• Tidak ada hasil yang ditemukan

hubungan antara ketersediaan air bersih, kepemilikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "hubungan antara ketersediaan air bersih, kepemilikan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

HUBUNGAN ANTARA KETERSEDIAAN AIR BERSIH, KEPEMILIKAN JAMBAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA

DI KELURAHAN GAMBUT BARAT TAHUN 2020

Abdi Rosianur Rahman*, Meilya Farika Indah*, Abdullah*

Program Studi Kesehatan Masyarakat (13201) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari banjarmasin

ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KETERSEDIAAN AIR BERSIH, KEPEMILIKAN JAMBAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA

DI KELURAHAN GAMBUT BARAT TAHUN 2020

Abdi Rosianur Rahman

Pembimbing 1 : Meilya Farika Indah, SKM.M.Sc Pembimbing II : Drs. Abdullah, MF. SKM., M.kes

Latar Belakang: Angka morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh diare di Indonesia masih sangat tinggi, dimana insiden diare pada tahun 2000 yaitu sebesar 301 setiap 1000 penduduk, secara proporsional 55% dari kejadian diare terjadi pada golongan balita dengan episode diare balita sebesar 1,0-1,5 kali per tahun. Berdasarkan laporan SP2TP Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar Tahun 2018, penyakit diare dan gastroenteritis menduduki rangking ke 5 (lima) dari 10 penyakit terbanyak. Kemudian berdasarkan laporan SP2TP Puskesmas Gambut Tahun 2019, penyakit diare dan gastroenteritis menduduki rangking ke 3 (tiga) dari 10 penyakit terbanyak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara ketersediaan air bersih, kepemilikan jamban dengan kejadian diare pada balita. Metode:

Penelitian ini dilaksanakan dengan rancangan cross sectional study. Observasi dan pengisian kuesioner pada 61 responden. Cara pengambilan sampel

dilakukan secara

Sampling Axidental dengan. Analisis data menggunakan Uji Chi Square dengan tingkat kepercayaan 95% . Hasil Penelitian:

Ada hubungan yang signifikan antara ketersediaan air bersih dengan kejadian diare pada balita di kelurahan Gambut Barat bahwa nilai p lebih kecil dari nilai alpa sehingga Ho ditolak dan H1 diterima (Nilai

p=0,005; α=0,05). Ada

hubungan yang signifikan antara kepemilikan jamban keluarga dengan kejadian diare pada balita di kelurahan Gambut Barat bahwa nilai

p lebih kecil dari nilai alpa

sehingga Ho ditolak dan H1 diterima (Nilai p=0,000; α=0,05).

Kata Kunci : Air bersih, Jamban Keluarga, Diare

Kepustakaan : 42 (2000-2017

(2)

2

ABSTRACT

RELATIONSHIP BETWEEN CLEAN WATER AVAILABILITY, FAMILY ADVISORY OWNERSHIP AND DIARRHEA IN CHILDREN UNDER

FIVE YEARS AT KELURAHAN GAMBUT BARAT, 2020

Abdi Rosianur Rahman

Pembimbing 1 : Meilya Farika Indah, SKM.M.Sc Pembimbing II : Drs. Abdullah, MF. SKM., M.kes

Backround: The morbidity and mortality rates caused by diarrhea in Indonesia are still very high, where the incidence of diarrhea in 2000 was 301 per 1000 population, proportionally 55% of the incidence of diarrhea occurred in the under-five group with episodes of under-five diarrhea of 1.0-1.5 times every years.

Based on the SP2TP report of the Banjar Regency Health Office in 2018, diarrhea and gastroenteritis were ranked 5th (five) out of the top 10 most diseases. Then based on the 2019 Public Health Center SP2TP report, diarrheal disease and gastroenteritis rank 3 (three) of the 10 most diseases. This study aims to analyze the relationship between the availability of clean water, latrine ownership and the incidence of diarrhea in children under five. Methods: This research was conducted with a cross sectional study design. Observation and filling of questionnaires on 61 respondents.

The sampling method was done by using axidental sampling. Data analysis used Chi Square Test with a confidence level of 95%. Result of the study: There is a significant relationship between the availability of clean water and the incidence of diarrhea in children under five in the West Peat village where the p value is smaller than the negligent value so that Ho is rejected and H1 is accepted (p value = 0.005; α

= 0.05).

