• Tidak ada hasil yang ditemukan

SOSIALISASI KESEHATAN MENGENAI PENGENALAN LEPTOSPIROSIS PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI KELURAHAN PETOMPON

N/A
N/A
Fajar Rizki

Academic year: 2023

Membagikan "SOSIALISASI KESEHATAN MENGENAI PENGENALAN LEPTOSPIROSIS PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI KELURAHAN PETOMPON"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

SOSIALISASI KESEHATAN MENGENAI PENGENALAN LEPTOSPIROSIS PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI KELURAHAN PETOMPON

Bunga Syakirina (6411421038), Faishal Syahrul Muiz K (6411421052), Mohammad Fajar Rizki (6411421065), Annisa Nur Azizah (6411421143), Prabantara Sukma Wijayanti

(6411421150) ABSTRAK

Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri Leptospira dan ditularkan melalui perantara tikus. Penularan leptospirosis kepada manusia melalui urine tikus yang terinfeksi serta dapat melalui tanah dan air yang terkontaminasi oleh urine yang mengandung bakteri Leptospira. SD Negeri Petompon 03 yang berlokasi di Jalan Tampomas Selatan No.21, Kelurahan Petompon, Kecamatan Gajah Mungkur, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah merupakan wilayah yang berisiko untuk terkena penyakit leptospirosis. Metode yang digunakan oleh kelompok kami yaitu dengan melakukan sosialisasi kesehatan mengenai pengenalan leptospirosis dan utamanya berfokus pada pencegahan leptospirosis yang dapat dilakukan di lingkungan sekolah. Adapun sasaran dari kegiatan sosialisasi pencegahan leptospirosis ini yaitu siswa dan siswi kelas 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sosialisasi yang telah dilakukan kepada siswa kelas 5 di SD Negeri Petompon 03 di Kota Semarang terjadi peningkatan pengetahuan.

Keywords:sosialisasi, leptospirosis, siswa SD, peningkatan pengetahuan PENDAHULUAN

Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri Leptospira dan ditularkan melalui perantara tikus. Penyakit ini banyak ditemukan di wilayah sub tropis dan tropis terutama pada musim penghujan. Leptospirosis terjadi karena adanya interaksi yang kompleks antara pembawa penyakit, inang, dan lingkungan. Bakteri Leptospira dapat menginfeksi manusia melalui luka terbuka pada kulit dan mukosa tubuhnya. (Syakuret al., 2022). Penularan leptospirosis kepada manusia melalui urine tikus yang terinfeksi serta dapat melalui tanah dan air yang terkontaminasi oleh urine yang mengandung bakteri Leptospira. (Sri Wahyuni Ningsih, Mateus Sakundarno Adi, 2019). Adapun gejala leptospirosis pada anak-anak yakni ditandai dengan demam, mialgia, dan nyeri kepala, letargi, muntah, nyeri perut, fotofobia, arthralgia, batuk, diare, atau

(2)

konstipasi. Leptospirosis sering kali dikaitkan dengan manifestasi timbulnya gangguan fungsi hati seperti ikterus.

Kasus leptospirosis terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia, antara lain Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kalimantan Selatan dan Banten. Angka kematian disebabkan oleh penyakit leptospirosis di Indonesia mencapai 2,5-16,45%. Kasus dan kematian akibat leptospirosis di Provinsi Jawa Tengah yaitu pada tahun 2016 terdapat 164 kasus dan 30 orang meninggal (CFR 18,29%). Pada Tahun 2016 KLB Leptospirosis yang menyebabkan kematian di Jawa Tengah mencapai 33,33%. Berdasarkan data kasus dari Dinas Kesehatan Kota Semarang, dilaporkan bahwa pada tahun 2018 tercatat penderita leptospirosis sebanyak 56 orang dan 14 orang meninggal (CFR = 25%), sementara pada tahun 2019 terlaporkan 45 orang penderita dan 11 orang meninggal (CFR= 26,2%). Tahun 2020 terdapat 47 orang penderita dengan jumlah kematian sebanyak 4 orang (CFR = 8,5%), lalu mengalami penurunan kasus pada tahun 2021 sebanyak 34 orang penderita dengan jumlah kematian sebanyak 6 orang (CFR= 12,6%).

