• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PENGETAHUAN, KEBIASAAN SARAPAN PAGI DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI MAN 1 BANJARMASIN TAHUN 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "HUBUNGAN PENGETAHUAN, KEBIASAAN SARAPAN PAGI DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI MAN 1 BANJARMASIN TAHUN 2020 "

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

HUBUNGAN PENGETAHUAN, KEBIASAAN SARAPAN PAGI DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI MAN 1 BANJARMASIN TAHUN 2020

Nurhayati1 Nurul Indah Qariati2 Agus Jalpi3

1Kesehatan Masyarakat, 13201, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari, NPM16070250

2Kesehatan Masyarakat, 13201, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari, NIDN1106018602

3Kesehatan Masyarakat, 13201, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari, NIDN1102088502

*email: nurhayatii5398@gmail.com

ABSTRAK

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar haemoglobin lebih rendah dari batas normal (Damayanti, 2018). Anemia merupakan masalah kesehatan yang ada diseluruh dunia diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia. Berdasarkan data Riskesdes 2018 kejadian anemia pada remaja putri di indonesia yaitu sebesar 48,9%. Remaja putri lebih beresiko terkena anemia, karena remaja putri merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan sehingga sangat membutuhkan asupan zat gizi yang lebih tinggi

.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan, kebiasaan sarapan pagi dan aktivitas fisik dengan kejadian anemia pada remaja putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020. Metode penelitian menggunakan Cross Sectional. Populasi penelitian ini adalah remaja putri di MAN 1 Banjarmasin dengan jumlah 183 siswa. Teknik sampel menggunakan Total Sampling. Instrumen penelitian berupa kuesioner dengan menggunakan google form. Analisis data menggunakan uji chi square. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan (p-value = 0,000), kebiasaan sarapan pagi (p-value = 0,001), dan aktivitas fisik (p-value = 0,002) dengan kejadian anemia pada remaja putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020. Diharapkan remaja putri mencari informasi tentang kejadian anemia guna untuk pencegahan anemia, membiasakan sarapan pagi setiap hari, serta mengurangi aktivitas fisik yang berlebih agar terhindar dari anemia.

Kata Kunci: Pengetahuan, Kebiasaan Sarapan Pagi, Aktivitas Fisik, Anemia ABSTRACT

Anemia is a condition where the hemoglobin level is lower than the normal limit (Damayanti, 2018). Anemia is a health problem that exists throughout the world, an estimated 30% of the world's population suffers from anemia. Based on 2018 Riskesdes data, the incidence of anemia in young women in Indonesia is 48.9%. Young women are more at risk of developing anemia, because young women are a period of growth and development so they really need a higher intake of nutrients. The purpose of this study was to determine the relationship between knowledge, breakfast habits and physical activity with the incidence of anemia in adolescent girls in MAN 1 Banjarmasin in 2020. The research method used cross sectional. The population of this research is young women in MAN 1 Banjarmasin with a total of 183 students. The sample technique uses total sampling. The research instrument was a questionnaire using google form. Data analysis usingtest chi square. The results of this study indicate a relationship between knowledge (p-value

(2)

2

= 0,000), breakfast habits (p-value = 0,001), and physical activity (p-value = 0,002) with the incidence of anemia in adolescent girls in MAN 1 Banjarmasin in 2020. It is hoped that young women seek information about the incidence of anemia in order to prevent anemia, get into the habit of breakfast every day, and reduce excessive physical activity to avoid anemia.

Keywords: Knowledge; Breakfast habits; Physical Activity; Anemia

PENDAHULUAN

Anemia karena defisiensi besi merupakan masalah gizi yang paling umum dialami oleh seorang wanita, terutama pada remaja putri. Remaja putri merupakan kelompok resiko tinggi yang mengalami anemia dibandingkan remaja putra dimana kebutuhan zat besi memuncak pada umur 14-15 tahun sedangkan remaja putra satu atau dua tahun berikutnya (WHO, 2011 dalam Silalahi dkk, 2016). Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah eritrosit dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen keseluruh jaringan.

Menurut WHO, 2015 anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin (Hb) yang rendah dalam darah. National Institute of Health (NIH) Amerika 2011 menyatakan bahwa anemia terjadi ketika tubuh tidak memiliki jumlah sel darah merah yang cukup (Damayanti, 2018).

