HAMBATAN-HAMBATAN INTERAKSI GURU DENGAN ANAK AUTIS DI SLB AUTISMA MUTIARA BANGSA PRATAMA KELURAHAN
PARAK GADANG TIMUR PADANG
ARTIKEL
Oleh :
VEGA ZULKARNAIN NPM.10070184
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATRA BARAT
PADANG 2015
HAMBATAN-HAMBATAN INTERAKSI GURU DENGAN ANAK AUTIS DI SLB AUTISMA MUTIARA BANGSA PRATAMA KELURAHAN
PARAK GADANG TIMUR PADANG
ARTIKEL
Oleh :
VEGA ZULKARNAIN NPM.10070184
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATRA BARAT
PADANG 2015
HAMBATAN-HAMBATAN INTERAKSI GURU DENGAN ANAK AUTIS DI SLB AUTISMA MUTIARA BANGSA PRATAMA KELURAHAN
PARAK GADANG TIMUR PADANG
ARTIKEL
Oleh :
VEGA ZULKARNAIN NPM.10070184
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATRA BARAT
PADANG
2015
BARRIERS INTERACTION WITH TEACHER IN CHILDREN AUTISM SLB NATIONS PRATAMA PEARL EAST VILLAGE INTERSPACE SIEVE PADANG
Vega zulkarnain1Dr. Erianjoni, M.Si2Yenita Yatim,M.Pd3 Program Studi Pendidikan Sosiologi
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Sumatera Barat
ABSTRACT
The process of learning in the classroom is a reality will be the interaction between autistic children and teachers in the school, however, children with autism have impairments and delays in cognitive, language, behavior, communication and social interaction. This study aims to decrypt: Barriers teacher interaction with autistic children in special schools Nations Autisma Pearl Primary Padang seen from the aspect of emotion distabilitas children with autism, physical handicaps factors, and difficulties adapting.The theory used in this research is the theory interactionists symbolically expressed by Herbert Blumer. Selection of informants in this study using purposive sampling technique. Results of this study found barriers teacher interaction with children with autism in terms of: (1) Distabilitas emotions of children with autism (2) factors physical deficiencies such as (a) disruption in the ability to communicate verbally (b) difficulty concentrating (c) eye contact less focus (3) difficulty in adapting such as (a) it is difficult to interact with others (b) does not like the change of social environment.
Keywords: Autistic children and Interaction
1Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat 2010
2Pembimbing 1 Dosen UNP Universitas Negeri Padang
3Pembimbing 2 Dosen STKIP PGRI Sumatera Barat
Hambatan-hambatan Interaksi Guru Dengan Anak Autis di SLB Autisma Mutiara Bangsa Pratama Kelurahan Parak Gadang Timur Padang
Oleh:
Vega Zulkarnain1Dr. Erianjoni2Yenita Yatim3 Program Studi Pendidikan Sosiologi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(STKIP) PGRI Sumatera Barat
ABSTRAK
Proses pembelajaran di kelas merupakan realita akan terjadinya interaksi antara anak- anak autis dengan guru di sekolah, namun demikian anak autis memiliki gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mendekripsikan: Hambatan-hambatan interaksi guru dengan anak autis di SLB Autisma Mutiara Bangsa Pratama Padang dilihat dari aspek distabilitas emosi anak autis, faktor kekurangan fisik, kesulitan beradaptasi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori interaksionis simbolis yang dikemukakan oleh Herbert Blumer. Pemilihan informan pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling.Hasil penelitian ini ditemukan hambatan-hambatan interaksi guru dengan anak autis dalam hal: (1) Distabilitas emosi anak autis (2) faktor kekurangan fisik seperti (a) gangguan dalam kemampuan berkomunikasi verbal (b) kesulitan untuk berkonsentrasi (c) kontak mata yang kurang fokus (3) kesulitan beradaptasi seperti (a) sulit berinteraksi dengan orang lain (b) tidak menyukai adanya perubahan lingkungan sosial.