Beberapa faktor risiko yang diduga berperan dalam penyebaran penyakit leptospirosis di Kota Semarang adalah buruknya kondisi lingkungan terutama saat musim hujan dimana banyak terdapat genangan air, selokan yang sering meluap, dan sampah yang berserakan serta keberadaan tikus di sekitar rumah. Selain itu, leptospirosis juga berisiko terhadap individu yang terpapar air yang terkontaminasi bakteri Leptospira (Dewi and Yudhastuti, 2019). Salah satu wilayah di Kota Semarang yang memiliki risiko yang cukup besar terkena penyakit leptospirosis yakni Wilayah Kecamatan Gajahmungkur.

Studi pendahuluan yang telah dilakukan pada pertengahan bulan Februari 2018 di Wilayah Kecamatan Gajahmungkur ditemukan bahwa sebagian besar wilayah di Kecamatan Gajahmungkur berupa padat rumahan dengan wilayah dataran tinggi. Kemudian terlihat banyak wilayah tergenang pasca hujan pada daerah yang lebih rendah, di wilayah tersebut juga banyak ditemukan keberadaan sungai dan selokan/parit berukuran kecil-kecil yang menghubungkan antar kelurahan di Kecamatan tersebut. Dari studi pendahuluan tersebut, keberadaan tikus dapat juga ditemukan dalam rumah di wilayah tersebut, yaitu terdapat kotoran tikus. Sehingga tidak menutup kemungkinan bahwasanya instansi pendidikan seperti Sekolah Dasar (SD) di kecamatan tersebut juga menjadi tempat tinggal tikus. Dengan demikian, maka para siswa juga memiliki risiko yang besar untuk terkena penyakit leptospirosis karena penyakit tersebut dapat menyerang segala umur termasuk anak-anak.

(3)

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat adalah dengan melakukan sosialisasi kepada siswa Sekolah Dasar (SD) yang memiliki risiko yang besar terkena penyakit Leptospirosis. Dengan diberikannya edukasi dini kepada para siswa Sekolah Dasar (SD) tentang pengenalan leptospirosis merupakan suatu tahapan paling awal untuk membantu masyarakat dalam meningkatkan pengetahuannya terkait penyakit leptospirosis sehingga nantinya dapat mengubah sikap masyarakat menjadi lebih peduli terhadap kebersihan lingkungan sekitarnya.

Oleh karena itu, kami akan melakukan sosialisasi terkait penyakit Leptospirosis pada salah satu Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Gajahmungkur yakni di SDN Petompon 03 tepatnya berada di wilayah RW 03 yang dimana dari penelitian sebelumnya dikatakan bahwa di wilayah Kelurahan Petompon RW 01, 02, 03 sebagian dan 05 sebagian masuk kedalam zona sangat rentan akan terjadinya leptospirosis (Nurhandoko, 2018). Sehingga dengan adanya sosialisasi ini diharapkan akan meningkatkan pengetahuan para siswa SDN Petompon 03 terkait penyakit Leptospirosis.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan oleh kelompok kami yaitu dengan melakukan sosialisasi kesehatan mengenai pengenalan leptospirosis dan utamanya berfokus pada pencegahan leptospirosis yang dapat dilakukan di lingkungan sekolah. Kegiatan sosialisasi ini dilakukan di SD Negeri Petompon 03 yang berlokasi di Jalan Tampomas Selatan No.21, Kelurahan Petompon, Kecamatan Gajah Mungkur, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Adapun sasaran dari kegiatan sosialisasi pencegahan leptospirosis ini yaitu siswa dan siswi SD Negeri Petompon 03 terutama kelompok yang berada di jenjang kelas 5. Pelaksanaan sosialisasi dilaksanakan dalam satu hari yaitu pada tanggal 8 Desember 2023, yang dimulai pada pukul 08.00 - 09.00 WIB. Kegiatan sosialisasi ini menggunakan metode ceramah dan didukung oleh media presentasi power point.

