• Tidak ada hasil yang ditemukan

Home - Open Access Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Home - Open Access Repository"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

13

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Remaja

2.1.1 Definisi Remaja

Menurut Juliana, Ibrahim & Sano (2014, dalam Anwar & Karneli, 2020) Masa remaja adalah salah satu perkembangan di dalam hidup manusia yang sangat penting, karena pada saat masa remaja ini lah merupakan bagian perubahan dari tahap anak-anak ke masa pendewasaan.

Menurut Steinberg (2009, dalam jurnal Sakdiyah et al., 2020) menyatakan masa remaja adalah tahapan terjadinya modifikasi kehidupan, dari masa anak-anak ke tahap pendewasaan yang amat rentan terjadinya berbagai masalah salah satunya masalah psikososial pada remaja.

Dapat disimpulkan masa remaja adalah salah satu tahap perkembangan hidup manusia dari anak-anak menuju masa dewasa yang rawan terhadap permasalahan psikologis dan sosial para remaja.

Menurut Depkes (2009) dalam Buanasari, (2021) remaja diklasifikasikan sebagai:

2.1.1.1 Masa remaja awal (10-13 tahun) faktor emosional, sosial, dan intelektual mengalami perubahan

2.1.1.2 Masa remaja tengah (14-16 tahun) yang cirinya ditandai dengan kapasitas yang lebih besar untuk berkompromi, perolehan keterampilan berpikir mandiri, kemauan untuk bereksperimen guna membangun citra diri yang tenang, dan kebutuhan untuk berpartisipasi dalam kegiatan baru.

2.1.1.3 Masa remaja akhir (17-19 tahun), kecenderungan untuk mulai menangani masalah sosial politik seperti agama, terlibat dalam 2.1.1.4 kehidupan kerja dan hubungan di luar keluarga, dan belajar

bagaimana mencapai kemandirian finansial dan emosional.

(2)

2.1.2 Ciri-Ciri Remaja

Menurut Hurlock, (1993 dalam Saputro, 2017) Ciri-ciri remaja antara lain adalah :

2.1.2.1 Masa Remaja Sebagai Periode Yang Penting.

Masa remaja ditandai dengan perkembangan mental dan fisik yang pesat, terutama pada tahun-tahun awal. adaptasi mental remaja dan kebutuhan untuk membentuk nilai, keinginan dan sikap.

2.1.2.2 Masa Remaja Sebagai Periode Peralihan.

Dalam tahap ini, remaja bukan lagi anak-anak dan juga masih belum dewasa untuk saat ini. Apabila remaja berkelakuan seperti anak kecil, dia akan diajarkan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan umurnya. Apabila remaja berusaha bersikap seperti orang dewasa, seringkali akan dituduh terlalu cepat karena terlalu besar untuk porsinya menjadi orang dewasa dan selalu dimarahi dikarenakan bertindak layaknya orang yang sudah dewasa. Di lain pihak, status remaja yang masih belum jelas karena masih mencari jati diri ini juga memiliki keuntungan, karena keadaan ini memberi waktu kepada remaja untuk mencoba berbagai hal dan menentukan pola perilaku yang sesuai, sifat, dan nilai yang paling cocok untuk dirinya sendiri.

2.1.2.3 Masa Remaja Sebagai Periode Perubahan.

Perilaku dan sikap remaja akan berubah seiring dengan perubahan fisik yang dirasakan. Ketika perubahan fisik terjadi pada masa remaja awal, perubahan perilaku dan mental yang juga akan berdampak. Perubahan perilaku dan sikap juga akan menurun jika perubahan fisik remaja ikut menurun.

2.1.2.4 Masa Remaja Sebagai Usia Bermasalah.

Setiap tahap perkembangan memiliki serangkaian tantangan yang berbeda-beda, dan terkadang banyak tantangan yang cukup sulit untuk diatasi oleh remaja perempuan maupun laki-

(3)

mereka sendiri sesuai dengan keyakinan mereka, dan fakta bahwa banyak remaja akhirnya menemukan bahwa solusi yang mereka temukan tidak selalu sama dengan harapan yang mereka yakini.

2.1.2.5 Masa Remaja Sebagai Masa Mencari Identitas.

Pada awal tahap remaja, adaptasi sangat penting untuk dilakukan. Mereka juga mulai mengharapkan jati diri dan merasa belum puas karena menjadi sama dengan orang lain mencakup semua hal. Status ini yang menimbulkan sebuah tanda tanya yang menyebabkan remaja terjebak dalam kondisi

“krisis identitas” atau permasalahan identitas dan ego saat remaja.

2.1.2.6 Masa Remaja Sebagai Usia Yang Menimbulkan Ketakutan.

Tanggapan umum yang sering didengar seperti remaja suka melakukan sesuatu sesuai keinginannya sendiri, tidak dapat diberi tanggung jawab penuh dan cenderung melakukan hal-hal buruk, sehingga orang dewasa yang perlu membina dan mengamati seluk beluk kehidupan para remaja yang tidak berani untuk mengambil suatu komitmen dan bersikap tidak simpati ke remaja yang lain.

2.1.2.7 Masa Remaja Sebagai Masa Yang Tidak Realistik.

Mereka memandang individu mereka sendiri dan orang lain seperti yang mereka inginkan dan bukan seperti apa adanya, khususnya dalam pandangan harapan dan juga cita-cita masing- masing. Hal yang tidak nyata ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga untuk keluarga dan juga teman-temannya, sehingga menyebabkan tidak terkontrolnya emosional pada remaja yang menjadi salah satu ciri dari awal tahap remaja.

