• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN HASIL PEMERIKSAAN TUBEX DAN WIDAL PADA PENDERITA DEMAM TIFOID DI RSUD KOTA KENDARI - Repository Poltekkes Kendari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "GAMBARAN HASIL PEMERIKSAAN TUBEX DAN WIDAL PADA PENDERITA DEMAM TIFOID DI RSUD KOTA KENDARI - Repository Poltekkes Kendari"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Demam Tifoid 1. Definisi

Demam tifoid juga dikenal sebagai demam enterik, tifus abdominalis, atau demam tifoid. Istilah "tifus" berasal dari kata Yunani

"typhos" yang berarti "kabut," karena pasien sering menunjukkan berbagai tingkat gangguan kesadaran. Penyakit tifus, atau demam tifoid, mempengaruhi sistem pencernaan. Bakteri ini dilepaskan ke dalam aliran darah ketika mereka berkembang biak dalam sel fagosit mononuklear selama infeksi (Idrus, 2020).

Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella Typhi. Infeksi ini dapat menyebabkan gejala ringan seperti demam, diare, dan bentuk klinis lainnya seperti gejala sistemik demam tinggi, ensefalopati, dan masalah pada saluran pencernaan (Kasim, 2020).

Demam tifoid disebabkan oleh jenis Salmonella tertentu yaitu Salmonella Typhi, Salmonella Paratyphi B dan kadang jenis Salmonella yang lain. Demam yang di sebabkan oleh Salmonella Typhi cenderung untuk menjadi lebih berat dari pada bentuk infeksi Salmonella yang lain.

Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil, tidak membentuk spora dan tidak berkapsul. Salmonella tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif (Murray, 2018).

2. Epidemologi

Tifus mempengaruhi antara 11 dan 21 juta orang setiap tahun, dan demam tifoid membunuh antara 128.000 dan 161.000. Orang yang kekurangan akses ke air minum bersih dan sanitasi yang memadai, serta kelompok rentan seperti anak-anak, berada pada risiko terbesar (WHO, 2020).

(2)

Demam tifoid merupakan penyakit endemik dan sering terjadi di kota-kota besar di Indonesia, tetapi wabah penyakit ini jarang terjadi.

Insiden tertinggi terjadi pada remaja. Di indonesia, kasus demam tifoid meningkat setiap tahun dengan rata-rata 500 per 100.000 penduduk (Anggea, 2019).

Laju frekuensi demam tifoid di daerah endemik meningkat dari 45 untuk setiap 100.000 penduduk setiap tahun menjadi 1.000 untuk setiap 100.000 penduduk setiap tahun. Pada tahun 2003 laju frekuensi demam tifoid di bangladesh adalah 2.000 untuk setiap 100.000 penduduk setiap tahun. Negara Eropa adalah 3 untuk setiap 100.000 penduduk, di Afrika 50 untuk setiap 100.000 penduduk, dan di asia 274 untuk setiap 100.000 penduduk. Di Indonesia masih tergolong tinggi, yaitu 358 untuk setiap 100.000 penduduk pedesaan dan 810 untuk setiap 100.000 penduduk metropolitan setiap tahun dengan kasus tipikal setiap perpanjangan waktu 600.000-1.500.000 korban. Angka kematian demam tifoid di indonesia masih tinggi dengan CFR 10%. Tingginya frekuensi demam tifoid di negara berkembang terkait erat dengan status moneter dan kondisi desinfeksi ekologis di negara yang bersangkutan (Ningsih, 2019).

3. Patofisiologi

Jalur fekal oral adalah tempat masuknya kuman ke makanan dan minuman yang telah terkontaminasi, yang merupakan langkah pertama dari berbagai proses yang mengarah pada perkembangan penyakit Salmonella Typhi. Tubuh kemudian akan terlibat dalam mekanisme pertahanan. Karena itu harus dapat masuk ke usus halus sehingga menyebabkan infeksi, Salmonella Typhi yang masuk ke saluran pencernaan tidak selalu mengakibatkan infeksi. Salah satu faktor penting yang dapat mencegah Salmonella Typhi mencapai usus halus adalah asam lambung dengan ph 3,5.

Namun, gen ATR (asam toleransi respon) memungkinkan sebagian besar bakteri Salmonella Typhi untuk bertahan hidup (Idrus, 2020).

(3)

Bakteri di pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan menjajah organ-organ kerangka retikuloendotelial, khususnya hati, limpa, dan sumsum tulang. Bakteri juga dapat menggandakan diri di dalam makrofag. Setelah periode replikasi, organisme mikroskopis akan dialokasikan kembali ke dalam sistem peredaran darah dan menyebabkan bakteremia tambahan serta menunjukkan akhir dari jangka waktu penetasan. Bakteremia dapat berlanjut untuk waktu yang sangat lama jika tidak diobati dengan agen anti-infeksi. Pada tahap ini, organisme mikroskopis tersebar luas di hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu, dan bercak peyer pada mukosa ileum terminal. Ulserasi patch peyer mungkin terjadi melalui interaksi yang memicu pembusukan dan iskemia (Ningsih, 2020).