Keywords : Clean water, family latrine, diarrhea

Literature : 42 (2000-2017)

(3)

3

Pendahuluan

Diare pada anak balita sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk Indonesia, karena masih sering muncul dalam bentuk Kejadian Luar Biasa (KLB) dan disertai dengan kematian yang tinggi (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Diare merupakan penyebab utama kematian pada anak di negara berkembang, dengan kisaran 1,3 miliar episode dan 3,2 juta kematian setiap tahun pada balita. Secara keseluruhan rata-rata anak-anak mengalami diare 3,3 episode per tahun, namun di beberapa tempat melebihi 9 episode per tahun. (Sodikin, 2011).

Di Indonesia penyakit diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih tinggi. Hasil survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2006 bahwa insidens kasus diare di Indonesia cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2000 Insiden Rate kasus diare 301 per 1000 penduduk, tahun 2003 sebesar 374 per 1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 per1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411 per 1000 penduduk (Kemenkes,2011).

Diperkirakan 80% dari kematian akibat diare diseluruh dunia disebabkan air yang tidak aman, sanitasi yang tidak memadai serta kebersihan diri yang kurang (WHO &

UNICEF, 2009). Bangsa Indonesia masih menghadapi tantangan terkait dengan masalah air minum, hygiene dan sanitasi yang cukup besar. Berdasarkan data dari Kementerian kesehatan bahwa kepemilikan jamban dengan tangki septik yaitu sebesar 11,1 % (Kemenkes, 2011).

Berdasarkan laporan penyakit diare di Kabupaten Banjar pada tahun 2015 tercatat jumlah kasus 23,031 kasus yang ditangani 9,990 kasus (43,4%), tahun 2016 sebanyak 11,872 kasus yang ditangani 10,425 kasus (87,8%), tahun 2017 tercatat ada 12,049 kasus yang ditangani 10,845 kasus (90%), tahun 2018 terdapat 12.050 kasus, dengan jumlah yang ditangani sebanyak 9,998 kasus (83%) dan tahun 2018 terdapat 12.232 kasus, dengan jumlah yang ditangani sebanyak 11.140 kasus (91,1%). Kasus diare ini sangat berkaitan dengan kebersihan lingkungan dan personal masyarakat. Lingkungan yang kotor merupakan tempat yang sangat bagus untuk perkembangbiakan kuman-kuman penyakit, seperti diare.

Selain itu juga kebiasaan masyarakat yang kurang kesadaran untuk menerapkan pola hidup bersih dan sehat dilingkungan rumah masing-masing yang juga menjadi penyebab terjadinya diare. Berdasarkan laporan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP), pola 10 (sepuluh) penyakit terbanyak di Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar pada tahun 2018 penyakit diare dan gastroenteritis menduduki rangking ke 5 (lima). (Profil Kesehatan Kabupaten Banjar 2018). Kemudian berdasarkan laporan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP), pola 10 (sepuluh) penyakit terbanyak di Puskesmas Gambut pada tahun 2019 penyakit diare dan gastroenteritis menduduki rangking ke 3 (tiga). (Profil Puskesmas Gambut Tahun 2019).

Alat dan metode

Jenis penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian Non Eksperimen, dalam hal ini yaitu rancangan penelitian Observasional Analitik dengan menggunakan metode

“Cross Sectional” yaitu jenis penelitian yang menekan waktu pengukuran/observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga yang memiliki balita di kelurahan Gambut Barat yang berjumlah 154 orang. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara

(4)

4

Sampling Axidental dan kemudian dihitung menggunakan rumus Sloven, didapatkan sampel sebnayak 61 responden. Instrumen/alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yaitu daftar pertanyaan dan checklist yang digunakan sebagai pedoman wawancara untuk mendapatkan informasi tentang karakteristik responden dan balita, riwayat sakit diare balita serta variabel paparan yang akan diteliti, sedangkan checklist digunakan untuk keperluan pengamatan/observasi sarana sanitasi lingkungan. Teknik analisis data menggunakan anlisis univariat dan bivariat dengan uji statistik Chi Square dengan derajt kepercayaan 95% (α=0,05).

Hasil Penelitian

A. Analisis Univariat

Analisis univariat pada penelitian ini menjelaskan tentang gambaran pada setiap variabel yang diteliti. Hal ini bertujuan untuk memberikan penjelasan terhadap masing- masing variabel yang diteliti (Hastono, 2007). Data yang digunakan untuk analisis univariat meliputi data variabel independen yaitu ketersediaan air bersih, kepemilikan jamban keluarga dan variabel dependen yaitu kejadian diare pada balita.