Remaja juga akan sering kecewa dan sakit hati jika orang lain

(4)

mengecewakan dirinya sendiri atau dirinya gagal untuk mencapai tujuan yang sudah direncanakan dari awal.

2.1.2.8 Masa Remaja Sebagai Ambang Masa Dewasa.

Remaja menjadi cemas saat mereka memasuki masa transisi untuk menjadi dewasa karena dituntut untuk melupakan anggapan umum yang sering diucapkan. Gaya pakaian dan bertindak layaknya orang dewasa pada umumnya, belum cukup untuk meyakinkan itu. Oleh karena itu, remaja mencoba hal-hal yang baru pada perilaku yang dikorelasikan dengan hal-hal yang dianggap biasa pada masa dewasa, seperti: merokok, meminum alkohol, mengkonsumsi narkotika, dan ikut dalam pergaulan bebas yang sudah menjadi keluhan orang banyak. Mereka meyakini perangai ini lah yang membuat figur baik sejalan dengan harapan yang mereka yakini.

2.1.3 Karakteristik Remaja

Menurut Titisari dan Utami, (2013 dalam skripsi Putri, 2022) karakteristik pada masa remaja mencakup berbagai hal:

2.1.3.1 Perkembangan Fisik dan Seksual

Perkembangan dapat berlangsung secara singkat, dan muncul berbagai ciri-ciri perubahan pada aspek seksual sekunder dan seksual primer.

2.1.3.2 Perkembangan Psikososial

Perkembangan social remaja mulai berani untuk menjauh dari keluarga khususnya orang tua demi memperbanyak relasi dengan teman sebayanya.

2.1.3.3 Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif remaja ditinjau dari segi mental, remaja telah mampu untuk berpikir rasional tentang jenis pendapat awal yang yang ada dipikirannya.

2.1.3.4 Perkembangan Emosional

(5)

para remaja, seperti perkembangan emosional yang cukup signifikan. Perubahan fisik, terutama organ-organ seksual dapat menyebabkan perkembangan suasana hati dan juga motivasi yang belum pernah dirasakan sebelumnya, seperti merasa dicintai, rindu akan seseorang, dan keinginan untuk mengenal lebih jauh dengan lawan jenis yang dia sukai.

2.1.3.5 Perkembangan Moral

Remaja juga dihadapkan dalam fase berperilaku sesuai dengan harapan yang diinginkan dari kelompok dan juga kesetiaan akan peraturan yang ada dan dipercayainya, jadi tidak heran apabila diantara remajapun masih sering yang menjadi pelaku pelecehan terhadap nilai-nilai norma dan peraturan yang ada seperti: tawuran, minum-minuman keras dan juga seks bebas.

2.1.3.6 Perkembangan Kepribadian

Tahap remaja adalah tahap yang paling krusial terhadap pertumbuhan, perkembangan dan penggabungan kepribadian seseorang.

2.1.4 Perkembangan Kognitif Masa Remaja

Menurut Piaget dalam skripsi (Agustina, 2019) Menyatakan diantara usia 11-15 tahun pemikiran operasional formal akan berlangsung.

Pemikiran ini lebih abstrak, idealis, dan rasional dibandingkan jenis pemikiran operasional konkret. Piaget juga menyatakan bahwa remaja termotivasi untuk mengerti tentang kehidupannya sendiri, sebab hal yang dilakukannya merupakan sebuah adaptasi secara alamiah.

Merekapun juga mampu menyambungkan suatu pendapat dengan pendapat lain yang ditemukan. Mereka tidak hanya menyusun observasi dan pengalaman, adapun mereka juga mampu beradaptasi dengan cara berfikir mereka untuk mengutarakan pendapat baru

(6)

dikarenakan pengetahuan yang didapat membuat mereka lebih paham secara mendalam saat menghadapi sesuatu.

Remaja mampu berpikir dan berfokus pada kualitas ideal diri mereka sendiri, orang lain, dan dunia secara keseluruhan. Remaja mampu berpikir secara rasional, yaitu mampu berpikir layaknya peneliti, dapat mengemukakan bermacam-macam solusi untuk menyelesaikan suatu masalah, dan dapat menemukan pemecahan terencana secara sistematis.

Remaja tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sosialnya dalam hal perkembangan kognitif. Hal ini menunjukkan pentingnya keahlian untuk berinteraksi sosial dan budaya bagi perkembangan kognitif pada remaja.

2.2 Konsep Bullying

2.2.1 Definisi Bullying

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata perundungan adalah cara, proses atau tindakan perundungan. Ini bisa berarti bahwa seseorang memakai kekuatan untuk menyakiti seseorang yang kurang kuat dari dirinya. Biasanya dengan memaksanya melakukan apa yang diinginkan oleh pelaku bullying.

Bullying disebut tindakan agresif yang tidak etis yang pelakunya adalah seseorang remaja atau komunitas kepada anak lain, seperti kepada saudara dan orang lain. (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2019).

Bullying adalah tindakan yang agresif dan terjadi berulang-ulang bisa dengan cara melakukan kekerasan fisik ataupun psikis yang dilakukan oleh individu maupun sekelompok anak terhadap anak yang lain.

(Saranga et al., 2021)

(7)

Dapat disimpulkan bullying adalah perilaku yang tidak terpuji, sering dilakukan oleh individu ataupun kelompok dengan menggunakan kekuatannya untuk mendapatkan apa yang diinginkannya sehingga berakibat kepada fisik dan mental para korbannya.

