• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN POLA ASUH MAKAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA BALITA STUNTING DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LASALIMU KABUPATEN BUTON - Repository Poltekkes Kendari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "GAMBARAN POLA ASUH MAKAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA BALITA STUNTING DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LASALIMU KABUPATEN BUTON - Repository Poltekkes Kendari"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Balita

1. Pengertian balita

Balita adalah anak usia dibawah 5 tahun dengan karakteristik pertumbuhan cepat pada usia 0-1 tahun, dimana umur 5 bulan berat badan naik 2 kali berat badan lahir dan berat badan naik 3 kali dari berat badan lahir pada umur 1 tahun dan menjadi 4 kali pada umur 2 tahun. Masa balita merupakan periode penting dalam proses perkembangan pada manusia. Perkembangan pada usia balita menjadi penentun keberhasilan perkembangan anak di periode selanjutnya. Capaian perkembangan pada balita yang tidak maksimal merupakan dampak dari stunting Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan dalam hal besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat, ukuran panjang, umur tulang dan keseimbangan metabolik. Sedangkan perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. (Jefri, 2018)

Kemampuan dan tumbuh kembang anak perlu dirangsang oleh orang tua agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan sesuai umurnya.

Periode penting periode emas dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita karena pada masa ini merupakan pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya Periode emas atau golden age period merupakan periode yang kritis yang terjadi satu kali dala m kehidupan anak, karena pada masa ini tidak kurang 100 milyar sel otak siap untuk distimulasi agar

(2)

8 kecerdasan seseorang dapat berkembang secara optimal di kemudian hari. Periode ini terjadi pada 1.000 hari pertama, yaitu semenjak kehamilan sampai anak berusia dua tahun dan merupakan masa kritis yang berdampak pada perkembangan fisik dan kognitif anak.

Anak yang memiliki awal tumbuh kembang yang baik akan tumbuh menjadi dewasa yang lebih sehat sehingga nantinya akan memiliki kehidupan yang lebih baik Periode 1.000 hari yang dimaksud adalah 270 hari selama kehamilan ibu, hingga 730 hari pada kehidupan pertama bayi yang dilahirkan. Periode ini merupakan periode sensitif dan sangat penting, sehingga disebut golden periode.

Sebab dampak yang dapat timbul ketika kebutuhan anak tidak terpenuhi akan bersifat permanen dan tidak dapat dikoreksi. Dampaknya tidak hanya pada pertumbuhan fisik, tapi juga pada perkembangan kognitif dan mental. Salah satu dampak tidak terpenuhinya gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan anak adalah stunting. (Setyawati & Hartini, 2018)

Dampak jangka panjang stunting atau kependekan yang terjadinya pada anak intergenerasi. pada anak perempuan, dampaknya akan terlihat ketika dewasa atau hamil.perempuan yang stunting berisiko lebih tinggi mengalami retardasi atau perlambatan pertumbuhan pada janinnya (intra uterine growth retardation/IUGR) serta melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Upaya deteksi dini dapat dilakukan mulai melalui posyandu yang bertujuan memberikan kemudahan kepada masyarakat guna memperoleh pelayanan kesehatan ibu, bayi dan anak.

meliputi penimbangan dan pemberian nutrisi sehingga lebih terfokus pada pertumbuhan fisik sedangkan deteksi dini untuk mengetahui masalah perkembangan

(3)

9 anak belum diberikan secara lengkap untuk mengetahui gambaran tumbuh kembang dengan periode emas pada anak. (SSGI RI, 2021).

2. Umur Balita

Balita adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bayi usia di bawah satu tahun juga termasuk golongan ini. Balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak usia lebih dari satu tahun sampai tiga tahun yang yang dikenal dengan batita dan anak usia lebih dari tiga tahun sampai lima tahun yang dikenal dengan usia pra sekolah Menurut karakterisik, balita terbagi dalam dua kategori, yaitu anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak usia pra sekolah. Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang disediakan oleh ibunya). Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia pra sekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Pola makan yang diberikan sebaiknya dalam porsi kecil dengan frekuensi sering karena perut balita masih kecil sehingga tidak mampu menerima jumlah makanan dalam sekali makan. Sedangkan pada usia pra sekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini, anak mulai bergaul dengan lingkungannya atau bersekolah playgroup sehingga anak mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. Pada masa ini anak akan mencapai fase gemar memprotes sehingga mereka akan mengatakan “tidak” terhadap ajakan. Pada masa ini berat badan anak cenderung mengalami penurunan, ini terjadi akibat dari aktifitas yang mulai banyak maupun penolakan terhadap makanan.

(Febrianti, 2020)

(4)

10 3. Tumbuh Kembang Balita

Tumbuh kembang adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena petumbuhan ialah bagian dari perkembangan dan setiap yang tumbuh pastilah berkembang. Setiap manusia akan tumbuh dan berkembang mulai dari ia di dalam kandungan ibunya sampai ia lahir ke dunia, manusia akan terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat signifikan. Apalagi pada anak usia 0-6 tahun merupakan usia yang sangat menentukan bagaimana anak di masa yang akan mendatang. Setiap bertambahnya usia anak maka akan terjadi perubahan secara simultan pada pertumbuhan dan perkembangan sehingga dua peristiwa tersebut sangat penting bagi kehidupan anak. Secara umum tumbuh kembang setiap anak berbeda- berbeda tetapi prosesnya senantiasa melalui tiga pola yang sama, yaitu :

- Pertumbuhan dimulai dari tumbuh bagian atas menuju bagian bawah.