Penyebab utama anemia pada remaja putri adalah asupan zat besi yang kurang, sedangkan kebutuhan zat besi pada remaja putri lebih tinggi dibanding remaja laki-laki, karena dibutuhkan untuk mengganti zat besi yang hilang pada saat menstruasi, pola makan yang tidak sehat dan kurang baik seperti umumnya remaja putri lebih banyak mengkonsumsi makanan nabati yang kandungan zat besinya sedikit dibandingkan dengan makanan hewani, sehingga kebutuhan tubuh akan zat besi tidak terpenuhi, pengetahuan tentang anemia yang kurang dan aktivitas fisik yang banyak baik di sekolah maupun lingkungan rumah yang mengakibatkan menurunnya nafsu makan sehingga konsumsi makanan tidak seimbang dengan kalori yang diperlukan (Rizka, 2017).

Anemia pada perempuan masih banyak terjadi di 17 provinsi di Indonesia yang salah satunya adalah Kalimantan Selatan. Data dari dinas kesehatan provinsi Kalimantan Selatan pada pelayanan kesehatan remaja di Kabupaten/Kota kalimantan selatan pada tahun 2017, diketahui anemia sebanyak 1494 kasus dan yang tertinggi terjadi di Kabupaten Banjar dengan jumlah 946 (63,3%) kasus anemia (Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin, 2017 dalam Mairita dkk, 2018).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan kota Banjarmasin tahun 2019 prevalensi anemia di 9 Sekolah Menengah Atas dan 31 Sekolah Menengah Pertama kota Banjarmasin memiliki prevalensi anemia sebesar 25,75%. Dari data rekapitulasi Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin tahun 2019 sekolah yang memiliki angka kejadian anemia tertinggi salah satunya ditemukan di sekolah MAN 1 Banjarmasin dengan jumlah sampel 65 responden siswi yang mengalami anemia yaitu sebanyak 37 responden. Sekolah MAN 1 kota Banjarmasin merupakan wilayah kerja Puskesmas Sungai Mesa yang mana angka kejadian anemianya urutan ke 2 setelah SMA IT Ukhuwah sekolah tersebut termasuk wilayah kerja Puskesmas Pemurus Baru. (Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin, 2019).

Remaja putri lebih beresiko terkena anemia, hal ini disebabkan remaja putri merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan sehingga membutuhkan asupan zat gizi yang lebih tinggi termasuk asupan zat besi. Selain itu adanya siklus menstruasi setiap bulan yang menyebabkan remaja putri mudah terkena anemia serta pola hidup remaja yang sangat memperhatikan postur tubuh, membuat remaja putri membatasi asupan makanan dan pantangan terhadap makanan, seperti pada diet vegetarian (Sediaoetamaet al, 2006 dalam Wedayanti, 2015).

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik melakukan penelitian tentang

“Hubungan Pengetahuan, Kebiasaan Sarapan Pagi, dan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020”.

(3)

3

ALAT DAN METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik dengan metode cross sectional.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi kelas XI di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020 yaitu sebanyak 183 responden. Sampel berjumlah 65 responden. Instrumen penelitian ini yaitu menggunakan kuesioner (google form). Uji statistik yang dilakukan adalah uji beda proporsi dengan menggunakan Chi-Square (X²) dengan tingkat kepercayaan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

1. Karakteristik Responden Meliputi Umur Dan Pekerjaan Orang Tua a. Karakteristik Responden berdasarkan Usia

Tabel 1

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Remaja di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020

Usia n (%)

16 26 40

17 30 46,2

18 9 13,8

Total 65 100

Berdasarkan tabel 1 karakteristik responden menurut usia paling banyak yaitu pada kategori usia 17 tahun sebanyak 30 responden (46,2%).

b. Karakteristik Responden berdasarkan Pekerjaan Orang Tua Tabel 2

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjan Orang Tua

Berdasarkan tabel 2 karakteristik responden berdasarkan pekerjaan orang tua paling banyak yaitu yang bekerja sebagai Swasta berjumlah 34 responden (52,3%).

2. Analisis Data

a. Analisis Univariat

1) Kejadian Anemia pada Remaja Putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020 Tabel 3

Distribusi Frekuensi berdasarkan Kejadian Anemia pada Remaja Putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020

Kejadian Anemia n (%)

Tidak Anemia 28 43,1

Anemia 37 56,9

Total 65 100

Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa kejadian anemia pada remaja putri di MAN 1 Banjarmasin paling banyak pada kategori anemia yaitu sebanyak 37 responden (56,9%).