2.2.2 Bentuk- Bentuk Bullying

Menurut Simbolon (2013, Ghafara et al., 2022). Bullying di lingkungan pendidikan salah satunya sekolah mampu diamati dalam bentuk menakut-nakuti, penghinaan, pemukulan, dan pelecehan. Pelaku tindakan tersebut mampu melakukan bullying karena pernah menjadi korban bullying, sehingga, mereka ingin melampiaskan semua perasaan dan pengalaman buruknya ke orang lain

Menurut buku panduan melawan bullying dari (Wardhana, 2015) dan Menurut Coloroso yang dikutip dalam jurnal milik (Zakiyah et al., 2017), bullying terbagi 4 jenis:

2.2.1.1 Bullying Verbal

Bullying verbal adalah suatu jenis penindasan yang paling sering jumpai, tanpa memandang apapun jenis kelaminnya. Bullying verbal sangat mudah untuk dilakukan dan mampu mempengaruhi orang dewasa serta teman seumurannya, tanpa disadari. Jenis bullying ini contohnya seperti mencaci maki, mempengaruhi orang lain, memberikan julukan nama, celaan, memfitnah, mengkritik secara kasar, menghina, dan pernyataan- pernyataan seperti ajakan untuk melakukan sesuatu yang berbau seksual atau sering dikatakan dengan pelecehan seksual.

2.2.1.2 Bullying Fisik

Bullying fisik adalah jenis penindasan paling mudah untuk dikenali, namun kejadian bullying ini tercatat kurang dari 1/3 kasus dilaporkan oleh siswa yang pernah menjadi korban

(8)

tersebut. Jenis bullying secara fisik ini seperti menampar, mencekik, meninju, menyikut, menggigit, menendang, meludahi, mencakar anak yang ditindas, merusak barang- barang dan mengotori pakaian milik korban bullying ini.

2.2.1.3 Bullying Relasional

Jenis bullying ini ialah jenis yang paling sukar untuk dikenali dari pengamatan. Bullying relasional adalah salah satu jenis tindakan bullying yang menyerang psikologis korban salah satunya dengan cara melemahkan harga diri dari si korban dengan cara terstruktur dan terarah dengan mengabaikannya, pengucilan, pengecualian, ataupun penghindaran dari kelompok teman sebayanya.

Penyingkiran ialah contoh penindasan yang dampaknya paling merusak karena menyerang psikologis korban. Anak yang menjadi korban bisa saja tidak mendengar pernyataan buruk yang disebarkan pelaku, namun akibat itu akan mengalami dampak yang dihasilkan. Bullying relasional biasanya dilakukan untuk menjauhkan atau menolak korban secara sengaja dengan alasan untuk merusak hubungan korban dengan teman temannya. Bullying ini dapat dicontohkan seperti sikap-sikap tersembunyi layaknya memandang sinis si korban, lirikan mata, helaan napas yang cukup berat, menyebarkan gosip, mengejek, dan juga bahasa tubuh yang tidak selayaknya untuk dilakukan.

2.2.1.4 Cyber Bullying

Jenis ini ialah bentuk bullying yang cukup baru akhir-akhir ditemukan di social media khususnya, sehingga mampu berdampak buruk kepada si korban. Korban pun juga menerima pesan buruk dari pelaku baik dari pesan di internet, sms dan media sosial lainnya berupa: rekaman video untuk menakut- nakuti si korban, melakukan pencemaran nama baik lewat media sosial.

(9)

Dapat ditarik kesimpulan bahwa bentuk bullying ada 4 jenis yaitu:

Bullying Verbal contohnya seperti mengolok-ngolok,mencaci maki dan memberi julukan nama. Sedangkan Bullying Fisik contohnya seperti memukul, menendang dan menggigit korban. Selain itu untuk Bullying Relasional contohnya seperti: menjauhkan si korban dari kelompok teman sebayanya dan memfitnah si korban agar dijauhi dari teman temannya. Dan yang terakhir yaitu Cyberbullying contoh dari tindakannya seperti menakut-nakuti si korban melalui pesan chat lalu mengancam korban dengan menyebarkan fitnah dan aib si korban.

2.2.3 Penyebab Bullying

Menurut (Ali, 2019) dalam jurnalnya menyatakan ada beberapa faktor lain yang berpengaruh terhadap perilaku bullying diantaranya:

2.2.3.1 Dari faktor keluarga, contohnya pola asuh yang dilakukan oleh kedua orang tuanya yang cukup keras, seperti ketika mendapat kabar dari tetangga ataupun guru di sekolahnya mengenai kelakukan buruk anaknya maka orang tua akan memukul anaknya dengan menggunakan bambu atau mencubit saat anaknya melakukan kesalahan. Hal ini bisa menjadi pemicu anak untuk melampiaskan kekesalannya dengan tindakan bullying terhadap orang lain salah satunya teman sebayanya sendiri.

2.2.3.2 Dari sisi pergaulan dengan teman sekolah, anak bergaul dengan teman-teman yang nakal. dan seringkali melakukan bullying bersama dengan temannya, hal tersebut dapat memicu risiko anak tersebut melakukan bullying juga seperti yang dilakukan oleh teman-temannya

2.2.3.3 Dari sisi pergaulan dengan lingkungan masyarakat tempat tinggal yang cukup keras untuk menyikapi sesuatu masalah

(10)

2.2.3.4 Dari sisi media massa, media massa ataupun elektronik juga mampu mempengaruhi anak untuk melakukan tindakan bullying. Contohnya dari film yang biasa ia tonton, dan mempraktekkan gaya tinju yang ia tonton ke teman-temannya.

Menurut Tumon (2014, dalam Herawati & Deharnita, 2019) dalam penelitiannya menyatakan bahwa perilaku bullying pada remaja juga dapat dipengaruhi oleh faktor keluarga, teman sebaya, dan sekolah.

