• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. ANALISIS BANJIR RENCANA

N/A
N/A
Hairen

Academic year: 2023

Membagikan "II. ANALISIS BANJIR RENCANA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

II. II. ANALISIS ANALISIS

BANJIR RENCANA BANJIR RENCANA

2.1.DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN

Distribusi hujan (agihan hujan) jam-jaman ditetapkan dengan cara pengamatan langsung terhadap data pencatatan hujan jam-jaman pada stasiun yang paling berpengaruh pada DPS.

Bila tidak ada maka bisa menirukan perilaku hujan jam-jaman yang mirip dengan daerah setempat pada garis lintang yang sama. Distribusi tersebut diperoleh dengan pengelompokan tinggi hujan ke dalam range dengan tinggi tertentu.

Dari data yang telah disusun dalam range tinggi hujan tersebut dipilih distribusi tinggi hujan rancangan dengan berdasarkan analisis frekuensi dan frekuensi kemunculan tertinggi pada distribusi hujan jam-jaman tertentu.

2.2.KOEFISIEN PENGALIRAN

Besarnya koefisien pengaliran suatu daerah dipengaruhi oleh kondisi karakteristik, sebagai berikut (Subarkah, 1980: 51) :

1. Keadaan hujan.

2. Luas dan bentuk daerah pengaliran.

3. Kemiringan daerah pengaliran dan kemiringan dasar pegunungan.

4. Daya infiltrasi tanah dan perkolasi tanah.

5. Kebasahan tanah.

6. Suhu, udara, angin dan evaporasi.

7. Letak daerah aliran terhadap arah angin.

8. Daya tampung palung sungai dan daerah sekitarnya.

Bila tidak terdapat pengukuran limpasan yang terjadi maka untuk DPS tertentu besarnya koefisien pengaliran dapat dilihat pada tabel berikut (Sosrodarsono, 1978: 145) :

(2)

Tabel 5.1.

Koefisien Pengaliran menurut Dr. Mononobe

Kondisi Daerah Koefisien Pengaliran

Daerah pegunungan berlereng terjal Daerah perbukitan

Daerah bergelombang yang bersemak-semak Daerah dataran yang digarap

Daerah persawahan irigasi Sungai di daerah pegunungan Sungai kecil di daerah dataran

Sungai besar dengan wilayah pengaliran yang lebih dari seperduanya terdiri dari dataran

0,75 – 0,90 0,70 – 0,80 0,50 – 0,75 0,45 – 0,60 0,70 – 0,80 0,75 – 0,85 0,45 – 0,75

0,50 – 0,75

Sumber : Sosrodarsono, 1978: 145

2.3.HUJAN NETTO JAM-JAMAN

Hujan netto adalah bagian total yang menghasilkan limpasan langsung (direct run-off), yang terdiri dari limpasan permukaan dan limpasan bawah permukaan. Dengan menganggap bahwa proses tranformasi hujan menjadi limpasan langsung mengikuti proses linier dan tidak berubah oleh waktu (linier and time invariant process), maka hujan netto Rn dinyatakan sebagai berikut :

Rn = C * R

dimana :

Rn = hujan netto

C = koefisien pengaliran R = intensitas curah hujan

(3)

Tabel 5.2.

Distribusi Hujan Netto dalam Beberapa Kala Ulang

2.4.ANALISA DEBIT BANJIR RENCANA

Pada umumnya debit banjir rencana (design flood) di Indonesia ditentukan berdasarkan data curah hujan yang tercatat, karena data debit banjir jarang sekali dapat diterapkan karena keterbatasan masa pengamatan.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam penentuan banjir dari data hujan untuk daerah aliran sungai adalah sebagai berikut :

1. Membuat analisis hubungan antara curah hujan dan debit banjir yang tercatat.

2. Membuat analisa frekuensi curah hujan harian maksimum tahunan.

3. Dari kedua analisis di atas ditentukan besarnya banjir untuk beberapa kala ulang tertentu.

Ada beberapa metode dan rumus yang biasa digunakan untuk mentukan debit banjir rencana (design flood) yaitu :

1. Metode rasional

2. metode karakteristik cekungan (basin characteristic) 3. metode hidrograf satuan (unit hydrograph)

4. metode simulasi matematika.