Kata Kunci: Anak Autis dan Interaksi
1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat 2010 2Pembimbing I Dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Padang
3Pembimbing II Dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat
PENDAHULUAN
Anak autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan dan terjadi pada usia kanak-kanak. Tanda-tanda ini dapat terlihat sejak anak berusia enam bulan sampai dengan tiga tahun. Gejala yang menonjol dan terlihat jelas pada anak autis adalah adanya: (1) hambatan dalam berkomunikasi, (2) ketidakmampuan melakukan kontak mata dengan lawan bicara, dan (3) daya konsentrasinya rendah. Dampak dari gejala tersebut anak autis mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa dan komunikasi, tidak mampu berinteraksi dengan orang lain maupun teman sebaya, serta kemampuan sosialnya tidak berkembang seperti anak normal yang sebayanya. Mereka seolah-olah hidup di dunianya sendiri dan kurang mampu berkonsentrasi pada suatu objek. Apabila hal ini tidak ditangani, anak autis akan mengalami hambatan dalam berkomuniasi dan berinteraksi (Suparno, 2010:6).
Selajutnya menurut Yuwono (2009:24) Autisme merupakan gangguan perkembangan yang mempengaruhi beberapa aspek bagaimana anak melihat dunia dan bagaimana belajar melalui pengalamannya. Anak-anak dengan gangguan autis biasanya kurang dapat merasakan kontak sosial. Mereka cenderung menyendiri dan menghindari kontak dengan orang lain. Orang dianggap sebagai objek (benda) bukan sebagai subjek yang dapat berinteraksi dan berkomunikasi.
Memasukkan anak berlatar belakang autis ke sekolah merupakan perjuangan tersendiri bagi orang tua, guru dan anak itu sendiri. Baik dalam mempersiapkan anak untuk bersosialisasi dengan lingkungan maupun materi pengajaran, metode dan strategi pembelajarannya. Di sinilah peran sekolah sebagai tempat pendidikan formal dalam membantu anak autis, melalui kesiapan SDM, pengelolaan materi pengajaran serta pengetahuan yang cukup mengenai latar belakang dan tatacara penanganan anak autis perlu disiapkan secara matang. Dengan persiapan, dukungan dan kerjasama antara para guru, pihak sekolah dan orang tua, mudah-mudahan perjuangan anak ini tidak sia-sia. Sehingga ia mempunyai kesempatan mengembangkan potensinya serta menjadi manusia mandiri dan berguna di masyarakat (Hidayat dan Musjafak, 2012:2).
Proses pembelajaran di kelas merupakan realita akan terjadinya interaksi antara anak- anak autis dengan guru di sekolah, namun demikian anak autis memiliki gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa,
perilaku, komunikasi dan interaksi sosial (Huzaemah, 2010:2). interaksi sosial ialah hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik. Hubungan tersebut dapat antara individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok. Tujuan dari interaksi sosial adalah untuk kesenangan dan keikutsertaan anak secara aktif dengan orang lain. Situasi sosial membutuhkan individu yang mengkoordinasikan giliran bermain atau berpartisipasi bersama-sama di dalam bermain. Interaksi sosial akan lebih rumit lagidengan adanya masalah yang dialami anak autis, yaitu perubahan perhatian. Anak autis juga membutuhkan lebih banyak lagi waktu untuk mengubah perhatiannya pada stimulus pendengaran pada stimulus visual. Hal ini menyulitkan mereka untuk dapat mengikuti interaksi sosial yang cepat berubah kompleks.
Demikian pula anak autis akan mengalami kesulitan mengingat informasi verbal yang panjang sehingga dapat menghambat interaksi sosial.
Individu autis hidup di dunianya sendiri, untuk bisa memasuki dunia kita, mereka membutuhkan bantuan dalam bahasa dan komunikasi yang diarahkan untuk mendukung interaksi sosial. Di sekolah interaksi anak autis sering terjadi adalah dengan guru.
