dalam UUD 1945 dijelaskan bahwa pelaku ekonomi di negara kita terdiri dari tiga bentuk perusahaan yaitu BUMN/D, koperasi dan swasta. Hal ini bermakna bahwa konstitusi telah memberikan gambaran jelas bahwa BUMN maupun BUMD sebagai pelaku ekonomi selain perusahaan swasta dan koperasi.

Saat ini BUMN mempunyai 3 bentuk perusahaan yaitu Perum yang merupakan Perusahaan umum, PT Persero yang merupakan Perseroan Terbatas dan terakhir adalah Perusahaan Gabungan yang berbentuk PT Persero Tbk.

Sampai dengan tahun 2004, BUMN masih mempunyai bentuk perusahaan lain, yaitu Perusahaan Jawatan (Perjan). Dalam perkembangannya, semua Perjan dicopot dari naungan Kementerian BUMN dan beralih ke bentuk usaha lain, seperti Lembaga Penyiaran Publik dan Badan Layanan Umum. 2

Sesuai dengan kriteria di atas, Indonesia sebagai salah satu yang memiliki BUMN berkinerja buruk, yang salah satu upaya untuk mengatasinya biasanya dengan melakukan privatisasi. Beberapa BUMN dalam rangka menghadapi era globalisasi telah melakukan pembenahan manajemen, khususnya dalam hal efisiensi biaya operasional sehingga

(3)

diharapkan mampu menghadapi persaingan pasar. Restrukturisasi usaha dianggap merupakan langkah perbaikan, pengurangan tenaga kerja dan implementasi sistem pengendalian manajemen yang baik juga merupakan langkah perbaikan yang perlu dilakukan. 3

Langkah perbaikan lainnya dengan melakukan kebijakan-kebijakan strategis dalam segala bidang manajemen. BUMN yang tidak mau memperbaiki manajemennya biasanya akan mengalami kendala dalam menghadapi persaingan usaha yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja BUMN khususnya dibidang keuangan.

Majalah Tempo tanggal 17 Oktober 2005 memperoleh data adanya 30 dugaan kasus korupsi di BUMN, 10 BUMN dengan 15 kasusnya merupakan kasus dugaan tipikor bidang pengadaan barang dan jasa.4 Sebagai contoh mengenai Penjualan Very Large Crude Carrier (VLCC) Pertamina, setidaknya merugikan negara paling rendah sebesar US$20 juta, pdahal potensi kerugian tertingginya sebesar US$56 juta. Dengan kurs US$1 = Rp.9.000,-, sehingga kerugian Negara kisaran Rp.180-504 miliar. 5 Terdapat

3 Hasim As’ari, Diana Airawaty, Badrus Zaman, Pengaruh Restrukturisasi Keuangan Terhadap Kinerja Perusahaan Grup Dan Non-Grup, JAE - Jurnal Akuntansi Dan Ekonomi Vol 5, No. 1, (Maret 2020): 61–68, diakses 25 Mei 2021, doi: https://doi.org/10.29407/jae.v5i1.14207.

4 Theodorus M. Tuanakotta, Akuntansi Forensik & Audit Investigatif 2nd ed, (Jakarta: Salemba Empat, 2010).

5 Ibid. hlm. 874.

6 Krisiandi, “Emirsyah Satar Jadi Tersangka KPK, Ini Penjelasan Garuda Indonesia”, http://nasional.kompas.

com/read/2017/01/19/15140691/emirsyah.satar.jadi.tersangka.kpk.ini.penjelasan.garuda.indonesia, diakses tanggal 28 Januari 2022.

7 Puslitbang Mahkamah Agung Republik Indonesia, Makna Uang Negara” dan “Kerugian Negara” dalam Putusan Pidana Korupsi Kaitannya dengan BUMN/Persero. (Jakarta: Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2010), hlm.5.

8 Susanto, “Kedudukan Akuntan Publik Untuk Melakukan Audit Investigatif Terhadap Kekayaan Badan Usaha Milik Negara (Bumn) Persero Dalam Rangka Menghitung”, Jurnal Hukum Staatrechts Vol. 1, No. 1, (2018):

57–86.

kasus yang terbaru PT. Garuda Indonesia, Tbk dimana KPK telah menetapkan Emirsyah Satar selaku mantar direktur utamanya, sebagai tersangka suap 6 yang merugikan Negara sampai jutaan dollar Amerika Serikat.

Kasus diatas merupakan contoh kasus dari Fraud (kecurangan, kejahatan atau penyalahgunaan wewenang) yang merugikan negara yang terdapat pada BUMN Persero.

Selama ini untuk membuktikan kerugian negara pada BUMN Persero pada umumnya didasarkan perhitungan oleh ahli, namun dalam praktiknya masih terdapat perbedaan persepsi antara jaksa dan hakim yang masih mendasarkan kerugian negara berdasarkan fakta yang ada dalam sidang pembuktian.

Terutama dalam memaknai ada atau tidaknya kerugian negara dalam perkara tersebut7

Seperti yang kita pahami bahwa BUMN merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara sebagai penyertaan langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan..8 Pasal 9 UU BUMN No. 19 Tahun 2003 BUMN dikelompokkan menjadi 2 (dua) klasifikasi yaitu Perusahaan Umum (Persero) dan Perusahaan Perseroan. Sedangkan Perjan tidak

(4)

dikenal lagi dan diberikan waktu paling lama 2 (dua) tahun untuk beralih menjadi Perum ataupun Persero.9

Lahirnya UU Keuangan Negara disusul dengan UU BUMN, UU No. 17 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan & Pertanggungjawaban Keuangan Negara dan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, sudah seyogyanya memberikan pandangan yang lebih jelas guna menghitung kerugian Negara akibat permasalahan BUMN yang merugikan keuangan Negara. Kontradiktif unsur kerugian negara ketika diterapkan dalam kasus tipikor menjadi dilematis karena belum ada kesamaan pemikiran baik dari aparat penegak hukum maupun ahli terkait kerugian BUMN apakah merupakan kerugian perseroan atau merupakan kerugian negara.

Penerapan unsur kerugian Negara terhadap tindak pidana yang terjadi di BUMN Persero menimbulkan multitafsir dari para hakim yang mengadili perkara korupsi yang terjadi di BUMN Persero. Hal tersebut dapat diamati dalam beberapa putusan kasus korupsi di BUMN Persero, di mana terlihat adanya disparitas putusan hakim terhadap terdakwa di Pengadilan. Sebagai contoh, timbulnya putusan yang kontradiksi dari majelis hakim pada Pengadilan Negeri Surabaya yaitu, putusan terhadap terdakwa Daniel Sunarya

9 Kurniawan, Hukum Perusahaan Karakteristik badan usaha berbadan hukum dan tidak berbadan hukum di Indonesia 1st ed, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2014), hlm. 106.

10 Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 065/Pid. B/2010/PN.Sby.

11 Putusan Pengadilan Negeri Jogjakarta No. 9/Pid.Sus-TPK/2014/PN Yk.

Kuswandi 10 dengan Putusan Pengadilan Negeri Jogjakarta terhadap terdakwa Samin Hadi Susanto bin Madwitanom dan terdakwa Surono bin Rono Wiyoso. 11 Daniel divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Surabaya dengan alasan dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan kepadanya, sedangkan Samin Hadi Susanto bin Madwitanom dan terdakwa Surono bin Rono Wiyoso divonis bersalah dan dijatuhkan hukuman spenjara pidana masing- masing selama 1 tahun dan 6 bulan dan denda masing-masing sebesar Rp.50.000.000 oleh Pengadilan Negeri Jogjakarta yang anggotanya terdiri dari Suwarno selaku Hakim Ketua Sidang, Rina Listyowati, Hakim Ad Hoc Tipikor dan Samsul Hadi, Hakim Ad Hoc Tipikor masing-masing selaku Hakim Anggota. Putusan tersebut diucapkan pada hari Kamis, 2 Oktober 2014. Padahal, dakwaan dan tuntutan mereka sama, yaitu primair: Pasal 2 ayat (1) juncto. Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001, Pasal 55 ayat (1) KUHP juncto Pasal 64 KUHP dan subsidair Pasal 3, Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana talah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jis. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Keduanya dianggap telah merugikan keuangan Negara dengan “perbuatan melawan hukum” atau

“Penyalahgunaan wewenang, kesempatan

(5)

atau sarana yang tersedia baginya”12

Terdapat berbagai penafsiran terhadap pemaknaan kerugian negara dan keuangan negara jika dihubungkan dengan BUMN persero sehingga menimbulkan kerancuan dan kontroversi. Pertanyaan mendasar yang sering muncul adalah apakah BUMN Persero dapat dikategorikan sebagai subjek hukum publik atau subjek hukum privat. Selanjutnya terhadap kekayaan BUMN Persero apakah pengelolaannya tunduk pada hukum publik yaitu hukum keuangan negara serta hukum perbendaharaan negara atau secara keseluruhan tunduk pada hukum privat khususnya hukum perseroan.

Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terkait dengan unsur kerugian negara yang salah satu unsur dan harus dipenuhi dalam membuktikan adanya tipikor dan merugikan perekonomian negara atau keuangan negara.

Sehingga menjadi polemik yang menjadi kerancuan mengenai pengaturan keuangan negara yang terdapat dalam UU Keuangan Negara dan UU Perseroan Terbatas serta UU BUMN. Dari polemik tersebut memunculkan permasalahan mengenai apakah kerugian yang dialami BUMN/D merupakan kerugian keuangan negara yang digolongkan sebagai tipikor diakibatkan adanya perbuatan melawan hukum?.

Terkait dengan perbedaan penafsiran mengenai status keuangan negara dalam BUMN Persero tidak lepas dari inkoherensi

12 Susanto, “Kedudukan Hasil Audit Investigatif Pada Kekayaan Badan Usaha Milik Negara Persero Dalam Hukum Pembuktian Pidana Di Indonesia”, Jurnal Cita Hukum Vol. 6, No. 1, (2018): 139-162.

Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan UU BUMN, hal ini disebabkan adanya perbedaan prinsip dalam kedua Undang-Undang tersebut. Prinsip UU PTPK mengharapkan kerugian BUMN juga merupakan kerugian negara, sementara prinsip UU BUMN kerugian BUMN merupakan kerugian sendiri dan tidak bisa dikategorikan sebagai kerugian negara.

Dalam penelitian ini Peneliti sependapat bahwa kerugian Negara yang ditimbulkan adanya kerugian BUMN Persero merupakan kerugian Negara. Hal ini sesuai dengan pendapat dengan ahli Saldi Isra, Sri Edi Swasono, Siswo Sujanto, Muchsan, Miko Kamal, Maruarar Siahaan, Mulia Panusuan Nasution, dan Zainal Arifin Mochtar yang dihadirkan oleh Pemerintah dalam pengujian Undang-undang Nomor. 62/PUU-XI/2013 mengenai pengaturan definisi keuangan negara dan kewenangan BPK.

Mahkamah Konstitusi pada tanggal 18 September 2014 telak menolak pengujian sejumlah pasal UU Keuangan Negara dan UU BPK nerkaitan dengan definisi dan makna keuangan negara, kekayaan negara dan kewenangan melakukan audit oleh BPK terhadap BUMN. Permohonan tersebut didaftarkan oleh Forum Hukum BUMN yang mengajukan pengujian konstitisionalitas Pasal 2 huruf g dan huruf i UU Keuangan Negara.

Pengujian ketentuan di atas ditolak seluruhnya oleh MK dalam Putusan No.48/PUU-XI/2013.

Menurut MK menyatakan jika Pasal 2

(6)

huruf g dan huruf idihapuskan maka akan menimbulkan ketidakjelasan mengenai status keuangan negara yang dimanfaatkan oleh BUMN Persero dalam menyelenggarakan fungsi negara. Dilihat dari prespektif transaksi terkait dengan transaksi yang tidak melakukan peralihan hak yang akibat hukumnya tidak ada peralihan hak dari negara kepada BUMN/D atau istilah lain yang disamakan, hal ini menjadikan kekayaan negara yang talh dilakukan pemisahan tersebut tetap merupakan kekayaan negara. 13

Berkaitan dengan tafsir keuangan negara menurut Undang-undang jika dikaji lebih mendalam masih multi tafsir. Putusan MK memberikan keputusan atau penafsiran apakah suatu Undang-Undang bertentangan atau tidak dengan UUD 1945 dengan ketentuan atau pasal yang dimohonkan uji materi atau diitilahkan dengan istilah sinkronisasi vertikal. Secara substansi masih terdapat konflik anatara perundang-undangan dalam derajat yang sama dalam Undang-Undang yang mencakup terkait dengan pengertian keuangan negara dihubungkan dengan kerugian negara. Akibat ketidakjelasan suatu norma dalam perundang- undangan itu sendiri atau dengan sebutan lain sinkronisasi horizontal, sehingga perlu dikaji dari tujuan hukum dalam kerang sistem hukum.. 14 Tujuan sinkronisasi agar substansi yang diatur dalam perundang-undangan tidak

13 Pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-XI/2013 tanggal 18 September 2014, hlm. 233.

14 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Disertasi Dan Tesis, (Jakarta:

PT. Rajagrafindo Persada, 2014), hlm 5.

15 Putri Noor Ilmi dan Moch. Najib Imanullah, “Taraf Sinkronisasi Horizontal Pengaturan Izin Usaha Pertambangan Berdasarkan Undang-Undang Dan Batubara Dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23”, Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Vol. 7, No. 2, (2019): 258–265.

tumpang tindih, saling melengkapi dan saling terkait 15

Apabila dihubungkan kerugian negara yang berasal dari kerugian BUMN akibat adanya tipikor maka keti disidangkan pengadilan lebih mempercayai kerugian negara yang dihitung oleh BPK atau BPKP hal ini menunjukkan sifat instansional. Disi lain terdapat auditor dari swasta yang boleh menghitung ada atau tidaknya kerugian negara tersebut hal ini disebutkan dalam pertimbangan Putusan MK No.31/PUU-X/2012 tanggal 23 Oktober 2012. Tindak pidana korupsi dalam perspektif hukum positif merupakan perbuatan yang mempunyai unsur pokok adanya kerugian negara. Sebagaimana dalam perspektif Hukum Islam tindak pidana korupsi merupakan perbuatan dilarang atau merupakan perbuatan haram. Penentuan kerugian negara mempunyai eksistensi yang cukup penting.

Kerugian negara merupakan salah satu unsur pokok yang wajib dibuktikan dalam tindak pidana korupsi. Oleh karenanya penentuan ada tidaknya kerugian negara mempunya kedudukan yang sangat sentral. Karena untuk dapat tidaknya tindak pidana korupsi dilakukan penuntutan memerlukan pembuktian adanya kerugian negara. Jika menentukan kerugian negara ternyata salah maka berakibat gagalnya aparat penegak hukum dalam menegakkan hukum untuk perkara tindak pidana korupsi.

(7)

Perlu ditetapkan pihak yang dapat menentukan kerugian negara selain BPK dan BPKP sebagaimana disebutkan dalam Putusan MK No.31/PUU-X/2012 tanggal 23 Oktober 2012 karena ketentuan mengenai instansi dan pihak lainnya (termasuk dari unsur perusahaan), yang dapat membuktikan adanya kebenaran materiil dalam penghitungan kerugian negara serta mampu membuktikan perkara-perkara yang ditangani sebagaimana dimaksud dalam Putusan Mahkamah Konstitusi cakupannya masih terlalu luas.

Secara tersirat Putusan MK No.25/PUU/

XIV/2016 tanggal 25 Januari 2017 telah memberikan gambaran akan pentingnya audit investigative dalam menghitung kerugian BUMN. Dalam putusan tersbut pada pokoknya MK kata “dapat” yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor adalah bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Hal ini menunjukkan bahwa kerugian Negara diperhitungkan menggunakan kosepsi actual loss yang lebih memberikan kepastian hukum yang adil dan bersesuaian dengan upaya sinkronisasi dan harmonisasi instrument hukum nasional dan internasional, seperti dengan UU Administrasi Pemerintahan.16

Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam latar belakang masalah diatas, penulis dapat membuat rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana fungsi audit investigatif pada BUMN Persero untuk menghitung kerugian negara? Bagaimana perspektif hukum

16 Pertimbangan Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 25/PUU/XIV/2016 Tanggal 25 Januari 2017 hlm. 114.

islam bekerja dalam proses audit investigatiif untuk menentukan kerugian negara?