4. Penularan

Salmonella Typhi adalah etiologi demam tifoid. Mikroorganisme ini adalah bakteri aerob gram negatif yang tidak menghasilkan spora. Ada beberapa komponen antigen pada bakteri ini, antara lain: antigen dinding sel (O) merupakan kelompok lipopolisakarida yang spesifik; antigen flagella (H) adalah protein spesifik spesies yang ditemukan di flagela; dan antigen virulen (Vi) adalah polisakarida yang ditemukan dalam kapsul.yang melindungi seluruh permukaan sel. Invasi bakteri dan kemanjuran vaksin terkait dengan antigen Vi. Endotoksin diproduksi oleh Salmonella Typhi dan merupakan dinding sel komponen terluar. Ini terdiri dari antigen O yang dilepaskan, lipopoli sakarida, dan lipid. Antibodi aglutinin akan diproduksi di dalam tubuh oleh tiga antigen di atas. Protein membran luar (OMP) adalah antigen keempat. Di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang mengisolasi sel dari lingkungannya, antigen OMP adalah komponen dinding sel luar. Hanya manusia yang dapat menampung Salmonella Typhi. Pembawa feses dan urin baik pasien dalam fase akut maupun mereka yang berada dalam fase penyembuhan adalah sumber penularan (Sucipta, 2015).

(4)

5. Gejala Dan Tanda

Gejala klinis demam tifoid merupakan pada minggu pertama keluhan demam, sakit kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi, atau diare, rasa tidak enak di perut, dan mungkin batuk atau epistaksis. Demam tifoid jika tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan komplikasi seperti demam, bradikardia relatif, lidah berselaput, hepatomegali, splenomegali, meteorismus, somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis, akan menjadi lebih jelas pada minggu kedua.

Pengobatan demam tifoid yang tidak memadai dapat mengakibatkan komplikasi seperti seperti pendarahan usus, perforasi usus, trombositopenia, koagulasi vaskular diseminata, hepatitis tifoid, miokarditis, pankreatitis tifoid, dan bahkan kematian (Rich,dkk., 2019).

6. Diagnosis

Jika tidak ada gejala atau tanda spesifik dari demam tifoid, akan sulit untuk mendiagnosis penyakitnya. Tifus harus dianggap sebagai demam tanpa penyebab yang diketahui selama lebih dari seminggu di daerah endemik sampai penyebabnya diketahui. Tes darah, infeksi oleh bakteri atau kultur, kuman dengan serologi, dan infeksi molekuler adalah cara umum untuk mendiagnosis tifus. Adanya gejala klinis khas demam tifoid atau deteksi antibodi spesifik masih sebatas sugesti dan bukan diagnosis. Isolasi bakteri Salmonella Typhi dari darah, sumsum tulang, atau situs lesi lainnya memberikan diagnosis pasti demam tifoid (Sucipta, 2015).

7. Pencegahan

penyebab utama demam tifoid adalah makanan dan air yang terkontaminasi Salmonella Typhi. Hal ini dapat dihindari dengan merebus air minum, menghindari makan kerang mentah, menggunakan es yang menggunakan air mentah, mengolah air minum dan limbah rumah tangga dengan benar, menjaga makanan dan kebersihan minuman, susu pasteurisasi, mencuci tangan sebelum makan, dan merebus air minum.

Vaksinasi adalah metode tambahan pencegahan demam tifoid (Chowdhury,dkk., 2016).

(5)

Demam tifoid dapat dicegah dengan vaksin Ty21a dan Vi, yang keduanya aman dan efektif. Meskipun vaksin Vi adalah polisakarida kapsul yang dapat disuntikkan, vaksin Ty21a adalah vaksin oral yang mengandung Salmonella Typhi yang dilemahkan. Orang dewasa serta anak-anak di atas usia 5 tahun dapat memperoleh manfaat dari vaksin oral Ty21a. Baik orang dewasa maupun anak-anak di atas usia dua tahun dapat memperoleh manfaat dari vaksin Vi. Vaksin tifoid berbasis DNA saat ini sedang dalam pengembangan dan menjalani uji klinis fase 1 dan 2. Demam tifoid dapat dihindari dengan sangat efektif melalui vaksinasi (Eng,dkk., 2015).

B. Tinjauan Umum Uji Serologi

Uji serologi digunakan untuk mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen Salmonella Typhi maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi tubex, widal, enzyme immunoassay (EIA), enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), dan pemeriksaan dipstick adalah semua tes serologi yang dapat digunakan untuk mendiagnosis demam tifoid. Sejak tes widal diperkenalkan pada tahun 1896, tes serologi sekarang umum digunakan untuk mendiagnosis demam tifoid. Di yakini bahwa teknik pemeriksaan serologi imunologi ini memainkan peran penting dalam proses mendiagnosis demam tifoid. Namun, jenis antigen, jenis spesimen yang diperiksa, metode yang digunakan untuk melacak antigen, jenis antibodi yang digunakan dalam pengujian (poliklonal atau monoklonal), dan waktu pengumpulan spesimen (tahap awal atau akhir dalam perjalanan penyakit) semuanya mempengaruhi sensitifitas dan spesifisitas deteksi antigen spesifik Salmonella Typhi (Farmaka, 2017).