- Perkembangan dimulai dari batang tubuh kearah luar.

- Setelah kedua diatas dikuasai barulah anak belajar mengeksplorasi keterampilan-keterampilan lain seperti melempar, menendang, berlari dan lain- lain. (Riyanti, 2018)

a. Klasifikasi tumbuh kembangan Balitas

Pertumbuhan memiliki pengertian perubahan ukuran fisik dari waktu ke waktu.

Ukuran fisik tidak lain adalah ukuran tubuh manusia baik dari segi dimensi, proporsi maupun komposisinya yang lebih dikenal dengan sebutan antropometri. Perubahan fisik pada pertumbuhan balita menuju pada penambahan seperti bertambahnya organ tubuh.

Penambahan ukuran-ukuran tubuh tidak harus drastis, akan tetapi sebaliknya yaitu berlangsung perlahan, bertahap dan terpola secara proporsional pada tiap bulannya.

Penilaian tumbuh kembang meliputi evaluasi pertumbuhan fisis (kurva atau grafik berat

(5)

11 badan, tinggi badan, lingkar kepala,lingkar dada, dan lingkar perut), evaluasi pertumbuhan gigi geligi, evaluasi neurologis, dan perkembangan sosial serta evaluasi keremajaan. (Abarca, 2021)

b. Pertumbuhan tinggi dan berat badan

Selama tahun kedua, angka penambahan berat badan adalah 0,25 kg/bulan Lalu, menjadi sekitar 2kg/bulan sampai berusia 10 tahun. Panjang rata-rata pada akhir tahun pertama bertambah 50% (75 cm) dan menjadi dua kali lipat pada akhir tahun keempat (100 cm). Nilai baku yang sering dipakai adalah grafik (peta pertumbuhan atau growht chart) yang disusun oleh NCHS untuk berat badan dan tinggi badan

c. Perkembangan indra

Pada usia ini, kelima indra anak yaitu indra penglihatan, pendengaran, pengecap, penciuman, peraba diharapkan sudah berfungsi optimal. Sejalan dengan perkembangan kecerdasan dan banyaknya kata-kata yang ia dengar, anak usia prasekolah sudah dapat berbicara dengan menggunakan kalimat lengkap yang sederhana

d. Pertumbuhan gigi

Pembentukkan struktur gigi yang sehat dan sempurna dimungkinkan dengan gizi yang cukup protein, kalsium, fosfat dan vitamin (terutama vitamin C dan D).

Klasifikasi gigi dimulai pada umur janin lima bulan mencakup seluruh gigi susu. Erupsi gigi yang terlambat dapat ditemukan pada hipotiroidisme, gangguan gizi dan gangguan pertumbuhan. (Marani, 2016).

e. Faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

Pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor internal (genetik) dan faktor eksternal (lingkungan). Faktor internal antara lain jenis kelamin, obstetrik

(6)

12 dan ras atau suku bangsa. Apabila faktor ini dapat berinteraksi dalam lingkungan yang baik dan optimal, akan menghasilkan pertumbuhan yang optimal pula. Gangguan pertumbuhan di negara maju lebih sering diakibatkan oleh faktor genetik, di negara berkembang selain disebabkan oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh lingkungan yang tidak memungkinkan seseorang tumbuh secara optimal, berikut faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan. (Y. H. Putri, 2018)

1) Faktor dalam (internal) yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak.

a) Ras/etnik atau bangsa

Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika, maka ia tidak memiliki faktor herediter ras/bangsa indonesia atau sebaliknya.

b) Keluarga

Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi, pendek, gemuk atau kurus.

c) Umur

Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun pertama kehidupan dan masa remaja.

d) Jenis kelamin

Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat daripada laki-laki. Tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak lakilaki lebih cepat.

e) Genetik

Genetik (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu potensi anak yang akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan genetik yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak seperti kerdil.

(7)

13 f) Kelainan kromosom

Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan pertumbuhan seperti pada sindroma Down’s dan sindroma Turner’s.

2) Faktor luar (eksternal) a. ) Faktor Prenatal

- Gizi

Nutrisi ibu hamil terutama dalam trimester akhir kehamilan akan mempengaruhi pertumbuhan janin.

- Mekanis

Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan kongenital seperti club foot.

- Toksin/zat kimia

Beberapa obat-obatan seperti Aminopterin, Thalidomid, dapat menyebabkan kelainan kongenital seperti palatoskisis.

- Endokrin

Diabetes meilitus dapat menyebabkan mekrosomia, kardiomegali, hiperplasia adrenal.

- Radiasi

Paparan radium dan sinar Rontgen dapat mengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas anggota gerak, kelainan kongenital mata, kelainan jantung.

