• Tidak ada hasil yang ditemukan

hakikat pembelajaran anak usia dini - Spada UNS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "hakikat pembelajaran anak usia dini - Spada UNS"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

HAKIKAT PEMBELAJARAN ANAK USIA DINI MATA KULIAH KONSEP DASAR PAUD SEMESTER I

PERTEMUAN KE-11

Disusun untuk Perkuliahan Asinkronus (Belajar Mandiri)

Oleh:

Vera Sholeha, S.Pd., M.Pd.

199304092019032023

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2021

▸ Baca selengkapnya: pertanyaan tentang lingkungan belajar anak usia dini

(2)

1

HAKIKAT PEMBELAJARAN ANAK USIA DINI

A. Pembelajaran Anak Usia Dini

Hartati (2005) mengungkapkan bahwa pembelajaran anak usia dini merupakan proses interaksi antara anak, orang tua atau orang dewasa lainnya dalam suatu lingkungan untuk mencapai tugas perkembangan. Interaksi yang dibangun tersebut merupakan faktor yang mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Hal ini disebabkan interaksi tersebut mencerminkan suatu hubungan dimana anak akan memperoleh pengalaman yang bermakna, sehingga proses belajar dapat berlangsung dengan lancar. Vygotsky (Hartati, 2005) berpendapat bahwa pengalaman interaksi sosial merupakan hal yang penting bagi perkembangan proses berpikir anak. Aktivitas mental yang tinggi pada anak dapat terbentuk melalui interaksi dengan orang lain.

Sedangkan Dietze (2006) mengungkapkan bahwa pembelajaran dan lingkungan awal anak di luar rumah pada umumnya terdiri dari tiga komponen: ruang fisik yang direncanakan, hubungan antara orang-orang dalam ruang, dan nilai-nilai dan tujuan dari layanan anak usia dini, pusat komunitas, atau sistem sekolah. Lingkungan diciptakan oleh interaksi diantara ketiga komponen ini. Pembelajaran anak dinamis, kompleks dan holistik. Aspek pembelajaran fisik, sosial, emosional, personal, spiritual, kreatif, kognitif dan bahasa dengan rumitnya terjalin dan saling terkait (Australian Government Department of Education, Employment and Workplace, 2009:9).

Copple dan Bredekamp (2006) menjelaskan bahwa anak-anak belajar melalui hal-hal berikut:

1. Hubungan dengan Orang Dewasa yang Responsif

Pada tahun-tahun awal kehidupan, orang dewasa yang responsif sangat diperlukan anak untuk belajar (Shonkoff & Phillips, 2000). Pentingnya hubungan sebagai konteks pembelajaran dan perkembangan berlanjut pada tahun-tahun prasekolah. Hubungan antara guru dan anak yang positif meningkatkan tidak hanya kompetensi sosial dan perkembangan emosional anak, tetapi juga pembelajaran akademik mereka (Pianta 2000).

2. Aktif (Hands-On Involvement)

Pendekatan hands-on adalah metode pengajaran dimana anak dipandu untuk mendapatkan pengetahuan berdasarkan pengalaman (Ekwueme, C., dkk, 2015:47). Anak-anak belajar terbaik ketika mereka secara aktif terlibat. Saat mereka bermain, mengeksplorasi, percobaan, dan

(3)

2

berinteraksi dengan orang-orang dan benda-benda, anak-anak selalu berusaha untuk memahami pengalaman-pengalaman tersebut. Meskipun ide-ide abstrak tidak terlalu sulit untuk mereka, namun anak-anak di bawah usia 7 tahun paling nyaman di dunia nyata yang mereka lihat, cium, dengar, rasa, dan sentuh. Kesempatan pembelajaran hands-on sesuai untuk anak-anak prasekolah, namun penting untuk melibatkan kegiatan menjadi “mind-on”, yaitu, melibatkan proses pemikiran anak-anak dan mendorong mereka untuk menyelidiki, bertanya, dan merenungkan masalah.

3. Pengalaman yang Bermakna

Belajar terbaik adalah ketika informasi dan konsep yang diterima dapat bermakna, yaitu terhubung dengan apa yang sudah diketahui dan dimengerti, termasuk juga untuk anak-anak.