Dalam memberikan pengajaran pada anak berkebutuhan khusus seperti autis, guru yang mengajar di sekolah luar biasa harus mengetahui metode-metode yang tepat bagi anak didiknya. Pada sekolah biasa, anak akan menuruti guru, sedangkan pada sekolah luar biasa, guru harus menyesuaikan anak agar anak tetap merasa nyaman dalam memperoleh pembelajaran.
Sekolah SLB Autisma Mutiara Bangsa Pratama merupakan suatu tempat yang menampung anak penyandang autis untuk menjadi pribadi yang utuh dengan segala kekurangan baik dari kekurangan bahasa, komunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Mengingat anak autis melakukan aktivitas di sekolah maka secara tidak langsung anak akan sering berinteraksi dengan guru di sekolah, dan hal ini bukan pekerjaan yang mudah bagi seorang guru seperti mengajar di sekolah biasa (normal).
Observasi penulis juga melihat tentang bagaimana interaksi anak autis dengan guru di SLB Autisma Mutiara Bangsa Pratama Padang. Hasil observasi terlihat bahwa guru
ada yang kesulitan dalam berkomunikasi dan berinterasi dengan anak autis karena mereka tidak mau di ajak bicara dan asibuk dengan apa yang dilakukannya sendiri. Pernyataan ini diperkuat dengan hasil wawancara awal penulis dengan guru yang mengajar di SLB Autisma Mutiara Bangsa Pratama Padang , yang mengatakan masih banyak mengalami kendala dalam menghadapi anak mereka yang kadang-kadang bisa saja mengamuk secara tiba-tiba dan sibuk dengan dirinya sendiri, sehingga timbul hambatan guru dalam berinteraksi dengan anak autis. Hambatan dalam berinteraksi yang dialami antara guru dengan anak-anak autis akan menjadi masalah yang serius, karena tanpa interaksi yang terjalin dengan baik antara guru dengan anak autis maka proses pembelajaran tidak akan berhasil. Interaksi sosial ibarat jendela yang akan menghubungkan anak autis dengan dunia atau lingkungan sekitarnya, baik lingkungan keluarga, sekolah atau lingkungan dimana anak berdomisili.
Tujuan dari penelitian ini adalah:
mendeskripsikan hambatan-hambatan interaksi guru dengan anak autis di SLB Autisma Mutiara Bangsa Pratama Padang dilihat dari distabilitas emosi anak autis, faktor kekurangan fisik, dan kesulitan beradaptasi.
Manfaat penelitian ini adalah: Secara akademis, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam menambah ilmu dan wawasan dan kreativitas akademika yang ingin mengkaji tentang anak autis dalam berinteraksi. Secara praktis, penelitian ini diharapkan untuk dapat menjadi acuan dalam berbagai hal permasalahan tentang anak autis dan mampu memberikan masukan tentang teori sosiologi yaitu tentang interaksi guru dengan anak autis.
Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori menggunakan teori interaksionisme simbolis yang dikemukan oleh Herbert Blumer Herbert Blumer merupakan salah satu tokoh interaksionisme simbolis, yaitu aliran teori yang melihat pada tiga premis: (1) manusia bertindak pada sesuatu terhadap sesuatu berdasarkan makna- makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka (2) makna tersebut berasal dari” interaksi sosial seseorang dengan orang lain” (3) makna tersebut disempurnakan disaat proses interaksi sosial berlangsung. Sehingga dalam menjalani segala aktivitas dalam kehidupan sehari-hari manusia bertindak berdasarkan makna-makna yang ada pada proses interaksi sosial. Salah satu prinsip interaksionis
simbolis yang dikemukakan oleh Blumer adalah dalam interaksi sosial orang mempelajari makna dan simbol-simbol yang memungkinkan, mereka melaksanakan kemampuan manusia yang khas dalam berpikir (Ritzer, 2012:626)
Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Pekerjaan ini tidak dapat dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan sebagai guru. Orang yang pandai berbicara dalam bidang-bidang tertentu, belum dapat disebut sebagi guru. Untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus. Apalagi sebagai guru yang profesional yang harus menguasai betul seluk beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagi ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikn tertentu atau pendidikan prajabatan (Usman, 2001:5).