Ketika ketiga faktor tersebut tidak seimbang, remaja cenderung menggunakan cara-cara negatif dalam mengekspresikan emosinya, salah satunya dengan bullying.

Dapat disimpulkan bahwa penyebab pembentukan perilaku bullying dapat didapatkan dari: faktor pola asuh dalam keluarga, faktor teman, lingkungan masyarakat dan media yang menjadi referensi bagi para pelaku bullying tersebut.

2.2.4 Dampak Bullying 2.2.4.1 Dampak Fisik

Dikutip buku panduan melawan bullying dari (Wardhana, 2015) Menurut penelitian Universities of Oxford, Warwick, Bristol, dan UCL, Anak-anak yang terus-menerus mendapat tindakan bullying, baik oleh teman atau keluarga, memiliki risiko dua kali lipat mengalami depresi saat dewasa dan dua kali lipat lebih mungkin untuk menyakiti diri sendiri atau yang biasa disebut juga dengan selfharm. Selain itu, dampak bullying dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan perilaku agresif pada remaja hingga usia dewasa yang mampu memicu perilaku kekerasan dan tindak kriminal di kemudian hari.

(11)

Melansir dari Science Daily, studi menemukan setelah mengamati 7.000 anak berusia 12 tahun. Tumbuh kembang anak-anak tersebut diikuti peneliti hingga mereka berusia 18 tahun. Berdasarkan pengamatan tersebut, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa anak- anak yang di-bully memiliki efek negatif yang signifikan terhadap kesehatan mental mereka.

Penelitian yang dilakukan oleh dua ilmuwan dari The American Pediatric Association yaitu Professor Dieter Wolke dan Dr. Suzet Tanya Lereya, mereka menyebutkan bahwa menjadi korban bullying mampu membuat korban berisiko menderita parasomnia yang dapat menyebabkan gangguan tidur. Gejala yang sering muncul seperti : sering mengalami mimpi buruk, terror pada malam hari, hingga mengalami tidur berjalan. Menurut Peneliti King's College London menyatakan ternyata efek psikologis dan kesehatan mental dari apa yang terjadi pada mereka lebih dari 40 tahun yang lalu masih memengaruhi anak-anak yang menjadi korban bullying ini.

Menurut Denise dkk (2012, dalam Ismail Moch Sonu, 2020) menyatakan dampak dari tindakan bullying ini jika tidak ditangani dengan tepat maka mengakibatkan harga diri rendah dan antisocial pada korban bullying tersebut. remaja yang menjadi korban bullying berisiko menderita depresi dan kurang percaya diri hingga penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang. Bullying juga dapat menjadikan korban merasa tidak nyaman di lingkungan sekolah seperti:

ketakutan, sulit berkonsentrasi yang mungkin akan berdampak pada penurunan prestasi akademik korban. Sampai efek terberat dari tindakan ini dapat mengakibatkan korban depresi yang berakhir pada tindakan bunuh diri.

(12)

Menurut Copeland et al (2013, dalam Wati, 2022) berdasarkan sebuah studi longitudinal di California yang mengambil sampel sebanyak 11 negara, mengungkapkan bahwa orang dewasa lebih cenderung melakukan tindakan bunuh diri ketika mereka menjadi korban bullying di awal masa remaja.

Dapat disimpulkan bahwa dampak bullying dapat mengakibatkan gangguan kesehatan mental maupun fisik si korban, seperti: kecemasan, kurang percaya diri hingga penyalahgunaan narkotika, ketakutan, sulit berkonsentrasi dan depresi yang mengarah ke tindakan bunuh diri.

2.3 Konsep Media

2.3.1 Definisi Media

Menurut (Simarmata dan Mujiarto, 2019; Abi Hamid et al., 2020;

Simarmata et al., 2020) dalam Ediana et al., 2022) dalam kaitan edukasi, pengertian luas media dapat diartikan sebagai alat bantu untuk melakukan pembelajaran. Dasar ini menyatakan untuk segala jenis alat baik media elektronik maupun non-elektronik yang mampu menyampaikan informasi disebut dengan media.

Edgar Dale pertama kali mendeskripsikan cone of experience atau kerucut pengalaman pada tahun 1946 dalam bukunya Audiovisual Methods in Teaching, yaitu tentang metode pengajaran audiovisual. Dia merevisinya lagi pada tahun 1969 dan 1954, keduanya untuk cetakan kedua. Pengalaman yang diperoleh melalui penggunaan berbagai media tergambar dalam kerucut pengalaman Edgar Dale, yang dimulai dari yang paling konkrit (paling bawah) sampai yang paling abstrak (paling atas).(Sari, 2019)

(13)

palingkonkrit (paling bawah) hingga paling abstrak (paling atas), sebagai berikut:(1) pengalaman langsung, pengalaman dengan tujuan tertentu, (2) pengalaman yang dibuat-buat, (3) pengalaman dramatis, (4) demonstrasi, (5) studi banding, (6) pameran, (7) televisi edukasi, (8) gambar bergerak, (9) rekaman radio, gambar diam, (10) simbol visual, (11) simbol verbal. Kerucut pengalaman ini memberikan model tentang berbagai jenis media audiovisual dari yang paling abstrak hingga paling konkrit. Dale tidak ingin kategori-kategori ini dilihat sebagai hal yang kaku dan tidak fleksibel. Dengan tegas ia menyatakan bahwa klasifikasi itu mestinya tidak dianggap sebagai hirarki ataupun rangking.(Sari, 2019). Berdasarkan opini peneliti kerucut tersebut tidak mewakili intervensi mana yang paling efektif dan paling bagus karena semua intervensi yang ada diangkat edgar dale memiliki nilai dan fungsi yang sama.

