1
Latar Belakang
Namun tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi tersebut justru dikaitkan dengan tingginya tingkat korupsi, misalnya di Indonesia, Thailand, dan Filipina. Tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara seringkali dijadikan dasar untuk membenarkan toleransi para pejabat negara dan sebagian masyarakat terhadap tindakan korupsi.
Permasalahan
Kelompok politik-birokrasi Orde Baru pada awalnya didominasi oleh perwira senior militer yang dekat dengan Soeharto. 11 Secara sederhana Alexander Irwan menyatakan bahwa negara mengikutsertakan kelompok politik-birokrasi dan militer sebagai aktor penting dalam membentuk peran negara Orde Baru.
Kerangka Pemikiran
- Menuju Pemahaman Ekonomi-Politik Korupsi
- Birokrasi
- Sektor Pelayanan Publik
Ide dasarnya adalah bahwa korupsi 'memberikan' semacam layanan yang menguntungkan bagi klien ketika mereka menghadapi rezim politik yang menindas. Tipologi korupsi yang digunakan dalam penelitian ini sebagai alat untuk membantu mengkaji jenis-jenis pola korupsi pada sektor pelayanan publik didasarkan pada tipologi yang dikemukakan oleh Syed Hussein Alatas.
Tujuan dan Signifikansi Penelitian
Karena kedudukan mitra atau kolaborator ditetapkan sebagai bagian dari keseluruhan proses pemenuhan kebutuhan sektor pelayanan publik, maka dalam penelitian ini pihak swasta ditetapkan sebagai bagian dari keseluruhan sistem formal birokrasi pelayanan publik (franchise dari negara). . .
Metode Penelitian
Selanjutnya, sumber data yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian di atas adalah hasil wawancara mendalam dengan informan yang mengetahui tindak pidana korupsi yang terjadi pada instansi yang digelutinya. Data yang akan dianalisis adalah informasi yang diberikan oleh informan, terutama hasil wawancara mendalam.
- Periode Pasca-Kolonial 1945-1957
- Demokrasi Terpimpin 1958-1965 dan Keruntuhannya
- Periode Pemulihan Ekonomi Negara dan Politik Dua-Jalur 1966-1974
- Periode 1974 – 1982 Penguatan Negara dan Kebangkitan Politik Teknokrat
- Periode 1978 – 1986: Deregulasi Dan Arah Menuju Institusionalisasi Korupsi
- Periode 1986-1997 : Transformasi Patronase Individu Menuju Patronase Negara
Salah satu cara yang biasa dilakukan elite militer dan birokrat Orde Baru adalah dengan melaksanakan proyek pembangunan. Faksionalisasi ini menyebabkan pasang surutnya gelombang industrialisasi yang menekankan pada proyek industri skala besar.
44
Deskripsi Korupsi Dalam Proses Pengelolaan Pembuatan SIM
- Organisasi dan Pengelolaan SIM
- Pengelolaan dan Proses Produksi Surat Ijin Mengemudi
- Prosedur Formal Pengurusan SIM
- Korupsi dalam Pengelolaan Pembuatan SIM
- Percaloan
- Celah-Celah Korupsi Pada Proses Pengurusan SIM
- Aliran Dana dalam Jaringan Patronase Pada SIM
Melaksanakan kegiatan penatausahaan keuangan yang timbul dari pelaksanaan kegiatan registrasi/identifikasi termasuk satuan lalu lintas di lingkungan Polda Metro Jaya. Kedudukan PNS yang “diperbantukan” dalam pengurusan SIM di lingkungan Polda Metro Jaya merupakan jabatan subordinat. 52.500 untuk setiap SIM golongan 26 Selain ketentuan formal tersebut, biaya resmi lain yang harus dibayar pemohon SIM adalah uang asuransi Bhayangkara sebesar Rp.