Pembahasan

A. Kedudukan Badan Usaha Milik Negara Sebagai Perusahaan Perseroan

Fungsi utama BUMN adalah selain difungsikan untuk menunjang dan menjadi alat untuk mencari dan mendapatkan sumber- sumber yang bias menambah keuangan negara.

Namun dalam kenyataannya justru berfungsi sebagai penunjang kegiatan swasta serta dipionerkan untuk menghidupkan kegiatan swasta di masa yang akan datang. Fakta lainnya ternyata BUMN sering tidak memperoleh keuntungan bahkan dalam kebangkrutan dan hal ini mendatangkan kerugian. Sayangnya pemerintah sebagai pemegang saham terbesar BUMN harus menanggung kerugian BUMN.

Menurut ketentuan Pasal 2 UU BUMN bahwa tujuan pendirian BUMN pada pokoknya dalah memberikan sumbangan bagi perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya; mengejar keuntungan; memberikan manfaat bagi kepentingan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat;

mampu merintis kegiatan wirausaha yang belum dilakukan oleh koperasi dan swasta serta berpartisipasi aktif dalam pembinaan

Menjadi pelopor kegiatan wirausaha yang

(8)

belum dilakukan oleh koperasi dan swasta;

dan berpartisipasi aktif dalam memberikan bimbingan dan pengetahuan kepada para pengusaha dari golongan ekonomi lemah, masyarakat dan koperasi.

Tujuan tersebut pada dasarnya sama dengan fungsi BUMN. Dalam menjalankan tugasnya, berdasarkan ketentuan Pasal 66 UU BUMN, pemerintah dapat memberikan kepada BUMN tugas khusus guna menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksuda dan tujuan kegiatan BUMN. 17 Dalam perkembangannya, setelah diundangkannya UU BUMN, maka yang diakui sebagai BUMN hanyalah PERUM (Perusahaan Umum) dan PT. PERSERO.18 Khusus mengenai suatu perseroan apabila ditinjau dari segi pemegang sahamnya, maka perseroan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu perseroan terbuka dan perseroan tertutup. Perbedaan itu mempengaruhi di dalam penulisan namanya dan masyarakat akan mengetahui kedudukan perseroan sebagai perseroan terbuka atau perseroan tertutup.

Khusus mengenai pendirian Perseroan yang seluruh kepemilikan sahamnya adalah negara di dalam UU PT tanhu 1995 terdapat pengaturan yang berbeda, namun UU PT ini telah dicabut. Terdapat aturan khusus yang seluruh saham yang dimiliki oleh negara, terutama yang menjalankan lembaga kliring dan penjaminan, bursa efek, lembaga

17 Puslitbang Mahkamah Agung Republik Indonesia, Makna Uang Negara” dan “Kerugian Negara” dalam Putusan Pidana Korupsi Kaitannya dengan BUMN/Persero. (Jakarta: Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2010), hlm. 53-54.

18 M. Rifqi Miftah Farid Firtsa, “Kedudukan Hukum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia Dalam Memberikan Pelayanan Navigasi”, Jurist-Diction Vol. 1, No. 1, (2018): 226.

penyimpanan dan penyelesaian serta badan lainnya yang diatur dalam UU Pasar Modal.

UU PT pada Pasal 7 ayat (7) memberi ketentuan mengenai kewajiban Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ketentuan ayat (5) dan ayat (6) tidak berlaku bagi: Pertama, Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara; atau, kedua, perusahaan yang menyelenggarakan bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian dan lembaga lain yang dibentuk oleh Undang-Undang Pasar Modal.

Berdasarkan pengaturan ini, dapat dikatakan bahwa UU PT pada Pasal 7 ayat (1) UU PT tentang syarat pendirian PT “dua orang atau lebih” tidak diperlukan pada pendirian Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Negara, tetapi hal ini tetap berlaku untuk Perseroan Terbuka atau minimal modal 51%.

UU PT pada Pasal 7 ayat (7) merupakan peraturan perkecualian. Pengaturan demikian tentu menyimpangi konsep perseroan sebagai asosiasi modal. Dalam penjelasan Pasal 7 ayat (7) UU PT ditegaskan bahwa pengaturan demikian berlatar belakang karena status dan karakteristik yang khusus dari PT yang didirikan.

Dapat dikatakan bahwa pendirian Persero yang sahamnya milih negara seluruhnya, sengaja tidak didasari oleh asosiasi modal, tapi hanya mengambil mengambil manfaat

(9)

karakter dari sebuah PT. untuk hal tersebut tata cara untuk mendirikannya sama persis dengan tata cara pendirian PT pada umumnya.

Dengan itu Persero yang demikian dapat dikatakan sebagai PT Tertutup atau one man businee, yang tidak mengehendaki partisipasi pihak luar. Hal ini sesuai dengan ketentuan UU PT pada Pasal 7 ayat (7) yang menyebutkan mempunyai karakteristik dan status yang khusus.19

Sehubungan denga itu UU PT pada Pasal 1 angka 7 mendefinisikan PT merupakan perusahaan publik atau perusahaan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang pasar modal. Untuk dianggap sebagai perusahaan publik, perusahaan harus memenuhi kriteria mengenai jumlah pemegang saham dan modal disetor yang sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Pasar Modal, bahwa untuk perseroan publik ditetapkan sahamnya dimiliki sekurang- kurangnya oleh 300 pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp. 3 Milyar.

Perseroan yang demikian biasanya orang menyebut dengan perusahaan go public, karena permodalannya terbuka bagi siapa saja.

Saham perseroan penjualannya dilakukan di bursa efek. Dengan saham yang dijual atas

19 Ibid, hlm. 66-67.

20 Gatot Supramono, BUMN Ditinjau Dari Segi Hukum Perdata, (Jakarta: Renika Cipta, 2016), hlm. 49-50.

21 Muhammad Insa Ansari, “BUMN Dan Penguasaan Negara Di Sektor Pos”, Buletin Pos dan Telekomunikasi Vol. 15, No. 2, (2017): 91.

tunjuk, pembeli saham tidak direpotkan untuk membalik nama dari pemegang saham lama ke pemilik saham baru.

Meskipun terbuka sifatnya, bukan berarti saham perseroan dapat dijual semua kepada umum, terutama jika perseroan itu dari tahun ke tahun selalu mendapat keuntungan yang signifikan, tidak ingin sahamnya sebagian besar dimiliki oleh pihak lain. Biasanya saham yang boleh dijual masih di bawah 50%, agar pengendali atau kebijaksanaan dalam menentukan perusahaan masih dipegang oleh mayoritas pemegang saham inti.

Adanya perbedaan sifat perseroan tersebut, mempengaruhi penulisan nama perseroan.

Dalam menulis nama perseroan sesuai dengan ketentuan Pasal 16 ayat (2) UUPT 2007, nama perseroan harus didahului dengan frase

“Perseroan Terbatas” atau disingkat “PT”.

Untuk penulisan nama perseroan terbuka, maka pada akhir nama perseroan ditambah dengan kata singkatan “Tbk”. Kepanjangan dari Tbk tersebut adalah terbuka. 20 Dilihat dari bentuknya BUMN Persero terdapat perbedaan pendapat. Pendapat yang pertama termasuk badan hukum privat, pendapat kedua termasuk badan hukum publik dan pendapat ketiga termasuk badan hukum campuran. 21

Dikatakan BUMN Persero sebagai badan hukum privat karena tidak mempunyai kewenangan publik. Kekayaan Negara yang menjadi modal dalam bentuk saham dalam

(10)

perseroan maupun modal dalam Perum tidak lagi merupakan kekayaan Negara, tetapi telah berubah statusnya hukumnya menjadi kekayaan badan usaha tersebut. Demikian pula kedudukan hukum pejabat pemerintah yang duduk sebagai Pemegang Saham atau Komisaris sama atau setara dengan kedudukan hukum masyarakat biasa atau pemegang saham swasta lainnya. Imunitas pbliknya sebagai penguasa tidak berlaku lagi, dan kepadanya tunduk dan berlaku sepenuhnya hukum privat, meskipun saham perusahaan tersebut seratus persen milik Negara. 22

Ketentuan lain yang menerangkan kedudukan BUMN Persero sebagai hukum privat adalah ketentuan pasal 24 ayat 1 dan 7 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pasal ini ini merupakan ketentuan yang menerangkan kedudukan BUMN Persero dalam hukum privat. Ketentuan menempatkan BUMN Persero dalam hukum privat karena memberikan kewenangan kepada BUMN Persero untuk melakukan pinjam meminjam, hibah atau penyertaan modal yang merupakan ruang lingkup hukum perdata. 23

BUMN Persero yang memang diarahkan untuk memperoleh keuntungan dalam arti, karena pemberian pelayanan dan pembinaan organisasi yang baik, cost accounting

22 Arifin P. Soeria Atmadja, Format Fungsi Publik Pemerintah Dan Badan-Badan Hukum, Makalah Pada Rapat Di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara RI, 10 Juni 2004, hlm. 3.