- Infeksi

Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH (Toksoplasma, Rubella, Sitomegalo Virus Herpers simpleks) dapat menyebabkan kelainan pada

(8)

14 janin ; katarak, bisu tuli, mikrosefali, retardasi mental, dan kelainan jantung kongenital.

- Kelainan imunologi

Eritobaltosis fetalis timbul atas dasar perbedaan golongan darah antara janindan ibu sehingga ibu membentuk antibodi terhadap sel darah merah janin, kemudian melalui plasenta masuk dalam peredaran darah janin dan akan menyebabkan hemolisis yang selanjutnya mengakibatkan hiperbilirubinemia dan Kern icterus yang akan menyebabkan kerusakan jaringan otak.

- Anoksia embrio

Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi plasenta menyebabkan pertumbuhan terganggu.

- Psikologi ibu

Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan salah/kekerasan mental pada ibu hamil dan lain-lain.

B. Penilaian Status Gizi Stunting

Penilaian status gizi langsung dibagi menjadi empat penilaian, yaitu:

pengukuran antropometri, pemeriksaan klinis, pemeriksaan biokimia dan pemeriksaan biofisik. Pengukuran antropometri mengacu pada pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh yang berbeda pada usia dan diet yang berbeda. Ukuran tubuh yang berbeda, misal Berat badan, tinggi atau tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas dan ketebalan jaringan lemak subkutan. Tinggi badan adalah parameter antropometri pertumbuhan linier dan parameter penting untuk keadaan dulu dan sekarang ketika usia tidak diketahui secara pasti. (Wicaksana, 2019)

(9)

15 1. Panjang Badan dan Tinggi Badan

Pengukuran Panjang badan (PB) digunakan untuk umur anak 0 sampai 24 bulan yang di ukur terlentang. Bila anak umur 0 sampai 24 bulan di ukur berdiri, maka hasil pengukuraannya di koreksi dengan menambah 0,7 cm. ukuran tinggi badan (TB) digunakan untuk anak umur diatas 24 bulan yang di ukur berdiri. Bila anak umur diatas 24 bulan di ukur terlentang, maka hasil pengukurannya dikoreksi dengan mengurangkan 0,1 cm Pengukuran tinggi badan anak balita diatas 24 bulan dan sudah dapat bediri di ukur dengan alat pengukur microtoise yang mempunyai ketelitian 0,1 cm. untuk bayi atau anak yang belum dapat berdiri atau masih berumur 0,24 bula, di gunakan alat pengukur Panjang badan bayi lengtboard. (Daryanti, 2019)

2. Cara mengukur berat badan (Menimbang)

Penimbangan berat badan bayi Periksalah dacin dengan seksama, apakah masih dalam kondisi baik atau tidak. Dacin yang baik adalah apabila bandul geser berada pada posisi skala 0,0 kg. jarum penunjuk berada pada posisi seimbang. Setelah alat timbang lainnya (celana/sarung timbang) dipasang pada dacin, lakukan penerapan yaitu dengan cara menambah beban pada ujung tangkai dacin, misalnya plastik berisi pasir. Alat yang dapat memenuhi persyaratan dan kemudian dipilih dan dianjurkan untuk digunakan dalam penimbangan anak balita adalah dacin. Penggunaan dacin mempunyai beberapa keuntungan antara lain dacin sudah dikenal umum sampai di pelosok pedesaan, dibuat di Indonesia, bukan impor, ketelitian dan ketepatannya cukup baik.Dacin yang digunakan sebaiknya minimum 20 kg dan maksimum 25 kg. Alat yang diperlukan adalah kantong celana timbang atau kain sarung, yang tidak membahayakan anak terjatuh pada saat ditimbang. Diperlukan pula tali atau sejenisnya yang cukup kuat untuk menggantungkan dacin. (Anjelina, 2021).

(10)

16 Dalam buku kader diberikan petunjuk bagaimana menimbang balita dengan menggunakan dacin. Langkah-langkah tersebut dikenal dengan 9 langkah penimbangan, yaitu:

a. Gantungkan dacin pada dahan, palang rumah atau penyangga kaki tiga. Periksalah apakah dacin sudah tergantung kuat.

b. Tarik batang dacin ke bawah kuat-kuat. Sebelum dipakai letakkan bandul geser pada angka 0 (nol).

c. Batang dacin dikaitkan dengan tali pengaman.

d. Pasanglah celana timbang atau sarung timbang yang kosong pada dacin.

e. Ingat bandul geser pada angka 0 (nol).

f. Seimbangkan dacin yang sudah dibebani celana timbang atau sarung timbang dengan cara memasukkan pasir ke dalam kantong plastik.

g. Anak ditimbang dan seimbangkan dacin.

h. Tentukan berat badan anak, dengan membaca angka di ujung bandul geser.

i. Catat hasil penimbangan di atas secarik kertas.

j. Geserlah bandul ke angka 0 (nol), setelah itu bayi atau anak dapat diturunkan.