Bank yang ditunjuk di lingkungan Polda Metro Jaya adalah Bank Internasional Indonesia (BII) dan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Makanya pimpinan saya (kepala bagian SIM.pen) selanjutnya mendaftarkan lembaga jasa/broker tersebut. Diakui W, jika terjadi penggusuran, mereka takut akan terjadi demonstrasi dan penyerangan di kantor Satpas SIM.
Dari sini semuanya, sampai Kasubbag SIM, akhirnya. ke sini. (menunjukkan skema Kadit SIM.pen) dari sini semua ke sini (ke skema Bagregident.pen), dari sini semua ke sini (menunjukkan Skema Kadit Lanta).."50 Nilai upeti ini dimungkinkan mengingat pengelolaan penerbitan SIM kepada masyarakat Ada 8 kotamadya yang terpusat di Polda Metro Jaya. Bentuk pembatasan ini terlihat dari tidak adanya rincian mengenai penggunaan biaya yang dibebankan kepada pemohon SIM, dimana besaran nominal untuk pembuatan SIM secara “resmi” sebenarnya jauh lebih tinggi dibandingkan biaya produksi sebenarnya, sedangkan biaya tambahan masih perlu dikeluarkan oleh pemohon untuk mendapatkan jasa perantara.
Deskripsi Korupsi Pada Sektor Perpajakan
- Personalia
- Pembayaran Untuk Jasa-Jasa Wajib
- Negosiasi Pajak
- Celah-Celah Korupsi Pada Proses Pemungutan Pajak
- Sistim Pemungutan Pajak
- Model Pemeriksaan Pajak
- Sistem Pelaporan Pajak
Dalam hal ini, wajib pajak menjadi korban gertakan aparat pajak mengenai besarnya jumlah pajak yang dikenakan kepada wajib pajak. Dalam teknik bluffing, petugas pajak biasanya membebankan jumlah pajak yang lebih tinggi dari jumlah sebenarnya. Dalam hal Wajib Pajak aktif, jenis pola korupsi yang terjadi bersifat transaksional dalam artian Wajib Pajak berupaya memanipulasi nilai pajak yang dipertanggungkan dengan menyuap petugas pajak.
Sementara di sisi lain, hal itu menunjukkan, menurut kepala kantor atau ketua tim pemeriksa, petugas pajak yang berwenang tidak mampu melakukan negosiasi dengan baik. Apabila dalam perundingan tercapai kesepakatan, maka kesepakatan antara Wajib Pajak dan Pejabat Pajak diakhiri dengan transaksi sejumlah pajak yang harus dibayar. Berdasarkan pengalamannya, ia menilai perilaku pemungut pajak di KPP sudah standar.
Perkara mengenai ketetapan pajak yang dilakukan secara sewenang-wenang oleh fiskus terhadap wajib pajak dapat diubah menjadi tuntutan yang bersifat umum dan mempunyai ruang lingkup melalui keberatan. Karena pada akhirnya segala macam proses seperti di atas akan mendorong kerjasama antara wajib pajak dan fiskus. Dengan memperhitungkan kemungkinan tingkat kesulitan yang akan dialami, ada baiknya wajib pajak memilih bekerja sama dengan fiskus.
Deskripsi Korupsi Pada Sektor Penyediaan Sumber Daya Strategis : Kasus PLN dan
- Konteks Historis Keberadaan Usaha Ekonomi Negara (BUMN/D)
- Perusahaan Listrik Negara Sebagai Sapi Perah
- Pengadaan Tingkat Manajemen Tinggi: Kasus Listrik Swasta
- Pengadaan Tingkat Manajemen Menengah Dan Bawah/Operasional
- Pencurian Listrik
- Deskripsi Korupsi pada sektor PAM Jaya
- Gambaran Singkat Mengenai Proyeksi Perusahaan Air Minum (PAM)
- Sekilas tentang PAM Jaya
- Bentuk Pola Korupsi Dalam Tubuh PAM Jaya
Pinjaman tersebut sebagian besar diperoleh PAM Jaya dari bantuan Bank Dunia, OECF, dan Asian Development Bank (ADB). Tidak tercapainya target pendapatan PAM Jaya antara lain disebabkan oleh beberapa pelanggan yang belum membayar (menunggak). Pada tanggal 6 Juni 1997, PAM Jaya menandatangani perjanjian kerjasama dengan dua mitranya yaitu PT Kekarpola Airindo dan PT Garuda Dipta Semesta.
