BAHAN AJAR
MEKANIKA TEKNIK I
Kode Mata Kuliah: MSK 11102
Ir. I Made Suardana Kader, MT.
dkk.
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK SIPIL JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI BALI
2015
BAHAN AJAR
MEKANIKA TEKNIK I
Kode Mata Kuliah: MSK 11102
Ir. I Made Suardana Kader, MT.
dkk.
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK SIPIL JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI BALI
2015
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan bahan ajar Mekanika Teknik I ini yang digunakan sebagai materi kuliah wajib untuk mata kuliah Mekanika Teknik I yang diberikan di Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali.
Buku ini disusun sesuai dengan silabus mata kuliah Mekanika Teknik I pada jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali yang membahas dan menyajikan dasar-dasar perhitungan struktur statis tertentu dan perhitungan kekuatan bahan (strength of materials) yang berkaitan dengan ilmu teknik sipil, yang meliputi beberapa hal seperti teori-teori tentang gaya, keseimbangan gaya, gaya-gaya dalam (bidang M, D dan N) serta teori-teori dasar tegangan, regangan, titik berat, inersia, kern/inti penampang, putaran sudut dan lendutan sebuah balok sederhana akibat beban yang bekerja. Bahan ajar ini juga dilengkapi dengan beberapa contoh soal sebagai penerapannya.
Karena keterbatasan kemampuan dan pengalaman kami sebagai penyusun, tentu bahan ajar ini masih memerlukan banyak perbaikan dan penyempurnaan, untuk itu kami sangat mengharapkan masukan, saran dan kritikan yang bersifat membangun. Atas kritikan, saran dan masukannya kami mengucapkan banyak terima kasih.
Semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca terutama bagi mahasiswa jurusan teknik sipil.
Denpasar, Desember 2015
Atas nama
Team Penyusun,
I Made Suardana Kader
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Konsep Umum 1
1.2 Beban-beban yang bekerja pada struktur 5
BAB II GAYA 5
2.1 Umum 6
2.2 Mengumpulkan dan membagi gaya dalam satu bidang 6
2.2.1 Ukuran dan jurusan gaya 6
2.2.2 Gaya-gaya dengan titik tangkap bersama 8
BAB III MOMEN 14
BAB IV DUA PANDANGAN TERHADAP STRUKTUR 15
4.1 Struktur sebagai satu kesatuan dan bagian-bagian sebuah struktur 15
4.1.1 Stuktur sebagai satu kesatuan 15
4.1.2 Bagian-bagian sebuah struktur 20
4.1.3 Balok sederhana (Simple beam) 20
4.1.4 Hubungan antara beban, gaya lintang dan momen lentur
di dalam struktur 27
4.2 Bentuk-bentuk diagram Mx dan Lx untuk macam-macam
Pembebanan 28
BAB V RANGKA BATANG 58
5.1 Pengetahuan Dasar 58
5.2 Pembangunan Konstruksi rangka batang 59
5.3 Penentuan gaya-gaya batang 60
5.3.1 Perhitungan gaya batang menurut “Cremona” 60 5.3.2 Perhitungan gaya batang menurut “A. Ritter” 61 5.3.3 Perhitungan gaya batang dengan “Metode titik simpul” 63
BAB VI LATIHAN SOAL 65
BAB VII ILMU KEKUATAN BAHAN 67
7.1 Gaya-gaya Dalam dan Tegangan-tegangan 67
iii
7.2 Batang-batang dengan gaya normal “N” 67
7.3 Deformasi (perubahan bentuk) 68
7.3.1 Beban dan deformasi 68
7.3.2 Sifat/perilaku elastis 69
7.3.3 Deformasi Lateral 72
7.3.4 Deformasi Thermal 73
7.3.5 Tegangan ijin; sebuah alat/sarana 73
7.3.6 Pemeriksaan kekuatan sebuah batang 74
BAB VIII SIFAT-SIFAT PENAMPANG DAN TEGANGAN 75
8.1 Titik berat suatu penampang 75
8.2 Gaya geser dan Tegangan geser 78
8.3 Lebih lanjut tentang gaya-gaya dalam dan tegangan 79 8.4 Pembahasan secara umum Teori Lenturan/Lengkungan 82
8.5 Momen Inersia 83
8.5.1 Momen Inersia terhadap sebuah Garis Sembarang 84 8.5.2 Momen Inerdia untuk penampang gabungan 84 8.5.3 Momen Inersia untuk Penampang segi tiga 85 8.5.4 Momen Inersia untuk sebuah Lingkaran 85 8.5.5 Perhitungan Momen Inersia Penampang melintang 86 8.6 Hubungan antara Ix dan Wx dan Penerapannya
dan Penerapannya pada Penampang Tak Simetris 87
8.7 Geser dalam Balok 88
8.8 Distribusi Gaya Geser pada Penampang Melintang 90
BAB IX DEFORMASI DAN PUTARAN SUDUT 92
9.1 Deformasi sebuah balok 92
9.1.1 Perputaran balok φ dari balok pada suatu tumpuan. 94
9.2 Lendutan y dari balok 97
9.2.1 Pemeriksaan balok terhadap lendutan 99
9.2.2 Deformasi kantilever 100
9.2.3 Dua penerapan 101
DAFTAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN 1.1 Konsep Umum
Struktur adalah himpunan elemen untuk meneruskan beban ke tanah dengan aman.
Contoh:
Struktur dapat dikenali menurut:
a. Beban
b. Kualitas Bahan
Sebatang pohon adalah sebuah struktur
alam Tangga adalah
Sebuah struktur sederhana
Jika beban lebih besar, kita memerlukan struktur yang lebih kuat
Baja kayu
Jika bahan lebih kuat, kita memerlukan elemen struktur lebih sedikit
Mekanika Teknik I – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 2 c. Tingkat keamanan
d. Perilaku Bahan
e. Bentuk dan sifat joint (sambungan) elemen struktur
Jika tingkat keamanan yang dikehendaki lebih tinggi, kita memerlukan bahan lebih banyak
bahan: fleksibel (salah) bahan: rigid (benar) Tergantung dari bentuk elemen, harus digunakan
menurut perilaku bahan
smb. pin smb. rigid
salah benar
f. Macam tumpuan yang dipakai
Selanjutnya, hal-hal mengenai jenis dan sifat tumpuan akan dibahas lebih terperinci dalam bab-bab berikutnya. Semua hal-hal di atas digunakan sebagai pertimbangan awal bahwa struktur tersebut adalah aman.
Selanjutnya ada beberapa contoh cara untuk menghimpun elemen-elemen menjadi sebuah struktur untuk memikul beban.
Busur Rangka batang
Gantungan
Struktur yang berbeda dapat digunakan atas pertimbangan berbagai hal. Jika pemindahan/penerusan beban ke tanah lebih langsung, maka struktur lebih ekonomis (bahan yang digunakan lebih sedikit).