1. Ketersediaan Air Bersih

Tabel 4.6

Distribusi Frekuensi Ketersediaan Air Bersih

No. Ketersediaan Air Bersih Frekuensi (%)

1 Memenuhi Syarat Kesehatan 36 59.0

2 Tidak Memenuhi Syarat Kesehatan 25 41,0

Jumlah 61 100

Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa jumlah ketersediaan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan sebesar 36 (59,0%) dan yang tidak memenuhi syarat kesehatan sebesar 25 (41,0%). Dai 45% ketersediaan air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan tersebut berdasarkan hasil wawancar dan observasi peneliti diketahui bahwa air yang digunakan untuk minum, masak dan mandi mereka menggunakan air sungai, sekalipun ada sebagian yang menggunakan air PDAM tetapi pada saat air PDAM macet terpaksa mereka menggunakan air sungai.

2. Kepemilikan Jamban Keluarga

Tabel 4.7

Distribusi Frekuensi Kepemilikan Jamban Keluarga

No. Kepemilikan Jamban Keluarga Frekuensi (%)

1 Memiliki 30 49,2

2 Tidak Memiliki 31 50,8

Jumlah 61 100

Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa jumlah yang memiliki jamban keluarga sebesar 30 (49,2%) dan Yang tidak memiliki jamban keluarga sebesar 31 (50,8%). Dari 50,8% keluarga yang tidak memilik jamban dapat diketahu dari wawancara dan observasi peneliti bahwa ada diantara mereka yang mempunyai jamban cemplung dibelakang rumah, sebagian besar tidak mempunyai jamban keluarga sama

(5)

5

sekali dan terkadang hanya menggunakan jamban yang ada di Mushalla terdekat, selebihnya ada sebgian yang BAB di belakang rumah dan di sawah/kebun.

3. Kejadian Diare

Tabel 4.8

Distribusi Frekuensi Kejadian Diare pada Balita

No. Kejadian Diare Frekuensi (%)

1 Diare 31 59.8

2 Tidak diare 30 49,2

Jumlah 61 100

Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa jumlah balita yang diare sebesar 31 (50,8%) dan Yang tidak diare sebesar 30 (49,2%). Dari 50,8% balita yang terkena diare berdasarkan wawancara yang dilakukan penelita diketahui bahwa mereka disamping tidak tersedia air bersih dan jamban, pada saat memberi makanan pada anak balitanya sering tidak cuci tangan pakai sabun terlebih dahulu. Disamping itu kurang memperhatian balita nya saat dia bermain dihalaman rumah.

B. Analisi Bivariat

Analisis bivariat pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Analisis ini menggunakan uji Chi- Square untuk mengetahui hubungan antara keduanya. Pada penelitian ini akan membahas ada atau tidaknya dua jenis hubungan sekaligus.

Pertama yaitu hubungan antara ketersediaan air bersih dengan kejadian diare pada balita di kelurahan Gambut Barat.

Kedua, hubungan antara kepemilikan jamban kelurga dengan kejadian diare pada balita di kelurahan Gambut Barat.

Tabel 4.9

Tabulasi Silang Ketersediaan Air Bersih dengan Kejadian Diare pada Balita

Kejadian Diare pada Balita

Total P No. Ketersediaan Air

Bersih Diare Tidak Diare (α=

0,05)

N % n % n %

1. Memenuhi syarat kesehatan

16 51,6 20 66,7 36 59,0 2. Tidak memenuhi

syarat kesehatan

15 48,4 10 33,3 25 41,0

TOTAL 31 100 30 100 61 100 0,005

Berdasarkan hasil Uji Chi Square dapat diketahui dan dilihat dari tabel 4.9 bahwa terdapat 16 (51,6%) responden dengan ketersediaan air bersihnya memenuhi syarat kesehatan dengan diare dan terdapat 20 (66,7%) ketersediaan air bersihnya memenuhi syarat kesehatan tidak diare,

(6)

6

Terdapat 15 (48,4%) responden dengan ketersediaan air bersih tidak memenuhi syarat kesehatan dengan diare, dan terdapat 10 (33,3%) ketersediaan air bersihnya tidak memenuhi syarat kesehatan tidak diare.