23 Muhammad Zainul Arifin dan Firman Muntaqo, “Penerapan Prinsip Detournement De Pouvoir Terhadap Tindakan Pejabat BUMN Yang Mengakibatkan Kerugian Negara Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara”, Jurnal Nurani Vol. 18, No. 2, (Desember 2018): 177–194.

24 GS Le Roux dan WA Lotter, Basic Principles Of Cost And Management Accounting, (Lansdowne: Juta & Co.

Ltd, 2006), hlm. 1.

25 Agus Adhari, “Eksistensi BUMN Sebagai Korporasi Yang Dikuasai Negara”, Dialogia Iuridica Vol. 7, No. 1, (2017): 27–36.

principles, ekonomi secara business zakeliik, efektif, efisien, dan management effectiveness,

24 dan pelayanan umum yang baik serta memuaskan dengan memperoleh laba atau deviden. Dengan status hukum sebagai badan hukum perdata, berupa PT. Hubungan bisnis diatur dengan ketentuan hukum perdata.

Modal untuk mendirikan Persero BUMN, seluruhnya atau sebagian, adalah milik Negara yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, sehingga dengan demikian dimungkinkan adanya perusahaan patungan atau campuran dengan swasta (dalam dan/atau luar negeri) dan untuk membeli dan menjual saham perusahaan milik negara.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 Ayat 5 UU BUMN, jika BUMN Persero ingin melakukan akuisisi atau investasi terhadap suatu badan usaha baik itu BUMN Persero atau BUMS maka ketentuan mengenai keuangan negara tidak lagi dapat diberlakukan, karena penyertaan modal tersebut tidak lagi berdasarkan keuangan negara terhadap suatu badan usaha, melainkan antar badan usaha.

Ketentuan ini tidak harus dibentuk dalam Peraturan Pemerintah sebagai dasar hukum penyertaan modal. 25

Sedangkan sisi yang menempatkan BUMN Persero dalam posisi hukum publik ketika kita melihat pengertian tindak piadana korupsi.

(11)

Yang intinya menyatakan bahwa perbuatan seseorang merugikan keuangan negara. Terkait dengan BUMN, BUMN sebagai korporasi dapat melakukan tindakan suap bahkan sangat rentan dalam konteks kerugian Negara karena sebagian sahamnya adalah milik Negara. Hal ini mengacu pada UU Keuangan Negara, UU BPK, UU Pemberantasan Korupsi, UU Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN dan UU No 49/Prp/1960 tentang Panitia urusan Piutang Negara, maka “Kekayaan BUMN bagian dari kekayaan negara”.

Dari uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa BUMN Persero merupakan badan hukum campuran karena merupakan badan hukum privat sekaligus badan hukum publik.

Sebagaimana yang diuraikan di atas BUMN Persero dikategorikan sebagai bandan hukum campuran karena di dalamnya dalam aktifitasnya dikendalikan oleh pihak negara dan swasta. Dikendalikan oleh negara karena modal berupa saham yang dimiliki oleh negara minimal sebesar 51% dan dikendalikan oleh pihak swasta karena saham BUMN Persero boleh dimiliki pihak swasta. Kedua pemegang saham tersebut baik pihak negara maupun pihak swasta mempunyai hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham yang merupakan forum tertinggi dalam Perseroan.

Kepemilikan modal bersama merupakan ciri bandan hukum campuran atau bisa dikatakan sebagai kepemilikan ganda yang operasionalnya dilakukan secara bersama-

26 Chermian Eforis, “Pengaruh Kepemilikan Negara Dan Kepemilikan Publik Terhadap Kinerja Keuangan BUMN”, Ultimaccounting : Jurnal Ilmu Akuntansi Vol. 9, No. 1, (2017): 18–31.

27 Pasal 23E Undang-Undang Dasar Tahun 1945

sama.26 Peneliti sendiri tidak sependapat dengan bentuk BUMN Persero sebagai badan hukum publik dan sebagai badan hukum campuran.

Dari hasil penelitian peneliti jika kita konsisten bahwa BUMN Persero sebagai badan hukum publik yang dikaitkan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi maka perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut : Pertama, BPK tidak dapat memeriksa BUMN Persero karena kekayaan BUMN bukan kekayaan negara.

Apabila BPK ingin memeriksa BUMN Persero maka Pasal 23E UUD 1945 27 perlu diamandemen dengan menyebutkan bahwa BPK tidak hanya memeriksa keuangan negara, tetapi juga keuangan perusahaan swasta.

Hal ini berlawanan dengan latar belakang adanya BPK sebagai salah satu lembaga negara. Kedua, Perlu dilakukan amandemen terhadap UU Tipikor No. 31 Tahun 1999 yaitu mengenai pengertian tindak pidana korupsi, yaitu : “Tindak pidana korupsi …………

yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara “diganti menjadi”

Tindak pidana korupsi ………… yang dapat merugikan keuangan perusahaan swasta, perusahaan negara, dan jawatan”. Begitu pula Pasal 2 UU Tipikor No. 31 Tahun 1999 perlu diubah menjadi tidak hanya dapat merugikan negara tetapi juga yang tidak merugikan negara, yaitu merugikan perusahaan swasta, karena korupsi adalah kejahatan. Ketiga, Perlu perubahan pengertian keuangan negara dalam UU Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung

(12)

Jawab Keuangan Negara No. 15 Tahun 2004, mengikuti usul perubahan definisi keuangan negara dalam beberapa undang-undang sebelumnya seperti tersebut di atas, sehingga kekayaan BUMN Persero tidak merupakan keuangan negara atau kekayaan negara sebagai pemegang saham, tetapi kekayaan BUMN Persero itu sendiri. 28

Melihat konsekuensi tersebut peneliti berpendapat bahwa BUMN Persero termasuk badan hukum privat dengan alasan sebagaimana tersebut di atas dan dalam sub bab selanjutnya dalam penelitian ini.

B. Status Hukum Kekayaan Negara Pada BUMN

Sebagai badan hukum mandiri maka kekayaan BUMN mempunyai konsekuensi yuridis bahwa status negara sebagai pemilik saham/modal kedudukannya hanya sebagai pemegang saham oleh karenanya sama dengan pemegang saham pada PT. sebagai subjek hukum yang mandiri akan dipersamakan dengan individu pribadi merupakan suatu badan yang memiliki harta terlepas dari angotanya, dianggap sebagai subjek hukum yang memiliki kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum, mempunyai tanggungjawab dan hak sebagaimana hak dan kewajiban

28 Puslitbang Mahkamah Agung Republik Indonesia, Makna Uang Negara” dan “Kerugian Negara” dalam Putusan Pidana Korupsi Kaitannya dengan BUMN/Persero. (Jakarta: Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2010), hlm. 191-192.