3. Pengertian balita stunting

Balita adalah kelompok anak yang berada pada rentang usia 0-5 tahun Menurut ahli masa balita adalah merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia dikarenakan tumbuh kemb ang berlangsung cepat. Perkembangan dan pertumbuhan dimasa balita menjadi faktor keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak dimasa mendatang. (R. Pratiwi, 2021)

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak

(11)

17 bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir, Stunting atau perawakan pendek merupakan gangguan pertumbuhan yang sebagian besar disebabkan oleh masalah nutrisi kronis sejak bayi dalam kandungan hingga masa awal anak lahir yang biasanya tampak setelah anak berusia 2 tahun. Stunting masih bisa dikoreksi selama anak belum berusia 2 tahun, atau masih berada dalam 1000 hari pertama kehidupannya.

Namun, jika usianya sudah lebih dari 2 tahun, perbaikan gizi yang dilakukan hanya sebatas mampu menaikkan berat badan anak. Nampak dari usia ukuran antropometri yang di pakai untuk menentukan stunting adalah panjang badan atau tinggi badan yang di sesuaikan dengan usia anak berdasarkan indeks Panjang badan atau tinggi badan menurut umur di tampilkan dalam tabel 1. (Rachman, 2018)

Tabel. 2

Klasifikasi status gizi berdasarkan PB,TB/U Indeks Kategori status gizi Ambang batas ( Z-score ) PB,TB/U Sangat pendek < - 3SD

Pendek - 3SD sampai dengan < -2 SD Normal -2 SD sampai dengan + 3 SD

Tinggi > + 3 SD

Sumber :(Kementrian Kesehatan RI, 2020)

4. Cara pengukuran balita stunting ( TB/U )

Stunting merupakan suatu indikator kependekan dengan menggunakan rumus tinggi badan menurut umur (TB/U) Panjang Badan Menurut Umur (PB/U) memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama, misalnya kemiskinan, perilaku hidup sehat dan pola asuh/pemberian makan yang kurang baik dari sejak dilahirkan yang mengakibatkan stunting Keuntungan indeks TB/U yaitu merupakan indikator yang baik untuk mengetahui kurang gizi masa lampau, alat

(12)

18 mudah dibawa kemana-mana, jarang orang tua keberatan diukur anaknya. Kelemahan indeks TB/U yaitu tinggi badan tidak cepat naik bahkan tidak mungkin turun, dapat terjadi kesalahan yang mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas pengukuran. Sumber kesalahan bisa berasal dari tenaga yang kurang terlatih, kesalahan pada alat dan tingkat kesulitan pengukuran. TB/U dapat digunakan sebagai indeks status gizi populasi karena merupakan estimasi keadaan yang telah lalu atau status gizi kronik. Seorang yang tergolong pendek tak sesuai umurnya kemungkinan keadaan gizi masa lalu tidak baik, seharusnya dalam keadaan normal tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur. Pengaruh kurang gizi terhadap pertumbuhan tinggi badan baru terlihat dalam waktu yang cukup lama. (Kementrian Kesehatan RI, 2020)

5. Faktor Resiko Stunting a. Sanitasi Lingkungan

Faktor sanitasi dan kebersihan lingkungan berpengaruh pula untuk kesehatan ibu hamil dan tumbuh kembang anak, karena anak usia di bawah dua tahun rentan terhadap berbagai infeksi dan penyakit. Paparan terus menerus terhadap kotoran manusia dan binatang dapat menyebabkan infeksi bakteri kronis. Infeksi tersebut, disebabkan oleh praktik sanitasi dan kebersihan yang kurang baik, membuat gizi sulit diserap oleh tubuh. Rendahnya sanitasi dan kebersihan lingkungan pun memicu gangguan saluran pencernaan, yang membuat energi untuk pertumbuhan teralihkan kepada perlawanan tubuh menghadapi infeksi. Sebuah riset menemukan bahwa semakin sering seorang anak menderita diare, maka semakin besar pula ancaman stunting untuknya. Selain itu, saat anak sakit, lazimnya selera makan mereka pun berkurang, sehingga asupan gizi makin rendah. Maka pertumbuhan sel otak yang seharusnya sangat pesat dalam dua tahun pertama seorang anak menjadi terhambat.

(13)

19 Dampaknya anak tersebut terancam menderita stunting yang mengakibatkan pertumbuhan mental dan fisiknya terganggu, sehingga potensinya tak dapat berkembang dengan maksimal.

b. Pola Pemberian Makan

Pemberian makan dengan cara yang sehat, pemberian makan bergizi dan mengatur porsi yang dihabiskan akan meningkatkan status gizi anak. Makanan yang baik untuk bayi dan balita harus memenuhi syarat-syarat kecukupan energi dan zat gizi sesuai umur, pola menu seimbang dengan bahan makanan yang tersedia, kebiasaan dan selera makan anak, bentuk dan porsi makanan yang disesuaikan pada kondisi anak dan memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan yang menyebutkan praktek pemberian makan oleh ibu pada kelompok anak normal (tidak stunting) lebih baik dibandingkan pada kelompok anak stunting. Praktek pemberian makan tersebut antara lain meliputi frekuensi pemberian makan, pemberian makanan selingan, pertimbangan pemilihan jenis, pemberian makanan lengkap, penentuan waktu dan cara pemberian makan. Praktek pemberian makan yang kurang baik mengakibatkan anak tidak memperoleh asupan gizi seimbang dan secara kumulatif mengakibatkan gangguan pertumbuhan anak. (Muslimin Abdul Gafur, Muh.Azwar, 2020).