Dari ke empat metode di atas yang paling banyak dipakai adalah metode hidrograf satuan (unit hydrograph). Pada analisa kali ini metode penentuan debit banjir rencana akan dilakukan dengan metode hidrograf satuan sintetik metode Nakayasu

Penggunaan metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu, diperlukan beberapa karakteristik parameter daerah alirannya, seperti:

1. Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak hidrograf (time to peak magnitude)

(4)

3. Tenggang waktu hidrograf (time base of hydrograph) 4. Luas daerah aliran

5. Panjang aliran sungai terpanjang (length of the longest channel) 6. Koefisien pengaliran

Rumus dari hidrograf satuan Nakayasu adalah:

Qp = (A x Ro)/ 3,6 (0,3Tp + T 0,3) Dimana:

Qp = debit puncak banjir (m3/det) Ro = hujan satuan (mm)

Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)

T 0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai menjadi 30% dari debit puncak

Untuk menentukan Tp dan T 0,3 digunakan pendekatan rumus, sebagai berikut:

Tp = Tg + 0,8 Tr T 0,3 =  x Tg

Tg adalah time lag yaitu waktu antara hujan sampai debit puncak banjir (jam) Tg dihitung dengan ketentuan sebagai berikut:

 Sungai dengan panjang lebih dari 15 km maka Tg = 0,40 + 0,058 L

 Sungai dengan panjang kurang dari 15 km, maka Tg = 0,21 L 0,70

L = panjang sungai Persamaan satuan hidrograf adalah:

 Pada kurva naik 0  t  Tp

4 , 2

Tp Qp t Qt

 Pada Kurva Turun:

a. Tp  t  (Tp + T 0,3)

3 ,

3 0

, 0

T Tp t

Qpx Qt

b. (Tp + T0,3  (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3) Qt = Qp x 0,3

1,5T0,3 T0,3 5 , 0 Tp t

(5)

c. t ≥ (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3)

Qt = Qp x 0,3

2T1,5T0,3 0,3 Tp

t

Rumus tersebut di atas merupakan rumus empiris, oleh karena itu dalam penerapannya terhadap suatu daerah aliran harus didahului dengan pemilihan parameter-parameter yang sesuai dengan tipe dan pola distribusi hujan agar didapatkan suatu pola hidrograf yang mendekati dengan hidrograf banjir yang diamati.

(6)

Tabel 5.3.

Tabel 5.4.

Tabel 5.5.

(7)

Tabel 5.6.

Perhitungan Debit Banjir Dengan Metode Nakayasu Untuk Q-100 Tahun

Tabel 5.7.

(8)

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 5.3 Geomorfologi Satuan Perbukitan Terjal difoto dari sebelah Selatan daerah survei Desa Langko

Berdasarkan perilaku sungai, bahwa perubahan kemiringan dasar sungai yang mendadak pada saat alur keluar dari daerah pegunungan yang curam dan memasuki dataran yang lebih

Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa tempat yang

Topografi daerah aktivitas pertambangan PT Aneka Tambang Tbk. UBPE Pongkor dan sekitarnya merupakan suatu daerah perbukitan sedang sampai dengan terjal dengan

 Daerah dengan kemiringan lereng 15-25%, yaitu daerah landai atau bergelombang yang meliputi daerah lembah yang terletak diantara pegunungan, terdapat di

Habitat: Singa gunung mendiami berbagai habitat termasuk pegunungan hutan konifer, hutan tropis dataran rendah, padang rumput, semak kering, rawa, dan setiap daerah

 Daerah dengan kemiringan lereng 15-25%, yaitu daerah landai atau bergelombang yang meliputi daerah lembah yang terletak diantara pegunungan, terdapat di

Relief di daerah penelitian berdasarkan kemiringan lereng dan beda tinggi Van Zuidam, 1985 yaitu topografi dataran hingga perbukitan curam dengan pola pengaliran Howard, 1967 yang