Anak-anak belajar terbaik ketika mereka dapat menghubungkan pengetahuan baru untuk apa yang telah mereka temui, untuk apa yang penting bagi mereka. Kemudian mereka dapat menenun benang baru ke dalam kain pengetahuan dan pengalaman mereka sebelumnya. Misalnya, buku- buku tentang bayi atau saudara baru cenderung menarik bagi anak-anak prasekolah, banyak dari mereka memiliki adik, saudara, atau sepupu. Anak-anak dapat memvisualisasikan dan belajar tentang serigala dengan berpikir tentang anjing-anjing yang mereka sudah ketahui di sekitarnya.

4. Membangun Pemahaman Anak tentang Dunia

Secara alami anak-anak adalah pembelajar yang aktif yang selalu “membangun”

pengetahuan atau pemahaman tentang dunia mereka (Conezio & French, 2002). Artinya, mereka terus bekerja untuk mencari hal-hal dengan cara mereka sendiri. Anak-anak memiliki begitu banyak cara untuk mencoba memahami dunia di sekitar mereka. Anak-anak yang sedang terlibat dalam proses konstruksi sering datang dengan ide-ide yang sangat berbeda dari apa yang orang dewasa pikirkan. Anak-anak perlu orang dewasa untuk mengajarkan mereka banyak hal. Guru dapat menerapkan beberapa strategi pembelajaran agar dapat meningkatkan pembelajaran dan perkembangan anak.

Hal-hal yang diungkapkan oleh Copple dan Bredekamp di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran anak usia dini hendaknya dilakukan dengan pendekatan student-centered.

Pembelajaran akan menjadi pengalaman yang bermakna bagi anak jika anak dapat melakukan sesuatu atas lingkungannya. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pembelajaran merupakan kesempatan bagi anak untuk mengkreasi dan memanipulasi objek atau ide. Greenberg (Hartati, 2005) berpendapat bahwa anak akan terlibat dalam belajar secara lebih intensif jika ia membangun sesuatu daripada sekedar melakukan atau menirukan sesuatu yang dibangun oleh orang lain.

(4)

3

Greenbeg menggambarkan bahwa pembelajaran dapat efektif jika anak dapat belajar melalui bekerja, bermain dan hidup bersama dengan lingkungannya. Pembelajaran diarahkan pada pengembangan dan penyempurnaan potensi kemampuan yang dimiliki seperti kemampuan berbahasa, sosial-emosional, fisik motorik dan kognitif (intelektual).

Anak-anak secara aktif membangun pemahaman mereka sendiri dan berkontribusi untuk pembelajaran orang lain. Mereka mengakui perantara mereka, kapasitas untuk memulai dan memimpin pembelajaran, dan hak-hak mereka untuk berpartisipasi dalam keputusan yang mempengaruhi mereka, termasuk pembelajaran mereka. Melihat anak-anak sebagai peserta aktif dan pengambil keputusan membuka kemungkinan bagi pendidik untuk bergerak melampaui harapan sebelum menyusun tentang apa yang anak-anak dapat lakukan dan pelajari. Ini membutuhkan pendidik untuk menghormati dan bekerja dengan kualitas yang unik pada masing- masing anak.

Praktek pendidik dan hubungan yang mereka bentuk dengan anak-anak dan keluarga memiliki efek yang signifikan pada keterlibatan anak-anak dan keberhasilan dalam belajar. Anak- anak berkembang dengan baik jika keluarga dan pendidik bekerja sama dalam kemitraan untuk mendukung pembelajaran anak. Pembelajaran awal anak-anak mempengaruhi peluang hidup mereka. Well-being dan rasa yang kuat dari hubungan, optimisme dan keterlibatan memungkinkan anak-anak untuk mengembangkan sikap positif untuk belajar.

Berdasarkan uraian di atas, maka pembelajaran anak usia dini harus dirancang agar tidak memberikan beban dan membosankan bagi anak, suasana belajar perlu dibuat secara alami, hangat dan menyenangkan. Selain itu, karena anak merupakan individu yang unik dan sangat variatif, maka unsur variasi individu dan minat anak juga perlu diperhatikan.

B. Esensi Bermain untuk Anak Usia Dini 1. Bermain bagi Anak Usia Dini

Bermain penting bagi kehidupan anak, seperti halnya kebutuhan untuk beristirahat dan beraktivitas secara kreatif sesuai dengan minat mereka. Hal ini pun ditegaskan dalam UU Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 Pasal 11 menyatakan bahwa “Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri”. Dalam undang-undang tersebut jelas sekali bahwa bermain menjadi satu hal yang penting bagi kehidupan

(5)