015/TN/IV/1995 tentang Pembentukan Satuan Tugas Kerjasama Kemitraan antara PAM Jaya dan Swasta pada tanggal 10 April 1995. 784 Tahun 1997 tentang Pembentukan Panitia Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Kemitraan antara PAM Jaya dan Sektor Swasta (atau disingkat Komite Kerjasama). Pada tanggal 16 Mei 1995 PAM Jaya membuat laporan kepada Gubernur KDKI Jaya, sesuai surat No.
Pada tanggal 30 Juni 1995, PT Kekarplastindo mengirimkan deklarasi minat (LOI) kepada Direktur Utama PAM Jaya melalui surat no. Pada tanggal 1 Mei 1996 telah ditandatangani addendum perpanjangan MoU antara PAM Jaya dan PT Kekarpola Airindo No. Pada tanggal 27 September 1996, telah dilakukan penandatanganan Pokok-pokok Perjanjian (Agreement on Principal) antara PAM Jaya, PT GDS dan PT Kekarpola Airindo.
Sebagai rekan BUMN, bisa dibilang banyak kesamaan pola korupsi yang terjadi di PAM Jaya dan PLN. Pola korupsi di lingkungan PAM Jaya dapat dibedakan menjadi dua, yakni korupsi yang terjadi dalam proses privatisasi dan korupsi yang terjadi di luar persoalan privatisasi.
133
Pengelolaan SIM dan Kultur Birokratik Militer
Dalam budaya Orde Baru pada umumnya dan TNI pada khususnya, sifat organisasi yang tertutup dan eksklusif cukup memberi warna pada pola korupsi di lingkungan kepolisian, khususnya pada jabatan sebagai pengelola izin. Meski ada juga pegawai negeri sipil (PNS) yang terlibat dalam pengurusan SIM, namun jabatan sipil ini tidak mempengaruhi hierarki yang berlaku sebagai struktur militer, di mana bawahan harus patuh sepenuhnya kepada atasannya. Pola korupsi yang dominan dalam pengurusan SIM terutama adalah persoalan perantaraan SIM.
Broker SIM ini bisa dijalankan oleh pihak kepolisian sendiri, biro pelayanan, atau broker perseorangan yang memiliki jaringan dengan orang-orang di dalamnya. Siapa pun broker SIM, dalam struktur kepengurusan SIM tetap terdapat mekanisme bagi hasil sesuai “kesepakatan” bersama. Pengendalian internal di kepolisian pada umumnya dan manajemen SIM pada khususnya juga melemah akibat struktur tersebut.
Korupsi yang melibatkan calo merupakan jenis korupsi pertama yang menjadi fokus penelitian ini, yaitu korupsi yang terjadi pada proses pembuatan kartu SIM oleh masyarakat. Sedangkan korupsi lainnya adalah korupsi penyerahan Surat Izin Mengemudi (SIM) di lingkungan kepolisian, karena biaya resmi yang berlaku sebesar Rp 52.500,00, tidak jelas ke mana hadiahnya. Artinya, pola korupsi yang terjadi dalam pengurusan SIM di Polda Metro Jaya selalu melibatkan calo dan erat kaitannya dengan persoalan calo.