Handayani (2013:3) mngungapkan autis adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal selain itu juga mengalami kesulitan untuk memahami bahwa sesuatu dapat dilihat dari sudut pandang orang lain. Akibatnya anak- anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktifitas dan minat yang obsesif serta sulit mengembangkan kemampuan berinteraksi dan bergaul.
Para ahli membicarakan tentang
“triadik” autistik yaitu tiga jenis perbedaan umum di dalam autism. Istilahnya bisa berbeda-beda, namun ketiganya mengacu pada kelemahan di wiayah-wilayah yang saling berkaitan yaitu interaksi sosial, komunikasi dan bahasa, dan pola berperilaku.
1. Interaksi sosial: umumnya sulit bagi individu di spectrum autistme yang ingin berbagi pengalaman dengan orang lain.
Para klinis menduga ia mengalami ketidakmampuan untuk memahami perasaan dan emosi orang lain.
2. Komunikasi: kesulitan berkomunikasi berjangkauan dari ketidakmampuan memperoduksi kata-kata yang bermakna hingga problem memahami dan mengkontekskan apa yang dikatakan, ditulis atau diekspresikan orang lain secara non verbal. Persoalan umum bagi individu di spectrum autism yang ini adalah ketidakmampuan mempertahankan percakapan yang lazim, contohnya
melantur kemana-mana, bergumam sendiri tidak jelas dan lain-lain.
3. Minat dan perilaku: individu dengan autisme cenderung menampilkan perilaku yang dianggap orang lain tidak lazim atau tidak biasa. Perilaku ini bisa meliputi gerakan tubuh berulang dan gerakan fisik yang menarik perhatian seperti bertepuk tangan. individu di spectrum autism yang memiliki minat sangat dalam kepada hal- hal tertentu dan terbatas hanya di hal tersebut, bukannya meluas seperti lazimnya individu lain. Interaksi sosial merupakan proses dimana antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok berhubungan satu dengan yang lain (Suyanto, 2007:20). Sedangkan menurut Soekanto (2009:55) interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang peroranga, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Interaksi sosial merupakan kesulitan yang nyata bagi anak autistik untuk melakukan transaksi sosial dengan lingkungannya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif analitis.
Penelitian kualitatif adalah yang berusaha mengungkapkan dan memahami realita yang ada dilapangan sebagaimana adanya.
Pendekatan penelitian kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam dan suatu data yang mengandung makna.
Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah dimana peneliti adalah sebagai intrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2012:9). Penelitian dengan tipe deskriptif adalah salah satu jenis penelitian yang bertujuan mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi tertentu, serta menggambarkan fenomena sebagaimana adanya (Yusuf, 2005:80).
Informan dalam penelitian ini adalah guru dan orang tua dari anak autis. Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Metode pengumpulan data dengan cara observasi, wawancara dan studi dokumen dan triangulasi data. Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subyek penelitian (Arikunto, 2006:
143). Unit analisis pada penelitian ini adalah kelompok (tenaga pengajar di SLB Autisma Mutiara Bangsa Pratama Kelurahan Parak Gadang Timur Padang) dengan sumber data individu
Teknis analisis data dalam penelitian ini mengunakan model analisis interaktif Miles dan Huberman (Sugiyono, 2012:247-252) melalui tiga tahap yaitu: Data Collection (Pengumpulan Data), Data Reduction (Reduksi Data), Data Display (Penyajian Data) dan Conclusion Drawing/verification (Penarikan Kesimpulan).