2.3.2 Manfaat Media Promosi Kesehatan

Menurut Fitriani (2011) dalam Ediana et al., 2022) menyatakan media pendidikan kesehatan pada hakekatnya adalah alat bantu untuk edukasi, alat tersebut ialah alat bantu untuk memudahkan penyampaian dan penerimaan materi yang di berikan kepada seseorang maupun kelompok. Manfaat penggunaan media dalam promosi kesehatan sebagai berikut:

2.3.2.1 Menyelesaikan hambatan dalam proses pemahaman.

2.3.2.2 Mencapai target yang lebih banyak.

2.3.2.3 Menstimulus target untuk menyebarkan ilmu yang didapatkan kepada khalayak umum.

2.3.2.4 Mempermudah penyampaian informasi.

2.3.2.5 Mempermudah penerimaan informasi pada sasaran yang diinginkan.

(14)

2.3.3 Penggolongan Media Kesehatan

Menurut (Ediana et al., 2022) Media kesehatan dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

2.3.3.1 Berdasarkan penggunaan.

a. Bahan bacaan seperti: buku bacaan, modul, leaflet, majalah, tabloid, buletin dan lain-lain.

b. Bahan peragaan seperti: poster seri, poster, flip chart, slide powerpoint, film, dan lain-lain.

2.3.3.2 Berdasarkan cara produksi a. Media cetak

Media cetak ialah media tetap dan mengedepankan pesan visual yang dipaparkan. Pada umumnya terdiri atas bermacam-macam kalimat, foto dalam perpaduan warna yang harmonis, seperti: leaflet, poster, majalah, brosur, koran, stiker, lembar balik dan pamflet. Fungsi utama media ini untuk menyampaikan informasi dan memberi hiburan pada pembacanya. Kelebihannya antara lain:

bertahan lama, disenangi banyak lapisan masyarakat, biaya yang tidak terlalu mahal, mudah dibawa kemanapun, mempermudah pemahaman informasi, dan meningkatkan minat membaca. Kelemahannya antara lain: tidak dapat mengeluarkan suara dan gerak serta mudah kusut ataupun terlipat.

Menurut Kustandi & Dermawan, (2020:142 dalam skripsi Budiarti, 2019) Salah satu media cetak yang akan dipenelitian ini adalah media komik ringan. Komik ringan adalah murni hasil sendiri yang di copy dan dibukukan menjadi buku komik.

(15)

Media elektronik bersifat, dinamis, dapat dilihat, dan didengar. Contohnya: TV, film, kaset, radio, VCD, disc, slideshow powerpoint, DVD, CD interaktif, dan lain-lain.

Kelebihan media ini seperti: sudah dikenali khalayak umum khususnya masyarakat, melibatkan kelima indra penikmat media ini, cepat untuk dimengerti dan dicerna, lebih atraktif karena adanya efek suara dan gambar yang muncul, adanya kontak mata, penyampaian dapat dikontrol, sasaran lebih besar dan luas, serta dapat digunakan secara berkali kali apabila dipakai sebagai alat diskusi. Kelemahannya seperti:

biaya sedikit lebih mahal, lebih rumit, membutuhkan daya listrik, membutuhkan alat yang canggih dan terbarukan dalam pembuatan produksinya, memerlukan rencana yang cukup terstruktur untuk menyiapkan medianya, peralatan yang selalu berkembang dan berubah-ubah, dan memerlukan keahlian dalam hal pengoperasiannya dan penyimpanannya.

c. Media Luar Ruangan atau Media papan (billboard)

Melalui media cetak dan elektronik, media luar ruang mendorong pesan-pesannya ke luar ruangan secara umum.

Misalnya: spanduk, pameran, baliho, layar lebar, dan lain- lain. Media luar ruang menawarkan sejumlah keunggulan, antara lain kemampuan untuk mengontrol presentasi, interaksi tatap muka, melibatkan semua indera, minat yang lebih besar karena kehadiran gambar dan suara, dan audiens yang relatif lebih besar. Kerugiannya antara lain biaya lebih tinggi, sedikit kerumitan, dan kebutuhan listrik atau beberapa alat canggih dan membutuhkan keterampilan penyimpanan.

(16)

Dapat ditarik kesimpulan dari penjelasan diatas bahwa ada dua golongan media yang diketahui berdasarkan penggunaan dan produksinya. Dan untuk penelitian ini media yang akan digunakan yaitu golongan media elektronik.

2.4 Konsep Komik

2.4.1 Definisi Komik

Menurut Sudjana (2002 dalam Hakim & Anugrahwati, 2017) menyatakan komik adalah salah satu media pendidikan yang disukai anak-anak dan memudahkan mereka untuk belajar. Banyak upaya telah dilakukan untuk pengembangan inovasi media komik, yang berdampak signifikan pada kemajuan pengetahuan. Komik juga dapat membuat bacaan menjadi lebih menarik.

Menurut (Sipahutar, 2020) menyatakan pemberian pendidikan dengan memadukan kekuatan gambar dan tulisan yang disusun sedemikian rupa sehingga lebih mudah diserap oleh sasaran yang dituju, media komik dapat meningkatkan pemahaman anak terhadap konten yang diberikan. Menurut KBBI komik adalah bahwa komik adalah cerita yang diilustrasikan di majalah, surat kabar, atau buku yang biasanya lucu dan mudah dipahami.