Pekerjaan Orang Tua n (%)

PNS 14 21,5

Wiraswasta 17 26,2

Swasta 34 52,3

Total 65 100

(4)

4

2) Pengetahuan Tentang Anemia pada Remaja Putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020

Tabel 4

Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Pengetahuan pada Remaja Putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020

Pengetahuan Anemia n %

Baik 13 20

Cukup 11 16,9

Kurang 41 63,1

Total 65 100

Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa dari 65 responden sebagian besar responden yang memiliki pengetahuan anemia baik sebanyak 13 responden (20%), pengetahuan anemia cukup sebanyak 11 responden (16,9%) dan pengetahuan anemia kurang sebanyak 41 responden (63,1%).

3) Kebiasaan Sarapan Pagi pada Remaja Putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020 Tabel 5

Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Kebiasaan Sarapan Pagi pada Remaja Putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020

B B

Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa dari 65 responden sebagian besar responden yang memiliki kebiasaan sarapan pagi sering sebanyak 16 responden (24,6%), kadang-kadang sebanyak 32 responden (49,2%) sedangkan kebiasaan sarapan pagi jarang sebanyak 17 responden (26,2%).

4) Aktivitas Fisik pada Remaja Putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020 Tabel 6

Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Aktivitas Fisik pada Remaja Putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020

Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa kegiatan aktivitas fisik pada remaja putri di MAN 1 Banjarmasin paling banyak pada kategori berat yaitu sebanyak 30 responden (46,2%). Sedangkan aktivitas sedang sebanyak 16 responden (24,6%) dan aktivitas ringan sebanyak 19 responden (29,2%).

Kebiasaan Sarapan Pagi n %

Sering 16 24,6

Kadang-Kadang 32 49,2

Jarang 17 26,2

Total 65 100

Aktivitas Fisik n %

Berat 30 46,2

Sedang 16 24,6

Ringan 19 29,2

Total 65 100

(5)

5

b. Analisis Bivariat

1) Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Anemia pada Remaja Putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020

Tabel 7

Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Anemia pada Remaja Putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020

Kejadian Anemia

Pengetahuan Tidak Anemia Anemia Total

n % n % n %

Baik 13 100 - - 13 100

Cukup 5 24,4 31 75,6 41 100

Kurang 10 24,4 31 75,6 41 100

Total 28 43,1 37 56,9 65 100

p-value = 0,000

Berdasarkan tabel 7 diketahui bahwa siswi yang memiliki pengetahuan yang baik cenderung tidak anemia sebanyak 13 responden (100%), siswi yang memiliki pengetahuan yang cukup cenderung mengalami anemia sebanyak 6 responden (54,5%), dan siswi yang memiliki pengetahuan yang kurang cenderung mengalami anemia sebanyak 31 responden (75,6%).

Hasil analisis menggunakan uji chi-square didapatkan nilai ρ-value = 0,00 <

0,05 yang berarti bahwa H0 ditolak dan H1 diterima artinya ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian anemia pada remaja putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020. Hubungan bersifat positif yaitu semakin baik pengetahuan anemia semakin kecil kemungkinan terjadinya anemia.

2) Hubungan Kebiasaan Sarapan Pagi dengan Kejadian Anemia pada Remaja Putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020

Tabel 8

Hubungan Kebiasaan Sarapan Pagi dengan Kejadian Anemia pada Remaja Putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020

Kejadian Anemia

Kebiasaan Sarapan Pagi Tidak Anemia Anemia Total

n % n % n %

Sering 13 81,3 3 18,8 16 100

Kadang 11 34,4 21 65,6 32 100

Jarang 4 23,5 13 76,5 17 100

Total 28 43,1 37 56,9 65 100

ρ-value = 0,001

Berdasarkan tabel 8 diketahui bahwa siswi yang sering melakukan kebiasaan sarapan pagi cenderung tidak anemia sebanyak 13 responden (81,3%), siswi yang melakukan sarapan pagi kadang-kadang dan jarang cenderung menderita anemia sebanyak 21 responden (65,6%) dan 13 responden (76,5%).

(6)

6

Hasil analisis menggunakan uji chi-square didapatkan nilai ρ-value = 0,01 <

0,05 yang berarti bahwa H0 ditolak dan H1 diterima artinya ada hubungan antara kebiasaan sarapan pagi dengan kejadian anemia pada remaja putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020. Hubungan bersifat positif yaitu semakin sering sarapan pagi semakin kecil kemungkinan terjadi anemia.