Penelitian dilaksanakan di SLB Autisma Mutiara Bangsa Kelurahan Parak Gadang Timur Padang. Jadwal penelitian ini mulai dari bulan Oktober 2014 sampai dengan bulan Oktober 2015
HASIL PENELITIAN Hasil penelitian ini adalah:
1. Deskripsi Hambatan-hambatan Interaksi Guru dengan Anak Autis a. Distabilitas emosi anak autis
Autis merupakan salah satu bentuk gangguan tumbuh kembang, berupa sekumpulan gejala akibat adanya kelainan syaraf tertentu yang menyebabkan fungsi otak tidak bekerja secara normal sehingga mempengaruhi tumbuh kembang, kemampuan komunikasi, dan kemampuan interaksi sosial seseorang.
Selain itu, anak autis tidak mampu mengendalikan emosinya sendiri sehingga sewaktu-waktu dapat bersikap labil seperti marah, menangais tanpa sebab dan sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa anak autis mengalami ditabilitas emosi. Gangguan yang dialami anak autis tejadi pada aspek interaksi mereka dengan lingkungannya yang diikuti perkembangan emosi yang kurang baik sehingga seringkali anak autis tiba-tiba menangis, marah, kemudian tertawa terbahak-bahak tanpa sebab.
b. Faktor Kekurangan Fisik
1) Gangguan dalam Kemampuan Berkomunikasi Verbal
Anak autis mengalami gangguan pada bagian susunan saraf otak yang menyebabkan mereka mengalami sejumlah permasalahan di beberapa area otak seperti gangguan bahasa.
Mereka tidak mengkompensasikan ketidakmampuannya dalam berbicara dengan
bahasa yang lain, sehingga apabila mereka menginginkan sesuatu tidak meminta dengan bahasa lisan atau menunjuk dengan tubuh, tetapi menarik tangan orang tuanya untuk mengambil objek yang diinginkannya
Berdasarkan hasil penelitian, anak autis cenderung terlambat berbicara berhubungan dengan kemampuan anak menyampaikan kebutuhannya dengan suatu cara yang dapat dimengerti dengan benar atau perilaku komunikatif. Kemampuan berkomunikasi anak ditandai dengan munculnya perilaku bahasa non verbal yang dapat dimengerti oleh guru, misalnya anak hanya menunjuk pada benda yang diinginkan.
2) Kesulitan untuk Berkonsentrasi Berdasarkan hasil penelitian penulis maka dapat disimpulkan bahwa pada saat belajar ada anak yang tidak bisa menjawab pertanyaan karena anak tersebut tidak dapat merespon pesan yang gurunya berikan karena atensi dan konsentrasi mereka masih tidak fokus untuk menerima pesan, dalam belajar ada anak yang paham atas apa yang sudah disampaikan oleh gurunya ini dilihat ketika anak dapat merespon sutua pesan yang disampaikan, karena anak autis beda-beda kondisinya ada yang sudah bisa memahami bahasa verbal tapi ada juga yang belum bisa memahami bahasa verbal semuanya tergantung dari kondisi anak tersebut, namun demikian dalam berinteraksi dengan guru anak autis cenderung tidak fokus menerima pesan.
Sebagaimana dijelaskan oleh Robiah (2012:5) Komunikasi dan bahasa anak autis sangat berbeda dari kebanyakan anak-anak seusianya. Anak-anak autis meliliki kesulitan dalam memahami komunikasi baik verbal maupun nonverbal. Anak-anak autis memiliki kesulitan untuk berkomunikasi dalam bahasa, sekalipun dalam bahasa isyarat atau gestur.
Mereka kesulitan untuk menyampaikan pesan dan menerima pesan.verbal tapi ada juga yang belum bisa memahami bahasa verbal semuanya tergantung dari kondisi anak tersebut, namun demikian dalam berinteraksi dengan guru anak autis cenderung tidak fokus menerima pesan.