c. Pemberian Makanan Pendamping ASI

Pemberian MP-ASI MPASI diberikan atau mulai diperkenalkan ketika balita berusia di atas 6 bulan. Selain untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi yang tidak lagi dapat disokong oleh ASI serta membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan sistem imunologis anak terhadap makanan dan minuman. Oleh karena itu, masyarakat dan petugas kesehatan perlu memahami pentingnya ASI

(14)

20 eksklusif dan praktik-praktik pemberian makan bayi dan anak yang tepat serta memberikan dukungan kepada para ibu. (Wicaksana, 2016).

d. ASI Eksklusif

Menurut WHO merekomendasikan pemberian ASI sejak lahir sampai 6 bulan, setelah usia 6 bulan bayi akan mendapatkan makanan pendamping ASI (MP-ASI) sesuai dengan usianya. Asi tetap diberikan sampai umur 2 tahun karena sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi, sehingga mencegah terjadinya stunting. Komposisi ASI banyak mengandung Asam Lemak tak jenuh dengan rantai karbon panjang yang tidak hanya sebagai sumber energi tapi juga penting untuk perkembangan otak karena molekul yang dominan ditemukan dalam selubung myelin, kandungan yang lain terdapat pada kolostrum air susu yang kental keluar pertama setelah proses melahirkan berwarna kekuningan dapat meningkatkan kekebalan bayi, mempengaruhi pertumbuhan sel-sel otaknya, untuk pemanjangan tulang maupun penggantian sel kulit yang telah mati, dalam kolostrum terdapat kandungan kalsium dan vitamin D serta vitamin C yang berfungsi terhadap penguatan tulang, khusunya pada usia 1-6 bulan pertama dan manfaat lain dari pemberian ASI adalah pembentukan ikatan yang lebih kuat dalam interaksi ibu dan anak, sehingga sangat berefek positif bagi perkembangan anak dan perilaku anak, balita yang tidak diberikan ASI Ekslusif (<6 bulan) beresiko 3,7 kali lebih tinggi terkena stunting dibandingkan balita yang diberikan ASI Ekslusif (>6 bulan). ( Saravina tiza Putri, 2017).

e. Berat Badan Lahir

Berat badan lahir merupakan salah satu prediktor yang baik untuk pertumbuhan bayi dan kelangsungan hidupnya. Beberapa penelitian menunjukkan

(15)

21 bahwa berat bayi lahir rendah mempunyai risiko untuk menjadi gizi kurang 8-10 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi yang mempunyai berat lahir normal. Risiko meninggal pada tahun pertama kehidupannya 17 kali lebih tinggi dibanding dengan bayi yang mempunyai berat lahir normal Berat lahir merupakan berat badan bayi baru lahir pada saat kelahiran yang ditimbang pada saat satu jam sesudah lahir dimana merupakan antropometri yang terpenting dan paling sering digu nakan pada saat bayi baru lahir untuk melihat pertumbuhan fisik maupun status gizi dan mendiagnosis bayi normal, berat bayi lahir rendah dan berat bayi lahir lebih Klasifikasi berat lahir terbagi menjadi dua yaitu berat lahir <2500 gram yang disebut berat badan lahir rendah (BBLR), berat lahir ≥2500 gram yang disebut berat badan lahir normal.

f. Tingkat Pendidikan Ibu

Pendidikan wanita sebagai pengasuh utama dari anak, mempunyai pengaruh yang sangat potensial terhadap kualitas pengasuhan dan perawatan anak. Wanita yang lebih berpendidikan akan lebih baik dalam wawasan yang lebih luas dan keputusan yang tepat dengan demikian ibu dapat menerpakan pola asuh terkait gizi dengan tepat dan mampu menyediakan zat gizi yang dibutuhkan anak. Wanita yang lebih berpendidikan akan lebih baik dalam memproses informasi dan belajar untuk memperoleh pengetahuan serta perilaku pengasuhan yang positif. Tingkat pendidikan seseorang akan berkaitan erat dengan wawasan pengetahuan mengenai sumber gizi dan jenis makanan konsumsi keluarga. Pendidikan sangat mempengaruhi penerimaan informasi tentang gizi. Masyarakat dengan pendidikan yang rendah akan lebih sulit menerima informasi baru dan mengubah tradisi atau kebiasaan makan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin mudah dia menyerap informasi yang diterima termasuk informasi gizi baik dan sehat. (Nugroho et al., 2021)

(16)

22 g. Tingkat Ekonomi Keluarga

Tingkat kekayaan rumah tangga menjadi salah satu penyebab stunting yang sering ditemukan di Indonesia, Cina, Afghanistan, India dan Bangladesh. Hal ini berkaitan dengan fasilitas kesehatan yang mereka dapatkan. Selain itu, tingkat kemakmuran berhubungan dengan status gizi yang buruk pada anak. Anak-anak yang berasal dari keluarga dengan tingkat sosial-ekonomi rendah dua kali lebih berisiko mengalami stunting dan lima kali lebih berisiko mengalami stunting yang parah.

