• Tidak ada hasil yang ditemukan

Generasi Milenial

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Generasi Milenial"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

THE INDONESIAN JOURNAL OF ACCOUNTING RESEARCH Vol. nn, No. n, Januari 2021

Page nn - mm

Inovasi Praktik Keuangan Berbasis APIC Sebagai Pilar Edukasi Keuangan Dalam Strategi Keuangan Inklusif

Generasi Milenial

Sunitha Devi1

Putu Eka Dianita Marvilianti Dewi2 Lucy Sri Musmini3

Universitas Pendidikan Ganesha [email protected]1

Abstract : This research was conducted with the aim at producing technology-based learning media that were valid, practical, and effective, thus it can help improve the public financial literacy and had implications for inclusive financial management.

The sample of this research used sample method developed by Isaac and Michael with an error rate of 5%, therefore the sample obtained amounted to 347 people. This study used the design of R&D and also the design of media applications. The study was conducted using a mixed method. Data analysis techniques used: 1) data

eligibility test, 2) t test through one-way anova analysis, and 3) simple regression. The results showed that: (a) the APIC work system that was developed had met the material and media validity requirements, (b) APIC-based financial learning practices were able to increase financial literacy, and (c) APIC-based financial literacy had an positive effect on the level of inclusive financial management.

Keywords: APIC, Financial Literacy, Financial Inclusive

Abstrak—Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan media pembelajaran berbasis teknologi yang valid, praktis, dan efektif, sehingga dapat membantu meningkatkan literasi keuangan masyarakat dan berimplikasi pada pengelolaan keuangan inklusif. Sampel dalam penelitian ini menggunakan metode sampel yang dikembangkan oleh Isaac dan Michael dengan tingkat kesalahan sebesar 5%, sehingga sampel yang diperoleh berjumlah 347 orang. Penelitian ini

menggunakan desain R&D dan juga desain aplikasi media. Penelitian dilakukan dengan metode campuran. Teknik analisis data yang digunakan: 1) uji kelayakan data, 2) uji t melalui analisis one way anova, dan 3) regresi sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (a) sistem kerja APIC yang dikembangkan telah memenuhi persyaratan validitas materi dan media, (b) praktik pembelajaran keuangan berbasis APIC mampu meningkatkan literasi keuangan, dan (c) literasi keuangan berbasis APIC telah berpengaruh positif pada tingkat pengelolaan keuangan inklusif.

Kata Kunci: APIC, Literasi Keuangan, Inklusi Keuangan

(2)

PENDAHULUAN

Hingga tahun 2020 saat ini, pemerintah Indonesia berfokus pada peningkatan inklusi keuangan karena inklusi keuangan diyakini dapat membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Inklusi keuangan juga sebagai strategi nasional untuk mengurangi kemiskinan sehingga perekonomian semakin bertumbuh (Yanti, 2019). Menurut Abubakar dan Handayani (2019), inklusi keuangan merupakan peningkatan

kesempatan dan partisipasi masyarakat khususnya bagi masyarakat unbanked untuk dapat mengakses keuangan. Inklusi keuangan di Indonesia belum mampu menyentuh seluruh golongan masyarakat yang dibuktikan dengan hasil penelitian Nugroho dan Purwanti (2017) yang menemukan bahwa partisipasi penduduk usia muda didalam menggunakan fasilitas lembaga keuangan formal masih tergolong rendah. Individu dengan usia diatas 24 tahun (masa bekerja) memiliki persentase kepemilikan rekening, menabung, dan meminjam yang lebih besar jika dibandingkan dengan individu yang berusia 15-24 tahun (masa bersekolah). Hal tersebut mencerminkan bahwa masih terdapat golongan masyarakat tertentu yang belum menikmati akses keuangan. Salah satu penyebab rendahnya partisipasi penduduk usia muda (generasi Y dan Z) dalam menggunakan fasilitas lembaga keuangan formal adalah karena status sebagai pelajar yang belum memiliki pekerjaan dan tidak berpenghasilan jika dibandingkan dengan usia diatas 24 tahun. Biaya administrasi bank yang cukup tinggi juga menjadi

penyebab minimnya keinginan generasi muda untuk menyimpan dana di bank ataupun di lembaga keuangan lainnya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah Indonesia sesungguhnya telah memprogramkan produk atau jasa keuangan yang tidak hanya dapat dimanfaatkan oleh generasi X (generasi dengan tahun kelahiran 1965- 1980). Pemerintah juga telah menyediakan produk atau jasa layanan keuangan yang dapat dimanfaatkan oleh siswa (generasi Z yang lahir sekitar tahun 1995-2010) seperti program “Tabunganku” yang bebas biaya administrasi, akan tetapi produk tersebut belum termanfaatkan secara maksimal oleh generasi Y dan Z yang juga dikenal sebagai generasi milenial dan generasi internet.

(3)

Rendahnya tingkat indeks inklusi keuangan generasi muda (generasi milenial dan internet) khususnya pada dimensi probabilitas kepemilikan rekening dengan

persentase 36,18% dan probabilitas menabung di lembaga keuangan dengan persentase hanya sebesar 24,34% seperti terlihat pada Gambar 1, disebabkan oleh kurangnya pengetahuan keuangan (literasi keuangan) masyarakat usia muda terhadap fungsi lembaga keuangan (Nugroho dan Purwanti, 2017). Target dan sasaran inklusi keuangan tidak akan tercapai maksimal apabila masyarakat tidak memiliki kesadaran akan pentingnya tata kelola keuangan yang disebabkan oleh ketidakpahaman

masyarakat terkait keuangan. Maka dari itu diperlukan adanya inovasi model

pembelajaran keuangan untuk membantu peningkatan pemahaman keuangan (literasi keuangan) khususnya dikalangan generasi milenial dan internet yang disesuaikan dengan karakteristik generasi tersebut, agar proses menuju literasi keuangan berjalan efektif.

Gambar 1.

Tingkat Inklusi Keuangan Berdasarkan Usia di Indonesia

Kepemilikan Rekening Probabilitas Menabung 0

10 20 30 40 50 60 70 80

15-24 Tahun

> 24 Tahun

Sumber: Data diolah (Nugroho dan Purwanti, 2017)

Karakteristik generasi milenial dan internet adalah teknologi. Sejak kecil generasi ini sudah mengenal teknologi dan akrab dengan gadget canggih sehingga aktivitas apapun yang dilakukan oleh generasi ini kebanyakan berhubungan dengan teknologi.

Generasi milenial atau generasi internet merupakan generasi yang multi tasking karena generasi ini dapat melakukan berbagai macam aktivitas dalam waktu yang bersamaan seperti mulai dari menggunakan sosial media melalui ponsel, mendengarkan musik dengan menggunakan headset, browsing menggunakan ponsel ataupun PC, dan

(4)

bahkan sambil menggunakan aplikasi ponsel untuk membantu aktivitas sehari-sehari seperti misalnya membeli makanan menggunakan aplikasi GoFood (Putra, 2016).

Hingga tahun 2020 saat ini, tidak hanya generasi Y dan Z yang sangat bergantung dengan teknologi tetapi generasi sebelumnya yaitu generasi X juga sangat bergantung dengan teknologi. Aktivitas surat menyurat dilingkungan kerja yang bersifat e-office yang dikirim melalui aplikasi WhatsApp merupakan salah satu bentuk ketergantungan masyarakat terhadap teknologi.

Fenomena era digital saat ini yang sangat sulit untuk dihindari adalah anak-anak mulai usia kurang lebih 3 tahun sudah mulai mengenal gadget dan hampir setiap hari bermain dengan gadget. Apabila tidak diarahkan dengan baik maka generasi emas Indonesia bukannya menerima dampak positif dari pemanfaatan gadget, tetapi justru akan menyebabkan terjadinya degradasi kecerdasan intelektual karena semangat belajar yang menurun dikalangan generasi muda. Perkembangan teknologi menjadi ancaman bagi anak-anak didik bila tidak digunakan dengan bijak dan benar. Di era digital saat ini tidak sedikit siswa-siswi yang menyalahgunakan kemajuan teknologi, bahkan ada beberapa diantaranya yang sudah mengalami kecanduan terhadap game online. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh Abdul dalam Tafonao (2019) terhadap sepuluh anak di Banyumas yang kecanduan bermain game online, ditemukan bahwa kesepuluh anak tersebut telah didiagnosa mengalami gangguan mental. Menurut pengakuan Hilma Paramita dokter Spesialis Jiwa RSUD Banyumas, rata-rata pasien sudah tidak dapat mengendalikan diri bermain game online, akibatnya mereka sudah tidak lagi dapat beraktivitas secara normal. Anak-anak tersebut masih berstatus pelajar, dan 7 dari 10 anak tersebut merupakan siswa Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) (Tafonao, 2019). Selain kasus tentang kecanduan bermain game online, terdapat perilaku menyimpang yang sering terjadi dikalangan siswa milenial atau generasi internet seperti kasus siswa-siswi yang menyebarkan foto-foto atau video porno melalui media sosial, dan mencuri atau merampok (Yuniati, 2017). Perilaku menyimpang di kalangan siswa milenial ataupun generasi internet sudah menjadi masalah serius yang harus segera ditangani oleh berbagai pihak termasuk guru di sekolah. Kenakalan remaja dapat dikatakan sebagai

(5)

sumber problem sosial yang perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak karena sangat berdampak negatif pada kehidupan bermasyarakat dan kemajuan masa depan bangsa (Asri, 2018).

