Hubungan Ketergantungan Gadget dengan Empati pada Remaja Akhir di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Simo Kabupaten Boyolali” ini benar-benar karya saya. Skripsi berjudul “Hubungan Ketergantungan Gadget dengan Empati pada Remaja Akhir di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Simo Kabupaten Boyolali”. Penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala limpahan rahmat, berkah dan karunia yang telah diberikan selama penulisan skripsi yang berjudul “Hubungan Kecanduan Perangkat dengan Empati pada Remaja Akhir di Paroki. Hati Kudus Tuhan Yesus Simo Kabupaten Boyolali”.
Hubungan kecanduan gadget dengan empati pada remaja akhir di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Simo Kabupaten Boyolali. Subyek penelitian adalah anggota Komunitas Pemuda Katolik Simo Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus (HKTY) Kabupaten Boyolali. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan negatif antara kecanduan perangkat dengan empati.Hasil uji korelasi antara kecanduan perangkat dengan empati menghasilkan nilai rxy = -0,788 dengan tingkat signifikansi p ≤ 0,01.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kecanduan gadget pada remaja akhir di Kabupaten Simo relatif tinggi, dan empati terhadap remaja akhir yang kecanduan gadget biasanya rendah. Dengan hasil tersebut, kami berharap generasi muda mulai mengurangi waktu menggunakan gadget dan mulai mempertajam empati sebagai sarana interaksi sosial dan juga sebagai seni dalam menjalin hubungan dengan masyarakat. 69 4.25 Gambaran umum empati pada subjek dari sudut pandang empati keprihatinan 70 4.26 Gambaran umum empati pada subjek dari sudut pandang pribadi.
71 4.27 Deskripsi empati subjek ditinjau dari aspek personal distress 72 4.28 Gambaran umum empati responden berdasarkan aspek.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Permasalahan
Hal serupa juga dialami Kecamatan Simo yang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Boyolai, Provinsi Jawa Tengah. Ketidakhadiran orang tua pada masa tumbuh kembang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Banyak orang tua saat ini yang sibuk dengan aktivitas di luar dan rindu berinteraksi dengan anak.
Empati berkaitan dengan kecerdasan verbal, individu yang memiliki kecerdasan verbal tinggi akan mampu berempati lebih baik dibandingkan individu yang memiliki kecerdasan rendah. Individu dengan status sosial ekonomi rendah lebih mampu merasakan dan menerjemahkan emosi yang dirasakan individu lain dibandingkan individu dengan status sosial ekonomi lebih tinggi. Namun, orang tua saat ini belum mampu memberikan waktu berkualitas untuk membangun hubungan emosional dengan anak.
Masyarakat saat ini dibombardir dengan tayangan televisi, internet, video, game dan hal-hal lain yang menampilkan kekerasan dan kekejaman. Hornby (2000) mendefinisikan gadget sebagai suatu teknologi kecil (perangkat/barang elektronik) yang mempunyai fungsi khusus, namun sering diasosiasikan sebagai suatu inovasi/barang baru. Gadget merupakan suatu benda teknologi berupa gawai atau perkakas yang mempunyai fungsi tertentu dan sering dianggap sebagai sesuatu yang baru.
Gadget dalam pengertian umum saat ini dianggap sebagai sebuah perangkat elektronik yang mempunyai fungsi khusus pada setiap perangkatnya. Ponsel adalah salah satu perangkat berkemampuan tinggi yang telah ditemukan dan diterima secara luas di berbagai negara di dunia. Sejalan dengan perkembangan teknologi, telepon seluler saat ini dilengkapi dengan berbagai fungsi, seperti layanan permainan, radio, MP3, kamera, video, dan internet.
Ponsel keluaran terbaru saat ini sudah menggunakan prosesor dan sistem operasi (operating system), sehingga kemampuannya sebanding dengan komputer. Anak-anak yang saat ini berusia 10 tahun rata-rata menonton lima layar berbeda pada gadgetnya di rumah bahkan menonton dua layar atau lebih dalam waktu bersamaan. Paparan layar gadget melepaskan hormon dopamin, zat kimia yang berperan penting dalam sistem otak terkait dengan terbentuknya ketergantungan atau kecanduan.
Tujuan tersebut kini mulai bergeser, bagi seseorang yang memiliki kekasih yang jauh, gadget akan sangat berguna untuk bersilaturahmi, namun jika seseorang menghabiskan lebih dari 6 jam online dengan kekasihnya setiap hari, ada indikasi kecanduan. Menurut Goleman (2007), banyak orang di toko-toko dan tempat umum lainnya yang saat ini sibuk dengan gadgetnya.