Status sosial ekonomi yang lebih rendah menyebabkan kekurangan nutrisi kronis pada stunting. (Ulfah & Nugroho, 2020).

h. Status Sosial Ekonomi Keluarga

Status sosial ekonomi keluarga digambarkan oleh penghasilan keluarga atau pendapatan keluarga yang juga penentu utama yang berkaitan dengan kualitas makanan. Jika penghasilan keluarga meningkat, penyediaan lauk pauk akan bertambah pula mutunya. Tidak bisa dipungkiri bahwa pendapatan keluarga ikut berpengaruh pada makanan yang disajikan bagi keluarga sehari-hari, dari kualitas ataupun kuantitas makanan Peningkatan pendapatan akan memiliki pengaruh terhadap perbaikan kesehatan serta keadaan keluarga serta selanjutnya berkaitan dengan status gizi. Tetapi peningkatan pendapatan ataupun daya beli seringkali tidak bisa mengalahkan dampak kebiasaan makan pada perbaikan gizi yang efektif. (Fadilah et al., 2020).

6. Dampak Stunting

Dampak stunting memberikan dampak yang besar bagi kehidupan. Stunting sangat merugikan bagi individu, keluarga, masyarakat, dan negara. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2018) menyebutkan bahwa dampak stunting secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu dampak yang terjadi dalam jangka waktu relatif cepat dan

(17)

23 dampak yang dapat dilihat dalam jangka waktu yang relatif lama. Dampak stunting yang dapat segera terlihat antara lain:

a. Meningkatnya angka kesakitan dan kematian.

b. Perkembangan anak yang tidak optimal pada aspek kognitif, motorik, dan verbal;

serta

c. Meningkatnya pengeluaran untuk biaya kesehatan. Adapun dampak stunting dalam jangka waktu lama antara lain:

d. Ukuran tubuh yang tidak optimal pada saat dewasa

e. Meningkatnya risiko penyakit degeneratif seperti obesitas, hipertensi, jantung dan lain-lain;

f. Menurunnya kondisi kesehatan reproduksi g. rendahnya kapasitas belajar saat sekolah dan h. Produktivitas dan kapasitas kerja yang rendah.

Anak stunting cenderung mempunyai daya tahan tubuh yang rendah sehingga lebih rentan terserang penyakit infeksi Kondisi ini mengakibatkan meningkatnya biaya kesehatan yang akhirnya menambah beban ekonomi masyarakat dan meningkatnya angka kemiskinan. (Ernawati, 2020)

C. Pola Asuh Ibu 1. Pola Asuh

Pola asuh adalah pola pengasuhan orang tua terhadap anak, yaitu bagaimana orang tua memperlakukan anak, mendidik, membimbing dan mendisiplinkan serta melindungi anak dalam mencapai proses kedewasaan sampai dengan membentuk perilaku anak sesuai dengan norma dan nilai yang baik dan sesuai dengan kehidupan

(18)

24 masyarakat. Berdasarkan definisi tentang pola asuh orang tua di atas, dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua merupakan gambaran tentang sikap dan perilaku orang tua dalam berinteraksi dengan anak selama mengadakan kegiatan pengasuhan untuk membentuk perilaku anak yang baik. (Asmariani, 2019) Pola asuh terbagi 2 yaitu :

a. Pola Asuh Makan

Anak dipengaruhi oleh kualitas makanan dan gizi yang dikonsumsi.Sementara itu kualitas makanan dan gizi sangat tergantung pada pola asuh makan anak yang diterapkan oleh keluarga. Stare dan William 2011 dalam Karyadi 2013 menyatakan bahwa makanan merupakan kebutuhan fisiologis maupun psikologis untuk anak dan orang tua. Oleh karena itu, perlu diciptakan situasi pemberian makan kepada anak yang memenuhi kebutuhan :

a) Fisiologis, yaitu memenuhi kebutuhan zat gizi untuk proses metabolisme, aktivitas dan tumbuh kembang anak;

b) Psikologis, yaitu untuk memberikan kepuasan kepada anak dan untuk memberikan kenikmatan lain yang berkaitan dengan anak serta .

c) Edukatif, yaitu mendidik bayi dan anak terampil mengkonsumsi makanan dan untuk membina kebiasaan dan perilaku makan memilih dan menyukai makanan yang baik, dan dibenarkan oleh keyakinan atau agama orang tua masing-masing.

b. Pola Asuh Perilaku Ibu Kepada Anak

Pola asuh orang tua diidentifikasi melalui adanya perhatian dan kehanggatan, yaitu orangtua dalam mengasuh dan menjalin hubungan interpersonal dengan anak disadari adanya perhatian, penghargaan dan kasih sayang,kebebasan berinisiatif, yaitu kesediaan orang tua untuk memberikan kesempatan kepada anak untuk menyampaikan

(19)

25 dan mengembangkan pendapat ide, pemikiran dengan tetap mempertimbangkan hak-hak orang lain, nilai dan norma yang berlaku; Kontrol terarah, yaitu pola pengawasan dan pengendalian orang tua dengan cara memberikan bimbingan, arahan dan pengawasan terhadap sikap dan perilaku anak; Pemberian tanggung jawab, yaitu kesediaan orang tua memberikan peran dan tanggung jawab kepada anak atas segala sesuatu yang dilakukan