Dibidang keuangan, era digital mengakibatkan terjadinya pergeseran pola konsumsi sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya dikalangan generasi milenial. Semua kebutuhan seperti materi belajar, pakaian, aksesoris dan barang- barang pelengkap yang dibutuhkan dapat dengan mudah diperoleh. The Nielsen Global Survey of E-commerce melakukan penelitian terhadap pergeseran perilaku belanja para generasi internet. Nielsen melakukan riset terhadap 30.000 responden yang memiliki akses internet memadai. Responden tersebut berasal dari 60 negara di Asia Pasifik, Eropa, Amerika Latin dan Utara, serta Timur Tengah. Studi tersebut menggambarkan perilaku generasi akrab internet ini memilih jalur daring untuk membeli beragam produk atau jasa dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari

(Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, 2016). Kemudahan tersebut harus diimbangi dengan pengetahuan dan pemahaman generasi milenial terhadap pengelolaan keuangan, karena perilaku yang terlalu konsumtif juga merupakan salah satu penyebab penurunan kesejahteraan yang akan mengarahkan pada tindakan-tindakan amoral seperti pencurian.

Konsumtif merupakan perilaku yang timbul karena keinginan untuk membeli barang-barang yang kurang diperlukan untuk memenuhi kepuasan pribadi. Perilaku konsumtif merupakan kecenderungan manusia untuk melakukan konsumsi tiada batas, membeli sesuatu yang berlebihan atau secara tidak terencana (Yuliani, 2019). Dalam psikologi dikenal istilah compulsive buying disorder (kecanduan belanja) bagi orang yang terjebak didalamnya yang tidak bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Perilaku konsumtif ini tidak berdasarkan pada kebutuhan, tetapi didorong oleh hasrat dan keinginan. Perilaku konsumen mengalami pergeseran yaitu tidak lagi berorientasi pada pemenuhan kebutuhan tetapi termotivasi pada sensasi, tantangan, kegembiraan, sosialisasi dan menghilangkan setres. Perilaku ini didorong oleh features emotional demi pengakuan yang dilakukan tanpa berpikir realistis sehingga

(6)

perilaku ini dapat menimbulkan pemborosan. Pernyataan ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuliani (2019) yang menemukan bahwa dampak negatif dari perilaku konsumtif adalah pemborosan, menimbulkan sifat pamer (riya), dan menimbulkan perilaku yang kurang baik bagi lingkungan sekitar. Selain itu masyarakat Indonesia khususnya generasi milenial Indonesia juga sangat menyukai barang impor dan bermerek sehingga menjadikan bangsa ini menjadi target pasar utama bagi perusahaan-perusahaan luar negeri untuk memperoleh keuntungan yang sangat besar. Bijak atau tidaknya generasi milenial dalam mengelola keuangan

pribadinya, sangat erat kaitannya dengan kemampuan, pengetahuan, serta pemahaman generasi milenial tentang konsep-konsep keuangan yang lebih dikenal sebagai literasi keuangan.

Literasi keuangan adalah tentang kemampuan memahami uang dan keuangan serta mampu menerapkan pengetahuan itu untuk membuat keputusan keuangan yang efektif (Coskuner, 2016). Literasi keuangan merupakan tingkat pengetahuan

(knowledge), keterampilan (skill), keyakinan (confidence) yang mempengaruhi sikap (attitude) dan perilaku (behaviour) untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan dalam rangka mencapai kesejahteraan

masyarakat luas (Otoritas Jasa Keuangan, 2018). Survei Nasional Literasi Keuangan tahun 2013 yang dilakukan oleh OJK memberikan potret mengenai kondisi literasi keuangan yang ada di Indonesia. Indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia hanya sekitar 21,8% yang berarti bahwa dari setiap 100 penduduk hanya sekitar 22 orang yang termasuk kategori well literate. Hasil tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia belum sepenuhnya memiliki pengetahuan yang cukup mengenai cara mengoptimalkan uang untuk kegiatan yang produktif. Meskipun di tahun 2016 indeks literasi keuangan meningkat menjadi 29,7% dan pada tahun 2019 meningkat menjadi 38,03%, namun nilai indeks literasi keuangan masih dibawah 50% yang berarti bahwa masyarakat Indonesia belum terkategori memiliki pengetahuan yang cukup mengenai cara mengoptimalkan uang untuk kegiatan yang produktif (Otoritas Jasa Keuangan, 2018).

(7)

Edukasi keuangan diyakini dapat mempengaruhi kesadaran seseorang terhadap pengelolaan keuangan. Salah satu peran pendidikan di era digital dalam upaya meningkatkan literasi keuangan yang mana semua informasi dapat diperoleh secara mudah melalui fasilitas teknologi adalah dengan menciptakan inovasi pembelajaran berbasis teknologi. Selama ini, pembelajaran hanya mengandalkan buku literatur yang sudah tidak sesuai dengan karakter dan kebutuhan generasi milenial. Kemajuan teknologi akan berdampak positif bagi generasi muda hanya jika teknologi tersebut dimanfaatkan sebagai salah satu sumber belajar selain pembelajaran yang didapatkan dari guru di sekolah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan membuat modul pembelajaran yang menarik, dan membuat aplikasi elektronik menarik yang dapat diakses melalui smarthphone ataupun PC agar generasi milenial dapat

mempraktikkan teori yang telah dibaca di modul. Dengan demikian, generasi milenial dapat belajar dimanapun dan kapanpun tanpa dibatasi waktu dan tempat. Inovasi pembelajaran berbasis teknologi tersebut diharapkan dapat membantu peningkatan literasi keuangan dikalangan generasi milenial dan dapat berimplikasi pada

peningkatan pengelolaan keuangan inklusif. Semakin tinggi tingkat literasi keuangan akan berimplikasi terhadap tingginya tingkat penggunaan atau inklusi produk

keuangan (Kardinal, 2017).

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian pengembangan mengenai inovasi praktik literasi keuangan berbasis personal e-budgeting and cash flow yang disajikan dalam bentuk sistem APIC (Application of Personal Information Cash Flow), sebagai pilar edukasi keuangan inklusif dikalangan generasi milenial. Sistem APIC merupakan media pembelajaran keuangan berbasis teknologi yang didalamnya tidak hanya terdapat modul-modul pembelajaran keuangan, tetapi juga sekaligus terdapat media untuk pengaplikasian e- budgeting and cash flow dengan fitur yang menarik. Selama ini sistem e-budgeting and cash flow lebih ditujukan untuk organisasi, maka dari itu penelitian

pengembangan sistem pengelolaan keuangan personal dalam bentuk APIC ini penting dilakukan untuk mewujudkan literasi keuangan bagi seluruh lapisan masyarakat secara mandiri. Permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah: (1) apakah

(8)

sistem kerja APIC yang dikembangkan telah memenuhi syarat validitas materi dan media, 2) apakah praktik pembelajaran keuangan berbasis APIC mampu

meningkatkan literasi keuangan, dan (2) apakah literasi keuangan berbasis APIC berpengaruh pada pengelolaan keuangan inklusif.

LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Behavioral Finance Theory

Penelitian ini menggunakan behavioral finance theory sebagai grand theory.

Behavioral finance theory adalah teori tentang pengaruh psikologi pada perilaku pelaku keuangan yang selanjutnya berpengaruh pada penggunaan instrumen keuangan (Alquraan et al., 2016). Menurut Pradikasari dan Isbanah (2018), perilaku keuangan menjelaskan tentang seberapa besar model fenomena keuangan dapat dipahami oleh seseorang yang akan mempengaruhi keputusan investasi sesuai dengan pertimbangan risk dan return. Behavioral finance melibatkan faktor emosi, sifat, kesukaan, dan berbagai macam hal yang ada pada diri manusia sebagai makhluk intelektual dan sosial yang akan melandasi munculnya keputusan melakukan tindakan dibidang keuangan (Sukandani dkk., 2019). Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur behavioral finance antara lain ketepatan waktu dalam membayar tagihan (misalnya listrik, pulsa pasca bayar, dan lain-lain), membuat anggaran pengeluaran dan belanja (harian, bulanan, dan lain-lain), mencatat pengeluaran dan belanja (harian, bulanan, dan lain-lain), menyediakan dana untuk pengeluaran yang tidak terduga (emergency fund), menabung secara periodik atau rutin, serta membandingkan harga antar toko atau swalayan maupun supermarket sebelum memutuskan untuk melakukan pembelian.