Salah: tumpuan gelinding (rol) Benar: tumpuan gelinding (rol) dan sendi
Benar: tumpuan jepit
Mekanika Teknik I – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 4
Langsung Tak langsung
Dalam perhitungan struktur, hal-hal yang paling mendasar yang harus mendapat perhatian adalah:
a. Struktur harus “Seimbang” (tidak bergerak)
Hal ini dapat terjadi jika beban total yang bekerja diimbangi oleh gaya reaksi pada tumpuan.
b. Struktur harus “Stabil”
Hal ini terjadi jika beban-beban yang bekerja menghasilkan perubahan bentuk (deformasi) yang tidak menyebabkan struktur runtuh.
c. Struktur harus “Kuat”
Struktur mempunyai kekuatan untuk memikul beban tanpa patah.
d. Struktur harus mempunyai “Kekakuan” yang cukup 1 1
1 1
STRUKTUR TAK STABIL
Bahwa deformasi yang terjadi pada struktur tidak menyebabkan struktur tidak berguna.
A. Balok kaku, pintu dapat ditutup B. Deformasi besar, pintu
tidak dapat ditutup (struktur
tidak berguna) 1.2 Beban-beban yang bekerja pada struktur
Beban-beban yang diperhitungkan bekerja pada suatu struktur secara umum dibagi menjadi dua yaitu “beban merata; g, p, q” per satuan luas atau panjang (kN/m2; N/mm2; ton/m2; kg/cm2; kN/m1; N/m1; ton/m1) dan “beban terpusat; G, P, F” (kN; N;
ton; kg).
A B
Mekanika Teknik I – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 6 II. GAYA
2.1 Umum
Gaya (luar dan dalam) tidak dapat dilihat atau dirasakan, namun yang dapat dilihat dan dirasakan adalah akibat yang ditimbulkan oleh gaya itu sendiri. Akibat yang ditimbulkan dapat berupa pergeseran atau perputaran. Sebuah gaya dapat ditentukan oleh ukuran, jurusan dan tempatnya. Gaya dapat ditentukan dengan huruf “P”, kecuali huruf
“K” dan “R” masing-masing untuk gaya tekuk dan resultan. Nilai atau besaran gaya bisa dalam kg, ton, Newton (N), Kilonewton (kN). Jika ada beberapa gaya kita dapat menandainya dengan P1, P2, P3 dst. Gaya juga dapat digambar dengan garis lurus berskala dengan ujung bertanda panah sesuai arahnya (disebut Grafis dengan skala 1 cm
= 1 ton, atau dengan skala lainnya).
2.2 Mengumpulkan dan membagi gaya dalam satu bidang 2.2.1 Ukuran dan jurusan gaya
Satu gaya P dapat ditentukan oleh garis kerja dan ukurannya.
Contoh:
Gambar 2.1
Garis kerja gaya dapat ditentukan oleh dua dari empat nilai berikut:
a, b, r dan α (misalnya hanya oleh a dan b atau a dan r atau α dan a), sedangkan ukuran dari gaya P ditentukan dalam kg, ton, N atau kN.
a,b = potongan ordinat dan absis
r = jarak dari titik kutub O r = a Sin α r = b Cos α P
+x +y
b
a r
A(x,y)
α
O(0,0)
Selanjutnya kita boleh menentukan bahwa kita memerlukan tiga nilai untuk menentukan suatu Gaya dalam satu bidang. Titik tangkap A tidak kita tentukan karena pada soal tentang keseimbangan pada benda yang penting adalah garris kerjanya saja.
Gambar 2.2
Dari tiga nilai yang diberikan untuk menentukan suatu gaya, dua nilai berasal dari geometri, yaitu nilai yang diperlukan untuk penentuan garis kerja dan satu nilai yang berasal dari nilai statika, yaitu ukuran gaya.
Kita juga dapat menentukan suatu gaya P dari komponen gaya horisontal (Px) dan komponen gaya vertikal (Py) atau oleh Momen (M) dari gaya P terhadap titik kordinat O.
Maka boleh dikatakan bahwa:
... (1)
Berdasarkan hukum Phytagoras dapat ditentukan gaya P sebagai:
... (2) Kita boleh mengubah suatu gaya dalam arah garis kerjanya tanpa mengubah akibatnya
P
+x +y
b
a r
A(x,y)
α
O(0,0)
Px
Py
Px = P cos α Py = P sin α M = P.r
Mekanika Teknik I – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 8 Px dan Py menjadi positif jika jurusannya sama dengan jurusan ordinat dan absis pada sistem kordinat dengan titik kutub O. Momen M dari gaya P menjadi posistif (+) jika berputar searah jarum jam dan menjadi negatif (-) jika sebaliknya.
Antara nilai Geometri dan nilai Statika terdapat hubungan sebagai berikut:
... (3)
2.2.2 Gaya-gaya dengan titik tangkap bersama
Menurut rumus (1) kita membagi P1 dan P2 menjadi komponen Px dan Py. Dengan menjumlahkan masing-masing komponen, kita mendapat jumlah komponen yang menjadi komponen resultan R yaitu Rx dan Ry.
... (4)
Gambar 2.3
Kita juga bisa membagi suatu gaya resultan (R) menjadi dua gaya P1 dan P2
dengan garis kerja masing-masig P sudah diketahui.
α1
α2 αR
R
P2
P1
Px2
Px1
Py2
Py1
+y
+x Rx
Ry
Gambar 2.4
... (6)
Contoh dengan beberapa gaya
Diketahui ukuran gaya masing-masing dengan sudut α pada garis kerjanya. Dicari ukuran resultan R dengan sudut αR.
Gambar 2.5 Rx
Ry
α1
α2 αR
R
P2
P1
+y
+x
Menurut rumus (4)
Dan menurut rumus (3)
.... (5)
Selanjutnya kita dapat menentukan Rx dan Ry
α1
P1
α4
P4
α2
P2
α3
P3
R1-4
αR
Mekanika Teknik I – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 10 Penyelesaian
I. Semua gaya Pi kita bagi pada komponen Pxi dan Pyi
Pxi = Pi cos αi Pyi = Pi sin αi
II. Menjumlahkan semua komponen Pxi dan Pyi dengan memperhatikan tanda +/-, dan hasilnya adalah Rx dan Ry, menurut rumus sebagai berikut:
III. Komponen Rx dan Ry menentukan R sebagai:
Pada sudut αR harus diperhatikan dengan khusus tanda (+/-) dari komponen masing-masing. Kemungkinan nilainya adalah sebagai berikut:
Kumpulan gaya yang tidak mempunyai titik tangkap bersama:
Untuk gaya-gaya dengan titik tangkap diluar kertas gambar atau bahkan tidak ada jika gaya-gaya tersebut sejajar, dapat diselesaikan dengan cara berikut:
Contoh:
Dua gaya sejajar dengan titik kutub O sembarang.