29 Purbacaraka, P., Brotosusilo, A. Sendi-sendi Hukum Perdata, (Jakarta:CV Rajawali, 1983), hlm. 51 30 Ibid.

31 Ibid.

32 Adrian Sutedi, Buku Pintar Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2015), hlm. 7

33 Inda Rahadiyan, “Kedudukan Bumn Persero Sebagai Separate Legal Entity Dalam Kaitannya Dengan Pemisahan Keuangan Negara Pada Permodalan BUMN”, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum Vol. 20, No. 4, (2014):

624–640.

yang dimiliki orang. 29 Sebagai badan hukum mempunyai konsekuensi: Tanggung Jawab Terbatas, suksesi terus-menerus, Properti bisnis dimiliki oleh perusahaan, Perusahaan memiliki kapasitas kontraktual dalam dirinya sendiri dan dapat menuntut dan digugat atas namanya sendiri.30

Sebagai badan hukum memiliki karakteristik didirkan oleh oran, memiliki kekayaan sendiri dan dipisahkan dari kekayan pendiri serta pengurus, memiliki hak serta kewajiban yang terlepas dari hak serta kewajiban pendiri dan pengurus. 31

Kesimpulannya bahwa kekayaan BUMN merupakan kekayannya sendiri, negara hanya berposisi sebagai pemegang saham dalam BUMN tersebut. PT yang merupakan persekutuan guna menjalankan usaha dengan modal terdiri atas saham-saham, dengan pemilik yang memiliki sebagian saham. Badan hukum perseroan memiliki kemampuan untuk melakukan tindakan hukum sebagaimana subjek hukum yang lain.32

Menurut ketentuan Pasal UU PT dapat dismpulkan bahwa BUMN yang berbentuk PT harus berbentuk badan hukum (rechtpersoon).

33Istilah PT berbeda-beda, pada jaman Belanda dikenal dengan Naamloze Vennootschap (NV), kemudian istilah Corporate Limited

(13)

(Co. Ltd) juga dikenal pada perusahaan asing, dan Serikat Dagang Benhard (SDN BHD), namun untuk Indonesia, digunakan istilah PT. Ketentuan tersebut, menyatakan jika BUMN tidak hanya tunduk pada UU BUMN, melainkan juga UU PT.

Jika aturan ini dapat dicerna dengan baik, maka putusan MK harus menjelaskan dampak pasal-pasal lain yang juga mengikat BUMN sebagai badan hukum privat.

Dasar pertimbangan putusan MK adalah, penyelamatan keuangan negara yang telah diserahkan pada BUMN agar tetap dapat

diawasi sehingga tidak menyebabkan penyelahgunaan modal tersebut menjadi keuntungan pribadi organ perseroan. Alasan penyelamatan tidak dibenarkan melihat organ perseroan terdiri dari direksi, komisaris dan pemegang saham, dimana pemegang saham adalah negara yang diwakilkan oleh menteri BUMN diatur dalam Pasal 1 ayat 5 UU BUMN. Penegasan tentang kekayaan BUMN sebagai kekayaan Negara atau Kekayaan BUMN sebagai Kekayaan Badan Hukum dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:

Tabel. 1 Peraturan Perundang-undangan yang menyatakan Kekayaan BUMN adalah Kekayaan Negara.

No. Peraturan Perundang-undangan Keterangan 1. UU Keuangan Negara No. 17

Tahun 2003 Ketentuan ini terdapat dalam pasal 2 UU Keuangan Negara No.17 Tahun 2003

2. UU BPK No. 15 Tahun 2006 Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 6 ayat 1 UU BPK No.15 Tahun 2006

3. UU Perbendaharaan Negara No.1

Tahun 2004 Ketentuan ini terdapat dalam UU Perbendaharaan Negara No.1 Tahun 2004 Pasal1 ayat 1.

4. Putusan MK No.48/PUU-XI/2013 tanggal 18 September 2014.

Dalam putusan tersebut MK mengemukakan pada pokoknya : Tidak hanya Pasal 23 UUD 1945 yang mengatur terkait keuangan negara. Pasal 23 UUD 1945 tidak bisa ditafsirkan tersendiri namu harus mengkaitkan ketentuan pasal lainnya. Hal ini dikarenakan ketentuan dalam UUD 1945 harus dipahami secara keseluruhan. Rumusan konsep keuangan negara dalam UU BUMN 17/2003 pasal 1 angka 1;

5. Putusan MK No.62/PUU-XI/2013 tanggal 18 September 2014.

Dalam putusan tersebut MK mengemukakan pada pokoknya : Pada hakekatnya BUMN/D, atau pecahan sejenis lainnya yang sahamnya dimiliki seluruhnya atau sebagian oleh Negara. Dalam bidang ekonomi BUMN/D sebagai kepercayaan pemerintah atau pemerintah daerah yang modal/sahamnya diperoleh dari sebagian atau seluruhnya dari keuangan negara/

daerah yang telah dipisahkan yang menerapkan ketentuan konstitusi yang termuat dalam BAB XIV Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial, khususnya Pasal 33 UUD 1945.

Sumber: dpr.go.id, 2022

(14)

Tabel. 2 Peraturan Perundang-undangan yang menyatakan Kekayaan BUMN adalah Kekayaan yang dipisahkan.

No. Peraturan Perundang-

undangan Keterangan

1. UU BUMN No. 19 Tahun 2003 Ketentuan ini terdapat dalam UU BUMN Pasal 1 ayat 1.

2. Putusan MK No.77/PUU-IX/2011 tanggal 25 September 2012.

MK menyebutkan bahwa UU BUMN Nomor 19 Tahun 2003, pasal 1 angka 1 dan angka 10 menetapkan bahwa pada hakekatnya BUMN adalah badan hukum yang seluruh/sebagian besar modal/sahamnya dikuasai oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari hasil kekayaan negara yang dipisahkan oleh APBN untuk dipergunakan sebagai penyertaan modal/saham negara pada Persero dan/atau Perusahaan Publik dan perseroan terbatas lainnya. Oleh karena itu BUMN adalah badan usaha yang memiliki kekayaan terpisah dari kekayaan negara, sehingga kewenangan untuk mengelola kekayaan, usaha, termasuk penyelesaian utang-utang BUMN tunduk pada UU PT.

3. Fatwa MA No.WKMA/Yud/20/

VIII/2006 tanggal 16 Agustus 2006

MA Menyatakan bahwa: UU khusus tentang BUMN, jelas dikatakan bahwa modal BUMN berasal dari kekayaan Negara yang telah dipisahkan dari APBN.

Fatwa MA yang menyatakan piutang BUMN bukan piutang Negara akan membawa dampak terhadap lingkup tugas serta organisasi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN).

Sumber: dpr.go.id, 2022

Selanjutnya Tabel 1 dan Tabel 2 menunjukkan bahwa Persepsi Keuangan Negara adalah sebagai berikut: Menurut UU BUMN n. di Persero/Perum/PT lain. Pengertian “kekayaan negara yang terpisah” dapat menimbulkan perbedaan penafsiran antara hak dan kewajiban negara terhadap badan usaha milik negara, baik negara hanya berfungsi sebagai penyelenggara atau bertanggung jawab penuh atas pengelolaan kekayaan negara tersebut :

Tabel. 3 Persepsi Mengenai Keuangan Negara Persepsi Keuangan Negara

Yang Terjadi Seharusnya

Kekayaan BUMN dianggap sebagai kekayaan Negara.

Kekayaan BUMN adalah kekayaannya sendiri yang merupakan kekayaan langsung negara pada BUMN.

Kerugian BUMN dianggap kerugian Negara, termasuk ranah hukum Tipikor.

Jika BUMN mengalami kerugian seharusnya bukan merupakan kerugian negara tetapi masuk dalam ranah perdata dan pidana umum bukan tipikor.

(15)

Lanjutan Tabel. 3 Persepsi Mengenai Keuangan Negara Persepsi Keuangan Negara

Yang Terjadi Seharusnya

Piutang BUMN dianggap piutang Negara, walaupun hutang BUMN tak diakui sebagai hutang Negara

Piutang BUMN adalah piutang BUMN itu sendiri. 34

Badan Publik. Badan privat.

Hasil sitaan masuk ke kas Negara Hasil sitaan masuk ke kas perusahaan Pengadaan hutang luar negeri izin Tim PKLN

(Tim Koordinasi Pengelolaan Pinjaman

Komersial Luar Negeri). Pengadaan hutang luar negeri cukup izin RUPS.

Mantan karyawan dan kreditor menuntut

pembayaran kepada Pemerintah Tuntutan pembayaran pesangon, tuntutan pembayaran BUMN merupakan urusan BUMN.