Sebagaimana dijelaskan oleh Robiah (2012:5) Komunikasi dan bahasa anak autis sangat berbeda dari kebanyakan anak-anak seusianya. Anak-anak autis meliliki kesulitan dalam memahami komunikasi baik verbal maupun nonverbal. Anak-anak autis memiliki
kesulitan untuk berkomunikasi dalam bahasa, sekalipun dalam bahasa isyarat atau gestur.
Mereka kesulitan untuk menyampaikan pesan dan menerima pesan.
3) Kontak Mata yang Kurang Fokus Anak-anak yang mengalami gangguan autisme menunjukkan kurang respon terhadap orang lain, mengalami kendala berat dalam kemampuan komunikasi, dan memunculkan respon yang aneh terhadap berbagai aspek lingkungan disekitarnya karena anak autis cenderung sibuk dengan dunianya sendiri sehingga kontak matanyapun saat berinteraksi kurang fokus dengan lawan bicaranya.
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa hambatan anak secara fisik dapat berupa kurang fokusnya kontak mata anak autis sehingga terjadinya gangguan dalam berinteraksi. Keterbatasan yang dialami anak autis adalah pada gangguan berkomunikasi, tetapi berarti anak autis tidak dapat berkomunikasi. Setiap anak memiliki keunikan dan karakter yang berbeda-beda baik dari segi fisik maupun potensi yang dimiliki. Ada anak yang cepat pertumbuhan fisiknya namun lambat dalam perkembangan motoriknya. Keunikan itu juga dialami oleh beberapa anak dengan keunikan khusus seperti anak autis.
c.Kesulitan Beradaptasi
1) Sulit Berinteraksi dengan Orang Lain Memiliki keinginan berkomunikasi dengan orang lain merupakan tugas yang sulit untuk anak–anak autis non verbal, selama ini satu diantara tantangan mereka adalah ketidakmampuan untuk berhubungan dengan orang lain dalam cara yang diharapkan.
Mereka tidak mengakui atau memperlihatkan ketertarikan pada orang lain.
Beradasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa hambatan interaksi dilihat dari lingkungan sosial anak autis adalah sulitnya anak autis berinteraksi dengan orang lain dan teman sebaya. Hal ini disebabkan karena gangguan yang dialami anak autis itu sendiri selain itu mereka jga sulit memahami bahsa verbal, hal ini perlu bimbingan dari guru agar anak tersebut dapat berinteraksi dengan oramg lain dan bermain dengan teman sebaya. Anak ketika bersama guru berbeda dengan teman sebayanya dalam hal pola interaksinya, anak autis ketika bersama gurunya ketika itu anak selalu bertanya kepada guru pembimbing namun pertanyaan itu terkadang tidak sesuai dengan apa yang ada saat itu anak tidak melukai guru pembimbing malah anak ketika guru memasuki kelas anak mencium tangan guru
pembimbing, sedangkan ketika bersama teman sekelasnya atau sebaya, peneliti mengetahui anak secara tiba-tiba menyakiti dan memukul temannya.
2) Tidak Menyukai Adanya Perubahan Lingkungan Sosial
Anak–anak autis tidak menyukai perubahan sosial atau gangguan dalam rutinitas sehari – hari dan lebih suka apabila dunia mereka tetap sama. Apabila terjadi perubahan mereka akan lebih mudah marah, contohnya mereka akan marah apabila mengambil rute pulang dari sekolah yang berbeda dari yang biasa dilewati, atau posisi benda di dalam kelas berubah dari semula.