Kita perhatikan sekarang dua gaya P1 dan P2 yang sejajar dengan suatu kutub O yang sembarang terhadap momen masing-masing.
Gambar 2.6
P1 R P2
d a b
c l
Kita dapat menentukan momen (M) masing-masing terhadap O sebagai berikut:
M bagi P1 dan P2 : MP = P1.d + P2.(l+d) = P2.l + (P1 + P2).d M bagi R : MR = R.(d + a) = R.d + R.a
Jumlah momen akibat P sama dengan momen akibat R Dengan kata lain : MP = MR
Sedangkan : R = P1 + P2
Maka posisi R terhadap O, (d+a = c) dapat dihitung:
Atau dengan kata lain: Momen resultan MR menjadi sama dengan momen gaya MP
masing-masing.
Syarat persamaan momen ini berlaku tidak hanya pada dua gaya yang sejajar melainkan pada lebih dari dua gaya yang sejajar, misalnya:
Dengan beberapa gaya sejajar:
Gambar 2.7 Perhitungan:
P4
P2
a2
P1
a1
aR
R P3
a3
Mekanika Teknik I – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 12 Dengan dua gaya P1 dan gaya P2 yang tidak sejajar:
Gambar 2.8 Selanjutnya kita dapat menetukan:
dan
Untuk menentukan R pada jurusan dan tempatnya kita memilih kutub O pada garis sumbu x dengan hasil bahwa momen ordinat ordinat menjadi 0 (nol) oleh karena jarak tangkai pengungkit dengan titik kutub sama dengan 0 (nol).
Jarak a antara kutub O dengan dan resultante R dapat kita tentukan menurut rurmus:
Beberapa gaya yang tidak sejajar:
Cara menyelesaikannya pada prinsipnya sama seperti dua gaya yang tidak sejajar.
Pada penentuan jurusan dan tempat resultante R, kita melihat contoh dengan beberapa gaya yang sejajar.
Rumusnya adalah:
Kutub O
b a
l P1
Py1
Px1
P2
Py2
Px2
R
Rx Ry
P1 P2 P3
MR = Rx.aR = MP = Py1.a1 + Py2.a2 + Py3.a3
kemudian:
Mekanika Teknik I – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 14 III. MOMEN
D a
P
Hasil kali antara garis kerja gaya P dengan kutub D kita tentukan sebagai
“MOMEN” satu gaya P terhadap titik kutub D
M = P.a
Jarak “a” yang dimaksud adalah jarak terdekat antara garis kerja gaya P dengan kutub D, yaitu satu garis yang melalui kutub D memotong tegak lurus garis kerja gaya P.
Dalam satuan tm; kgcm; Nmm; kNm.
IV. DUA PANDANGAN TERHADAP STRUKTUR 4.1 Struktur sebagai satu kesatuan dan bagian-bagian sebuah struktur
Kita harus selalu mempertimbangkan suatu struktur dari dua sudut pandang ini. Kita anggap bahwa struktur adalah kaku (tidak mempunyai deformasi internal). Namun kenyataannya, kita lihat sebuah struktur mempunyai deformasi internal tetapi sangat kecil dibandingkan dimensi/ukuran struktur. Secara umum deformasi ini tidak mempengaruhi dalam keseimbangan sebuah struktur.
4.1.1 Stuktur sebagai satu kesatuan
Kita harus selalu mempertimbangkan suatu struktur sebagai sebuah benda kaku (rigid body), maka struktur dalam keseimbangan jika ditahan pada tempatnya dengan tumpuan- tumpuan. Struktur harus dapat menahan gerakan atau perputaran. Kita dapat memilih bentuk-bentuk tumpuan yang berbeda untuk sebuah struktur.
Gerakan-gerakan dari sebuah benda kaku dapat berupa:
Pergeseran vertikal Pergeseran horisontal Perputaran dengan sudut
Dalam rangka menahan gerakan-gerakan ini kita perlukan gaya-gaya reaksi sebagai berikut:
RV menahan DV RH menahan DH M menahan DV
DH
DH = 0 RH
DV = 0 P RV
P
= 0 M
Mekanika Teknik I – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 16
Dalam praktek kita mengenal bermacam-macam tumpuan:
a. Tumpuan Sendi
Konstruksi: Simbol dalam statika:
Dua besaran RH dan RV belum diketahui (RH = reaksi horisontal pada tumpuan) (RV = reaksi vertikal pada tumpuan)
b. Tumpuan Rol
Konstruksi Simbol dalam statika:
Hanya besaran RV yang belum diketahui.
(RV = reaksi vertikal pada tumpuan)
c. Tumpuan Jepit
Konstruksi Simbol dalam statika:
R
RV
RV
RH
RV
R M
P
RH
RV
P M
Tiga besaran RH, RV dan M belum diketahui (RH = reaksi horisontal pada tumpuan) (RV = reaksi vertikal pada tumpuan) (M = reaksi momen pada tumpuan)
Sekarang kita harus melengkapi struktur yang dipertimbagkan sebagai benda kaku dengan tumpuan-tumpuan sehingga tidak dapat bergerak (seimbang).
Sebagai contoh:
Dengan mudah dapat diperiksa bahwa benda kaku ini tidak dapat bergerak (seimbang).
Dan dari dua hal tersebut di atas kita dapatkan bahwa:
DV = 0 dapat juga dituliskan sebagai ∑V = 0 DH = 0 dapat juga dituliskan sebagai ∑H = 0
= 0 dapat juga dituliskan sebagai ∑M = 0
Telah kita ketahui bahwa dengan syarat-syarat keseimbangan ini dimungkinkan menghitung gaya-gaya reaksi dari suatu struktur
Contoh yang dibicarakan di atas adalah sistem statis tertentu
Dengan pertolongan tiga syarat keseimbagan di atas, dimungkinkan menghitung 3 (tiga) gaya-gaya reaksi yang belum diketahui.
P
RAV RBV
RAH
Jika suatu struktur mempunyai cukup gaya-gaya perlawanan yang dihasilkan oleh tumpuan-tumpuan dalam keadaan seimbang, maka kita berbicara masalah Sistem Statis Tertentu.