2.2. Financial Literacy

Financial literacy adalah pengetahuan kognitif dan kemampuan matematikal tentang keuangan pribadi yang dipergunakan sebagai dasar pengambilan keputusan

(9)

keuangan, melalui ketetapan pandangan pada pemikiran jangka pendek dan jangka panjang yang terbaik (Awais et al., 2016). Menurut (Coskuner, 2016), literasi keuangan adalah kemampuan memahami uang dan keuangan serta mampu dan percaya diri menerapkan pengetahuan tersebut untuk membuat keputusan keuangan yang efektif, karena keterampilan inti yang diperlukan saat ini adalah membuat keputusan keuangan yang sehat. Sedangkan menurut Otoritas Jasa Keuangan (2018), literasi keuangan atau financial literacy adalah tingkat pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), keyakinan (confidence), yang mempengaruhi sikap (attitude) dan perilaku (behaviour) untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan dan kualitas pengambilan keputusan keuangan dalam rangka mencapai kesejahteraan. Harapannya, masyarakat tidak hanya mengetahui dan memahami lembaga keuangan serta produk dan jasa keuangan, melainkan juga dapat mengubah atau memperbaiki perilaku masyarakat dalam pengelolaan keuangan, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan mereka (Otoritas Jasa Keuangan, 2018). Tujuan literasi keuangan menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah: a) mampu meningkatkan literasi individu dari literasi rendah (less literate) atau tidak melek (not literate) menjadi literasi baik (well literate), dan b) meningkatkan jumlah pengguna produk jasa keuangan. Individu dengan tingkat literasi keuangan yang tinggi mampu menentukan produk dan jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan, memahami dengan benar manfaat dan resikonya, paham akan hak dan kewajiban serta meyakini atas apa yang menjadi keputusan dalam penggunan produk dan jasa keuangan yang dapat

meningkatkan kesejahteraan mereka (Otoritas Jasa Keuangan, 2017).

2.3. Inklusi Keuangan

Inklusi keuangan terdiri dari dua kata utama, yaitu inklusi yang berarti memasukkan dan keuangan yang secara harfiah berarti hal-hal yang terkait dengan uang. Menurut Abubakar dan Handayani (2019), inklusi keuangan merupakan peningkatan kesempatan dan partisipasi masyarakat khususnya bagi masyarakat unbanked dalam mengakses keuangan. Pendalaman layanan keuangan bagi masyarakat untuk memanfaatkan produk dan jasa keuangan seperti transfer, menyimpan uang dengan aman, melakukan pinjaman, asuransi, serta berbagai

(10)

transaksi lainnya di dalam aktivitas masyarakat merupakan bentuk dari inklusi keuangan. Bank Indonesia sendiri telah memiliki program keuangan inklusif yang diintegrasikan dengan teknologi keuangan dengan harapan akan semakin

meningkatkan akses masyarakat kedalam perbankan dan keuangan (Bank Indonesia, 2019). Inklusi keuangan membantu penduduk yang belum terlayani untuk

meningkatkan produktivitas dan pendapatannya sehingga menjadi prioritas kunci dan sarana mengurangi kemiskinan. Inklusi keuangan memungkinkan orang menabung untuk kebutuhan keluarga dan meminjam untuk mendukung bisnis. Dalam strategi nasional keuangan inklusif, strategi keuangan inklusif dijabarkan dalam lima pilar yaitu edukasi keuangan, hak properti masyarakat, pelayanan keuangan pada sektor pemerintah, fasilitas intermediasi dan distribusi serta perlindungan konsumen (Septiyani, 2019). Edukasi keuangan merupakan strategi kebijakan untuk meningkatkan kapabilitas dalam mengelola keuangan yang dimulai dengan

peningkatan pemahaman (pengetahuan) dan kesadaran masyarakat mengenai produk dan jasa keuangan. Ruang lingkup edukasi keuangan ini meliputi: a) pengetahuan dan kesadaran tentang ragam produk dan jasa keuangan; b) pengetahuan dan kesadaran tentang risiko terkait dengan produk keuangan; dan c) perlindungan nasabah.

2.4. Generasi Milenial dan Internet

Generasi X, Y, dan Z merupakan generasi yang diperkenalkan berdasarkan teori generasi. Setelah perang dunia kedua ada lima generasi yang lahir yaitu Baby

Boomers (lahir tahun 1946-1964), generasi X (lahir tahun 1965- 1980), generasi Y (lahir tahun 1981-1994), generasi Z (lahir tahun 1995-2010), dan generasi Alpha (lahir tahun 2011-2025) (Bencsik et al., 2016). Generasi Y dan Z atau yang kemudian banyak dikenal dengan generasi digital merupakan generasi muda yang tumbuh dan berkembang dengan sebuah ketergantungan yang besar pada teknologi digital.

Generasi Y dan Z lahir pada saat teknologi sudah tersedia, sehingga membuat generasi ini memiliki karakter yang menggemari teknologi, fleksibel, lebih cerdas, dan toleran pada perbedaan budaya. Generasi ini juga terhubung secara global dan berjejaring di dunia virtual, serta sangat gemar dan sering berkomunikasi dengan semua kelompok terutama melalui jaringan sosial seperti facebook, twitter dan messenger. Meskipun

(11)

demikian, generasi ini adalah generasi yang menyukai budaya instan dan kurang peka terhadap esensi privat karena secara konstan mengunggah hidupnya di media sosial.

Generasi Y dan Z memiliki kemampuan lebih dalam hal mengakses informasi dengan cepat meski usianya masih sangat muda. Generasi ini cenderung toleran terhadap perbedaan budaya dan sangat peduli dengan lingkungan. Generasi Y dan Z juga akrab dengan berbagai aktivitas pada saat bersamaan.

Generasi Y dan Z atau generasi digital merupakan orang yang mahir dan terbiasa dengan penggunaan teknologi informasi termasuk berbagai fasilitas dan aplikasi komputer atau laptop. Segala informasi yang dibutuhkan dapat dengan mudah dan cepat diakses demi kepentingan hidup sehari-hari maupun kepentingan pendidikan.

Dengan menggunakan perangkat teknologi para milenial dapat menjadi individu yang lebih produktif dan efisien. Dari perangkat tersebut mereka mampu melakukan apapun dari sekadar berkirim pesan singkat, mengakses situs pendidikan, bertransaksi bisnis online, hingga memesan jasa transportasi online. Oleh karena itu, mereka mampu menciptakan berbagai peluang baru seiring dengan perkembangan teknologi yang kian mutakhir. Salah satu temuan dari hasil riset yang dilakukan oleh Boston Consulting Group (BCG), University of Berkley tahun 2011 tentang generasi milenial USA adalah minat membaca secara konvensional kini sudah menurun karena generasi milenial lebih memilih membaca lewat teknologi atau bahkan smartphone mereka.

2.5. e-Budgeting and Cash Flow

Menurut Anthony dan Govindarajan, (2011), anggaran merupakan sebuah rencana keuangan, biasanya mencakup perencanaan jangka pendek yang digunakan untuk pengendalian. Sedangkan e-Budgeting merupakan sistem informasi yang digunakan untuk penyusunan anggaran guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam proses penganggaran. Sistem tersebut mampu mempersingkat waktu yang diperlukan dalam proses penyusunan anggaran karena dilakukan secara online dan dapat diakses dimana saja. Sistem ini juga berfungsi sebagai alat pengawasan kerja.

Sistem e-Budgeting adalah sistem penyusunan anggaran berbasis web untuk memfasilitasi proses penyusunan perencanaan pendapatan (pemasukan) dan pengeluaran kas.

(12)

Proses penerimaan dan pengeluaran kas dilaporkan dalam suatu laporan yaitu laporan arus kas (cash flow). Menurut PSAK No.2 (2015), arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas atau setara kas. Laporan arus kas harus memuat informasi jelas dan tepat, sehingga laporan arus kas tersebut benar-benar mencerminkan arus penerimaan dan pengeluaran kas yang riil terjadi di perusahaan (Noor, dan

Kamaludin, 2019). Bagi perusahaan, salah satu bagian laporan keuangan yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja keuangan adalah laporan arus kas (cash flow).

Secara sederhana, kinerja keuangan terkategori baik apabila mengalami surplus (lebih besar arus kas masuk daripada arus kas keluar) untuk kategori aktivitas operasional sehari-hari (Sitohang dkk., 2019). Sistem e-Cash Flow berarti sistem pencatatan arus kas masuk dan arus kas keluar secara riil dengan bantuan teknologi. Media untuk pengaplikasian e-budgeting and cash flow personal kemudian dikembangkan kedalam model sistem Application of Personal Information Cash Flow (APIC). APIC

merupakan sistem aplikasi berbasis teknologi yang mampu menghasilkan informasi perencanaan dan realisasi aliran kas masuk dan aliran kas keluar dalam keuangan personal, yang didalamnya juga terdapat modul-modul pembelajaran keuangan yang inovatif.