Berdasarkan hasil wawancara maka dapat disimpulkan bahwa anak cenderung tidak menyukai perubahan dalam lingkungan sosialnya baik dari tempat duduk, letak benda dan sebagainya. Hal tersebut juga sesuai dengan hasil observasi, bahwa anak autis di SLB Autisma Mutiara Bangsa Pratama Padang tidak suka dengan segala sesuatu perubahan misalnya, letak tempat duduk, letak benda yang disukainya, jika hal itu terjadi anak akan marah dan ingin pulang serta tidak mau mengikuti proses belajar mengajar.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil dari penelitian tentang: Hambatan-hambatan Interaksi Guru dengan Anak Autis di SLB Autisma Mutiara Bangsa Pratama Padang”, maka hasil penelitian menunjukkan bahwa dari semua informan penelitian, mengatakan bahwa anak autis mangalami hambatan dalam interaksi dengan guru secara distabilitas emosi anak, faktor kekurangan fisik dan kesulitan beradaptasi. Hal tersebut disebabkan karena pada interaksi anak autis tiak mampu menjalin hubungan dengan baik, baik dengan menunjukkan sutu perilaku atau ciri khusu, seperti kontak mata sangat kurang, ekpresi muka kurang hidup, suka marah-marah tidak jelas, emosi yang kurang stabil, kurang mampu berinteraksi denagn orang lain, gerak- gerik yang tertuju, menangis atau tertawa tanpa sebab, tidak bisa bermain dengan teman sebaya, tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain dan kurangnya hubungan sosial dan beradaptasi dengan lingkungan maupun keterlibatan emosional secara timbal balik.
Keunikan karakteristik yang dimiliki oleh anak autis menyebabkan mereka kurang bersosialisasi dengan masyarakat baik itu lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial sehingga sering kali mereka kurang
dapat merespon apa yang dikatakan orang lain kepadanya dan kurang mampu mengungkapkan apa yang dipikirkannya dan lebih menggunakan simbol-simbol untuk mengatakan sesuatu. Hal ini jelas memberikan dampak pada mereka yaitu jika mereka diberi perintah, mereka sering kali tidak dapat melaksanakannya.
Sebagaimana dijelaskan bahwa interaksi merupakan hal yang berbentuk tindakan seseorang dan dalam intraksi sosial manusia mempelajari arti dan simbol yang memungkinkan mereka menggunakan kemampuan berpikir mereka yang khusus itu, makna dan simbol yang memungkinkan manusia melanjutkan tindakan dan berinteraksi, dengan kata lain dapat menentukan tindakan (Rizert, 2012:289 ).
hasil dari penelitian ini sesuai dengan teori yang penulis gunakan yaitu teori
“interaksionis simbolis” yang dikemukakan oleh Herbert Bulmer. Dimana, dalam interaksi sosial antara guru dengan anak autis terdapat makna dan simbol-simbol yang digunkan saat berinteraksi dan berkomunikasi dalam proses belajar mengajar.
Sebagaimana dijelaskan bahwa interaksi merupakan hal yang berbentuk tindakan sesorang hasil dari penelitian ini sesuai dengan teori yang penulis gunakan yaitu teori interaksionisme sombolis yang dikemukakan oleh Herbert Blumer yaitu aliran teori yang melihat pada tiga premis:
1. Manusia berindak pada sesuatu terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka.
Tindakan yang dilakukan oleh guru dengan anak autis merupakan tindakan interaksi dalam hal berkomuikasi yang mana masing-masing mereka memahami makna dari tindakan yang mereka lakukan dalam hal berinteraksi.
2. Makna tersebut berasal dari “interaksi sosial dengan orang lain”. Disini terdapat interaksi antara guru dengan anak autis bahwa mereka menggunakan simbol- simbol dalam berinterkasi dan berkomunikasi yang mana simbol-simbol tersebut memiliki makna yang mereka pahami dan ketahui.
3. Makna tersebut disempurnakan disaat proses interaksi sosial berlangsung.
Dalam hal ini, makna yang ada dalam interaksi di aplikasikan sesuai dengan simbol-simbol yang ada. Salah satu contohya adalah apabila anak merasa lapar dan ia hanya memegang peralatan makan maka disini guru memahami makna dari
tindakan yang dilakukan oleh anak tersebut bahwa anak mau makan dan guru langsung memberikan anak makanan yang diinginkannya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil temuan penelitian dan pembahasan tentang:”Hambatan-hambatan Interaksi Guru dengan Anak Autis di SLB Autisma Mutiara Bangsa Pratama Padang Kelurahan Parak Gadang Timur Padang, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Hambatan interaksi guru dengan anak autis karena distabilitas emosi anak.