Menurut (Ediana et al., 2022) menyatakan komik adalah salah satu dari sebuah bentuk sastra anak. Sastra anak ialah pustaka yang ditujukan kepada anak- anak. Isi sastra anak seperti cerita tentang kehidupan sehari hari yang ada di lingkungannya. Ciri paling unik dari cerita anak yang dimaksud yaitu ditemukannya khayalan yang bertujuan untuk meningkatkan keahlian berpikir kreatif pada anak-anak tersebut.

(17)

yang menggabungkan gambar dan tulisan dan dirangkai secara sistematis untuk mendapatkan cerita yang diinginkan dan pesan yang disampaikan dapat dicerna dengan cepat bagi para pembaca.

Ada dua jenis plot kronologis yang dipakai dalam cerita anak antara lain: progresif dan episodik. Bab pertama dari plot progresif terdiri dari pengetahuan dan informasi tentang karakter, latar, dan konflik mendasar. Cerita kemudian berkembang menjadi konflik dan klimaks masalah. Lalu cerita berakhir dengan resolusi yang sesuai. Sebaliknya, plot episodik berbentuk cerita pendek atau episode, dan setiap episode memiliki konflik dan resolusi yang berbeda.

Menurut (Ediana et al., 2022) Hal yang perlu dipenuhi dalam sebuah komik sebagai berikut:

2.4.1.1 Tokoh

Tokoh merupakan ‘pemain’ dalam sebuah cerita. dalam sebuah cerita, karakter yang ditulis dengan baik dapat berfungsi sebagai teman pembaca dan karakter pendukung. Meskipun anak-anak sangat tertarik dengan peristiwa yang menarik, karakter dalam cerita tersebut harus sesuai dengan yang mereka sukai.

2.4.1.2 Latar

Latar dan waktu sebuah cerita merupakan petunjuk tentang apa yang akan terjadi di latar belakang cerita. Bergantung pada narasinya, latar memiliki tujuan tertentu. Misalnya, untuk memahami peristiwa cerita fiksi kesejarahan, penciptaan kembali masa yang otentik sangatlah penting untuk dapat memahami peristiwa- peristiwa yang terjadi dalam cerita tersebut.

(18)

2.4.1.3 Tema

Makna yang mendasari cerita yang akan diangkat adalah tema cerita. Adapun banyak orang menganggap tema sebagai pesan moral, sebetulnya tema bisa berupa pemahaman tentang keindahan, seperti penghormatan terhadap alam, atau masalah sosial. Yang pasti bahwa tema cerita ialah "segala sesuatu yang ingin dituangkan pengarangnya didalam sebuah cerita".

2.4.1.4 Gaya

Gaya adalah bagaimana seorang penulis bercerita. Namun, perlu diingat bahwa isi dan gaya narasi harus sesuai. karena saling mempengaruhi. Saat menentukan gaya cerita, sejumlah faktor dapat dilihat. Pilihan kata pendek atau panjang, normal atau tidak biasa, berirama atau merdu, mengasyikkan atau membosankan, miskin atau kaya, emosional atau tidak, dan menerapkan dialek atau tidak adalah hal yang paling umum dilakukan.

Dapat disimpulkan bahwa hal hal yang perlu dipenuhi dari pembuatan media komik yaitu tokoh, latar, tema dan gaya. Dalam penelitian ini untuk pengambilan tokoh utama mencakup Anton, Rudi, Yanto dan teman teman gengnya dan juga Ibu guru maya. Sedangkan untuk latar dalam komik diambil di latar sekolah dan untuk tema yang diangkat yaitu bullying dalam sekolah. Sedangkan untuk gaya dalam komik diambil yaitu cartoon’s style.

2.5 Konsep Video Edukasi

2.5.1 Definisi Video Edukasi

Menurut Edgar Dale ( Devi Sandra Ervina, 2013 dalam Aeni &

Yuhandini, 2018) menyatakan bahwa sebuah sistem pembelajaran yang mengintegrasikan media. Namun, efektifitas media tidak dilihat dari seberapa canggihnya media tersebut dalam penggunaannya. Untuk

(19)

media audiovisual. Media audiovisual dikembangkan sebagai media pembelajaran, dengan menggunakan pengalaman dunia nyata sebagai model pembelajaran sepanjang perkembangannya.

Menurut Kustandi (2011 dalam Aeni & Yuhandini, 2018) menyatakan penyuluhan kesehatan melalui media video memiliki keunggulan dalam hal proyeksi gambar yang cukup bagus dengan mempermudah proses penyerapan pengetahuan secara cepat. Video juga termasuk dalam media elektronik karena melibatkan indera pendengaran dan juga indera penglihatan. Media elektronik dapat menghasilkan hasil belajar yang lebih baik seperti mengingat, mengidentifikasi, dan menghubungkan data dan konsep. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aeni & Yuhandini (2018), menegaskan setelah diberikan perlakuan video edukasi, akhirnya peserta didik mengalami peningkatan pengetahuan yang sangat tinggi.

Dapat disimpulkan bahwa video edukasi adalah media audiovisual/elektronik yang menggabungkan gambar dan suara sebagai kekuatan penyampaian Pendidikan yang akan diberikan sehingga pesan yang disampaikan mudah diingat dan diaplikasikan di kehidupan.

Isi dari video edukasi tersebut berupa materi tentang anti bullying berupa definisi bullying, contoh bullying, dampak bullying pada pelaku dan korban, cara mencegah bullying.

(20)

2.6 Konsep Pengetahuan

2.6.1 Definisi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2012 dalam Songgigilan, Rumengan and Kundre, 2019) menyatakan baik pendidikan formal maupun informal berkontribusi pada perolehan pengetahuan terhadap individu.