Jika untuk sebuah benda kaku kita dapatkan lebih banyak gaya-gaya perlawanan daripada jumlah minimumnya 3 (tiga) yang diperlukan dalam P
RAV
RAH
M
Mekanika Teknik I – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 18 Contoh:
Hitung reaksi yang diperlukan dengan menggunakan syarat-syarat keseimbangan di bawah ini:
∑V = 0
∑H = 0
∑M = 0
P
RAV RBV
RAH
PV
PH Statis tertentu
Benda kaku
Tiga Gaya reaksi
P
RAV RBV
RAH
PV
PH
M
Statis tak tentu
Benda kaku
Empat Gaya reaksi
P
RAV RBV
RAH RBH
Statis tertentu
Benda tidak kaku (kabel)
Arah gaya ke atas, ke kanan dan berputar searah jarum jam dianggap bernilai positif
Catatan: Pertama kali kita pilih arah positif untuk RAH; RAV; RBH dan M
Jika setelah perhitungan dilakukan didapatkan hasil dengan tanda “+”
maka arah yang dipilih adalah benar, dan jika hasil yang diperoleh bertanda “ - “ berarti R bekerja dengan arah yang berlawanan dengan arah yang dipilih tadi arah R harus segera dibalik
Contoh (1):
Contoh (2):
Freebody (benda bebas)
Freebody adalah sebuah benda kaku dengan gaya-gaya yang bekerja padanya dan gaya-gaya yang diperlukan untuk mendapat keseimbangan.
Contoh:
“Freebody”
Gaya-gaya luar
RAV RBV
RAH
10 kN 5 kN
2,0 m 2,0 m
∑V = 0
RAV + RBV – 10 kN = 0 ...(1)
∑H = 0
RAH – 5 kN = 0 ...(2)
∑MA = 0
-RBV.4 + 10 kN.2,0 m = 0 ...(3a) atau
∑MB = 0
RAV.4 - 10 kN.2,0 m = 0 ...(3b) Dari 3b) didapat RAV = 5 kN
Dari 2) didapat RAV = 5 kN
Dari 1) dan 3a) didapat RAV = 5 kN
∑V = 0
RAV – 10 kN = 0 RAV = 10 kN
∑H = 0
RAH – 5 kN = 0 RAH = 5 kN
∑MA = 0
-M + 10 kN.2,0 m M = 20 kNm RAV
RAH
M
10 kN
5 kN
2,0 m 2,0 m
RAV
RBV
RAH
PV
PH
A
Mekanika Teknik I – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 20 Gaya-gaya yang bekerja pada suatu struktur termasuk gaya-gaya reaksi pada tumpuan disebut gaya-gaya luar. Kita dapat menyatakan bahwa gaya-gaya luar yang bekerja pada struktur tersebut harus ada dalam keadaan seimbang.
4.1.2. Bagian-bagian sebuah struktur.
Setelah mendapatkan semua gaya-gaya luar, sekarang kita ingin mengetahui bagaimana gaya-gaya didistribusikan oleh mereka sendiri kedalam bagian-bagian yang berbeda, atau elemen-elemen sebuah struktur.
Kita pertimbangkan sebuah struktur dibagi dalam bagian-bagian atau elemen-elemen untuk menentukan gaya-gaya yang bekerja dibagian dalam struktur pada elemen tersebut.
Gaya-gaya dalam.
Gaya-gaya yang bekerja dibagian dalam sebuah struktur, atau pada elemen- elemen struktur disebut gaya-gaya dalam.
Elemen-elemen sebuah struktur harus cukup kuat untuk menahan gaya-gaya dalam yang bekerja sehingga struktur aman.
Untuk menjaga satu bagian dari sebuah benda kaku tetap pada posisinya kita harus memasukkan beberapa gaya (M ; L ; N) yang secara nyata diberikan oleh bagian lainnya.
(Lihat contoh di bawah).
4.1.3. Balok sederhana (Simple beam).
Freebody : Perluasan konsep.
Satu bagian dari sebuah benda kaku dengan gaya-gaya yang bekerja padanya dan gaya-gaya dalam yang diperlukan untuk mendapatkan keseimbangan disebut sebuah
“Freebody”. Kadang-kadang hal ini bermanfaat untuk mengambil sebuah freebody yang terlampau kecil/atau pendek sehingga dibayangkan = 0 (nol).
Prinsip dasar untuk menghitung/menentukan gaya-gaya dalam :
Jika sebuah benda kaku dalam keseimbangan, maka tiap-tiap bagian dari padanya harus dalam keseimbangan pula.
( Jika sebuah benda kaku tidak bergerak, maka tiap-tiap bagian harus tidak bergerak pula )
5 kN 5 kN
5 kN
2 M 2 M
5 t.
5 kN 5 kN
5 kN
5 t.
5 kN 5 t.
5 kN
5 t.
NX NX
1 M 3 M
1 M 3 M
5 kN 5 kN
5 kN 5 kN
4.1.4. Balok sederhana (simple beam)
Contoh soal
10 kN. 10 kN
A B A B
LX MX MX LX 10 kN
A B
Keterangan :
LX = Gaya lintang dalam ( disebut juga sebagai DX ) NX = Gaya normal dalam
MX = Momen lentur dalam
Perjanjian tanda : Untuk gaya-gaya dalam seperti yang diperlihatkan dalam gambar di atas kita beri tanda ( + ).
Perjanjian ini juga berlaku untuk gaya-gaya luar seperti dalam gambar.
Perhatikan bahwa gaya-gaya dalam pada bagian kiri dan bagian kanan bekerja dalam arah yang berlawanan karenanya masing-masing saling menghilangkan (membuat keseimbangan) satu sama lain.
(Contoh : MKIRI seimbang dengan MKANAN ).
Sebuah Freebody dapat berupa seluruh benda, sebagian atau sebuah titik daripadanya.
Gaya dalam diperlukan untuk keseimbangan bagian A - X
Gaya dalam diperlukan untuk keseimbangan bagian X - B
Mekanika Teknik I – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 22 LX
NX
NMXX
Jika kita terapkan syarat-syarat keseimbangan, maka kita dapatkan :
Untuk Freebody A – X sebelah kiri :
Σ V = 0 (+) - 5 + LX = 0 LX = 5 Σ H = 0 (+) NX - 5 = 0 NX = 5 Σ MX = 0 (+) MX - 5.1 = 0 MX = 5
Untuk Freebody B – X sebelah kanan :
Σ V = 0 (+) LX - 10 + 5 = 0 LX = 5 Σ H = 0 (+) NX - 5 = 0 NX = 5 Σ MX = 0 (+) MX + 10.1 - 5.3 = 0 MX = 5
maka gaya-gaya dalam telah didapatkan !
Kita dapat menentukan gaya-gaya dalam pada titik yang lain dengan membuat bagan gambar Freebody lainnya, sesuai dengan cara yang telah ditentukan.
Gaya besar dalam/gaya lintang LX menahan gerakan luncur bagian kiri relatif terhadap bagian kanan
Gaya normal dalam NX menahan perpindahan tempat bagian kiri relatif terhadap bagian kanan.
Momen dalam MX menahan perputaran bagian kiri relatif terhadap bagian kanan.
5 kN 5 kN
3 M 3 M
Perjanjian tanda positif untuk gaya-gaya yang bekerja pada “ Freebody “
Jika setelah perhitungan kita dapatkan suatu nilai positif tanda ( + ) maka arah gaya dalam adalah sama seperti semula.