A. Tubex

Tubex merupakan pemeriksaan mendeteksi serum antibodi immunoglobulin M (IgM) terhadap antigen O9 yang sangat spesifik terhadap bakteri Salmonella Typhi. Tes tubex adalah uji aglutinasi kompetitif semi kuantitatif kolometrik. Metode tes tubex ini adalah mendeteksi antibodi melalui kemampuannya untuk memblok ikatan

(6)

antara reagen monoclonal antibodi O9 Salmonella Typhi (antibody-coated indicator particle) dengan reagen antigen O9 Salmonella Typhi (antigen- coated magnetic particle) sehingga terjadi pengendapan dan pada akhirnya tidak terjadi perubahan warna (Setiana,dkk., 2017).

Pemeriksaan menggunakan metode Inhibition Magnetic Binding Immunoassay (IMBI). Reagen brown ditambah kontrol positif yang berisi antibodi Salmonella Typhi O yang spesifik dengan antigen Salmonella Typhi O pada reagen brown maka akan terjadi reaksi. Kemudian saat ditambah reagen blue yang tidak mengandung magnet dan disensitasi oleh antibodi monoclonal tidak terjadi reaksi. Sehingga saat ditaruh diatas magnet maka partikel hasil reagen brown dengan kontrol positif akan tertarik ke bawah sehingga dasar berwarna merah dan permukaan biru.

Begitu juga dengan penambahan partikel lateks berwarna merah maka supernatan yang di hasilkan akan berwarna merah (Rich,dkk., 2019).

Gambar 1. Skala warna Igm anti-Salmonella Tubex TF (Sumber : Ilham, 2017).

B. Widal

Widal merupakan uji aglutinasi yang digunakan dalam diagnosis demam tifoid. Prinsip pemeriksaan tes widal adalah serum pada pasien dengan demam tifoid atau demam enterik terdapat antibodi yang dapat terjadi reaksi aglutinasi dengan antigen pada Salmonella Typhi yang terdapat pada reagen. Tes widal mengukur level aglutinasi antibodi terhadap antigen O (somatik) dan antigen H (flagellar). Level tersebut diukur dengan menggunakan dilusi ganda serum. Aglutinasi merupakan reaksi antara antibodi dengan antigen pada permukaan objek khusus dan menyebabkan objek tersebut saling menggumpal atau teraglutinasi (Setiana,dkk., 2017).

(7)

Sejak awal reaksi widal ditemukan berperan sebagai uji serologi pada demam tifoid. Beberapa cara yang lebih mutakhir sudah ada namun di Indonesia mungkin reaksi widal masih perlu dilakukan. Dari 17 golongan berdasarkan antigen O yang dimiliki Salmonella, terdapat 5 golongan yang dapat menginfeksi manusia yaitu golongan A,B,C, D dan E. Selain antigen O, Salmonella mempunyai antigen H yang terdapat pada flagella dan antigen Vi yang tidak dipakai untuk mendiagnosis tetapi hanya digunakan untuk mendeteksi carrier. Antigen H tahan terhadap formalin, tetapi tidak tahan terhadap panas, fenol atau alkohol. Sedangkan antigen O tidak terpengaruh oleh zat tersebut, dan kenyataaan ini dipakai untuk memisahkan kedua jenis antigen ini dengan mengetahui titer pada tes widal maka akan diketahui seberapa tinggi antigen yang berikatan dengan antibodi, karena semakin tinggi titer widalnya maka semakin mudah untuk membantu mendiagnosa penyakit demam tifoid (Rich,dkk., 2019).

Gambar 2. Widal test slide (Sumber : Sari Mutiara, 2022).

C. Enzym immunoessay (EIA)

Pemeriksaan serologi ini merupakan suatu pemeriksaan yang didasarkan pada deteksi antibodi spesifik (IgM) yang menunjukkan tahap awal infeksi pada demam tifoid akut, sedangkan peningkatan (IgG) menandakan infeksi yang lebih lanjut (Ilham, 2017).

D. Enzyme-linked immunoessay (ELISA)

Enzyme-linked immunoessay merupakan suatu pengujian yang melibatkan suatu enzim, dalam teknik ini menggunakan uji kadar immunosorbent terikat enzim. Elisa digunakan untuk mencari antibodi

(8)

terhadap antigen Salmonella Typhi. Uji tersebut digunakan untuk imunodiagnosa infeksi oleh virus dan antigen microbial lain (Devi, 2019).

E. Pemeriksaan dipstik

Pemeriksaan dipstik adalah tes yang dapat di percaya untuk mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap lipopolisakarida dari Salmonella Typhi dan Salmonella Paratyphi yang di dasarkan atas ikatan IgM spesifik (Devi, 2019).

Referensi

Dokumen terkait

Осы орайда төмендегідей ұсыныстарды алға тартамыз: Біріншіден, азаматтарға әлеуметтік желіде белсенділік таныту кезінде көптеген жауапкершіліктердің талап етілетіндігін түсіндіру, бұл