4

anak sehingga pemerintah pun akan menjamin bagaimana keamanan bermain anak. Bermain bagi anak sama pentingnya dengan hak-hak dasar lainnya seperti hak untuk mendapatkan perlakuan yang bebas dari diskriminasi, hak untuk berkreasi, hak untuk beragama dengan bimbingan orang tua, dan hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Anak senang bermain, oleh karena itu pembelajaran pada anak usia dini pada dasarnya adalah bermain. Dalam konteks anak usia dini, bermain sangat penting (Nutkins, McDonald, &

Stephen, 2013). Sesuai dengan karakteristik anak usia dini yang bersifat aktif dalam melakukan berbagai eksplorasi terhadap lingkungannya, maka aktivitas bermain merupakan bagian dari proses pembelajaran. Anak menggunakan panca inderanya untuk menjelajahi lingkungan sekitar dalam bermain. Bermain adalah hak melekat yang dimiliki oleh setiap anak, tanpa terkecuali.

Bredekamp (Masitoh, Setiasih dan Djoehaeni, 2005) mengatakan play is an important vehicle for children, social, emotional anad cognitive development. Artinya bermain merupakan wahana yang penting untuk perkembangan sosial, emosi dan kognitif anak yang direfleksikan pada kegiatan.

Mengutip pernyataan Mayesky (1990) bagi seorang anak, bermain adalah kegiatan yang mereka lakukan sepanjang hari karena bagi anak bermain adalah hidup dan hidup adalah permainan. Anak usia dini tidak membedakan antara bermain, belajar dan bekerja. Anak-anak umumnya sangat menikmati permainan dan akan terus melakukannya dimanapun mereka memiliki kesempatan; sehingga bermain adalah salah satu cara anak usia dini belajar, karena memalui bermainlah anak belajar tentang apa yang ingin mereka ketahui dan pada akhirnya mampu mengenal semua peristiea yang terjadi disekitarnya.

Piaget mengatakan bahwa bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan menimbulkan kesenangan atau kepuasan bagi diri seseorang; sedangkan Parten memandang kegiatan bermain sebagai sarana sosialisasi, diharapkan melalui bermain dapat memberi kesempatan anak untuk mengeksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi, dan belajar secara menyenangkan (Mayesky, 1990). Selain itu, kegiatan bermain dapat membantu anak mengenal tentang diri sendiri, dengan siapa anak hidup serta lingkungan tempat anak hidup.

Selanjutnya, Australian Government Department of Education, Employment and Workplace (2009:9) menjabarkan bermain adalah konteks untuk belajar bahwa:

a. Memungkinkan untuk mengekspresikan kepribadian dan keunikan.

b. Meningkatkan disposisi seperti rasa ingin tahu dan kreativitas.

(6)

5

c. Memungkinkan anak-anak untuk membuat hubungan antara pengalaman sebelumnya dan pembelajaran baru.

d. Membantu anak-anak untuk mengembangkan hubungan dan konsep.

e. Merangsang rasa kesejahteraan.

2. Karakteristik Bermain bagi Anak Usia Dini

Getswicki (2007) menjabarkan karakteristik bermain yang didefinisikan oleh para peneliti yaitu meliputi hal-hal berikut ini:

a. Bermain adalah motivasi secara intrinsik dan spontan; setiap individu ingin bermain.

b. Bermain melibatkan aktivitas nonliteral atau simbolik; kreativitas dan imajinasi terlibat dalam kegiatan bermain.

c. Bermain secara aktif melibatkan anak-anak; anak-anak menjadi ‘hilang’ di dunia mereka dalam aktifitas yang menyenangkan.

d. Tujuan bermain fleksibel, self-imposed, dan dapat berubah selama bermain; anak-anak tidak terikat oleh aturan dalam permainan mereka, sehingga dapat mengambil banyak arah.

e. Dalam bermain, perhatian terletak pada cara dan bukan pada akhir tertentu, berorientasi proses dan bukan berorientasi produk; bermain itu penting dari dalam dan dari dirinya sendiri, tidak peduli apa hasil dari bermain itu sendiri (Monighan-Nourot, 1990; Trawick- Smith, 1994; Stone, 1995).

Sedangkan Seefeldt & Barbour (Hikmah &Muis, 2019), menyatakan bahwa bermain memiliki enam karakteristik. Keenam karakteristik tersebut adalah (1) bermain dilandasi oleh motivasi instrinsik dari dalam diri anak, (2) bermain merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan, (3) bermain merupakan suatu kegiatan yang bebas dan fleksibel dari aturan-aturan yang dibebankan dari luar, (4) bermain adalah kegiatan nonliteral, (5) bermain mensyaratkan kegiatan yang bersifat verbal, mental dan fisik, serta (6) bermain merupakan pilihan yang bebas.