Variasi gaya-gaya dalam, sebuah struktur dapat kita temui dengan membagi struktur tersebut menjadi Freebody-freebody.
Contoh ( 1 ).
10 kN
A B
□ Langkah pertama: Tentukan besarnya gaya-gaya reaksi dengan meninjau freebody.
Σ V = 0 (+) RAV + RBV = 0 ... 1) Σ H = 0 (+) RAH + 0 = 0 ... 2) Σ MA = 0 (+) RBV.6 - 10.3 = 0 ... 3) Dari 3) didapat RBV = 5 kN
Dari 2) didapat RAH = 0 kN
Kita tentukan gaya-gaya dalam dengan perjanjian nilai positif (+), sesuai dengan perjanjian tanda pada
“Freebody”.
Jika setelah perhitungan kita dapatkan suatu nilai negatif (-), ini berarti gaya dalam yang benar mempunyai arah yang berlawanan dengan perjanjian awal.
MX MX
NX NX
LX
LX
Mekanika Teknik I – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 24
RBV
RAV
3 M 3 M
RAV
NX
LX
MX
RAV
LX
MX
NX
RAV
LX
MX
NX
MX LX
NX
MX LX
NX
MX LX
NX
Dari 1) didapat RAV = 5 kN
□ Langkah kedua: Tentukan distribusi gaya-gaya dalam dengan meninjau freebody yang berbeda.
P = 10 kN
A B
A
A
10 kN
A
B
RBV
B
RBV
10 kN
B
RBV
+ LX - RAV = 0
+ LX - 5 = 0 LX = 5 kN + MX - RAV.0 = 0
+ MX - 5.0 = 0 MX = 0 kNm.
+ LX - RAV = 0
+ LX - 5 = 0 LX = 5 kN + MX - RAV.3 = 0
+ MX - 5.3 = 0 MX = 15 kNm.
+ LX - RAV + 10 = 0
+ LX - 5 + 10 = 0 LX = - 5 kN + MX - RAV.3 = 0
+ MX - 5.3 = 0 MX = 15 kNm.
3 M.
3 M.
+ LX + RBV = 0
+ LX + 5 = 0 LX = - 5 kN + MX - RBV.0 = 0
+ MX - 5.0 = 0 MX = 0 kNm.
+ LX + RBV = 0
+ LX + 5 = 0 LX = - 5 kN + MX - RBV.3 = 0
+ MX - 5.3 = 0 MX = 15 kNm.
+ LX + RBV - 10 = 0 + LX + 5 - 10 = 0
LX = + 5 kN + MX - RBV.3 + 10.0 = 0
+ MX - 5.3 + 10.0 = 0 MX = 15 kNm.
□ Langkah ketiga: Penggambaran diagram distribusi Gaya Lintang dan Momen.
Diagram LX
RBV = - 5 kN
RAV = 5 kN
Diagram MX
+
-
+ + 15 kNm.
Mekanika Teknik I – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 26
A
A B
RAV
RBV
q = 10 kN/m’
RAV LX
MX
NX
A
RAV LX
MX
NX
A
RAV LX
MX
NX
A RAV
LX
MX
NX
Contoh ( 2 ) :
Sistem dan pembebanan :
x
10.1
1 m.
10.2
2 m.
10.3
3 m.
RAV ( + ) Bidang “ L “
( - ) Bidang “ M “
0
( + ) 25
40 6,00 m.
1. Reaksi Perletakan.
Σ MB = 0
RAV.6 - q.6.1/2.6 = 0 RAV.6 - 10.6.1/2.6 = 0 RAV = 30 kN.
Σ V = 0
RAV + RBV - 10.6 = 0 RBV = 60 - 30 = 30 kN.
Σ H = 0 RAH = 0
2 .
D i s t r i b u s i
G a y a
d a l a
30 20 10
45
4.1.4. Hubungan antara beban, gaya lintang dan momen lentur di dalam struktur :
Hubungan antara beban, gaya lintang dan momen lentur di dalam struktur sangat penting karena berdasarkan hal-hal tersebut memungkinkan menyelesaikan diagram M, L, N secara cepat untuk semua sistem balok sederhana ( simple beams )
Jika tidak ada beban bekerja , Lx konstan
Jika beban terdapat beban P bekerja , Lx berubah secara mendadak dengan ΔLx
= - P
Jika terdapat beban merata q yang bekerja, Lx berupa garis lurus.
Dari diagram Lx tentukan titik ( x ) yang jaraknya x dari suatu perletakan tertentu dimana Lx = 0. Pada titik tersebut Mx = Mmax
Jika bekerja beban horizontal PH, beban tersebut akan bekerja dari titik kerjanya sampai pada perletakan yang “diam“ (dalam hal ini adalah tumpuan/perletakan jepit atau sendi) sebagai gaya normal “N“.
Lx = 0 Mx = MMAX
Mekanika Teknik I – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 28 (-)
4.2. Bentuk-bentuk diagram Mx dan Lx untuk macam-macam pembebanan
Bentuk-bentuk diagram Mx dan Lx dapat diturunkan dari hubungan-hubungan antara : Beban, Gaya lintang ( L ) dan Momen ( M ).
a. Satu beban titik b. Dua beban titik simetris
`
(+) (+)
c. Beban merata sebagian d. Kombinasi beban titik dan beban merata sebagian
(-)
(+) (+)
( + ) ( + )
( - ) ( - )
( + ) ( + )
parabola parabola
Mekanika Teknik I – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 30 e. Beban merata penuh
(+)
(-)
(+)
A B RAV
RBV
q = 10 kN/m’
A
RAV
LX
MX
NX
x Qx
Cara lain penyelesaikan contoh ( 2 ) :
RAV = RBV = q . 6/2 = 10.6/2 = 30 kN.
ΣMx = 0
+ Mx - AV.x + Qx.1/2.x = 0 + Mx = 30.x - 10.x. 1/2.x
+ Mx = 30.x - 5.x2 0 ≤ x ≤ 6 “tidak terjadi perubahan kondisi beban”
Untuk : x = 0 ; Mx = 0
x = 1 ; Mx = 30.1 - 5.12 Mx = 25 kNm.
x = 2 ; Mx = 30.2 - 5.22 Mx = 40 kNm.
x = 3 ; Mx = 30.3 - 5.32 Mx = 45 kNm.
Jika beban dan struktur simetris, Mx dapat dihitung separuh bentang, kemudian gambar dibuat simetris pula antara kiri dan kanan.
ΣVx = 0
+ Lx - AV + Qx. = 0
+ Lx = 30 - 10.x. 0 ≤ x ≤ 6 ( persamaan linear/garis lurus ) 6,00 m.
Mekanika Teknik I – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 32
A B’
RAV
RBV
q = 10 kN/m’
A
RAV LX
MX
NX
B
NX
LX
MX
Cukup ditentukan 2 (dua) titik saja !