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai p lebih kecil dari nilai alpa (Nilai p=0,005;

α=0,05). (print out hasil uji Chi Square terlampir).

Tabel 4.10

Tabulasi Silang Kepemilikan Jamban Keluarga dengan Kejadian Diare pada balita

Kejadian Diare pada

Balita Total P No. Kepemilikan

Jamban Keluarga

Diare Tidak Diare

(α=

0,05)

N % n % n %

1. Memiliki 6 19,4 24 80,0 30 49,2

2. Tidak Memiliki 25 80,6 6 20,0 31 50,8

TOTAL 31 100 30 100 61 100 0,000 Berdasarkan hasil Uji Chi Square dapat diketahui dan dilihat dari tabel 4.10 bahwa terdapat 6 (19,4%) responden memiliki jamban keluarga dengan diare dan terdapat 24 (80,0%) memiliki jamban keluarga tidak diare,

Terdapat 25 (80,6%) responden tidak memiliki jamban keluarga dengan diare, dan terdapat 6 (20,%) tidak memiliki jamban keluarga tidak diare.

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepemilikan jamban keluarga dengan kejadian diare pada balita di kelurahan Gambut Barat bahwa nilai p lebih kecil dari nilai alpa (Nilai p=0,000; α=0,05). (print out hasil uji Chi Square terlampir)

Pembahasan

A. Kejadian Diare pada Balita

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa jumlah balita yang diare sebesar 31 (50,8%) dan Yang tidak diare sebesar 30 (49,2%). Hasil penelitian di Banjarmasin pada tahun 2018 menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 1 bulan yang menderita diare terdapat 43 balita (22,9%). Hasil penelitian lain menunjukkan persentasi yang tinggi untuk kejadian diare pada balita sebanyak 45,3% balita menderita diare. Tingginya kejadian diare pada balita dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya faktor lingkungan dn faktor perilaku termasuk dalam hal antara lain perilaku penggunaan jamban.

B. Ketersediaan Air Bersih

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa terdapat 36 (59,0%) responden dengan ketersediaan air bersihnya memenuhi syarat kesehatan dan terdapat 25 (41,0%) ketersediaan air bersihnya tidak memenuhi syarat kesehatan.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Soemirat Selamet (2002: 95), bahwa sumber air minum sering menjdi pencemar pada water borne disease. Oleh karena itu sumber air minum harus memnuhi syarat lokalisasi dan konstruksi. Syarat lokalisasi

(7)

7

menginginkan agar sumber air minum terhindar dari pengotoran, sehingga perlu diperhatikan jarak air minum dengan jamban, lobang galian sampah, lobang galian untuk limbah, dan sumber-sumber pengotor lainnya.Sarana air bersih dapat menjadi media penular berbagai penyakit yang dibawa oleh air apabila sarana tersebut tidk sanitier.

C. Kepemilikan Jamban Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa terdapat 30 (49,2%) responden memiliki jamban keluarga dan terdapat 31 (50,8%) tidak memiliki jamban keluarga.

Hasil penelitian yang dilakukan di desa Karangagung kecamatan Palang menunjukkan dari 100 responden dalam pengisian kuesiner yang memiliki jamban sebanyak 35 (35%) sdangkan responden yang tidak memiliki jamban 65 (65%). Menurut Joshep, dengan jamban maka tinja yang dikeluarkan oleh manusia tidak menimbulkan bau, pandangan tidak sedap dan mencegah kemungkinan timbulnya bahaya terhadap kesehatan serta bahaya penyebaran dan penularan penyakityang ditimbulkan oleh tinja.

D. Hubungan antara ketersediaan air bersih dengan kejadian diare pada balita.

Berdasarkan hasil tabulasi silang ketersediaan air bersih dengan kejadian diare pada balita dapat diketahui bahwa diantara 61 responden terdapat 16 (51,6%) responden dengan ketersediaan air bersihnya memenuhi syarat kesehatan dengan diare dan terdapat 20 (66,7%) ketersediaan air bersihnya memenuhi syarat kesehatan tidak diare, terdapat 15 (48,4%) responden dengan ketersediaan air bersih tidak memenuhi syarat kesehatan dengan diare, dan terdapat 10 (33,3%) ketersediaan air bersihnya tidak memenuhi syarat kesehatan tidak diare.