Sumber: dpr.go.id, 2022

Selanjutnya dari Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3 dapat diketahui Korelasi Kekayaan Negara yang dipisahkan :

Tabel. 4 Korelasi Kekayaan Negara yang dipisahkan Batasan Keuangan Negara

(Pasal 1 angka (1) UndangUndang No 17 Tahun

2003)

Ruang Lingkup Keuangan Negara

(Pasal 2 huruf g UndangUndang No 17 Tahun 2003)

Kekayaan Negara Yang Dipisahkan (Pasal 1 angka (10) UndangUndang No 19

Tahun 2003) Semua hak dan kewajiban

negara yang dapat dinilai dengan uang; serta segala sesuatu berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/

perusahaan daerah

kekayaan negara yang berasal dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada Persero dan/ atau perum serta perseroan terbatas lainnya.

Sumber: dpr.go.id, 2022

34 Fatwa Mahkamah Agung WKMA/Yud/20/VIII/2006 Tanggal 16 Agustus 2006

Jika dilihat dari Tabel 4 di atas, penulis dapat menarik benang merah keberadaan modal negara pada suatu BUMN, sebagai berikut: pertama, modal negara pada BUMN merupakan kekayaan negara yang terpisah dari APBN; Kedua, aset milik negara yang terpisah adalah bagian dari aset milik negara

yang terpisah dari perusahaan milik negara;

Ketiga, kekayaan negara yang dipisahkan merupakan salah satu bidang keuangan negara; dan keempat, keuangan negara yang dimaksud adalah berupa hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, dan semuanya berupa uang atau kekayaan yang

(16)

dapat dimiliki oleh negara.

Jika memperhatikan tabel 4 di atas dan jika dikaitkan dengan LKPP 2015, konsepsi modal negara ada di BUMN sebagai bagian dari kekayaan negara yang dipisahkan, maka terjadi perbedaan makna hukum. Dalam LKPP 2015 disebutkan bahwa penyertaan modal negara pada BUMN dikategorikan sebagai investasi permanen. Bila dilihat dari catatan LKPP 2015 ternyata jumlah investasi permanan penyertaan modal negara BUMN tahun 2012 (sudah diaudit) sebesar Rp.

1.800.939.189.748.630,00 nilai ini meningkat bila dibandingkan tahun 2014 sebesar Rp.940.189.434.094.290,00. 35

Hal yang cukup menarik dari data di atas, ternyata konsepsi modal negara pada BUMN yang semula merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dari APBN dan modal negara tersebut diatur dalam PP, ternyata dalam LKPP 2012 pemerintah masih mengakui modal negara tersebut sebagai bentuk investasi permanen pada BUMN. Di satu sisi ternyata modal negara yang semula sudah dipisahkan menjadi bagian kekayaan BUMN, ternyata masih diakui pemerintah sebagai investasi permanen. Berdasarkan hal ini penulis berpendapat bahwa terjadi adanya pengakuan pencatatan yang berbeda antara BUMN dan pemerintah terhadap modal negara. Bagi BUMN, modal negara tersebut sebagai saham negara pada BUMN, sedangkan bagi pemerintah penyertaan modal negara pada BUMN sebagai penyertaan tetap

35 Departemen Keuangan, /Publikasi/Laporan-Keuangan-Pemerintah-Pusat-2015 (Jakarta, 2015).

pada perusahaan-perusahaan milik negara.

Jika kita melihat kembali konsepsi modal negara dalam BUMN sebagaimana diramalkan undang-undang nomor 19 Tahun 2003 juncto UU No. 17 Tahun 2003, maka konsepsi modal negara telah berubah dan tidak sesuai lagi dengan pengertian undang-undang, bahwa modal negara pada BUMN sebagai bagian dari kekayaan negara yang terpisah dalam APBN, dan modal negara pada BUMN tersebut ditonjolkan oleh PP dan BUMN.

saham di BUMN tersebut. Pergeseran konsep penyertaan modal negara ke BUMN terjadi karena pemerintah masih mencatat penyertaan modal negara sebagai penyertaan tetap pada BUMN di LKPP. Jadi dengan hal yang sama, modal negara dimaknai berbeda oleh BUMN dan pemerintah.

Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa untuk hal yang sama, modal negara pada BUMN didaftarkan oleh BUMN sebagai saham negara, sedangkan untuk modal negara sebagai kekayaan negara tersendiri dalam APBN didaftarkan sebagai penyertaan tetap pada perusahaan-perusahaan milik negara. Pendaftaran penanaman modal tetap oleh pemerintah tidak sejalan dengan makna hukum yang terkandung dalam undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Sehingga wajar saja problematik seputar modal negara pada BUMN tidak berakhir sampai saat ini.

C. Konsep Perspektif Hukum Islam dalam Proses Audit Investigatif

(17)

Untuk Menentukan Kerugian Negara

Urgensi membandingkan hukum positif mengenai audit investigatif dengan hukum Islam, disamping audit investigatif merupakan solusi utama guna mencegah terjadinya fraud yang merugikan banyak pihak (termasuk BUMN) dengan jumlah nominal yang tidak sedikit36, audit investigatif juga dapat mengungkap ada tidaknya fraud atau kecurangan dalam suatu entitas atau perusahaan serta lembaga keuangan dan perbankan, maka penelitian mengenai audit investigatif penting dilakukan guna mengetahui lebih detail mengenai kerugian BUMN Persero apakah merupakan kerugian bisnis atau akibat dari fraud. Membandingkan dengan hukum Islam karena keberadaan hukum Islam diakui sebagai sumber hukum nasional, dan dapat diterapkan dalam audit investigatif untuk menghitung kerugian negara pada BUMN Persero.

Hukum Islam dalam perspektif unsur tindakan merugikan keuangan negara. Dalam Al-Qur`an dan Hadis tindakan yang berseiko menciptakan kerugian negara dibagi dalam beberapa hal sebagai berikut :

1. Ghulul atau Penghianatan,37 yang

36 Annisa Sayyid, “Pemeriksaan Fraud Dalam Akuntansi Forensik Dan Audit Investigatif”, Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Keislaman, Vol 13, No. 2, (Desember 2014): 137–162, diakses 4 April 2021, doi : http://dx.doi.

org/10.18592/al-banjari.v13i2.395.

37 Sabilal Rosyad, “Praktik Money Politics Dalam Pemilu Legislatif Di Kabupaten Pekalongan Tahun 2009 (Studi Sosio-Legal-Normatif)”, Thesis Program Magister, (Semarang, UIN Walisongo, 2010), Tidak dipublikasikan.

38 Agung Danarta, “Al-Quran Dan Hadis,” Studi Ilmu-Ilmu al-Qur,an dan Hadis Vol. 2, No. 1, (2021): 162–184.

39 Syaddal Gina, “Fenomena Sosial Perilaku Ghulul Perspektif Al-Quran Dalam Kitab Tafsir Al-Munir o Title,”

Skripsi Program Studi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir, (Riau, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, 2021), Tidak dipublikasikan.

40 QS. Al-Anfal ayat 27: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.

dilakukan secara tersembunyi atau berhianat dalam pembagian harta rampasan perang atau harta yang lain.

2. Riswah atau Penyuapan, 38yakni tindakan memberikan harta dan sejenisnya untuk terjadinya pembatalan hak milik orang lain atau juga bertujuan mendapatkan hak milik oranglain yang dilakukan tanda adanya persedur yang halal.

3. Sariqah39 atau tindak pencurian yang memiliki arti mengambil suatu secara sembunyi-sembunyi dari tempat terlarang.

4. Khianat40atau tidak menepati janji dan tidak bisa memelihara dengan baik amanah yang telah diberikan kepadanya.

Atas beberapa hal tersebut dalam perspektif hukum islam tindakan merugikan keuangan negara mengandung beberapa unsur sebagaimana yang telah dijelaskan tersebut diatas, yang mana apabila dijelaskan dapat pula disebut sebagai unsur berlaku bagi siapa saja yang dengan melawan hukum atau perbuatan yang terlarang atau tidak dibenarkan, sehingga menyebabkan kerugian negara (kekhalifan), untuk diri sendiri maupun orang lain.