Untuk : x = 0 ; Lx = 30 - 10.0 Lx = + 30 kN.
x = 6 ; Lx = 30 - 10.6 Lx = - 30 kN.
3 m.
RAV ( + ) Bidang “ L “ ( kN )
RBV
Bidang “ M “ ( kNm.)
0
( + )
25 Mmax.
40 45
Contoh ( 3 ) :
Balok sederhana dengan kantilever.
x
x
B’
Penyelesaian : 1. Reaksi perletakan :
( - ) 30 20 10
6,00 m.
xkr.
Qx
2,00 m.
xkn.
Qx
Σ MB = 0 Kontrol :
RAV.6 - q.8.2 = 0 Σ V = 0
RAV = (10.8.2)/6 = 26,667 kN. RAV + RBV - 10.8 = 0
Σ MA = 0 26,667 + 53,333 - 80 = 0
- RBV.6 + q.8.4 = 0 0 = 0 ; O.K.!
RBV = (10.8.4)/6 = 53,333 kN.
2. Perhitungan Bidang M, L Bagian A-B
Σ Mx = 0
+ Mx - RAV.x + Qx. ½ .x = 0 Mx = 26,667.x - 10.x. ½.x Mx = 26,667.x - 5 x2 0 ≤ x ≤ 6
Untuk : x = 0 ; Mx = 0 tm.
x = 1 ; Mx = + 21,667 kNm.
x = 2 ; Mx = + 33,334 kNm.
x = 3 ; Mx = + 35,001 kNm.
x = 4 ; Mx = + 26,668 kNm.
x = 5 ; Mx = + 8,335 kNm.
x = 6 ; Mx = - 20,000 kNm.
Σ Vx = 0
+ Lx - RAV + Qx. = 0
Lx = + 26,667 - 10.x ( linear ) 0 ≤ x ≤ 6 Untuk : x = 0 ; Lx = + 26,667 kN.
x = 6 ; Lx = - 33,333 kN.
Bagian B’- B Σ Mx = 0
+ Mx + Qx. ½ .x = 0 Mx = - 10.x. ½.x
Mx = - 5 x2 (parabola dengan 0 ≤ x ≤ 2)
Mekanika Teknik I – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 34 Untuk : x = 0 ; Mx = 0 kNm.
x = 1 ; Mx = - 5,00 kNm.
x = 2 ; Mx = - 20,00 kNm.
Σ Vx = 0 + Lx - Qx. = 0
Lx = + 10.x ( linear ) 0 ≤ x ≤ 2
Untuk : x = 0 ; Lx = + 0,000 kN.
x = 2 ; Lx = + 20,000 kN.
Pada titik yang sama (tumpuan B) momen yang terjadi adalah sama, baik ditinjau dari bagian kiri (A – B) atau dari bagian kanan (B’- B). Demikian juga untuk momen pada titik-titik yang lain.
3. Gambar Bidang M, L
Perhitungan Mmax dan tempat kedudukannya.
Dari bagian A – B Persamaan bidang M ; Mx = 26,667.x - 5 x2
dMx /dx = 0 = Lx ( Pada saat Lx = 0, momen “M” = max ) 0 = 26,667 - 10.x
x = 26,667 /10 = 2,6667 m. dari perletakan A Masukkan nilai x ke persamaan Mx:
Mmax = 26,667.2,6667 – 5 (2,6667)2
= 35,556 kNm.
2,667 m.
+ 20,000 kN.
+ 26,667 kN.
R AH A B’
RAV
RBV
A
RAV LX
MX
NX
B
NX
LX
MX
C
A
RAV LX
MX
NX
Bidang “L”
- 33,333 kN.
- 20,000 kNm.
Bidang “M”
+ Mmax
Contoh ( 4 ) :
Balok sederhana dengan kantilever dan beban kombinasi
P1 = 40 kN. P2 = 10 kN.
PH = 20 kN.
x x
3,00 m.
P1 = 40 kN.
RAH PH = 20 kN.
Penyelesaian : 1. Reaksi perletakan :
Σ MB = 0
RAV.6 - q.3.4,5 – P1.3 + P2.2 = 0
RAV = ( 10.3.4,5 + 40.3 – 10.2 )/6 = 39,167 kN.
Σ MA = 0
6,00 m.
q = 10 kN/m’
x.
Qx
2,00 m.
xkn.
x Q
(x – 1,5)
Mekanika Teknik I – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 36 - RBV.6 + P2.8 + P1.3 +q.3.1,5 = 0
RBV = ( 10.8 + 40.3 + 10.3.1,5 )/6 = 40,833 kN.
Kontrol : Σ V = 0
RAV + RBV - P1 – P2 – q.3 = 0
39,167 + 40,833 – 40 – 10 – 10.3 = 0 0 = 0 ; O.K.!
Σ H = 0
RAH - PH = 0 ; RAH = 20 kN ( ) 2. Perhitungan Bidang M, L
2.1. Bagian A-C Σ Mx = 0
+ Mx - RAV.x + Qx. ½ .x = 0 Mx = 39,167.x - 10.x. ½.x
Mx = 39,167.x - 5 x2 0 ≤x ≤ 3
Untuk : x = 0 ; Mx = 0 kNm.
x = 1 ; Mx = + 34,167 kNm.
x = 2 ; Mx = + 58,334 kNm.
x = 3 ; Mx = + 72,501 kNm.
Σ Vx = 0
+ Lx - RAV + Qx. = 0
Lx = + 39,167 - 10.x ( linear ) 0 ≤ x ≤ 3 Untuk : x = 0 ; Lx = + 39,167 kN.
x = 3 ; Lx = + 9,167 kN.
Σ Hx = 0
+ Nx + RAH = 0 ; Nx = - 20 kN. (tekan) (konstan) dari A sampai C
2.2.Bagian C - B Σ Mx = 0
+ Mx - RAV.x + Q. ( x – 1,5 ) + P1 . ( x – 3 ) = 0
Mx = + 39,167.x – 10.3. ( x – 1,5 ) – 40. ( x – 3 ) Mx = - 30,833.x + 165 ( linear ) 3 ≤ x ≤ 6
Untuk : x = 3 ; Mx = + 72,501 kNm.
x = 6 ; Mx = - 19,998 kNm.
Σ Vx = 0
+ Lx - RAV + Q + P1 = 0 Lx = 39,167 - 10.3 - 40
Lx = 30,833 kN. (konstan) Σ Hx = 0
+ Nx + RAH - PH = 0 + Nx = - 20 + 20 = 0 Bagian B’- B
Σ Mx = 0 + Mx + P2.x = 0
Mx = - 10.x ( linear ) 0 ≤ x ≤ 2 Untuk : x = 0 ; Mx = - 0,000 kNm.
x = 2 ; Mx = - 20,000 kNm.