Pola asuh terhadap anak merupakan hal yang sangat penting karena akan mempengaruhi proses tumbuh kembang balita. Pola pengasuhan anak berkaitan erat dengan keadaan ibu terutama kesehatan, pendidikan, pengetahuan, sikap dan praktik tentang pengasuhan anak. (Aderibigbe, 2018)

D. Asupan Energi

Energi adalah suatu hasil dari metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Energi memiliki fungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu dan kegiatan fisik. Energi yang berlebihan akan disimpan dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi jangka pendek dan dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang Energi berperan penting dalam aktifitas seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan yang membutuhkan energi yang dapat melakukan aktifitas fisik Almatsier Menurut Kartosapoetra dan Marsetyo (2008) energi dalam tubuh manusia timbul karena adanya pembakaran karbohidrat, protein, lemak. Dengan demikian agar manusia selalu tercukupi energinya dalam pemasukan zat-zat makanan ke dalam tubuhnya. Manusia yang kurang asupan makan akan lemah dalam menjalani kegiatanya, pekerjaan-pekerjaan fisik maupun daya pemikiranya karena kurangnya asupan zat-zat makanan yang diterima oleh tubuh yang dapat menghasilkan energi.

1. Fungsi Energi

(20)

26 Manusia memerlukan energi agar tubuhnya tetap hangat dan seluruh proses kehidupannya dapat berjalan dengan lancar. Semua energi ini berasal dari pembakaran kimiawi makanan yaitu proses yang membutuhkan oksigen dengan memproduksi karbon dioksida dan air. Stimulus utama yang merangsang asupan makanan adalah kebutuhan untuk mepertahankan pasokan energi yang adekuat dan selera ini memliki pengaruh yang penting pada asupan semua nutrien yang lain. Kebutuhan energi dapat dibagi menjadi tiga komponen utama, yaitu : metabolisme basal, termogenesis yang ditimbulkan oleh makanan dan aktivitas fisik, serta pertumbuhan jaringan baru jika anak – anak atau orang dewasa yang baru sembuh dari sakit dan mengalami penurunan berat badan memerlukan energi tambahan untuk perutumbuhan jaringan sementara ibu hamil dan menyusui memerlukan energi tambahan untuk mempertahankan pertumbuhan janinnya. (Latifah, 2020)

2. Sumber Asupan Energi

Sumber energi berkonsentrasi tinggi adalah bahan makanan sumber lemak, seperti lemak dan minyak, kacang – kacangan dan biji – bijian. Setelah itu makanan sumber karbohidrat seperti, padi – padian, umbi – umbian dan gula murni. Semua makanan yang dibaut dari dan dengan bahan makanan tersebut merupakan sumber energi.

3. Dampak kelebihan energi

Asupan energi adalah jika energi yang dikeluarkan berlebih akan diubah menjadi lemak tubuh sehingga berat badan bertambah, sehingga dipengaruhi oleh aktivitas fisiknya.

Sebaliknya jika asupan energi berkurang dari yang dikeluarkan akan terjadi keseimbangan negative, berakibat berat badan akan bertambah rendah dari normal dan idealnya (Julioe, 2017). Anjuran jumlah asupan energi dalam setiap tahapan umur tidaklah sama, sehingga asupan yang diperlukan balita usia dua dan empat tahun akan berbeda. Kebutuhan energi

(21)

27 bagi anak ditentukan oleh ukuran dan komposisi tubuh, aktivitas fisik dan tingkat pertumbuhan. Angka kecukupan gizi yang di anjurkan (AKG) enrgi untuk balita usia 24 – 47 bulan adalah 1000 kkal/hari. Sedangkan AKG balita udia 48 – 59 bulan adalah 1550 kkal/hari (WNPG VIII, 2004). Adapun batasan minimal asupan energi per hari adalah 70%

dari AKG. (Di et al., 2021).

E. Asupan Protein

Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein, separuhnya ada didalam otot, seperlima didalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh didalam kulit, dan selebihnya didalam jaringan lain dan cairan tubuh. Semua enzim, berbagai hormon, pengangkut zat-zat gizi dan darah, matriks interseluler dan sebagainya protein. Disamping itu asam amino yang membentuk protein bertindak sebagai prekursor sebagian besar koenzim,hormon, asam nukleat, dan molekul-molekul yang esensial untuk kehidupan. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel- sel dan jaringan tubuh. Protein adalah salah satu bio-makromolekul yang penting perananya dalam makhluk hidup. Fungsi dari protein itu sendiri secara garis besar dapat dibagik dalam dua kelompok besar, yaitu sebagai bahan struktural dan sebagai mesin yang bekerja pada tingkat molekular.