2.6. Pengembangan Hipotesis

Didalam pengembangan sebuah sistem berbasis teknologi yang akan digunakan untuk mendukung proses pembelajaran, haruslah teruji secara materi, media, dan teruji dari sisi pengguna (user). Pernyataan ini sesuai dengan yang tercantum dalam

penelitian Krismasari (2016). Komponen atau instrumen yang digunakan untuk menguji sistem dari segi materi antara lain: 1) kesesuaian materi dengan kompetensi dasar, 2) keakuratan materi, 3) kemutakhiran materi (sesuai dengan kehidupan sehari- hari), 4) mendorong keingintahuan, 5) teknik penyajian yang runut, 6) adanya pendukung penyajian, 7) penyajian pembelajaran, 8) koherensi dan keruntutan alur pikir, 9) penggunaan bahasa yang lugas, 10) komunikatif, 11) dialogis dan interaktif, 12) kesesuaian dengan perkembangan peserta didik, 13) kesesuaian dengan kaidah bahasa, dan 14) hakikat kontekstual. Komponen atau instrumen yang digunakan untuk menguji sistem dari segi media antara lain : 1) kesesuaian ukuran modul dan aplikasi

(13)

dengan standar ISO, 2) kesesuaian ukuran dengan materi isi modul, 3) penampilan unsur tata letak pada sampul muka, belakang dan punggung secara harmonis memiliki irama dan kesatuan serta konsisten, 4) warna unsur tata letak harmonis dan

memperjelas fungsi, 5) huruf yang digunakan menarik dan mudah dibaca, 6) tidak menggunakan terlalu banyak kombinasi huruf, 7) ilustrasi sampul modul yang sesuai, 8) konsistensi tata letak, 9) unsur tata letak harmonis, 10) unsur tata letak lengkap, 11) tata letak mempercepat halaman, 12) tipografi isi modul dan aplikasi sederhana, 13) topografi isi modul dan aplikasi memudahkan pemahaman, dan 14) ilustrasi isi yang kreatif. Sedangkan dari sisi user, komponen atau instrumen yang digunakan untuk menguji sistem antara lain: 1) ketertarikan, 2) materi, dan 3) bahasa. Sistem APIC yang dikembangkan ini mengandung semua komponen yang dituntutkan oleh suatu sistem yang terkategori valid. User dapat mengakses modul dalam bentuk video animasi yang telah disesuaikan dengan perkembangan peserta didik. Aplikasi untuk melakukan praktik keuangan berupa penyusunan anggaran (budgeting) dan pencatatan cash flow telah disesuaikan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik, serta tampilan sistem juga telah disesuaikan dengan isi konten pembelajaran. Sistem kerja APIC yang dikembangkan telah berupaya memenuhi syarat validitas materi dan media sehingga harapannya inovasi praktik keuangan berbasis APIC ini dapat teruji validitasnya.

APIC dirancang sesuai dengan karakter generasi milenial dan internet. Generasi milenial dan internet memiliki karakter yang menggemari teknologi, fleksibel, lebih cerdas, dan toleran pada perbedaan budaya. Generasi ini memiliki kemampuan lebih dalam hal mengakses informasi dengan cepat meski usianya masih sangat muda. Salah satu temuan dari hasil riset yang dilakukan oleh Boston Consulting Group (BCG), University of Berkley tahun 2011 tentang generasi milenial USA adalah minat membaca secara konvensional kini sudah menurun karena generasi milenial lebih memilih membaca lewat teknologi atau bahkan smartphone mereka. Temuan itu juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Putri dkk. (2019) yang menyatakan bahwa mahasiswa lebih tertarik untuk mempelajari teori ekonomi mikro dengan menggunakan bahan ajar berbasis web dibandingkan dengan menggunakan bahan ajar konvensional. Bahan ajar berupa modul yang disesuaikan dengan karakter mahasiswa

(14)

sangat membantu peningkatan kemauan belajar mandiri mahasiswa, dapat membantu mengatasi kesulitan belajar mahasiswa yang pada akhirnya berdampak pada

peningkatan pemahaman mahasiswa. Seperti halnya hasil penelitian yang ditemukan oleh Putri dkk. (2019), ketertarikan untuk mempelajari teori ekonomi mikro dengan menggunakan bahan ajar berbais web bagi mahasiswa sangat berdampak pada peningkatan literasi keuangan dikalangan mahasiswa, maka dari itu APIC tepat dikembangkan untuk membantu peningkatan literasi keuangan. Perumusan hipotesis berdasarkan pada pemaparan tersebut adalah:

H1. Praktik pembelajaran keuangan berbasis APIC mampu meningkatkan literasi keuangan.

Dalam strategi nasional keuangan inklusif, strategi keuangan inklusif dijabarkan dalam lima pilar yaitu edukasi keuangan, hak properti masyarakat, pelayanan

keuangan pada sektor pemerintah, fasilitas intermediasi dan distribusi serta perlindungan konsumen (Septiyani, 2019). Edukasi keuangan merupakan strategi kebijakan untuk meningkatkan kapabilitas dalam mengelola keuangan yang dimulai dengan peningkatan pemahaman (pengetahuan) dan kesadaran masyarakat mengenai produk dan jasa keuangan. Ruang lingkup edukasi keuangan ini meliputi: a)

pengetahuan dan kesadaran tentang ragam produk dan jasa keuangan; b) pengetahuan dan kesadaran tentang risiko terkait dengan produk keuangan; c) perlindungan

nasabah. Fakta berbicara bahwa walaupun akses keuangan sangat terbuka belum tentu dapat meningkatkan indeks inklusi keuangan, karena kuncinya tetap ada pada

masyarakat itu sendiri, apakah memutuskan menggunakan atau tidak produk atau jasa keuangan yang tersedia. Fakta tersebut sesuai dengan teori behavioral finance yang menyatakan bahwa faktor emosi, sifat, kesukaan, dan berbagai macam hal yang ada pada diri manusia sebagai makhluk intelektual dan sosial yang akan melandasi munculnya keputusan melakukan tindakan dibidang keuangan (Sukandani dkk., 2019). Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur behavioral finance diantaranya mencatat pengeluaran dan belanja (harian, bulanan, dan lain-lain),

(15)

menyediakan dana untuk pengeluaran yang tidak terduga (emergency fund), dan menabung secara periodik atau rutin.

Pengambilan keputusan keuangan yang produktif hanya dapat terwujud apabila masyarakat memiliki pemahaman keuangan (literasi keuangan) yang baik (Coskuner, 2016). Edukasi keuangan melalui APIC yang didesain berbasis teknologi sesuai dengan kegemaran generasi muda untuk meningkatkan ketertarikan belajar tata kelola keuangan generasi muda dan yang disinergikan dengan desain sesuai dengan indikator untuk mendorong pencapaian behavioral finance, serta desain yang terintegrasi dengan pilihan layanan produk keuangan merupakan strategi untuk meningkatkan pemahaman (pengetahuan) dan kesadaran masyarakat mengenai produk dan jasa keuangan. Masyarakat yang telah teredukasi dengan baik akan senantiasa

memanfaatkan layanan perbankan untuk membantu kehidupannya sehari-hari. Namun, jika masyarakat belum paham dan tidak mengetahui manfaatnya akan menyebabkan tidak maksimalnya inklusi keuangan (Sohilauw, 2018). Perumusan hipotesis berdasarkan pada pemaparan tersebut adalah:

H2. Literasi keuangan berbasis APIC berpengaruh positif pada edukasi pengelolaan keuangan inklusif.

METODE

Selain menggunakan desain Research and Development (R&D) untuk mengembangkan dan memvalidasi media, penelitian ini juga didesain untuk pengaplikasian media. Pengujian terkait validasi media dilakukan dengan menggunakan metode campuran (mixed method) yaitu melalui implementasi

kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Menurut Syahroh dkk. (2019), metode mixed methods adalah mengadopsi strategi riset yang menggunakan lebih dari satu tipe metode riset dengan tujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih luas terhadap masalah-masalah penelitian. Model mixed method yang dipilih adalah sequential explanatory yaitu metode penelitian kombinasi yang menggabungkan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif secara berurutan, di mana pada tahap pertama penelitian dilakukan dengan metode kuantitatif dan pada tahap kedua

(16)

dilakukan dengan metode kualitatif (Sugiyono, 2018). Sedangkan pengujian terkait pengaruh pengaplikasian media terhadap literasi keuangan yang pada akhirnya berdampak pada inklusi keuangan dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif.