Tindak merugikan keuangan negara dalam Kontruksi Audit Investigatif Pada BUMN

(18)

(Persero) yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya Terduga/Terindikasi memiliki niat jahat (mens rea) untuk melakukan kecurangan pada BUMN Persero “Niat Jahat (mens rea) dalam hukum pidana merupakan masuk dalam kajian “pertanggungjawaban pidana”.41 Ketika terjadi dugaan tindak pidana, jika dikaitkan dalam perspektif sudut pandang hukum islam maka dapat dihubungkan sebagai salah satu dari kategori hal yang dilarang hukum yang diberikan oleh Allah SWT yakni berupa Kejahatan, sehingga setiap pelanggarannya akan membawa hukuman yang ditentukanNya. Hal yang dilarang atau tindakan yang melenceng dari apa yang diperintahkan. Dengan demikian konteks kejahatan merupakan perbuatan yang dalam hal ini dilarang oleh suari’at. Dengan kata lain, melakukan (commision) atau tidak melakukan (omision) suatu perbuatan yang membawa hukuman yang ditentukan oleh syari’at adalah kejahatan.42

Atas hal tersebut terdapat beberapa istilah yang dapat dihubungkan berkaitan dengan akbiat dari kerugian negara yakni : 43 Pertama, Jinayah yakni dampak atau hal tindakan seseorang yang terbatas pada perbuatan yang dilarang dimana perbuatan tersebut dilarang

41 Ari Bramasto, “Pengaruh Integritas Bukti Audit Terhadap Temuan Audit Pada PT. Hutama Karya (Persero) Wilayah 2 Jawa Barat”, Jurnal Riset Akuntansi Vol. 4, No. 1, (2014): 39–56.

42 Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam: Penegakan Syari’at Dalam Wacana Dan Agenda, Cet. Ke- 1, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hlm 71-72.

43 Usti Rahmawati, “Hukum Pidana Islam”, https://ustirahmawati.wordpress.com/category/hukum-pidana- islam/, diakses 10 Januari 2022.

44 Arassy Wardani NurLailatul Musyafa’ah, “Hukuman Bagi Pelaku Tindak Pidana Penadahan Dengan Sistem Gadai”, Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol. 1, No. 2, (2015): 336–341.

45 Niamah Lailul Husna, “Qishâsh Dalam Al-Qur`An (Telaah Atas Pemikiran Al-Qurthubî Dalam Tafsir Al-Jâmi’

Lî Ahkâm Al-Qur`Ân Dan Pemikiran Wahbah Az-Zuhailî Dalam Tafsir Al-Munîr)”, Skripsi Program Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir, (Jakarta, Institut Ilmu Al Quran (IIQ), 2018), Tidak dipublikasikan.

oleh syara yang merugikan jiwa dan harta serta lainnya. Kedua, Jarimah atau larangan syara yang diancam Allah SWT dengan hukuman had atau ta’zir.

Dalam menyikapi tindakan yang memicu kerugian negara yang bermuara dalam niat jahat dan kejahatan maka apabila ditinjau dari segmentasi hukum islam dikenal dengan tiga istilah yakni : jarîmah hudûd, jarîmah qishâsh atau diyât dan jarîmah ta’zîr. Disi lain terdapat juga yang menggolongkan 4 jenis yaitu dengan menambahkan ‘uqûbah.

dengan penjelasan secara rinci sebagaimana berikut: Pertama, Hudûd44 merupakan sanksi hukum mutlak milik Allah SWT. Ketentuan tersebut tidak bisa diubah oleh siapapun.

Sanksi tersebut wajib dilakukan bila syarat tindak pidana telah terpenuhi. Sanksi tersebut dikenakan terhadap kejahatan berat seperti pencurian, zian, qadzaf, riddah dan lainya.

Kedua, Qishâsh dan diyât. 45Qishâsh merupakan sanksi hukuman pembalasan yang seimbang contohnya membunuh maka sipembunuh akan dihukum dibunuh. Diyât merupakan sanksi hukuman dalam bentuk ganti rugi. Misalnya ahli waris si terbunuh memberikan maaf kepada pelaku pembunuhan maka hukuman alternatifnya adalah diyât.

(19)

Sanksi hukum qishâsh dan diyât adalah sanksi hukum perpaduan antara hak Allah dan hak manusia. Ketiga, Ta’zir46merupakan sanksi hukum yang diserahkan kepada keputusan hakim atau pihak berwenang yang berkompeten melaksanakan hukuman itu, seperti mengasingkan, memenjarakan, dan lainnya. Keempat, Kafarat dan fidyah47 merupakan sanksi hukum dalam bentuk membayar denda yang pelaksanaanya diserahkan kepada si pelanggar. Bentuk denda ini dapat berupa berpuasa dua bulan berturut- turut, memerdekakan budak, memberikan makan orang miskin atau penyembelihan hewan.

Atas hal tersebut Islam mengemukakan dua macam cara, yaitu: Pertama, menetapkan hukum berdasarkan nash; Kedua, menyerahkan penetapannya kepada penguasa (ulil amri). Cara yang pertama, Islam tidak memberikan kesempatan kepada penguasa untuk menyimpangkan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam Al-Qur`an dan sunah. Hukuman untuk ini berlaku sepanjang masa dan tidak berubah karena perubahan ruang dan waktu.

Bagian yang pertama inilah yang membedakan antara hukum pidana menurut syari‟at Islam dengan hukum pidana yang berlaku sekarang di berbagai negara. Tindak

46 Vivi Ariyanti, “Kedudukan Korban Penyalahgunaan Narkotika Dalam Hukum Pidana Indonesia Dan Hukum Pidana Islam,” Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam Vol. 11, No. 2, (2017): 247–262.

47 Lysa Angrayni, “Hukum Pidana Dalam Perspektif Islam Dan Perbandingannya Dengan Hukum Pidana Di Indonesia”, Hukum Islam Vol. 15, No. 1, (2015): 46–60.

48 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hlm 6.

49 Reni Surya, “Klasifikasi Tindak Pidana Hudud Dan Sanksinya Dalam Perspektif Hukum Islam”, Samarah:

Jurnal Hukum Keluarga Dan Hukum Islam Vol. 2, No. 2, (Juli-Desember 2018): 530-547.

Pidana yang termasuk dalam kelompok ini ada delapan macam yaitu:48 tindak pidana qadzaf (menuduh orang lain berzina), tindak pidana perzinahan, tindak pidana perampokan, tindak pidana pencurian, tindak pidana riddah (murtad), tindak pidana minum- minuman keras, tindak pidana pembunuhan dan penganiayaan dan tindak pidana pemberontakan.

Tujuh Tindak pidana tersebut kecuali tindak pidana pembunuhan dan penganiayaan merupakan jarimah jarimah hudud, yang hukumnya adalah hak Allah SWT dan masyarakat. Sedangkan, tindak pidana yaitu pembunuhan dan penganiyaan, merupakan jarimah qishâsh yang hukuman adalah hak individu. Dalam hal ini adalah hak pengampunan yang bisa diberikan oleh si korban atau keluarganya.49

Tindakan yang menunjang terjadinya kerugian negara sering sekali berhubungan erat dengan lingkup tindak pidana korupsi Khususnya tipikor, dalam khazanah hukum Islam, perilaku korupsi belum memperoleh porsi pembahasan yang memadai, ketika para fuqaha‟ berbicara tentang kejahatan memakan harta benda manusia secara tidak benar (akl amwal al-nas bi al-batil) seperti yang diharamkan dalam Al-Qur`an, tetapi apabila merujuk kepada kata asal dari

(20)

korupsi, maka dapat berarti merusak (dalam bentuk kecurangan) atau menyuap. Dalam konteks ajaran Islam yang lebih luas, korupsi merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip keadilan (al-‘adalah), akuntabilitas (alamanah), dan tanggung jawab. Korupsi dengan segala dampak negatifnya yang menimbulkan berbagai distorsi terhadap kehidupan negara dan masyarakat dapat dikategorikan termasuk perbuatan fasad, kerusakan di muka bumi, yang juga amat dikutuk Allah SWT.50

Dalil-dalil yang dapat dirujuk untuk dapat dijadikan sebagai dasar hukum korupsi adalah QS. Ali Imrān [3] ayat 161, hadis riwayat Abū Dāwud dari Umar bin Khattab, hadis riwayat al-Bukhari dari Abi Hamid al-Saidi51 dan juga hadis riwayat al-Turmuzi dari Abdullah bin Amr.52 Dari beberapa dalil tersebut, walaupun bukan khusus berbicara tentang korupsi, namun sejumlah praktek atau bentuk korupsi yang terjadi menyerupai dengan apa yang digambarkan dalam dalil-dalil tadi, misalnya penyalahgunaan wewenang, suap menyuap, dan juga penipuan. Dari makna zahir nas-nas tersebut bisa dipahami bahwa segala bentuk korupsi itu hukumnya haram.53

Simpulan

Setelah melakukan penelitian, maka kesimpulan yang dapat ditarik adalah :

1. Proses hukum menghitung kerugian

50 Fazzan, “Korupsi Di Indonesia Dalam Perspektif Hukum Pidana Islam”, Jurnal Ilmiah Islam Futura Vol. 14, No 2, (Pebruari 2015):150.