Rumusan Masalah
Seperti disebutkan di atas, jika seseorang kecanduan, individu tersebut mungkin lupa waktu sehingga tidak memperhatikan lingkungan sekitar atau menghargai perasaan orang lain. Jika keadaan ini terulang berkali-kali, maka empati orang tersebut akan melemah dan empati orang tersebut akan lemah atau ia akan merasakan berkurangnya kepekaan terhadap lingkungannya, termasuk perasaan orang lain.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti ingin mengetahui lebih jauh hubungan antara adiksi gawai dan kepekaan pada remaja akhir di Gereja Hati Kudus Yesus Simo Kabupaten Boyolali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecanduan gawai dan sensitivitas pada remaja tahap akhir. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu psikologi, psikologi klinis, dan bidang psikologi sosial pada khususnya, khususnya kaitannya dengan kecanduan penggunaan gawai dan empati.
Diharapkan para orang tua lebih peka terhadap kecenderungan anak terhadap kecanduan gadget sehingga dapat melakukan upaya pencegahan. Sebaiknya orang tua memberikan waktu yang berkualitas kepada anak agar anak merasa nyaman berinteraksi dengan keluarga dibandingkan bermain gadget, serta memberikan waktu yang proporsional dan efektif dalam mengenalkan gadget sejak usia dini.
TINJAUAN PUSTAKA
- Empati
- Faktor yang Mempengaruhi Empati
- Aspek Empati
- Kecanduan Gadget
- Penyebab Kecanduan Ditinjau dari teori Belajar Sosial Ditinjau dari teori Belajar Sosial
- Definisi Gadget
- Kecanduan Gadget
- Faktor yang Mempengaruhi Kecanduan Gadget
- Faktor Internal
- Faktor Situasional
- Faktor Sosial
- Faktor Eksternal
- Aspek Kecanduan Gadget
- Hubungan Antara Kecanduan Gadget Dan Empati Pada Remaja Akhir
- Kerangka Berpikir
- Hipotesis
Setiap orang bisa berempati terhadap orang lain karena salah satu modal berempati terhadap orang lain adalah menempatkan diri pada situasi orang lain. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa empati adalah kemampuan seseorang dalam memahami perasaan orang lain dari sudut pandangnya, serta kemampuan menempatkan diri dan melibatkan diri dalam keadaan yang dialami orang lain. Sosialisasi memungkinkan seseorang mengalami berbagai emosi, mengarahkan seseorang melihat kondisi orang lain dan memikirkan orang lain.
Empati dapat berkembang seiring dengan perkembangan kognitif, yang dapat dikatakan sebagai kematangan kognitif, yaitu memungkinkan Anda melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain. Situasi yang dialami seseorang ketika berinteraksi dengan lingkungannya akan mempengaruhi cara seseorang menyikapi perasaan dan perilaku orang lain. Komunikasi adalah proses seseorang menyampaikan pesan kepada orang lain untuk menginformasikan, mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik secara lisan (langsung) maupun tidak langsung (melalui media).
Pentingnya mampu mengambil cara pandang terhadap perilaku non-egosentris, yakni kemampuan memusatkan perhatian bukan pada kepentingan diri sendiri, melainkan kepentingan orang lain. Aspek ini juga mencerminkan perasaan hangat yang erat kaitannya dengan kepekaan dan kepedulian terhadap orang lain. Merupakan orientasi seseorang terhadap dirinya sendiri yang berupa perasaan cemas dan gelisah dalam berhubungan dengan orang lain.
Seseorang bisa saja mengartikan orang lain senang, khawatir, sedih, marah, atau bosan, biasanya melalui ekspresi wajah yang terlihat seperti senyuman, seringai, cemberut, atau ekspresi lainnya. Biasanya seseorang akan lebih berempati terhadap pengalaman orang lain jika sebelumnya ia pernah mengalami pengalaman serupa dengan orang tersebut karena hal ini akan mengakibatkan kesamaan kualitas pengalaman emosional tersebut. Krebs mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah berempati kepada orang lain yang mempunyai kesamaan dengan dirinya dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai kesamaan.
Seorang anak secara simbolis dapat membangun perilaku baru dengan mendengarkan orang lain atau sekadar membaca. Kedua, harga diri rendah: Individu dengan harga diri rendah menilai dirinya secara negatif dan cenderung merasa tidak aman ketika berinteraksi langsung dengan orang lain. Terdiri dari faktor-faktor penyebab kecanduan gadget sebagai alat berkomunikasi dan menjaga kontak dengan orang lain.
Perilaku wajib mengacu pada perilaku yang harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan interaksi yang dirangsang atau didorong oleh orang lain. Kehadiran yang terhubung lebih didasarkan pada perilaku berinteraksi dengan orang lain yang berasal dari dalam.
PENUTUP
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Diunduh pada 11 Mei 2016 dari www.steinereducation.edu.au/wp-content/uploads/uk_screen_time.pdf.