Adapun informasi yang diberikan berupa definisi leptospirosis, gejala khas leptospirosis, sumber penularan leptospirosis, dampak leptospirosis, dan cara-cara pencegahan leptospirosis. Sebelum dilakukan pemaparan materi, para siswa diberikan soal untuk mengukur tingkat pengetahuan (pretest). Setelah pemaparan materi, para siswa diberikan kesempatan tanya jawab, kemudian diberikan soal untuk mengetahui perubahan pengetahuan setelah pemaparan materi (posttest). Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan cara melihat keaktifan para siswa dalam mengikuti kegiatan sosialisasi ini. Selain itu, evaluasi juga dilakukan dengan cara membandingkan hasil pretest dan posttest yang

(4)

dikerjakan oleh para siswa. Dengan melihat hasil tersebut, maka nantinya dapat diketahui apakah terjadi peningkatan pengetahuan para siswa terkait penyakit leptospirosis atau tidak.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1) Hasil

a) Frekuensi berdasarkan jenis kelamin peserta

Berdasarkan tabel 1. dapat diketahui bahwa dari 21 siswa kelas 5 SD Negeri Petompon 03 yang mengikuti sosialisasi terdiri dari 11 (52,4%) siswa berjenis kelamin laki-laki dan 10 (47,6%) siswa berjenis kelamin perempuan.

b) Faktor Risiko

Berdasarkan Tabel 2. dapat diketahui bahwasannya terdapat 3 faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya kasus Leptospirosis pada siswa kelas 5 SD Negeri Petompon 03 yang meliputi pernah menjumpai keberadaan tikus ( 85,71%), memiliki hewan Peliharaan (52,38%), dan bermain di genangan air saat hujan (80,95%).

(5)

c) Upaya pencegahan yang telah dilakukan peserta

Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui bahwasannya upaya pencegahan yang sudah dilakukan yaitu membuang sampah pada tempatnya dan mencuci tangan sebelum makan dengan persentase sebesar 100%. Adapun upaya pencegahan yang paling masih jarang dilakukan yaitu menutup luka dengan perban/plester dengan persentase (47,62%).

d) Hasil survei pemahaman siswa kelas 5 mengenai leptospirosis

Dari 5 soal yang telah diujikan, dapat diketahui bahwa soal mengenai

“Tahukah kalian mengenai leptospirosis?” paling banyak dijawab benar oleh siswa.

Sedangkan soal yang paling sedikit dijawab oleh siswa yaitu mengenai dampak terburuk leptospirosis. Dengan melihat hasil antara pretest dan posttest, terlihat kenaikan nilai yang cukup signifikan pada soal nomor 1, 3, dan 4. Namun, untuk soal

(6)

nomor 2 dan 5 tidak mengalami kenaikan nilai, hal ini disebabkan karena siswa terkecoh dengan kata perintah yang ada di soal yakni terdapat kata “kecuali”.

e) Perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah sosialisasi leptospirosis

Berdasarkan hasil output SPSS dari uji T berpasangan didapatkan nilai sig.

(2-tailed) sebesar 0,016 (p < 0,05) sehingga Ho ditolak. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa secara statistik terdapat peningkatan nilai pengetahuan siswa kelas 5 SD sebelum dan sesudah dilakukannya sosialisasi pengenalan leptospirosis.

2) Pembahasan

a) Gambaran umum sosialisasi

Kegiatan sosialisasi kesehatan yang bertemakan ‘Pengenalan Leptospirosis pada Anak Usia Sekolah Dasar” ini dilakukan pada hari Jumat, 8 Desember 2023 pada pukul 08.00 hingga pukul 09.00 WIB di SD Negeri Petompon 03 Gajah Mungkur, Semarang. Kegiatan sosialisasi ini diikuti oleh 21 siswa yang saat ini sedang duduk di bangku kelas 5, dengan jumlah peserta yang terdiri atas 11 laki-laki dan 10 perempuan. Tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah untuk memperkenalkan sejak dini mengenai penyakit yang berada di sekitar lingkungan kita dan membudayakan pola hidup sehat. Harapannya, siswa yang mendapatkan sosialisasi ini mampu menyebarluaskan informasinya kepada teman sebayanya dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, utamanya di sekolah, sehingga dapat menjadikan lingkungan sekolah yang bersih, sehat, dan nyaman serta menjadi bekal pengetahuan di masa depan.

Kegiatan sosialisasi kesehatanini diawali dengan pengisian pretest sebanyak 5 soal guna mengukur tingkat pengetahuan siswa terhadap penyakit leptospirosis.