2. Hambatan interaksi guru dengan anak autis karena faktor kekurangan fisik seperti: (a) Gangguan dalam kemampuan berkomunikasi verbal (b) Kesulitan untuk berkonstrasi (c) Kontak mata yang kurang fokus.
3. Hambatan interaksi guru dengan anak autis karena kesulitan beradaptasi seperti:
(a) Sulit berinteraksi dengan orang lain (b) Tidak menyukai adanya perubahan lingkungan sosial.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang:” Hambatan-hambatan Interaksi Guru dengan Anak Autis di SLB Autisma Mutiara Bangsa Pratama Kelurahan Parak Gadang Timur Padang” maka penulis memberikan saran-saran kepada:
1. Kepala Sekolah SLB Autisma Mutiara Bangsa Pratama Padang disarankan agar melakukan koordinasi kepada semua guru guna meningkatkan interaksi guru dengan siswa.
2. Guru, hasil penelitian ini direkomendasikan sebagai bahan untuk mengembangkan interaksi anak autis dengan guru dalam proses pembelajaran di kelas dan selain itu sebaiknya memberikan program yang lebih spesifik sesuai dengan karakteristik anak autis supaya tepat tujuan dalam menangani kemampuan interaksi serta memberikan inovasi kegiatan yang diadakan baik di dalam sekolah maupun diluar sekolah, supaya anak mempunyai pengalaman yang baru terhadap suatu kegiatan yang belum pernah dilakukan sebelumnya untuk meminimalkan terjadinya hambatan interaksi, baik dari guru maupun siswa.
3. Orang tua, sebaiknya orang tua memantau peningkatan atau kemampuan anak berinteraksi dengan guru selama belajar di sekolah, agar biasa mengetahui tingkat perkembangan anak dalam belajar selain itu juga menerapkan aturan belajar di rumah yang sama di sekolah, akan membantu anak dalam meningkatkan kemampuannya berinteraksi dengan guru dan orang lain.
4. Peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan landasan untuk penelitian yang serupa karena proses pembelajaran pada anak autis sangat beragam dan unik untuk diteliti dengan topik yang sama dianjurkan untuk menggali aspek-aspek lain yang mendukung terbentuknya interaksi khususnya untuk anak autis.
.
KEPUSTAKAAN
Arikunto, Suharmisi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Hidayat dan Musjafak Asjari. 2012.
Pengenalan Autisme dan Layanan Pendidikannya. Bahan Ajar. Dosen PLB FIP Universitas Pendidikan Indonesia. Diakses Tanggal 12 April 2015.
Huzaemah. 2010. Kenali Autisme Sejak Dini.
Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi Modern.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Robiah, Siti dkk. 2012. Pola Komunikasi Guru dengan Siswa Autis Kelas IV Sekolah Dasar Di Sekolah Autisme Laboratorium Universitas Negeri Malang. Artikel. Malang: Universitas Negeri Malang.
Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta Suparno dkk. 2010. Pengembangan Model
Modifikasi Perilaku Sosial Melalui Media Belajar Berkonsep Konvergensi Bagi Anak Autis .Jurnal Kependidikan. Volume 40 Nomor 2,
November 2010 hal 201-214.
DiaksesTanggal 2 April 2015.
Suyanto, Bagong. 2007. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan (ed). Jakarta:
Kencana.
Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Yuwono, Joko. 2009. Memahami Anak Autistik. Bandung: Alfabeta
Yusuf, Muri. 2005. Metode Penelitian Dasar- Dasar Ilmiah. Padang: UNP Perss.