Protein memiliki peran utama dalam pertumbuhan pada anak balita. Asupan protein berhubungan dengan efek terhadap level plasma insulin growthfactor I (IGF-I), protein matriks tulang, dan faktor pertumbuhan, serta kalsium dan fosfor yang berperan penting dalam formasi tulang Asupan protein yang kurang berhubungan dengan risiko stunting 5.160 kali dibandingkan dengan asupan protein yang cukup pada anak balita. Hal ini sesuai

(22)

28 dengan penelitian yang menyatakan bahwa anak stunting memiliki asupan protein yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang normal. (Aisyah & Yunianto, 2021)

1. Fungsi Protein

Protein mempunyai fungsi bermacam-macam bagi tubuh, yaitu sebagai enzim, zat pengatur pergerakan, pertahanan tubuh, dan alat pengangkut. Sebagai zat-zat pengatur, protein mengatur proses- proses metabolisme dalam bentuk enzim dan hormon. Proses metabolik (reaksi biokimiawi) diatur dan dilangsungkan atas pengaturan enzim, sedangkan aktivitas enzim diatur lagi oleh hormon, agar terjadi hubungan yang harmonis antara proses metabolisme yang satu dengan yang lain. Menurut Almatsier fungsi protein adalah sebagai berikut:

a. Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan dan sel-sel tubuh. Pembentukan ikatan- ikatan esensial tubuh, hormon-hormon seperti tiroid, insulin, dan epinerfin adalah protein, demikian pula berbagai enzim.

b. Mengatur keseimbangan air, cairan-cairan tubuh terdapat dalam tiga kompartemen:

intraseluler (di dalam sel),

c. Ekstraseluler/ interselular (di luar sel), intravaskular (di dalam pembuluh darah).

1) Pembentukan anti bodi, kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi bergantung pada kemampuan tubuh memproduksi anti bodi.

2) Mengangkut zat-zat gizi dari saluran cerna ke dalam darah, dari darah ke jaringan- jaringan, dan melalui membran sel ke dalam sel-sel.

2. Akibat kekurangan protein

a) Kerontokan rambut (rambut terdiri dari 97-100% dari protein keratin).

b) Kwasirkor : penyakit kekurangan protein, akan mengalami busung lapar yang disebabkan oleh filtrasi air di dalam pembuluh darah sehingga menimbulkan odema

(23)

29 terutama pada perut, kaki, dan tangan. Gejalanya adalah pertumbuhan terhambat otot-otot berkurang dan melemah, edema, muka bulat seperti bulan dan gangguan psikomotor, anak apatis, tidak ada nafsu makan tidak gembira dan suka merengek.

Kulit mengalami depigmentasi, kering, bersisik, pecah-pecah.

3. Akibat kelebihan protein

Protein secara berlebihan tidak menguntungkan tubuh. Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan obesitas. Kelebihan protein dapat menimbulkan masalah lain pada bayi, asam amino akan memberatkan ginjal dan hati yang harus memetabolisme dan mengeluarkan kelebian nitrogen. Kelebihan protein akan menimbulkan asidosis, dehidrasi, diare, kenaikan amoniak darah, kenaikan ureum darah, dan demam.

4. Cara Mengukur Asupan Protein

Perkiraan kebutuhan protein dalam pertumbuhan berkisar dari 1 sampai 4 g/kg pertambahan jaringan. Evaluasi asupan protein anak harus berdasarkan :

a) Kualitas protein dari makanan yang di asup

b) Kebutuhan Protein Balita Berdasarkan. (AKG, 2019) Rata - rata per hari Tabel. 3

No Kelompok Umur Protein (g)

1 0 – 5 bulan 9

2 6 – 11 bulan 15

3 1 – 3 tahun 20

4 4 – 6 tahun 25

Sumber : AKG 2019

(24)

30 A. Kerangka Teori

Gambar 1 Kerangka Teori

Sumber: (UNICEF dalam Hartono et al., 2017)

Terjadinya masalah gizi pada anak balita menurut WHO 2000, yang menjadi masalah dasar yaitu krisis ekonomi, politik dan social akan mengakaibatkan kemiskinan pendidikan yang rendah, ketersediaan pangan, dan kesempatan kerja. Dalam hal ini pendidikan ibu yang rendah, pengetahuan ibu tentang gizi dan pendapatan keluarga yang rendah dari hasil

Status Gizi ( Stunting )

Asupan Gizi kesehatan

Perilaku/Asu han Ibu Dan Anak

Pelayanan Kesehatan Dan Sinitasi Ketersediaan

Pangan Tingkat

Kemiskinan Pendidikan Rendah, Ketersediaan Pangan,Kesempatan Kerja

Krisis Ekonomi, Politik Dan Sosial Penyebab

Langsung

Penyeba b tidak langsung

Masalah Utama

Masalah Dasar

(25)

31 kerja akan menyebabkan faktor tidak langsung seperti perilaku/asuhan ibu dan anak yang kurang baik, ketersediaan pangan tidak terpenuhi, pengetahuan tentang pelaynan kesehatan dan sanitasi yang kurang akan mengakibatkan penyebab langsung seperti asuhan gizi balita yang kurang dan penyakit infeksi. Dengan begitu masalah gizi terhadap balita akan tejadi seperti masalah gizi stunting.

H. Kerangka Konsep

Gambar 2 Kerangka Konsep

Asupan Energi Stunting Pada Balita

Pola Asuh

Asupan Protein

Referensi

Dokumen terkait

Riwayat pola makan dengan kejadian stunting pada balita menunjukkan sebanyak 4 orang dengan pola makan baik tapi status gizinya kurang, hal ini dikarenakan walaupun