Σ Vx = 0 + Lx - P2 = 0
Lx = + 10 kN. (konstan)
3. Gambar Bidang M, L
Perhitungan Mmax dan tempat kedudukannya.
Dari bagian A – B Persamaan bidang M ; Mx = 39,167.x - 5 x2
dMx /dx = 0 = Lx ( Pada saat Lx = 0, momen “M” = max ) 0 = 39,167 - 10.x
x = 3,9167 m. dari perletakan A
Nilai x berada diluar batas persamaan Mx, maka Mmax berada pada x = 3
Mekanika Teknik I – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 38
A B
RAV
RBV
qmax = 10 kN/m’
C B
A
RAV LX
MX
NX
Y
3,00 m.
+ 10,000 kN.
+ 9,167 Bidang “L”
- 30,833 - 30,833 kN.
- 20,000 kNm.
Bidang “M”
+ Mmax
+ 72,501 kNm.
- 20,000 kN. Bidang “N”
Contoh ( 5 ) :
Balok sederhana dengan beban segi tiga.
Penyelesaian : 1. Reaksi perletakan :
Σ MB = 0 + 39,167 kN.
6,00 m.
x
Qx X/3
RAV.6 - ½.6.q.1/3.6 = 0
RAV = ( ½.6.10.1/3.6 )/6 = 10,000 kN.
Σ MA = 0
- RBV.6 + ½.6.q.2/3.6 = 0
RBV = ( ½.6.10.2/3.6 )/6 = 20,000 kN.
Kontrol : Σ V = 0
RAV + RBV - ½.6.10 = 0 10 + 20 – 30 = 0
0 = 0 ; O.K.!
Menghitung volume beban Qx :
Qx = ½.x.y ; sedangkan y = 10.x /6 = 1,667.x Qx = ½.x.1,667x = 0,833 x2.
2. Perhitungan Bidang M, L Σ Mx = 0
+ Mx - RAV.x + Qx. 1/3 .x = 0 Mx = 10.x - 0,833.x2. 1/3 .x
Mx = 10.x - 0,278 x3 ( hyperbola ) ; 0 ≤ x ≤ 6 Untuk : x = 0 ; Mx = 0 kNm.
x = 1 ; Mx = + 9,722 kNm.
x = 2 ; Mx = + 17,776 kNm.
x = 3 ; Mx = + 22,497 kNm.
x = 4 ; Mx = + 22,208 kNm.
x = 5 ; Mx = + 15,250 kNm.
x = 6 ; Mx = + 0 kNm.
Σ Vx = 0
+ Lx - RAV + Qx. = 0
Lx = + 10 - 0,833.x2 ( parabola ) ; 0 ≤ x ≤ 6 Untuk : x = 0 ; Lx = + 10,000 kN.
x = 1 ; Lx = + 9,167 kN.
Mekanika Teknik I – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 40 x = 2 ; Lx = + 6,668 kN.
x = 3 ; Lx = + 2,503 kN.
x = 4 ; Lx = - 3,328 kN.
x = 5 ; Lx = - 10,825 kN.
x = 6 ; Lx = - 20,000 kN.
2. Gambar Bidang M, L
Perhitungan Mmax dan tempat kedudukannya.
Dari bagian A – B Persamaan bidang M ; Mx = 10.x - 0,278 x3
dMx /dx = 0 = Lx ( Pada saat Lx = 0, momen “M” = max ) 0 = 10 - 0,834.x2
x2 = 11,990 ; x = √ 11,990 = 3,463 m. dari perletakan A Mmax = 10.3,463 - 0,278 (3,463)3
Mmax = 23,082 kNm.
0 1 2 3 4 5 6
Bidang “M”
+
+ 10,0 kN.
Mmax = 23,082 kNm.
RBV
RAH
RAV
α
Bidang “N”
- 20,0 kN
Contoh ( 6 ) : Batang miring.
B P = 40 t.
A
Langkah kerja : 1. Reaksi Perletakan ;
Σ MA = 0
- RBV.4 + P.2 = 0 RBV = 40.2 /4 = 20 kN.
Σ H = 0 RAH = 0 Σ MB = 0
+ RAV.4 – RAH.3 – P.2 = 0 RAV = 40. 2 /4 = 20 kN.
3,463 m.
3,0 m.
4,0 m.
AB2 = 42 + 32 AB = 5 m.
Cos α = 4/5
Sin α = 3/5
Mekanika Teknik I – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 42 A α
RAV
α
LX
MX NX
RAV Cos α RAV Sin α
α
2. Perhitungan Bidang M, L
Untuk bagian A sampai dengan sedikit disebelah kiri beban P (beban P belum memberikan kontribusi terhadap Gaya lintang)
Σ Mx = 0
+ Mx - RAV.x = 0
Mx = 20.x ( linear ) ; 0 ≤ x ≤ 2
Untuk : x = 0 ; Mx = 0 kNm.
x = 1 ; Mx = + 20 kNm.
x = 2 ; Mx = + 40 kNm.
Σ Vx = 0 (Tegak lurus sumbu batan ) + Lx - RAV Cos α = 0
Lx = + 20.4/5 = 16 kN. (konstan) ; 0 ≤ x ≤ 2
Σ Hx = 0 (Berimpit dengan sumbu batang) + Nx + RAV Sin α = 0
Nx = - 20. 3/5 = - 12 kN (tekan - konstan) ; 0 ≤ x ≤ 2
x
A α
RAV
α
LX
MX
NX
RAV Cos α RAV Sin α
α
PSin α PCos α
P = 40 t.
Untuk bagian sebelah kanan P sampai dengan tumpuan B (beban P memberi-kan kontribusi terhadap Gaya lintang)
Σ Mx = 0
+ Mx - RAV.x + P.(x – 2) = 0 Mx = 20.x - 40.x + 80
Mx = - 20.x + 80 ( linear ) ; 2 ≤ x ≤ 4 Untuk : x = 2 ; Mx = + 40 kNm.
x = 3 ; Mx = + 20 kNm.
x = 4 ; Mx = + 0 kNm.
Σ Vx = 0 (Tegak lurus sumbu batang) + Lx - RAV Cos α + P Cos α = 0
Lx = + 20.4/5 - 40. 4/5 = 16 kN. (konstan) ; 2 ≤ x ≤ 4
Σ Hx = 0 (Berimpit dengan sumbu batang) + Nx + RAV Sin α - P Sin α = 0
Nx = - 20. 3/5 + 40.3/5 = + 12 kN (tarik - konstan) ; 2 ≤ x ≤ 4
x
Mekanika Teknik I – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 44
12 kN.
RBV
α
16 kN.
3. Gambar Bidang M, L
Bidang “L”
Bidang “M”
MMAX = 40 kNm.
Bidang “N”
Contoh ( 7 ) :
12 kN.
16 kN.
3,0 m.
4,0 m.