Lebih lanjut, Hughes (Hikmah & Muis, 2019) mendeskripsikan bahwa bermain harus memiliki lima karakteristik yang esensial, yakni: (1) bermain harus benar-benar dilandasi oleh motivasi intristik, (2) dipilih secara sukarela dan bebas oleh si pemain, (3) menyenangkan, (4) non literal, dan (5) keterlibatan aktif dari pemain.

3. Peran Guru dalam Kegiatan Bermain

Rachel (2012) menjelaskan bahwa guru memiliki peran yang sangat penting dalam kegiatan bermain anak usia dini, diantaranya:

(7)

6 a. Pengamat (Onlooker)

Sebagai pengamat, guru mengamati dari dekat dan membuat tanggapan seperlunya saja dengan tidak mengganggu atau tidak terlibat dalam kegiatan bermain yang sedang dilakukan oleh anak. Pengamatan yang dilakukan akan sangat membantu guru dalam mengetahui dan memahami bagaimana perilaku dan kebiasaan anak dalam bermain. Guru juga akan mendapatkan keputusan kapan mereka dapat terlibat atau mengintervensi kegiatan bermain anak, sesuai dengan kebutuhan.

b. Pemberi Pijakan (Stage Manager)

Dalam peran ini, guru tidak bermain langsung sebagai bagian dalam kegiatan bermain anak.

Namun demikian, guru berperan untuk membantu anak untuk mengalami kemajuan penting dalam kegiatan bermain dan menawarkan bantuan pada saat dibutuhkan, seperti dalam menyiapkan peralatan bermain peran. Guru juga dapat menawarkan skenario kegiatan bermain (misalnya dalam mengembangkan kegiatan bermain peran sehingga menjadi lebih berkembang temanya), akan tetapi anak bebas atau tidak harus mengikuti saran dari guru.

c. Teman Bermain (Co-Player)

Sebagai teman bermain, guru ikut terlibat langsung dalam kegiatan bermain. Pada umumnya, guru membuat sebuah dukungan kecil ketika anak-anak mulai memimpin kegiatan bermain.

Teman bermain memberikan saran-saran untuk memperluas bermain dan kadangkala keterampilan bermain bagi anak, seperti berbagi/ diskusi dalam kegiatan bermain.

d. Pemimpin Permainan (Play Leader)

Pada peran ini, guru secara aktif terlibat dalam memandu kegiatan bermain anak dalam setiap langkah-langkah kegiatannya. Pemimpin bermain memiliki tujuan untuk memperkaya dan mengelaborasi kegiatan bermain melalui tema-tema baru, kostum, peralatan, alur cerita dalam sebuah kegiatan bermain. Guru memiliki keterlibatan yang sangat besar pada anak untuk terus menjaga keberlangsungan dari sebuah kegiatan bermain.

C. Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini

Pada tahun 2014 telah diterbitkan seperangkat dokumen kurikulum 2013 PAUD, yaitu: (1) Permendiknas RI no 137/ 2014 tentang Standar PAUD dan Permendiknas RI no 146/ 2014 tentang Kurikulum PAUD. Selanjutnya, juga telah disusun 5 dokumen yang terdiri dari lampiran : (1) Kerangka Dasar & Struktur Kurikulum PAUD; (2) Pedoman Pengembangan KTSP PAUD, (3)

(8)

7

Pedoman Pembelajaran; (4) Pedoman Penilaian; dan (5) Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang. Keberadaan kedua dokumen kurikulum diatas, telah diperkuat dengan adanya Permendiknas RI NO. 160/ 2014 tentang Pemberlakuan Kurikulum Tahun 2006 dan Kurikulum 2013. Mengambil intisari dari Pasal 3: Pelaksanaan K-13 harus didahului oleh pelatihan dan pendampingan, Kurikulum 2006 berlaku paling lama 2019 /2020. Selanjutnya pada Pasal 7 dengan intisarinya Satuan Pendidikan Anak Usia Dini melaksanakan kurikulum 2013 sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Ketiga peraturan perundang-undangan itulah yang menjadi landasan hukum bagi pengembangan dan implementasi K-13 PAUD di Indonesia.

1. Tujuan Kurikulum 2013

a. Membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan oleh anak untuk siap mengikuti pendidikan pada jenjang selanjutnya.

b. Mengoptimalkan perkembangan anak secara menyeluruh berdasarkan berbagai dimensi perkembangan anak usia dini baik perkembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan oleh anak untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta untuk pertumbuhan dan perkembangan anak pada tahapan berikutnya.