Pada tahap awal peneliti akan melakukan pengujian validitas terhadap model pembelajaran berbasis APIC, setelah lolos uji validitas maka tahap selanjutnya adalah melakukan pengujian pengaplikasian media untuk menilai kebermanfaatan praktik pembelajaran keuangan berbasis APIC dalam meningkatkan literasi keuangan dan dampaknya terhadap peningkatan pengelolaan keuangan inklusif. Instrumen yang digunakan untuk pengujian validitas pada penelitian pengembangan adalah angket validasi yang berupa daftar checklist yang diberi skor menggunakan skala Likert untuk mengevaluasi media pembelajaran yang dikembangkan tersebut. Uji validitas ini juga akan didukung oleh hasil wawancara dengan para ahli materi, media, dan user yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk semakin mendukung hasil Research and

Development (R&D). Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa:

1) form hasil uji validitas sistem, 2) hasil kuesioner pengaplikasian sistem, dan 3) hasil wawancara. Pengumpulan data pada pendekatan kuantititaif dilakukan melalui

penyebaran kuesioner kepada para validator dan kepada para pengguna (user), sedangkan pengumpulan data pada pendekatan kualitatif dilakukan melalui wawancara dengan para validator dan kepada para pengguna (user).

3.1. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah mahasiswa yang sedang menempuh studi D3 atau S1 yang berasal dari seluruh kabupaten yang ada di Bali yang berjumlah 148.397 orang, berdasarkan pada data yang tertera di forlap ristekdikti tahun 2019. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada metode sampel yang dikembangkan oleh Isaac dan Michael (Sugiyono, 2017). Berdasarkan jumlah populasi dengan tingkat kesalahan 5%, maka sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sejumlah 347 orang mahasiswa yang berasal dari seluruh kabupaten di Bali dengan latar prodi yang berbeda-beda. Pemilihan anggota sampel yang akan dijadikan subjek penelitian dilakukan secara acak.

3.2. Definisi Operasional Variabel

(17)

1) Dalam strategi nasional keuangan inklusif, strategi keuangan inklusif dijabarkan dalam lima pilar yaitu edukasi keuangan, hak properti masyarakat, pelayanan keuangan pada sektor pemerintah, fasilitas intermediasi dan distribusi serta perlindungan konsumen. Edukasi keuangan inklusif merupakan strategi kebijakan untuk meningkatkan kapabilitas dalam mengelola keuangan yang dimulai dengan peningkatan pemahaman (pengetahuan) dan kesadaran masyarakat mengenai produk dan jasa keuangan (Septiyani, 2019). Indikator yang digunakan untuk pengukuran edukasi keuangan inklusif diantaranya: 1) pengetahuan dan kesadaran tentang ragam produk dan jasa keuangan serta manfaatnya, 2) pengetahuan dan kesadaran tentang risiko terkait tentang produk keuangan, dan 3) pengetahuan atas perlindungan nasabah dalam hal keamanan dan kemudahan bertransaksi di lembaga keuangan (Septiyani, 2019). Edukasi keuangan inklusif diukur melalui 8 item pertanyaan yang diadopsi dari penelitian Septiyani (2019) dan Choirunnisa (2018) yang disesuaikan dengan riset yang dilakukan. Kuesioner diukur menggunakan skala Likert 5 poin (sangat tidak setuju = 1, tidak setuju = 2, netral = 3, setuju = 4, dan sangat setuju = 5).

2) Menurut Coskuner (2016), literasi keuangan adalah tentang kemampuan memahami uang dan keuangan serta mampu percaya diri menerapkan pengetahuan itu untuk membuat keputusan keuangan yang efektif. Analisis peningkatan literasi keuangan pada subjek penelitian berasal dari nilai pre-test dan post-test. Uji tersebut dilakukan untuk menilai dampak penggunaan APIC terhadap tingkat literasi keuangan. Setelah itu dilakukan analisis lebih lanjut terkait hasil post-test literasi keuangan yang diujikan terhadap edukasi keuangan inklusif untuk mengetahui dampak dari peningkatan pemahaman keuangan terhadap pengelolaan keuangan inklusif. Selain itu responden juga diberikan kuesioner terkait literasi keuangan yang diukur melalui 8 item pertanyaan yang diadopsi dari penelitian Sisputro (2017), Fatimah (2017), dan Safira dan Dewi (2019). Kuesioner diukur menggunakan skala Likert 5 poin. Hal ini dilakukan untuk dapat menguji perbandingan antara tingkat literasi keuangan dan tingkat

(18)

pengelolaan keuangan inklusif yang mampu dicapai melalui pembelajaran berbasis APIC.

3.3. Teknik Analisis Data

Data berupa hasil validasi media pembelajaran akan diuji menggunakan uji kelayakan data dengan cara mempersentasekan total skor dari indikator pengujian yang kemudian dikategorikan sesuai Tabel 1.

Tabel 1.

Konversi Skor Aktual menjadi Kategori untuk Skala Likert 5 Poin Interval Skor Kategori Tingkat Validitas

81% - 100% Sangat valid, dapat digunakan tanpa revisi 61% - 80,9% Cukup valid, dapat digunakan namun perlu revisi

41% - 60,9% Kurang valid, disarankan tidak digunakan karena perlu revisi besar

21% - 40,9% Tidak valid, tidak boleh dipergunakan Sumber: Azizah dkk., 2018

Untuk menguji adanya peningkatan literasi keuangan setelah mendapat

pembelajaran keuangan berbasis APIC, dilakukan dengan menggunakan analisis One- Way Anova. Analisis One-Way Anova merupakan uji t atas data pre-test dan post-test.

Sedangkan uji pengaruh literasi keuangan terhadap edukasi pengelolaan keuangan inklusif dilakukan dengan menggunakan model regresi sederhana. Data dianalisis menggunakan bantuan perangkat lunak Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 25. Persamaan model regresi sederhana adalah sebagai berikut.

PKI = α + β1LK+ ε ……….. (1) Keterangan:

PKI : Pengelolaan Keuangan Inklusif α : Konstanta

β1 : Koefisien Regresi Variabel Literasi Keuangan LK : Literasi Keuangan

ε : Error Term

HASIL DAN PEMBAHASAN

(19)

4.1. Hasil Research and Development Sistem APIC

Pada tahap pengembangan, uji kelayakan digunakan untuk memvalidasi media pembelajaran keuangan berbasis APIC yang telah dirancang. Validator terdiri dari ahli materi (dosen keuangan), ahli media (dosen multimedia), dan user (mahasiswa).

Validator ahli materi yaitu Ibu Dr. Nyoman Trisna Herawati, S.E, Ak., M.Pd.

memberikan skor rata-rata terkait kriteria aspek kelayakan isi, aspek kelayakan penyajian, aspek kelayakan kebahasaan, dan aspek penilaian kontekstual sebesar 4,37 atau sama dengan 87,42%. Nilai yang diberikan oleh validator ahli materi berada pada kategori sangat valid dan dapat digunakan tanpa revisi.

Validator ahli media yaitu Ibu Anak Agung Istri Ita Paramitha, M.Kom. pada penilaian pertama memberikan penilaian sebesar 61,5% yaitu berada pada kategori

“sistem dan modul dapat digunakan dengan revisi”. Revisi ada pada tampilan sistem dan penambahan “error prevention” yaitu sistem dapat mencegah terinputnya kata yang tidak sesuai pada tempatnya, seperti pada kolom jumlah hanya dapat diisi dengan angka. Setelah dilakukan revisi dan meminta penilaian kembali dari Ibu Anak Agung Istri Ita Paramitha, M.Kom diperoleh skor rata-rata terkait kriteria aspek kelayakan kegrafikan dengan indikator ukuran modul, desain sampul modul dan aplikasi, desain isi modul dan aplikasi adalah sebesar 4,08 atau sama dengan 81,53%.

Nilai yang diberikan oleh validator ahli media berada pada kategori sangat valid dan dapat digunakan tanpa revisi.

Penilaian dari user yaitu Made Ray Adityanata terkait kriteria respon siswa dengan indikator ketertarikan, materi, dan bahasa, diperoleh skor rata-rata sebesar 4,64 atau sama dengan 92,86%. Nilai yang diberikan oleh user berada pada kategori sangat valid dan dapat digunakan tanpa revisi. Berdasarkan hasil penilaian dari validator ahli materi, ahli media, dan user, maka dapat disimpulkan bahwa sistem kerja APIC yang dikembangkan telah memenuhi syarat validitas materi dan media, dengan total skor rata-rata sebesar 0,8727 atau sama dengan 87,27%. Rekapitulasi hasil validasi materi dan media dari ahli materi, ahli media, dan user dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.

Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Sistem APIC

(20)

No. Validator Total Skor Rata-Rata Skor Persentase Kategori

1 Ahli Materi 153 4,37 87,42% Sangat Valid

2 Ahli Media 106 4,08 81,53% Sangat Valid

3 User (Pengguna) 65 4,64 92,86% Sangat Valid

Total Penilaian 87,27% Sangat Valid

Person 3 3 3

Sumber: Data diolah, 2020

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Dr. I Ketut Budiartha, SE., M.Si., Ak. sebagai validator ahli materi diperoleh kesimpulan bahwa secara kontekstual, penyajian, dan kelayakan isi, APIC terkategori layak untuk digunakan sebagai media pembelajaran. Bapak Dr. I Ketut Budiartha, SE., M.Si., Ak. menyatakan “APIC baik digunakan untuk media pembelajaran tata kelola keuangan karena selain terdapat video pembelajaran didalam APIC tersebut juga tersedia fasilitas untuk user dapat melakukan praktik teori secara langsung terkait tata kelola keuangan pribadi, sekarang tinggal memikirkan cara mengedukasi user yang masih terkategori siswa atau mahasiswa untuk secara disiplin menggunakannya didalam kehidupan sehari- hari”. Validator ahli media yaitu Bapak Agus Aan Jiwa Permana, S.Kom, M.Cs. juga menyatakan bahwa “jika ditinjau dari sudut pandang desain sistem secara

keseluruhan, desain aplikasi, desain video, ataupun desain modul tutorial, APIC sudah sangat layak untuk digunakan sebagai media pembelajaran, apalagi media pembelajaran ini sesuai dengan kenyataan yang dihadapi oleh user yaitu siswa atau mahasiswa dalam kehidupan pribadi masing-masing.”

Mahasiswa atas nama Putu Kahlil Arif Budiawan sebagai pengguna

menyatakan bahwa “ APIC sangat menarik digunakan untuk belajar keuangan karena desain teknologi yang digunakan, sangat mudah dipahami meskipun oleh mahasiswa yang bukan dari jurusan ekonomi, dan saya dapat menggunakannya kapan saja dan dimana saja”. Hasil penilaian user baik secara kuantitatif ataupun kualitatif tersebut membuktikan bahwa APIC yang dapat diakses secara online melalui handphone ternyata mampu meningkatkan minat belajar keuangan generasi milenial ini, sehingga

(21)

kekhawatiran akan tidak disiplinnya kalangan ini dalam menggunakan APIC dapat dihindari.

Berdasarkan hasil kualitatif melalui wawancara terhadap para validator ditemukan hasil penilaian yang sama dengan hasil kuantitatif para validator meskipun validator berasal dari instansi yang berbeda dan dari personil yang berbeda. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem kerja APIC yang dikembangkan telah memenuhi syarat validitas materi dan media. Berikut adalah gambaran singkat terkait sistem kerja APIC (http://smartmatikacollege.com/apic) yang telah dinilai oleh para validator beserta mahasiswa seperti tampak pada Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4.

Gambar 2.

Tampilan Awal APIC (Dashboard)

Gambar 3.

Tampilan Tutorial Penggunaan/ Pengoperasian APIC

(22)

Gambar 4.

Tampilan Modul Belajar Berupa Video Animasi

4.2. Analisis Deskriptif

Berdasarkan hasil analisis deskriptif seperti yang ditampilkan pada Tabel 3 dan Tabel 4, diketahui bahwa nilai rata-rata untuk skor pre-test adalah sebesar 79,38 lebih kecil dari rata-rata nilai post-test yaitu 84,15. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil tes tentang pemahaman keuangan (literasi keuangan) setelah mendapat pembelajaran keuangan berbasis APIC. Nilai rata-rata inklusi sebesar 30,07, lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata tingkat literasi keuangan yaitu 34,85 yang membuktikan bahwa pencapaian peningkatan inklusi keuangan masih lebih rendah dibandingkan dengan pencapaian peningkatan literasi keuangan. Nilai maksimum untuk skor pre-test ataupun post-test adalah sama sebesar 100, sedangkan nilai minimum untuk skor pre-test adalah 45 dan untuk skor post-test adalah 50. Sampel penelitian sejumlah 347 orang yang terdiri dari laki-laki sejumlah 154 orang dan perempuan sejumlah 193 orang (Tabel 4).

Tabel 3.

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Literasi 347 28 40 34.85 2.518

Inklusi 347 23 35 30.07 2.499

Skor Pre-test 347 45 100 79.38 9.646

(23)

Skor Post-test 347 50 100 84.15 9.553 Valid N (listwise) 347

Sumber : Data Diolah, 2020

Tabel 4.

Hasil Analisis Deskriptif Gender

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 154 22.2 44.4 44.4

Perempuan 193 27.8 55.6 100.0

Total 347 50.0 100.0

Missing System 347 50.0

Total 694 100.0

Sumber : Data Diolah, 2020

4.3. Uji t (Hasil Analisis One-Way Anova)

Hasil analisis menggunakan One-Way Anova atas rata-rata nilai pre-test dan post- test yang diberikan kepada 347 orang mahasiswa sebagai sampel, mendapatkan hasil seperti yang ditampilkan pada Gambar 4, Tabel 5, dan Tabel 6.

Berdasarkan analisis one-way anova diperoleh hasil bahwa data penelitian terdistribusi normal melalui uji normalitas Q-Q plot (Gambar 4). Nilai seluruh Sig >

0,05 pada Test of Homogeneity of Variances (Tabel 5), sehingga data memenuhi asumsi homogenitas. Hasil analisis one-way anova (Tabel 6) juga memiliki nilai sig <

0,05, maka hipotesis 1 terdukung yaitu praktik pembelajaran keuangan berbasis APIC mampu meningkatkan literasi keuangan. Rata-rata hasil post-test yaitu 84,15 juga lebih besar daripada pre-test yaitu 79,38 (Tabel 3). Hasil analisis tersebut juga menunjukkan bahwa terjadi peningkatan literasi keuangan mahasiswa setelah menggunakan sistem APIC sebagai media pembelajaran.

Normalitas Kelompok Pre-Test Normalitas Kelompok Post-Test

(24)

Sumber : Data Diolah, 2020

Gambar 4.

Hasil Uji Normalitas dalam Analisis One-Way Anova

Tabel 5.

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

S k o r

Based on Mean .457 1 692 .499

Based on Median .248 1 692 .619

Based on Median and with adjusted df

.248 1 689.753 .619

Based on trimmed mean .393 1 692 .531

Sumber : Data Diolah, 2020

Tabel 6.

ANOVA skor

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 3828.386 1 3828.386 43.583 .000

Within Groups 60786.455 692 87.842

Total 64614.841 693

Sumber : Data Diolah, 2020

4.4. Uji Asumsi Klasik

(25)

Hasil uji asumsi klasik secara keseluruhan menunjukkan bahwa: (a) hasil uji normalitas Q-Q plot menunjukkan bahwa data penelitian terdistribusi normal, (2) hasil uji multikolonieritas juga menunjukkan bahwa tidak terjadi multikolonieritas yang dibuktikan oleh nilai Centered VIF variabel bebas berada dibawah nilai 10 (VIF < 10) yaitu VIF = 1, dan (3) hasil uji glejser menunjukkan tidak terjadi heterokedastisitas yang terbukti dari nilai probability pengaruh variabel bebas terhadap absolut residual tidak signifikan pada nilai alpha 5% yaitu dengan nilai sig. 0,08 (p-value > 0,05).

4.5. Hasil Analisis Regresi

Hasil analisis regresi sederhana ditampilkan pada Tabel 7, Tabel 8, dan Tabel 9.

Hasil pada Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai signifikansi hasil uji F sebesar 0,00.

Nilai signifikansi hasil uji F lebih kecil dari tingkat signifikansi yang ditetapkan yaitu α = 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa literasi keuangan memiliki pengaruh yang signifikan pada tingkat pengelolaan keuangan inklusif, dan model regresi dinyatakan fit (layak) sehingga pembuktian hipotesis dapat dilanjutkan. Nilai Adjusted R-squared sebesar 0,868 (Tabel 7) menunjukkan bahwa literasi keuangan mampu menjelaskan tingkat pengelolaan keuangan inklusif sebesar 86,8% sedangkan sisanya 13,2% dijelaskan oleh variabel lain selain variabel yang terdapat dalam model penelitian.

Tabel 7.

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .932a .869 .868 .905

a. Predictors: (Constant), Literasi Sumber : Data Diolah, 2020

Tabel 8.

(26)

ANOVAa

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 1877.809 1 1877.809 2292.998 .000b

Residual 282.531 345 .819

Total 2160.340 346

a. Dependent Variable: Inklusi b. Predictors: (Constant), Literasi Sumber : Data Diolah, 2020

Tabel 9.