Pengetahuan juga dapat diperoleh melalui berbagai pengalaman dari orang yang mengalaminya, sehingga pengetahuan juga dapat mempengaruhi jalannya tindakan yang diambil.

Menurut Nursalam (2012, dalam Rachmawati, 2019) Tindakan seseorang sangat dipengaruhi oleh pengetahuan atau domain kognitifnya. Perilaku yang didukung oleh pengetahuan akan bertahan lebih lama daripada perilaku yang tidak didukung oleh pengetahuan.

Menurut Notoatmodjo (2012 dalam Wela and Rufaida Nur Fitriana, 2020) menyatakan "Tahu" adalah proses dimana orang memperoleh pengetahuan, yang terjadi ketika mereka merasakan objek tertentu.

Panca indera seperti : penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, dan sentuhan digunakan untuk mempersepsi suatu objek hingga indera mampu menghasilkan pengetahuan yang diinginkan.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendengaran.

Dapat disimpulkan, pengetahuan adalah hasil dari pemahaman yang didapat ketika seseorang menggunakan panca inderanya untuk mengamati sesuatu objek yang diinginkan sehingga menghasilkan pengetahuan yang baru.

Menurut Arikunto (2006, dalam Rachmawati, 2019) menyatakan ada tiga kategori pengetahuan yaitu baik, cukup dan kurang. Dinyatakan baik apabila individu dapat menjawab dengan benar 75-100% dari total soal pertanyaan. Dinyatakan cukup apabila individu dapat menjawab

(21)

kurang apabila individu dapat menjawab dengan benar <56 % dari total soal pertanyaan.

2.6.2 Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan ialah hasil tahu yang didapat melalui penginderaan terhadap suatu tujuan tertentu yang sangat penting dalam menentukan tindakan individu. Menurut Bloom (dalam Bind, 2021) pengetahuan disama artikan dengan hal kognitif yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

2.6.2.1 Mengetahui, yaitu mengenali berbagai aspek luas dan khusus, mengenal kembali cara dan prosedurnya, mengenal kembali terhadap tingkatan yang dihadapi.

2.6.2.2 Mengerti, menjadi sebuah pemahaman.

2.6.2.3 Mengaplikasikan, ialah keterampilan menggunakan pemikiran abstrak di dalam keadaan yang sesuai.

2.6.2.4 Menganalisis, yaitu menjelaskan hal ke dalam aspek-aspek atau komposisi sederhana atau hierarki yang dijelaskan menjadi sebuah komunikasi.

2.6.2.5 Mensintesiskan, ialah keterampilan untuk menggabungkan aspek-aspek secara terorganisir sehingga terbentuknya kesatuan yang lengkap.

2.6.2.6 Mengevaluasi, yaitu keterampilan meyakini suatu nilai dari suatu bahan dengan cara berkomunikasi demi mencapai berbagai tujuan yang direncanakan.

Sedangkan menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2012: 50-52) diambil dari skripsi (Priantara, 2019) menyatakan pengetahuan individu mempunyai tingkatan yang beragam, secara umum dibedakan menjadi enam tingkatan yaitu:

(22)

a. Tahu (Know)

Tahu dimaksudkan sebagai recall atau (mengingat kembali) ingatan yang tersimpan setelah mengobservasi suatu obyek tertentu.

b. Memahami (Comprehension)

Seseorang harus mampu memberikan pandangan yang benar dan konsisten terhadap objek yang diketahui untuk memahami suatu fakta, tidak hanya menyadarinya atau mampu menyebutkannya saja.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi ialah ketika individu yang sudah mengerti objek yang ada dan mampu mengaplikasikan dasar yang sudah diperoleh pada kondisi yang sesuai.

d. Analisis (Analysis)

Analisis ialah keahlian individu untuk menjelaskan dan memilah sesuatu, lalu mencocokkan korelasi antara aspek yang ada dalam sebuah masalah yang dihadapi.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis ialah keahlian individu untuk menyimpulkan sesuatu menjadi suatu kaitan yang rasional dari aspek pengetahuan yang dimiliki.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi memiliki hubungan dengan keahlian individu untuk melakukan apresiasi terhadap suatu obyek yang diinginkan.

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan yaitu pengetahuan memiliki tingkat yang sama dengan aspek kognitif, yang merupakan hasil dari mengetahui, yang didapat melalui penginderaan objek tertentu dan memainkan peran penting dalam menentukan tindakan seseorang. Bloom mendefinisikan pengetahuan memiliki enam

(23)

mensintesis, dan mengevaluasi

2.6.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Budiman dan Riyanto (2013, dalam Citrawati et al., 2019) menyatakan faktor yang mampu mempengaruhi pengetahuan seperti:

Media massa, Pendidikan, Usia dan social budaya

Menurut Fitriani dalam Yuliana (2017: 9-11) dalam skripsi (Priantara, 2019) faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan yaitu:

2.6.3.1 Pendidikan

Kegiatan belajar dapat dipengaruhi oleh pendidikan, dan semakin terdidik seseorang maka semakin mudah menerima pendidikan yang diterimanya..

2.6.3.2 Media massa

Informasi yang didapatkan dari pendidikan formal dan informal untuk membawa perubahan dan peningkatan pengetahuan yang diinginkan..

2.6.3.3 Sosial budaya dan ekonomi

Kebiasaan dan juga tradisi yang dimiliki individu tanpa melewati pemikiran yang rasional, apakah yang dilakukan itu sesuai atau tidak.

2.6.3.4 Lingkungan

Karena ada interaksi timbal balik yang nantinya akan dijawab oleh pengetahuan, lingkungan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengaturan proses pengetahuan.