RAH
RAV
α
RBV
Batang miring dan datar :
q
B
P1 C
P2
A
Ketentuan : P1 = P2 = 20 kN : q = 5 kN/m’
Langkah kerja : 1. Reaksi Perletakan ;
Σ MA = 0
- RBV.8 + P1.2 + P2.1,5 + q.4.6 = 0 - RBV.8 + 20.2 + 20.1,5 + 5.4.6 = 0 RBV = 23,75 kN.
Σ H = 0 RAH + P2 = 0 RAH + 20 = 0
RAH = - 20 kN. (hasil negatif = berlawanan arah dari anggapan semula)
Σ MB = 0
RAV.8 - P1.6 - P2.1,5 - q.4.2 + RAH.3 = 0 RAV.8 - 20.6 - 20.1,5 - 5.4.2 + 20.3 = 0 RAV = 16,25 kN.
Kontrol :
AB2 = 42 + 32 AB = 5 m.
Cos α = 4/5 Sin α = 3/5
3,0 m.
4,0 m. 4,0 m.
Mekanika Teknik I – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 46 A α
RAV
α
LX
MX NX
RAV Cos α RAV Sin α α
Σ V = 0
+ RAV + RBV – P2 – q.4 = 0
+ 16,25 + 23,75 – 20 – 5.4 = 0 ...O.K.
2. Perhitungan bidang M, L, N ; Bagian A – C ;
y
Untuk bagian A sampai dengan sedikit disebelah kiri beban P ( beban P belum memberikan kontribusi terhadap Gaya lintang )
Σ Mx = 0
+ Mx - RAV.x - RAH.y = 0
+ Mx - 16,25.x - 20.x tg α = 0 ; tg α = ¾ Mx = 16,25.x + 20.3/4.x
Mx = 31,25.x (linear) ; 0 ≤ x ≤ 2 Untuk : x = 0 ; Mx = 0 kNm.
x = 2 ; Mx = + 62,50 kNm.
Σ Vx = 0 (Tegak lurus sumbu batang) + Lx - RAV Cos α - RAH Sin α = 0
Lx = + 16,25.4/5 + 20.3/5 = 25 kN. (konstan) ; 0 ≤ x ≤ 2
Σ Hx = 0 (Berimpit dengan sumbu batang) + Nx + RAV Sin α - RAH Cos α = 0
RAH Sin α
RAH Cos α
x
RAH
A α
α
LX
MX
NX
RAV Cos α α
P1 Sin α P1 Cos α
RAV
RAV Sin α
Nx = - 16,25. 3/5 + 20. 4/5 = +6,25 kN ; (tarik - konstan) 0 ≤ x ≤ 2 P1
P2 y
Untuk bagian sebelah kanan P sampai dengan tumpuan B (beban P memberi-kan kontribusi terhadap Gaya lintang)
Σ Mx = 0
+ Mx - RAV.x - RAH.y + P1.(x – 2) + P2 (y – 2. tg α ) = 0
+ Mx - 16,25.x - 20.x tg α + 20 (x – 2) + 20 (x tg α – 2.tg α) = 0 ; tg α= ¾ Mx = 16,25.x + 20.3/4.x – 20.(x-2) – 20.( 3/4.x – 2.3/4)
= - 3,75.x + 70 ; (linear) ; 2 ≤ x ≤ 4 Untuk : x = 2 ; Mx = + 62,50 kNm.
x = 4 ; Mx = + 55,00 kNm.
Σ Vx = 0 (Tegak lurus sumbu batang)
+ Lx - RAV Cos α - RAH Sin α + P1 Cos α + P2 Sin α = 0 Lx = + 16,25. 4/5 + 20.3/5 - 20. 4/5 - 20. 3/5 = -3,00 kN.
( konstan ) ; 2 < x < 4
Σ Hx = 0 (Berimpit dengan sumbu batang) + Nx - RAH Cos α + RAV Sin α + P2 Cos α - P1 Sin α
Nx = + 20. 4/5 – 16,25. 3/5 - 20. 4/5 + 20.3/5 = + 2,25 kN. (tarik - konstan);2 ≤ x ≤ 4
Bagian B – C ;
P2 Cos α P2 Sin α
x
RAH Sin α
RAH Cos α RAH
Mekanika Teknik I – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 48 RBV
LX
MX
NX
q
B
x Σ Mx = 0
+ Mx - RBV.x + q.x.1/2.x = 0
+ Mx = + 23,75.x – 2,5.x2 ; (parabola) ; 0 ≤ x ≤ 4 Untuk : x = 0 ; Mx = 0 tm.
x = 1 ; Mx = + 23,75 kNm.
x = 2 ; Mx = + 37,50 kNm.
x = 3 ; Mx = + 48,75 kNm.
x = 4 ; Mx = + 55,00 kNm.
Σ Vx = 0 (Tegak lurus sumbu batang) + Lx + RBV - q.x = 0
Lx = - 23,75+ 5.x. (konstan) ; 0 ≤ x ≤ 4 Untuk : x = 0 ; Lx = - 23,75 kN.
x = 4 ; Lx = - 3,75 kN Σ Hx = 0 (Berimpit dengan sumbu batang) + Nx = 0
RBV
3. Gambar Bidang L, M ; Bagian B – C ;
q
C B
Bidang “M”
55,00 kNm
- 3,75 kN. ( -) Bidang “L”
- 23,75 kN.
+
( - )
Mekanika Teknik I – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 50 α
P1
P2
Bidang “M”
Bidang “L”
Bidang “N”
+2,25 kN.
+6,20 kN.
-3,00 kN +25,00 kN.
55,00 kNm 3,0 m.
4,0 m.
0,00 kNm.
62,50 kNm
RAH
RAV
α
RBV
Contoh ( 8 ) :
Batang miring, datar dan tegak :
q
C D
P1
P2 P3
A B
Ketentuan : P1 = P2 = 20 ton : P3 = 30 ton : q = 5 t/m’
Langkah kerja :
1. Reaksi Perletakan ; Σ MA = 0
- RBV.8 + P1.2 + P2.1,5 + q.4.6 - P3.1,5 = 0 - RBV.8 + 20.2 + 20.1,5 + 5.4.6 - 30.1,5 = 0 RBV = 18,125 kN.
Σ H = 0
RAH + P2 - P3 = 0 RAH + 20 - 30 = 0
RAH = 10 kN. (hasil positif = arah sesuai anggapan semula) Σ MB = 0
RAV.8 - P1.6 + P2.1,5 - q.4.2 - RAH.0 – P3.1,5 = 0 RAV.8 - 20.6 + 20.1,5 - 5.4.2 - 30.1,5 = 0 RAV = 21,875 kN.
Kontrol : Σ V = 0
AC2 = 42 + 32 AC = 5 m.
Cos α = 4/5 Sin α = 3/5
1,5m.
4,0 m. 4,0 m.
1,5m.