Korupsi di Sektor Pajak
Implikasi dari penggunaan model ini adalah wajib pajak kemudian kesulitan untuk mempertahankan diri ketika besaran pajaknya ditentukan. Bahkan ketika wajib pajak bermaksud untuk meminta pengembalian dana, besar kemungkinan wajib pajak tersebut akan dicurigai melakukan penipuan dan prosesnya akan berbelit-belit. Dalam hal ini, petugas pajak biasanya tidak mau memeriksa lebih lanjut pengeluaran wajib pajak (perusahaan) dalam bentuk “dana hiburan” dan biasanya dimasukkan dalam bagian tersebut.
Mekanisme pengendalian internal harus dibentuk berupa penetapan kode etik pejabat pajak dan pembentukan dewan independen yang mengawasi pelaksanaan kode etik. UU No. 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) sebaiknya segera direvisi, sehingga wajib pajak yang mengajukan banding tidak perlu melunasi seluruh utang pajaknya sebelum BPSP siap bertemu. Peraturan pelaksanaan mengenai perpajakan perlu dikaji ulang karena banyak terjadi tumpang tindih, misalnya dihilangkannya hak-hak yang mengatur wajib pajak sehingga secara teoritis sistem yang digunakan adalah self-assessment, namun pada praktiknya yang berlaku adalah sistem penilaian resmi.
Untuk mendukung sistem kerja dengan mengubah pola hubungan antara pemerintah dan wajib pajak, maka hubungan/interaksi langsung antara petugas pajak dan wajib pajak harus dikontrol sepenuhnya, untuk itu harus dibangun jaringan informasi online antar kantor pajak di seluruh Indonesia. Hasil pemeriksaan petugas pajak harus dikonfirmasikan kepada wajib pajak bukan secara pribadi, hal ini untuk menghindari terjadinya transaksi korupsi antara petugas pajak dan wajib pajak. Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan yang cukup di kalangan wajib pajak/masyarakat agar masyarakat dapat lebih tegas dalam menolak ajakan kolusi yang dilakukan fiskus.
Pola Korupsi di BUMN (PLN dan PAM Jaya)
- PLN: Swastanisasi dan Korupsi
- PAM Jaya : Kolusi Negara - Modal
Cakupan PLN sendiri lebih luas karena PAM Jaya hanya mencakup wilayah DKI Jakarta. Kebijakan pelaksanaan privatisasi juga diawali dengan rasionalisasi bahwa privatisasi merupakan satu-satunya solusi atas permasalahan yang dihadapi PAM Jaya. Pada tataran implementasi, pihak swasta tidak hanya melaksanakan Proyek Penyediaan Air Waduk Jatiluhur untuk Instalasi Pengolahan Air Jakarta, namun lebih dari itu, bahkan telah mengambil alih hampir seluruh operasional PAM Jaya.
Sedangkan korupsi yang terjadi di luar persoalan privatisasi biasanya terjadi pada seputar pengadaan barang kebutuhan operasional PAM Jaya, pengiriman barang kebutuhan operasional, dan pemasangan air minum oleh PAM Jaya untuk konsumen. Dalam pengadaan, korupsi terjadi pada saat diadakannya tender, dimana biasanya meskipun pengumuman tender dilakukan secara terbuka, pemasok kemudian berkolusi dengan petugas logistik PAM Jaya untuk mengetahui harga yang diinginkan PAM Jaya. Heidenheimer, et.al (ed.), Korupsi Politik: Buku Panduan, Transaksi New Brunswick, 1997 Henry Campbell Black, Black's Law Dictionary, edisi ke-6, West Publishing, St.
Nathaniel Leff, Pembangunan Ekonomi melalui Korupsi, dalam Heidenheimer, et.al (ed.), Political Corruption: A Handbook, New Brunswick Transaction, 1997. Patrick Glynn et.al, Globalization of Corruption, dalam Kimberly Ann Elliott, Corruption and the World Ekonomi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1999. Susan Rose-Ackerman, Ekonomi Politik Korupsi, dalam Kimberly Ann Elliott, Korupsi dan Perekonomian Dunia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1999.