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -2.178 .675 -3.226 .001

Literasi .925 .019 .932 47.885 .000

a. Dependent Variable: Inklusi Sumber : Data Diolah, 2020

Literasi keuangan memiliki nilai signifikansi hasil uji regresi sebesar 0,00 <

0,05 (Tabel 9). Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa hipotesis 2 diterima yaitu literasi keuangan berpengaruh pada tingkat pengelolaan keuangan inklusif. Nilai koefisien regresi literasi keuangan bertanda positif sebesar 0,925 yang berarti bahwa literasi keuangan berpengaruh positif pada tingkat pengelolaan keuangan inklusif.

Semakin tinggi tingkat literasi keuangan seseorang maka semakin tinggi pengelolaan keuangan inklusif yang akan dilakukan oleh orang tersebut. Variabel pengelolaan keuangan inklusif dipengaruhi oleh literasi keuangan dengan persamaan regresi sebagai berikut:

PKI = -2,178 + 0,925 LK + ε

4.6. Perbandingan Tingkat Pengelolaan Keuangan Inklusif antara Laki-Laki dan Perempuan

(27)

Dalam penelitian ini dilakukan analisis tambahan untuk menilai perbedaan tingkat pengelolaan keuangan inklusif antara laki-laki dan perempuan. Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat keuangan inklusif perempuan lebih tinggi daripada tingkat keuangan inklusif laki-laki seperti yang ditunjukkan pada Tabel 10, yaitu rata- rata nilai keuangan inklusif laki-laki adalah sebesar 28,97 sedangkan perempuan sebesar 30,94. Hasil analisis one-way anova juga memiliki nilai sig < 0,05 (Tabel 11).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nikki (2016), dinyatakan bahwa gender memberikan pengaruh yang signifikan terhadap motivasi belajar siswa karena beberapa faktor yang melekat pada jenis kelamin yaitu, ketekunan, perasaan malu, semangat bersaing, konsentrasi siswa dan rutinitas belajar. Motivasi belajar siswa perempuan lebih tinggi daripada siswa laki-laki maka dari itu hasil pembelajaran keuangan inklusif perempuan lebih tinggi daripada laki-laki.

Tabel 10.

Descriptives Inklusi

N Mean

Std.

Deviation Std.

Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower

Bound Upper Bound

Laki-laki 154 28.97 1.756 .142 28.69 29.25 23 31

Perempuan 193 30.94 2.658 .191 30.57 31.32 26 35

Total 347 30.07 2.499 .134 29.81 30.33 23 35

Sumber: Data Diolah, 2020

Tabel 11.

ANOVA Inklusi

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 332.071 1 332.071 62.663 .000

Within Groups 1828.269 345 5.299

Total 2160.340 346

(28)

Sumber: Data Diolah, 2020

4.7. Kemampuan Sistem APIC dalam Meningkatkan Literasi Keuangan Generasi Milenial

Salah satu karakter yang identik dengan generasi milenial adalah kegemaran menggunakan teknologi dan ketergantungan terhadap teknologi karena dari kecil generasi ini sudah diperkenalkan dan terbiasa dengan teknologi terutama smartphone.

Jiwa generasi milenial adalah menginginkan kepraktisan sehingga generasi ini selalu berorientasi pada penciptaan kreatifitas dan inovasi untuk membuat segala sesuatu menjadi lebih simple dan praktis termasuk didalam hal belajar. Generasi milenial lebih menginginkan pembelajaran yang dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja yang membuat mereka merasa nyaman. Salah satu temuan dari hasil riset yang dilakukan oleh Boston Consulting Group (BCG), University of Berkley tahun 2011 tentang generasi milenial USA adalah minat membaca secara konvensional kini sudah menurun karena generasi milenial lebih memilih membaca lewat teknologi atau bahkan smartphone mereka.

Penggunaan media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik generasi milenial akan menimbulkan ketertarikan generasi tersebut untuk membaca dan mencobanya. Ketertarikan generasi milenial dengan teknologi akan sangat

mempengaruhi motivasi generasi tersebut untuk belajar dan memahami materi. APIC merupakan sistem aplikasi berbasis teknologi yang mampu menghasilkan informasi anggaran dan realisasi aliran kas masuk dan aliran kas keluar dalam keuangan personal, yang didalamnya juga terdapat modul-modul pembelajaran keuangan yang inovatif seperti video animasi. Model pembelajaran berbasis APIC sangat sesuai dengan karakter dan kebutuhan generasi milenial, maka dari itu generasi ini sangat tertarik dan termotivasi untuk menggunakan dan memahami isinya. Dengan adanya keterbukaan diri secara psikologi dari peserta didik atau generasi milenial untuk memahami materi keuangan yang dikemas didalam APIC, maka makna yang ingin disampaikan melalui media tersebut menjadi lebih mudah tersampaikan atau lebih cepat dipahami oleh pembaca yang dalam penelitian ini targetnya adalah generasi

(29)

milenial. Dengan demikian, penggunaan media pembelajaran berbasis APIC menjadi sangat efektif didalam meningkatkan pemahaman pembaca terhadap keuangan. Hasil ini juga menunjukan hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Wuryanti dan Kartowagiran (2016) yang menyatakan bahwa penggunaan video animasi didalam model pembelajaran mampu meningkatkan pengetahuan peserta didik. Temuan itu juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Putri dkk. (2019) yang

menyatakan bahwa mahasiswa merasa lebih tertarik untuk mempelajari teori ekonomi mikro dengan menggunakan bahan ajar berbais web dibandingkan dengan

menggunakan bahan ajar berbasis konvensional dan ketertarikan tersebut sangat berdampak pada peningkatan pemahaman keuangan (literasi keuangan) dikalangan mahasiswa. Bahan ajar berupa modul yang disesuaikan dengan karakter mahasiswa dapat membantu peningkatan kemauan belajar mandiri mahasiswa, dapat membantu mengatasi kesulitan belajar mahasiswa, pembiasaan terhadap teknologi yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan pemahaman mahasiswa.

4.8. Pengaruh Literasi Keuangan pada Pengelolaan Inklusif

Berdasarkan hasil survei nasional literasi keuangan yang dilakukan oleh OJK pada tahun 2013 ditemukan bahwa tingkat literasi keuangan sangat erat hubungannya dengan kemampuan seseorang untuk memanfaatkan produk dan layanan jasa

keuangan. Survei tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi literasi keuangan seseorang, maka semakin besar pula tingkat pemanfaatan produk dan layanan jasa keuangannya sehingga dapat dikatakan semakin tinggi tingkat pengelolaan keuangan inklusif yang dilakukan. Hasil survei nasional literasi keuangan dan inklusi keuangan tahun 2016 juga memberikan hasil yang sama yaitu adanya korelasi positif antara literasi keuangan dengan inklusi keuangan baik pada industri jasa keuangan konvensional maupun syariah.

Kecakapan keuangan yang disertai dengan sikap dan perilaku keuangan yang bijak memudahkan masyarakat untuk memanfaatkan lembaga, produk dan layanan jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan. Pengambilan keputusan keuangan yang produktif hanya dapat terwujud apabila masyarakat

(30)

memiliki pemahaman keuangan (literasi keuangan) yang baik (Coskuner, 2016).

Seperti dalam teori literasi keuangan dinyatakan bahwa tingkat pengetahuan

(knowledge), keterampilan (skill), keyakinan (confidence), akan mempengaruhi sikap (attitude) dan perilaku (behaviour) untuk meningkatkan kualitas pengelolaan

keuangan dan kualitas pengambilan keputusan keuangan dalam rangka mencapai kesejahteraan. Hal ini berarti masyarakat yang telah teredukasi dengan baik akan mengetahui manfaat penggunaan jasa layanan keuangan perbankan dalam membantu peningkatan kesejahteraan mereka, dan oleh sebab itu masyarakat tersebut akan senantiasa memanfaatkan layanan perbankan. Edukasi keuangan melalui APIC yang diintegrasikan dengan pilihan layanan produk keuangan merupakan strategi untuk meningkatkan pemahaman (pengetahuan) dan kesadaran masyarakat mengenai produk dan jasa keuangan.

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN KETERBATASAN PENELITIAN Kesimpulan penelitian ini adalah: (a) sistem kerja APIC yang dikembangkan telah memenuhi syarat validitas materi dan media, (b) praktik pembelajaran keuangan berbasis APIC mampu meningkatkan literasi keuangan, dan (c) literasi keuangan berbasis APIC berpengaruh positif pada tingkat pengelolaan keuangan inklusif. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi pemerintah dan

masyarakat khususnya bagi para guru dan dosen terkait model pembelajaran keuangan yang efektif dikalangan generasi milenial. Pemerintah juga dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai dasar untuk mendorong para akademisi dan para praktisi didalam membantu peningkatan literasi keuangan yang berimplikasi pada inklusi keuangan untuk pencapaian kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini juga

menghasilkan media pembelajaran berbasis APIC yang dapat diakses menggunakan PC ataupun smartphone, praktis, efektif, dan valid, yang kedepannya dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat umum didalam mengelola keuangan pribadinya.

Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai acuan, bahan kajian teoritis serta referensi dalam penelitian selanjutnya.

(31)

Keterbatasan penelitian ini adalah penelitian ini tidak meninjau keterlibatan gaya hidup keluarga yang juga diperkirakan berpengaruh dominan terhadap finance behavior anak. Karakter anak merupakan cerminan keluarga sehingga akan sangat sulit merubah karakter yang sudah terbentuk dari budaya lingkungan sehari-hari dari orang-orang yang memiliki kedekatan emosional yang kuat. Saran yang diajukan adalah penelitian selanjutnya dapat menggunaan variabel lainnya sebagai variabel kontrol yang secara teoritis dan berdasarkan hasil-hasil empiris telah terbukti berpengaruh pada finance behavior seperti gaya hidup keluarga, jenis kelamin, dan jenjang pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, L., & Handayani, T. (2019). Strengthening Financial Technology Regulation To Empowerment Financial Inclusive. Diponegoro Law Review, 4(2), 274.

https://doi.org/10.14710/dilrev.4.2.2019.274-290

Alquraan, T., Alqisie, A., & Al Shorafa, A. (2016). Do Behavioral Finance Factors Influence Stock Investment Decisions of Individual Investors? (Evidences from Saudi Stock Market). American International Journal of Contemporary Research, 6(3), 159–169.

www.aijcrnet.com

Anthony, dan G. (2011). Management Control System: Sistem Pengendalian Manajemen.

Buku Dua. Terjemahan Kurniawan Cakrawala. Salemba Empat.

Asri, D. N. (2018). Kenakalan remaja: suatu problematika sosial di era milenial. Seminar Nasional Bimbingan Dan Konseling), 2(1), 2580–216.

http://prosiding.unipma.ac.id/index.php/SNBK/index

Awais, M., Fahad Laber, M., Rasheed, N., & Khursheed, A. (2016). Impact of financial literacy and investment experience on risk tolerance and investment decisions: Empirical evidence from pakistan. International Journal of Economics and Financial Issues, 6(1), 73–79.

Azizah, Z. F., Kusumaningtyas, A. A., Anugraheni, A. D., & Sari, D. P. (2018). Validasi preliminary product Fung-Cube pada pembelajaran fungi untuk siswa SMA. Jurnal Bioedukatika, 6(1), 15. https://doi.org/10.26555/bioedukatika.v6i1.7364

Bank Indonesia. (2019). Program Keuangan Inklusif. https://www.bi.go.id/id/perbankan/keu anganinklusif/program/Contents/defau lt.aspx.%0A%0A

(32)

Bencsik, A., Juhász, T., & Horváth-Csikós, G. (2016). Y and Z Generations at Workplaces.

Journal of Competitiveness, 6(3), 90–106. https://doi.org/10.7441/joc.2016.03.06 Coskuner, S. (2016). Understanding Factors Affecting Financial satisfaction. The Influence of

Financial Behavior, Financial Knowledge and Demographics. Imperial Journal of Interdiciplinary Research (IJIR), Vol. 2(No. 5), pp 377-385.

Fatimah, D. N. (2017). Pengaruh Literasi Keuangan Terhadap Perilaku Keuangan Mahasiswa (Perbandingan Masasiswa Ekonami Dan Non Ekonomi). Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogjakarta.

Kardinal. (2017). Pengaruh Literasi Keuangan Terhadap Penggunaan Produk Keuangan Pada Mahasiswa STIE Multi Data Palembang. Ilmiah STIE MDP, 7(1), 55–64.

Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (Revisit 2017), (2018).

Krismasari, E. (2016). Pengembangan Model Matematika Berbasis Pendekatan Kontekstual Pada Materi Aljabar untuk SMP/Mts. Jurnal Pendidikan Matematika, 1, 6–12.

Nikki, K. (2016). Pengaruh Urutan Kelahiran dan Jenis Kelamin Terhadap Motivasi Belajar Siswa di Smp An-Nur Bululawang. Pakultas Pisikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

Noor, Surya Ramadhan, dan Kamaludin, M. D. (2019). Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Kas Terhadap Kualitas Laporan Arus Kas Pada Pt Pos Indonesia (Persero) Kp Kuningan 45500. Jurnal Akuntansi, 53(9), 11–20.

Nugroho, A., & Purwanti, E. Y. (2017). Determinan Inklusi Keuangan di Indonesia. 2, 1–13.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 12, 2018 tentang Penyelenggaraan Layanan Perbankan Digital Oleh Bank Umum, (2018).

Pradikasari, E., & Isbanah, Y. (2018). Pengaruh Financial Literacy, Illusion of Control, Overconfidence, Risk Tolerance, dan Risk Perception Terhadap Keputusan Investasi Pada Mahasiswa di Kota Surabaya. Jurnal Ilmu Manajemen (JIM), 6(4), 424–434.

PSAK No.2 Tahun 2015 Tentang Laporan Arus Kas, (2015).

Putra, Y. S. (2016). Theoritical Review : Teori Perbedaan Generasi. Among Makarti, 9(18).

Putri, Dian Permana, Anisah Aan, Febianti Yopi Nisa, dan Y. (2019). Analisis Literasi Keuangan Dan Lingkungan Melalui Pembelajaran Berbasis Web Terhadap Perilaku Konsumsi Mahasiswa. Promosi: Jurnal Program Studi Pendidikan Ekonomi, 2, 14–25.

Safira, N., & Dewi, A. S. (2019). Peran Modal Sosial Sebagai Mediator Literasi Keuangan Dan Inklusi Keuangan Di Kota Padang. Jurnal Mitra Manajemen, 3(1), 29–43.

Septiyani, A. Dela. (2019). Pengaruh Inklusi Keuangan Terhadap Pendapatan UMKM Di Kota Surakarta. Institut Agama Islam Negeri Surakarta.

(33)

Sisputro. (2017). Peran Modal Sosial Sebagai Mediator Literasi Keuangan Dan Inklusi Keuangan Pada Kaum Muda Di Indonesia (Studi Kasus Pada Komunitas Investor Saham Pemula). Jurnal Manajemen Teori Dan Terapan., 1.

Sitohang, M. Y., Siahaan, Y., Astuti, A., & Silaen, M. F. (2019). Laporan Arus Kas Untuk Menilai Kinerja Keuangan Pada Pt Kalbe Farma, Tbk Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Financial: Jurnal Akuntansi, 5(2), 22–29.

https://doi.org/10.37403/financial.v5i2.107

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta, CV.

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta.

Syahroh, M. Z., Tarjo, & Setiawan, A. R. (2019). Minat Investasi Mahasiswa pada Kompetisi Yuk Nabung Saham 2017 di Bursa Efek Indonesia (Pendekatan Mixed Methods).

Journal of Research and Application: Accounting and Management, 4(1), 64–77.

https://doi.org/10.18382/jraam.v4i1.005

Tafonao, T. (2019). Peran Guru Dalam Menangani Perilaku Menyimpang Di Kalangan Siswa Millenial. Jurnal Akuntansi, 2, 164–179. https://doi.org/10.31220/osf.io/72hq4

Wuryanti, U., & Kartowagiran, B. (2016). Pengembangan Media Video Animasi Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Dan Karakter Kerja Keras Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Karakter, 6(2), 232–245. https://doi.org/10.21831/jpk.v6i2.12055

Yanti, Iko Putri, W. (2019). Pengaruh Inklusi Keuangan Dan Literasi Keuangan Terhadap Kinerja Umkm Di Kecamatan Moyo Utara. Jurnal Manajemen Dan Bisnis, 2(1).

https://doi.org/10.37673/jmb.v2i1.305

Yuliani, C. D. (2019). Analisis Dampak Tingkat Pendapatan Dan Perilaku Konsumtif Terhadap Kesejahteraan Keluarga Perspektif Ekonomi Islam. Universitas Islam Negeri Raden Intan. Lampung.

Yuni Sukandani, Siti Istikhoroh, R. B. D. W. (2019). Behavioral Finance Pada Proses

Pengambilan Keputusan Investasi. Seminar Nasional Hasil Riset Dan Dan Pengabdian, Ke-II, 150–156. http://snhrp.unipasby.ac.id/

Yuniati, A. (2017). Perilaku Menyimpang dan Tindak Kekerasan Siswa SMP di Kota Pekalongan. Journal of Educational Social Studies, 6(1), 77–83.

Gambar

Hasil analisis regresi sederhana ditampilkan pada Tabel 7, Tabel 8, dan Tabel 9.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan sebuah produk media penuntun praktikum elektronik berbasis etnosains pada materi hidrokarbon yang valid dan praktis

Regression Analysis Test Results of Differences in Knowledge and History of Fast Food/ Junk Food Consumption on Breast Cancer The results of the analysis showed a significant