Adapun indikator yang diukur dalam kuesioner meliputi 5 cakupan, yakni deskripsi singkat penyakit leptospirosis, gejala yang muncul, sumber penularan, dampak yang

(7)

dirasakan, dan pencegahan yang bisa dilakukan supaya terhindar dari penyakit leptospirosis. Hasilnya didapatkan bahwa 21 siswa mendapat nilai dibawah ambang batas minimum yang telah ditentukan yakni skor 3 dari 5 soal, yang dimana hal ini menandakan bahwa seluruh siswa kelas 5 belum pernah mendapatkan informasi kesehatan mengenai penyakit Leptospirosis. Padahal, adanya ketidaktahuan mengenai leptospirosis ini dapat meningkatkan risiko terpapar penyakit leptospirosis, walaupun kasus di anak usia sekolah dasar jarang ditemui.

Kegiatan berikutnya dilanjutkan dengan pemaparan materi, dimulai dari deskripsi singkat dari definisi penyakit leptospirosis, gejala yang ditimbulkan, media sumber penularan, efek terburuk bila tidak teratasi dengan baik, dan upaya yang bisa dilakukan guna meminimalisir terkena leptospirosis. Guna mendukung pemahaman siswa setelah pemaparan materi, kami tayangkan video animasi tentang penyakit leptospirosis yang bersumber dari akun youtube P2PM Kemenkes RI yang berdurasi 5 menit. Setelah itu, salah satu siswa menyampaikan kesimpulan materi sosialisasi yang telah disampaikan dan siswa mengisi posttest yang berjumlah 5 soal yang serupa dengan pretest. Terakhir, kami juga membagikan lembar checklist mengenai tindakan yang dapat meminimalisir terkena leptospirosis yang berjumlah 7 soal guna mengukur seberapa jauh perilaku hidup bersih dan sehat yang telah dilakukan oleh siswa kelas 5.

b) Faktor Risiko

Berdasarkan hasil penelitian di SD Negeri Petompon 03, ditemukan bahwa terdapat tiga faktor risiko yang signifikan dalam meningkatkan kemungkinan terjadinya kasus Leptospirosis pada siswa kelas 5. Sebanyak 85,71% siswa pernah menjumpai keberadaan tikus, menunjukkan potensi risiko tinggi karena tikus dapat menjadi pembawa bakteri Leptospira penyebab penyakit tersebut. Selain itu, sekitar 52,38% siswa memiliki hewan peliharaan, yang juga dapat berperan sebagai sumber infeksi. Faktor risiko ketiga adalah bermain di genangan air saat hujan, mencapai 80,95%. Dengan demikian, dari ketiga faktor risiko di atas keberadaan tikus memiliki persentase yang paling besar apabila dibandingkan dengan kedua faktor risiko lainnya. Hal ini sejalan dengan penelitian Samekto di Kabupaten Pati, responden yang dirumahnya ada tikus mempunyai risiko 6 kali lebih besar untuk terkena leptospirosis (p=0,0001, OR = 5,95, 95%CI : 2,34 – 15,16).

(8)

Kondisi ini dapat meningkatkan risiko penularan Leptospirosis melalui kontaminasi air oleh urine tikus. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah-langkah pencegahan, termasuk edukasi tentang bahaya Leptospirosis, pengendalian populasi tikus, perawatan hewan peliharaan, dan promosi perilaku hidup bersih dan sehat.

Dengan demikian, diharapkan dapat mengurangi insiden Leptospirosis di kalangan siswa kelas 5 SD Negeri Petompon 03.

c) Upaya Pencegahan yang telah dilakukan peserta

Berdasarkan hasil penelitian di SD Negeri Petompon 03, ditemukan bahwa terdapat 4 upaya pencegahan dalam mengurangi kemungkinan terjadinya kasus Leptospirosis pada siswa kelas 5. Sebanyak 100% siswa membuang sampah pada tempatnya. Sebagian besar siswa (90,48%) mencuci tangan setelah memegang hewan.

Seluruh siswa (100%) mencuci tangan sebelum makan. Sedangkan itu, hampir setengah siswa (47,62%) menutup luka dengan perban/plester.

d) Hasil Survei Pemahaman Siswa kelas 5 mengenai leptospirosis

Setelah pemaparan materi edukasi tentang leptospirosis meliputi hewan yang berpotensi sebagai reservoir, cara penularan, gejala, dan upaya pencegahan kepada siswa kelas 5, mereka diberikan post-test untuk mengukur keberhasilan kegiatan dengan melihat adanya perubahan tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah mendapatkan sosialisasi. Hasil rerata yang diperoleh dari post-test adalah 50,47%.