Hasil analisis dengan menggunakan uji Chi Squere menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara ketersediaan air bersih dengan kejadian diare pada balita di kelurahan Gambut Barat bahwa nilai p lebih kecil dari nilai alpa sehingga Ho ditolak dan H1 diterima (Nilai p=0,005; α=0,05). Menurut Soemirat Selamet (2002: 111) Salah satu upaya memperkecil risiko terkena penyakit diare, yaitu pengadaan dan peningkatan kebersiahan sarana air bersih sehingga terhindar dari kontaminasiagen penyebab penyakit. Selain itu masyarakat harus memasak air minum terlebih dahulu untuk memtikn agen penyebab penyakit yang terdapat dalam air bersih tersebut (Madli, 2010, Stefano, 2011). Berdasarkan hasil penelitian Somarno (2011), di kecamatan Selakau kabupaten Sambas bahwa ada hubungan antara penggunaan sumber air bersih dengan kejadian diare (p value = 0,001) dengan nilai OR = 2,286 (95% CI = 1,401 – 3.732) bahwa penggunaan sumber air besih berasal dari air sungai mempunyai risiko tertular diare 2,286 kali lebih besar dibandingkan dengan penggunan air bersih berasal dari air hujan.

E. Hubungan antara kepemilikan jamban keluarga dengan kejadian diare pada balita.

Berdasarkan hasil tabulasi silang kepemilikan jamban keluarga dengan kejadian diare pada balita dapat diketahui bahwa darin 6 responden terdapat 6 (19,4%) responden memiliki jamban keluarga dengan diare dan terdapat 24 (80,0%) memiliki jamban keluarga tidak diare, Terdapat 25 (80,6%) responden tidak memiliki jamban keluarga dengan diare, dan terdapat 6 (20,%) tidak memiliki jamban keluarga tidak diare.

Hasil analisis dengan menggunakan uji Chi Squere menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepemilikan jamban keluarga dengan kejadian diare pada balita di kelurahan Gambut Barat bahwa nilai p lebih kecil dari nilai alpa (Nilai

(8)

8

p=0,000; α=0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden (94,6%) telah memiliki jamban. Hasil uji statistik didapatkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kepemilikan jamban dengan diare selama 1 bulan terakhir di kota Banjarmasin tahun 2018. Hal ini dikuatkan atau linear dengan penelitian yang menyatakan bahwa ada hubungan antara sarana pembuangan tinja dengan kejdian diare pada balita p value = 0,001). Responden yang tidak memiliki jamban akan berpotensi untuk menimbulkan penyakit diare, karena sarana jamban yang tidak mudah digelontor serta tinja yang tidak ditampung dan diolah secara tertutup akan dapat terjangkau oleh vektor penyebab penyakit diare yang kemudian secara tidak langsung akan mencemari makanan dan minuman.

Kesimpulan

1. Dari 61 responden diketahui jumlah balita yang diare sebesar 31 (50,8%) dan Yang tidak diare sebesar 30 (49,2%).

2. Dari 61 responden terdapat 36 (59,0%) responden dengan ketersediaan air bersihnya memenuhi syarat kesehatan dan terdapat 25 (41,0%) ketersediaan air bersihnya tidak memenuhi syarat kesehatan.

3. Dari 61 responden diketahui bahwa terdapat 30 (49,2%) responden memiliki jamban keluarga dan terdapat 31 (50,8%) tidak memiliki jamban keluarga.

4. Ada hubungan yang signifikan antara ketersediaan air bersih dengan kejadian diare pada balita di kelurahan Gambut Barat bahwa nilai p lebih kecil dari nilai alpa sehingga Ho ditolak dan H1 diterima (Nilai p=0,005; α=0,05). (print out hasil uji Chi Square terlampir).

5. Ada hubungan yang signifikan antara kepemilikan jamban keluarga dengan kejadian diare pada balita di kelurahan Gambut Barat bahwa nilai p lebih kecil dari nilai alpa sehingga Ho ditolak dan H1 diterima (Nilai p=0,000; α=0,05). (print out hasil uji Chi Square terlampir).

Referensi/ Daftar Pustaka

1. Adisasmito, W. (2007) Faktor risiko diare pada bayi dan balita di Indonesia. Makara kesehatan, 11, 1-10.

2. Atmosukarto, K., (1996) Peran Sumber Air Minum dan Kakus Saniter dalam Pemberantasan Diare di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran, 109, 39-41.