51 Ibid 52 Ibid

53 Ibid, hlm 151

negara yang diduga diakibatkan kesalahan pengelolaan BUMN Persero diperlukan audit investigatif, karena audit investigatif bisa digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya Perbuatan Melawan Hukum, mens rea dan penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan adanya kerugian negara selaku pemegang saham mayoritas pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero.

2. Dalam menentukan konsep kerugian negara memiliki kedudukan yang sangat penting. Kerugian negara yang berkaitan erat dengan tindak pidana korupsi yang harus dibuktikan. Hal ini menyebabkan penentuan kerugian negara mempunyai kedudukan sentral untuk dapat tidaknya dilakukan penuntutan.

Kesalahan menentukan kerugian negara dapat menyebabkan terjadinya kegagalan dalam penegakan hukum tersebut. Olehkarenanya Sebagaimana dalam perspektif Hukum Islam tindak pidana korupsi merupakan perbuatan dilarang atau merupakan perbuatan haram. Pengembalian kerugian negara hasil dari korupasi antara hukum positif dengan hukum Islam memiliki perbedaan dimana dalam hukum positif mengenal pengembalian kerugian negera namun tidak bisa menghapus pemidanaannya tetap dengan keringanan

(21)

hukuman karena dalam hukum positif mengembalikan kerugian negara dijadikan hal yang meringankan hukuman. Sementara menurut konsep hukum Islam pengembalian kerugian

negara merupakan itikad baik, oleh karenanya pengembalian kerugian negara dianggap cukup untuk menyelesaikan permasalahannya korupsinya.

DAFTAR PUSTAKA Buku

Abrecht W Steve and Chad Albrecht. Fraud Examination dikutip oleh Karyono.

Forensic Audit, 2013.

An, Dalam Al- Q U R. “Penafsiran Ayat-Ayat Amanah Dalam Al- Qur’an” (n.d.).

Chazawi, A. Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, UU No. 31 tahun 1999 Diubah Dengan UU No. 20. Bandung:

Alumni, 2001.

GS Le Roux, WA Lotter, Basic Principles of Cost and Management Accounting, Lansdowne: Juta & Co. Ltd, 2006.

H.S., Salim dan Erlies Septianan Nurbani.

Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Disertasi dan Tesis. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014.

Hamzah, Andi. Perbandingan Pemberantasan Korupsi Di Berbagai Negara (1st ed.).

Jakarta: Sinar Grafika, 2005

Ibrahim, Johnny. Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang:

Bayu Media, 2005.

Kadir, Muhammad Abdul. Hukum Dan Penelitian Hukum (1st ed.). Bandung:

Citra Aditia Bakti, 2004.

Keuangan, Departemen. /Publikasi/Laporan- Keuangan-Pemerintah-Pusat-2015.

Jakarta, 2015.

Kurniawan. Hukum Perusahaan Karakteristik badan usaha berbadan hukum dan tidak berbadan hukum di Indonesia (1st ed.).

Yogyakarta: Genta Publishing, 2014.

Muslich, A.W. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2004.

Purbacaraka, P., Brotosusilo, A. Sendi-sendi Hukum Perdata. Jakarta: CV Rajawali, 1983.

Puslitbang Mahkamah Agung Republik Indonesia. Makna Uang Negara” dan

“Kerugian Negara” dalam Putusan Pidana Korupsi Kaitannya dengan BUMN/Persero. Jakarta: Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2010.

Santoso, Topo. Membumikan Hukum Pidana Islam: Penegakan Syari’at dalam Wacana dan Agenda cet. ke-1. Jakarta:

Gema Insani Press, 2003.

Supramono, Gatot. BUMN Ditinjau Dari Segi Hukum Perdata. Jakarta: Renika Cipta, 2016.

Sutedi, Adrian. Buku Pintar Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta: Raih Asa Sukses, 2015.

Tuanakotta, Theodorus M. Akuntansi Forensik

(22)

dan Audit Investigatif Edisi 2 Jakarta:

Salemba Empat, 2010.

Kumpulan Tulisan

Arifin P. Soeria Atmadja, “Format Fungsi Publik Pemerintah dan Badan-Badan Hukum”, Makalah pada rapat di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara RI, 10 Juni 2004.

Peraturan Perundang-undangan

Fatwa Mahkamah Agung WKMA/Yud/20/

VIII/2006 tanggal 16 Agustus 2006 Putusan Pengadilan Negeri Jogjakarta No. 9/

Pid.Sus-TPK/2014/PN Yk.

Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 065/

Pid. B/2010/PN.Sby.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 25/

PUU/XIV/2016 tanggal 25 Januari 2017.

Jurnal

Adhari, Agus. “Eksistensi BUMN Sebagai Korporasi Yang Dikuasai Negara”.

Dialogia Iuridica Vol. 7, No. 1, (2017).

Angrayni, Lysa. “Hukum Pidana Dalam Perspektif Islam Dan Perbandingannya Dengan Hukum Pidana Di Indonesia”.

Hukum Islam Vol. 15, No.1, (2015).

Ansari, Muhammad Insa. “BUMN Dan Penguasaan Negara Di Sektor Pos”.

Buletin Pos dan Telekomunikasi Vol.

15, No. 2, (2017).

Arifin, Muhammad Zainul dan Firman Muntaqo. “Penerapan Prinsip Detournement De Pouvoir Terhadap Tindakan Pejabat BUMN Yang Mengakibatkan Kerugian Negara

Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara”. Jurnal Nurani Vol. 18, No. 2, (Desember 2018).

Ariyanti, Vivi. “Kedudukan Korban Penyalahgunaan Narkotika Dalam Hukum Pidana Indonesia Dan Hukum Pidana Islam”. Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam Vol. 11, No. 2, (2017).

As’ari, H., Airawaty, D., & Zaman, B.

“Pengaruh Restrukturisasi Keuangan Terhadap Kinerja Perusahaan Grup Dan Non-Grup”. JAE - Jurnal Akuntansi Dan Ekonomi Vol. 5, No. 1, (Maret 2020).

Diakses 25 Mei 2021. doi: https://doi.

org/10.29407/jae.v5i1.14207.

Bramasto, Ari. “Pengaruh Integritas Bukti Audit Terhadap Temuan Audit Pada PT. Hutama Karya (Persero) Wilayah 2 Jawa Barat”. Jurnal Riset Akuntansi Vol. 4, No. 1, (2014).

Danarta, Agung. “Al-Quran Dan Hadis”. Studi Ilmu-Ilmu al-Qur,an dan Hadis Vol. 2, No. 1, (2021).

Eforis, Chermian. “Pengaruh Kepemilikan Negara Dan Kepemilikan Publik Terhadap Kinerja Keuangan BUMN”.

Ultimaccounting : Jurnal Ilmu Akuntansi Vol. 9, No. 1, (2017).

Fazzan. “Korupsi di Indonesia dalam Perspektif Hukum Pidana Islam”.

Jurnal Ilmiah Islam Futura, Vol. 14. No 2, (Pebruari 2015).

Firtsa dan M. Rifqi Miftah Farid. “Kedudukan

Referensi

Dokumen terkait

Dengan berlakunya pula Undang-Undang Perseroan Terbatas menimbulkan konflik norma sebab dengan adanya pengakuan kekayaan negara yang dipisahkan termasuk dalam salah satu ruang lingkup