Adapun untuk hasil rerata yang diperoleh dari pretest adalah 36,19%. Dengan demikian terdapat hasil peningkatan pengetahuan siswa kelas 5 sebesar 14,28%.

(9)

KESIMPULAN DAN SARAN

Dapat disimpulkan bahwa sosialisasi yang telah dilakukan kepada siswa kelas 5 di SD Negeri Petompon 03 di Kota Semarang tentang pengenalan dan pencegahan leptospirosis dan berdasarkan hasil pre test dan post test yang telah dikerjakan oleh para siswa maka dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan pengetahuan mereka terkait penyakit leptospirosis dan pencegahannya. Hal ini penting untuk membantu mencegah penyebaran penyakit leptospirosis yang disebabkan oleh bakteri Leptospira dan ditularkan melalui tikus di wilayah berisiko seperti itu. Maka dari itu pentingnya edukasi dini terhadap penyakit menular seperti leptospirosis di kalangan siswa kelas 5 SD untuk mencegah penyebaran penyakit.

Dengan demikian disarankan untuk melaksanakan sosialisasi tentang pengenalan dan pencegahan leptospirosis secara teratur di sekolah-sekolah, terutama di wilayah yang rentan terhadap penyakit ini. Sosialisasi dapat dilakukan dengan metode ceramah dan media presentasi yang menarik untuk menarik perhatian siswa. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengevaluasi efektivitas sosialisasi ini dalam jangka panjang dan dampaknya terhadap pengetahuan dan perilaku siswa terkait pencegahan leptospirosis.

Diharapkan dengan adanya sosialisasi ini, siswa dapat lebih memahami pentingnya kebersihan lingkungan dan menerapkan langkah-langkah pencegahan leptospirosis dalam kehidupan sehari-hari.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, H.C. and Yudhastuti, R. (2019) ‘Faktor Risiko Kejadian Leptospirosis Di Wilayah Kabupaten Gresik (Tahun 2017-2018)’,Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 4(1). Available at:https://doi.org/10.30651/jkm.v4i1.2014.

Nurhandoko, F. and Siwiendrayanti, A. (2018) ‘Zona Kerentanan Kejadian Leptospirosis Ditinjau dari Sisi Lingkungan’, Higeia Journal of Public Health Research and Development, 2(3), p. 502.

Sri Wahyuni Ningsih, Mateus Sakundarno Adi, L.D.S. (2019) ‘Systematic Review Metode Intervensi Pengetahuan Masyarakat Dalam Pengendalian Kasus Leptospirosis Di Wilayah Kota Semarang’,Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 7(1), pp. 211–220.

Syakur, M.A. et al. (2022) ‘Penyuluhan Leptospirosis Dalam Mewujudkan Daerah Bebas Leptospirosis Di Kartasura’,Proceeding National Health Conference of Science, pp. 85–90.

(11)

Dokumentasi

Referensi

Dokumen terkait

Sosialisasi Anak Usia Dini di Kecamatan Sukorejo Kabupaten Kendal. Skripsi, Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Edy

KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data mengenai interaksi ibu dengan anak usia dini dalam proses pengenalan tulisan menggunakan media

Model Pembelajaran Kelincahan Gerak dalam penjasorkes melalui Halaman Sekolah Terhadap Minat Siswa Kelas V SD Negeri Kalicari 03 Kecamatan Pedurungan Kota Semarang..

Dilihat di Tabel 4 dan Gambar 12 maka dapat disimpulkan bahwa hasil pengujian pada siswa-siswi kelas 2 dari Sekolah Dasar Muhammadiyah 16 Surakarta menunjukkan bahwa sebanyak

Sosialisasi pada anak: pengenalan istilah gizi, mewarnai, menyanyi, dan games Kerjasama Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini dan Ilmu Komunikasi membahas permasalahan

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dalam penelitian ini ditemukan bahwa analisis gerak lari anak Sekolah Dasar Bina Amal Kota Semarang saat lari 1000 meter menunjukan kategori sangat tidak

SIMPULAN Kesimpulan dari program kegiatan pengabdian kepada masyarakat tentang pengenalan bahasa Inggris bagi anak usia dini melalui tema kesehatan adalah bertambahnya keterampilan

KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis dapat disimpulkan bahwa siswa kelas IV di suatu SD di Kecamatan Palembayan Kabupaten Agam memiliki tingkat