2.6.3.5 Pengalaman

Kebenaran dapat diambil berbagai cara, termasuk pengalaman pribadi dan orang lain.

(24)

2.6.3.6 Usia

Pola pikir dan pemahaman juga dipengaruhi oleh usia.

Mentalitas dan pemahaman seseorang semakin berkembang seiring bertambahnya usia..

Dapat ditarik kesimpulan bahwa berbagai faktor, termasuk usia, pengalaman, pendidikan, lingkungan, faktor sosial budaya dan ekonomi, dan media massa, dapat mempengaruhi pengetahuan..

2.7 Konsep Sikap

2.7.1 Definisi sikap

Menurut Notoatmodjo (2014, dalam Heni Sunaryanti & Iswahyuni, 2020) Sikap adalah tanggapan atau reaksi individu yang masih tertutup terhadap rangsangan suatu objek. Oleh karena itu, sikap merupakan reaksi atau tanggapan tertutup terhadap suatu rangsangan atau objek.

2.7.2 Faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap antara lain Kristina (2007, dalam Rachmawati, 2019) :

2.7.2.1 Pengalaman pribadi

Sikap yang didapatkan melalui tingkah laku seseorang akan dipengaruhi secara langsung oleh pengalamannya. Mirip dengan opsi perilaku yang hanya akan digunakan apabila kondisi dan keadaan yang sesuai.

2.7.2.2 Orang lain

Pengaruh orang-orang yang dianggap berpengaruh dalam kelompoknya, seperti teman dekat, orang tua dan teman sebaya, biasanya memiliki sikap yang konsisten dengan sikap yang mereka miliki.

(25)

Sikap seseorang akan dipengaruhi oleh budaya, dimana mereka tinggal dan dibesarkan.

2.7.2.4 Media massa

Berbagai bentuk media massa, antara lain TV, koran, radio, dan internet berdampak pada penyampaian pesan-pesan yang mengandung pesan-pesan motivasi. Pesan-pesan tersebut dapat menimbulkan opini seseorang, yang pada gilirannya dapat menimbulkan pemahaman, mampu membentuk sikap seseorang.

2.7.2.5 Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Karena sama-sama membentuk pemahaman, konsep moral, dan landasan individu, lembaga keagamaan dan pendidikan merupakan sistem yang berdampak pada pembentukan sikap individu. Pendidikan dan lembaga keagamaan serta ajarannya masing-masing memberikan pemahaman tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh, serta apa yang baik dan buruk.

2.7.2.6 Faktor emosional

Pengalaman pribadi dan lingkungan seseorang tidak selalu menentukan sikap seseorang. Terkadang sikap seseorang adalah pernyataan yang dibuat oleh emosinya, bertindak karena kemarahan atau mekanisme pertahanan ego. Sikap seseorang bisa cepat berlalu dan berlalu segera setelah amarahnya reda, atau bisa bertahan lama dan bertahan seumur hidup.

Dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi sikap seperti:

adanya pengalaman pribadi seseorang, orang lain, faktor kebudayaan, pengaruh media massa, Lembaga keagamaan dan pendidikan, dan yang terakhir faktor emosional seseorang

(26)

2.7.3 Tingkatan sikap

Sikap juga memiliki tingkatan, yaitu menurut Riyanto (2013 dalam Sanifah, 2018):

2.7.3.1 Menerima menunjukkan bahwa individu siap dan bersemangat menerima stimulus.

2.7.3.2 Menanggapi menunjukkan bahwa seseorang mampu menanggapi masalah yang dihadapi.

2.7.3.3 Menghargai, diartikan bahwa seseorang dapat bertindak atau berpikir positif tentang sesuatu, seperti masalah yang sedang mereka hadapi..

2.7.3.4 Bertanggung jawab berarti mampu mengambil berbagai tindakan dan pemikiran yang diambil.

(27)

Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka, variabel penelitian yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah variabel independen, yaitu media komik dan video edukasi, sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini yaitu pengetahuan dan sikap bullying terhadap siswa sekolah menengah pertama di Banjarmasin di gambarkan dalam gambar sebagai berikut

Keterangan:

= Variabel yang akan dilakukan penelitian

= Variabel yang tidak akan dilakukan penelitian Gambar 1: Kerangka Konsep penelitian

Media Komik

Bullying

Sikap Video Edukasi

Pengetahuan

Faktor keluarga

Faktor teman sebaya

Faktor lingkungan

Faktor media massa Media cetak

Media elektronik

Media Luar Ruangan

(28)

2.9 Hipotesis

Hipotesis merupakan tanggapan sementara terhadap kalimat tersebut. Ini menunjukkan bahwa pengujian atau bukti empiris dapat digunakan untuk menentukan apakah itu benar atau tidak. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Perbedaan Efektivitas Media Komik Dan Video Edukasi Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Bullying Pada Siswa kelas VII di SMPN 13 Banjarmasin.”. Berdasarkan konsep hipotesis penelitian yang diajukan maka :

a) Ha: Adanya perbedaan hasil dari pemberian media komik dan video edukasi terhadap tingkat pengetahuan dan sikap bullying pada Siswa kelas VII di SMPN 13 Banjarmasin.

b) Ho: Tidak perbedaan hasil dari pemberian media komik dan video edukasi terhadap tingkat pengetahuan dan sikap bullying pada Siswa kelas VII di SMPN 13 Banjarmasin.

Referensi

Dokumen terkait

A comparative analysis of students’ perceptions and performances BM Bennett, GA Barton, S Hifazat, B Tsuwane & LM Kruger Sustaining the University of Johannesburg and Western