3. Depkes (1997) Strategi Komunikasi Program Pemberantasan Penyakit Diare. Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. Jakarta.

4. Depkes (2000) Tatalaksana Kasus Diare Bermasalah. Dirjen PPM & PL, Jakarta.

5. Depkes (2001) Buku Panduan Manajemen Laktasi . Dit.Gizi Masyarakat Depkes, Jakarta.

6. Depkes (2008a) Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Jakarta.

7. Depkes (2009b) Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare. DitJen PP &PL.

8. Dya, Lilia (2013) Hubungan antara Kepemilikan Jamban dengan Kejadian diare di Desa Karangagung Kecamatan Palang Kabupaten Tuban, Joulnal Kesehatan Lingkungan Vol7 No.1 Juli 2013 54-63.

9. Erdan (2005) Faktor-faktor yang berhubungan dengan tejadinya diare akut pada anak usia 0-24 bulan di Kabupaten Gunung Kidul. Tesis Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada.

(9)

9

10. Hannif (2010) Faktor Resiko Kejadian Diare Akut pada Balita di Kecamatan Umbulharjo dan Kotagede Kota Yogyakarta. Tesis Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada.

11. Hasmi (2016) Metode Penelitian Epidemiologi, Trans Info Media , Jakarta.

12. Ismail (2009) Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian diare akut pada anak usia 0-5 tahun di Kabupaten Bengkulu utara. Tesis Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada.

13. Irianto, J., Soesanto, S., Supraptini, Inswiasri, Irianti, S. & Anwar, A. (1996) Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Anak Balita. Buletin Penelitian Kesehatan, 24 (2&3), 77-96.

14. Kasman, Nuning (2018) Faktor Risiko Kejadian Diare pada balita di Kota Banjarmasin, Artikel III Volume 8 Nomer 2 Desember 2018.

15. Kemenkes (2011a) Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare, edisi 2011. Jakarta.

16. Kemenkes (2011b) Promosi Kesehatan di Daerah Bermasalah Kesehatan. Jakarta.

17. Kemenkes (2011c) Situasi Diare di Indonesia. Buletin Jendela Data & Informasi Kesehatan, Volume2, Triwulan 2.

18. Myrnawati (1997) Diare Permasalahan dan Upaya Penanggulangannya. Jurnal Kedokteran YARSI, 5 (2), 57-67.

19. Notoatmojo S (2007) Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Rineka Cipta, Jakarta.

20. Notoatmodjo, S 2007 . kesehatan masyarakat Ilmu dan seni . Rineka cipta .Jakarta 21. Nufara (2010) Hubungan Sanitasi Lingkungan Terhadap Kejadian Diare Akut Pada

Balita Di Kecamatan Cepogo Dan Mojosongo Kabupaten Boyolali. Tesis Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada.

22. Sagala, I.F. (2010) Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Diare Akut pada Anak Usia 0-5 Tahun di Kota Pematang Siantar 2009. Tesis Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada.

23. Selviana, Elly, Sitti (2017) Faktor-Faktor yang Brhubungan dengan Kejadian diare pada anak Usia 4-6 Tahun.

24. WGO (2008), World Gastroenterology Organisation practice guideline: Acute diarrhea.

25. WHO (2009), WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care.

26. WHO (2011a) Diarrhoel Disease (Available in)

www.who.int/mediacentre/factsheets/fs330/en/index.html (Accesed 15 November 2011).

27. WHO (2011b) New and Under-utilized Vaccines Implementation (NUVI) Available in www.who.int/nuvi/rotavirus/en/ (Accesed 14 November 2011).

28. WHO & UNICEF (2009), Diarrhoea : Why children are still dying and what can be done.

29. WHO & UNICEF (2004), Clinical Management of Acute Diarrhoea

30. Wiji, Budi, Dyah (2017) Faktor Determinan dan Respon Masyarakat terhadap Pemanfaatan Jamban dalam Program Katajaga di Kecamatan Gunungpati Semarang.

Public Health Perowctive Journal 2 (3) (2017) 279-286.

31. Zubir, Wibowo, Juffri (2006) Faktor-faktor risiko kejadian diare akut pada anak 0-35 bulan (Batita) di Kabupaten Bantul. Sains Kesehatan 19 (3), 319-332.

(10)

10

Referensi

Dokumen terkait

Ada hubungan antara pengamanan sampah rumah tangga dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Cigeureung.. Ada hubungan antara pengamanan