2. Struktur Kurikulum 2013 PAUD

Perangkat kerja Kurikulum 2013 PAUD perlu dipelajari dengan seksama oleh para mahasiwa calon guru dan guru di Lembaga PAUD sebelum mereka melakukan implementasinya.

Berhubungan dengan cara kerja pengembangan Perencanaan Pembelajaran dalam rangka implementasi K-13 PAUD, maka guru perlu mencermati standar tingkat pencapaian perkembangan anak (STTPA), yang terdiri dari 4 (empat) Kompetensi Inti (KI). Setiap KI memiliki sejumlah Kompetensi Dasar (KD) . Setiap KD memiliki sejumlah indikator yang merupakan standar minimal. Itu artinya, indikator masih dapat ditambahkan dengan indikator lain apabila anak didik sudah dapat mencapai indikator minimal tersebut dengan segera, sehingga diperlukan indikator lain yang lebih tinggi tingkat kesukarannya.

3. Pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 PAUD

Pembelajaran berbasis K-13 PAUD memiliki ciri-ciri diantaranya :

a. Terencana, artinya perlu ada perencanaan pembelajaran sebelum pelaksanaan kegiatan belajar melalui bermain dilakukan;

b. Tematik terintegrasi, yaitu menggunakan pendekatan tematik integratif yang dapat memadukan semua aspek perkembangan;

(9)

8

c. Kontekstual, artinya isi pembelajaran haruslah sesuai dengan lingkungan dimana anak berada itu berada, baik lingkungan alam ataupun muatan atau kearifan lokal kedaerahan;

d. Melalui pengalaman langsung, artinya anak harus memiliki kesempatan untuk melakukan sesuatu dengan cara langsung berbuat;

e. Melalui suasana bermain dan menyenangkan, artinya kegiatan belajar melalui bermain haruslah dapat menstimulasi anak untuk mau melakukan tampa paksaan;

f. Responsif, hal ini berkaitan dengan peran guru yang cepat tanggap terhadap permasalahan yang terjadi dalam proses pembelajaran dan atau saat melakukan intervensi atau deteksi dini tumbuh kembang anak;

g. Asesmen autentik, yaitu penilaian harus dilakukan berdasarkan asesmen yang terukur, dapat diamati dan nyata dilakukan oleh anak;

h. Penerapan Pendidikan karakter, artinya selama pembelajaran berlangsung guru dan pihak lain haruslah menanamkan nilai-nilai karakter yang baik pada anak melalui kegiatan rutin, spontan, terprogram dan teladan.

(10)

9

DAFTAR REFERENSI

Australian Government Department of Education, Employment and Workplace. (2009). The Early Years Learning Framework for Australia. Australia.

Conezio, K. & French, L. (2002). Science in the preschool classroom. USA: National Association for the Education of Young Children.

Copple, C., dan Bredekamp, S. (2006). Basics of developmentally appropriate practice: an introduction for teachers of children 3 to 6. USA: National Association for the Education of Young Children.

Dietze, Beverlie. (2006). Foundations of early childhood education. Canada: Pearson Canada Inc.

Ekwueme, C. O., Ekon, E. E., & Ezenwa, D. C. (2015). The impact of hands-on-approach on student academic performance in basic science and mathematics. Higher Education Studies, 5, 47-51.

Gestwicki, Carol. (2007). Developmentally appropriate practice; curriculum and development in early education. Canada: Thomson Delmar Learning.

Hartati, Sofia. (2005). Perkembangan belajar pada anak usia dini. Jakarta: Depdiknas.

Hikmah, & Muis, A. (2019). Perkembangan dan Belajar Anak Usia Dini. Jakarta: GTK Kemdikbudristek RI.

Masitoh, Setiasih, O. & Djoehaeni, H. (2005). Pendekatan belajar aktif di taman kanak-kanak.

Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.

Mayesky, Mary. 1990. Creative activities for young children 4th ed: play, development, and creativity. New York: Delmar Publisher Inc.

Nutkins, S., McDonald, C., & Stephen, M. (2013). Early childhood education and care: an introduction. UK: SAGE Publications Ltd.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 146 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini.

Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002.

Referensi

Dokumen terkait

Permainan Scrabble adalah permainan yang tepat untuk mempermudah anak dalam kegiatan pembelajaran bahasa Inggris pada Anak Usia Dini, dimana Scrabble adalah permainan yang dapat