3) Hubungan aktivitas fisik dengan kejadian anemia pada remaja putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020

Tabel 9

Hubungan aktivitas fisik dengan kejadian anemia pada remaja putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020

Kejadian Anemia

Aktivitas Fisik Tidak Anemia Anemia Total

n % n % n %

Berat 6 20 24 80 30 100

Sedang 9 56,3 7 43,8 16 100

Ringan 13 68,4 6 31,6 19 100

Total 28 43,1 37 56,9 65 100

ρ-value = 0,002

Berdasarkan tabel 8 diketahui bahwa siswi yang memiliki aktivitas berat cenderung mengalami anemia sebanyak 24 responden (80%), siswi yang memiliki aktivitas sedang cenderung tidak mengalami anemia sebanyak 9 responden (56,3%), dan aktivitas ringan cenderung mengalami tidak anemia sebanyak 13 responden (68,4%).

Hasil analisis menggunakan uji chi-square didapatkan nilai ρ-value = 0,02 <

0,05 yang berarti bahwa H0 ditolak dan H1 diterima artinya ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian anemia pada remaja putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020. Hubungan bersifat positif yaitu semakin ringan aktivitas fisik semakin kecil kemungkinan terjadinya anemia.

PEMBAHASAN 1. Analisis Univariat

a. Kejadian Anemia pada Remaja Putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020

Berdasarkan tabel distribusi frekuensi kejadian anemia pada remaja putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020 menunjukan bahwa responden yang mengalami tidak anemia sebanyak 28 responden (43,1%), anemia sebanyak 37 responden (56,9%). Yang berarti menunjukkan bahwa sebagian besar siswi di MAN 1 Banjarmasin yang bersedia menjadi responden tidak mengalami anemia.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rukmana, 2017 menunjukkan bahwa pada usia 17 tahun di SMA PGRI 4 Banjarmasin sebagian besar mengalami anemia sebanyak 26 responden (86,7%).

Selain defisiensi zat besi, anemia juga terjadi karena defisiensi vitamin A, vitamin C, asam folat, vitamin B12, penyakit kronis, atau karena kekurangan zat gizi secara umum (Briawan, 2014).

(7)

7

Kekurangan asupan zat gizi dapat disebabkan oleh beberapa faktor misalnya kurangnya ketesediaan zat gizi dirumah maupun dilingkungan sekitar atau dapat pula disebabkan kerena faktor ekonomi dimana orang tua tidak mampu menyediakan asupan zat gizi yang dibutuhkan oleh anaknya yang sedang dalam masa pertumbuhan adapula penyebab anemia disebabkan oleh pengetahuan orang tua dan remaja untuk mencegah terjadinya anemia, ekonomi yang cukup tetapi apabila tidak memiliki pengetahuan tentang bagaimana mencegah anemia dapat pula menimbulkan terjadiya anemia. Kurangnya pantauan orang tua terhadap kesehatan anakya juga dapat mempengaruhi terjadinya anemia dimana orang tua tidak memantau apa yang dikonsumsi anak saat diluar lingkungan, bisa juga terjadi saat remaja sedang menstruasi dimana saat menstruasi remaja mengalami perdarahan maka dari itu harusnya orang tua memantau apa yang dikonsumsi anaknya saat remaja mengalami menstruasi.

b. Pengetahuan Anemia pada Remaja Putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020

Berdasarkan tabel distribusi frekuensi pengetahuan tentang anemia pada remaja putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020 menunjukkan bahwa dari 65 resonden, sebagian besar responden yang memiliki pengetahuan anemia baik sebanyak 13 responden (20%), responden yang memiliki pengetahuan anemia cukup sebanyak 11 responden (16,9%), sedangkan responden yang memiliki pengetahuan anemia kurang sebanyak 41 responden (63,1%),

Hasil ini sejalan dengan penelitian maharani, 2019 bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 27 responden (40,9%), pengetahuan cukup sebanyak 10 responden (11,3%), dan pengetahuan kurang sebanyak 37 responden (61,7%).

Yang berarti menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai pengetahuan kurang. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden masih minim pengetahuan akan anemia sehingga dapat menyebabkan kesalahan dalam melakukan pencegahan terhadap anemia. Pengetahuan seseorang dapat mempengaruhi terjadinya anemia, karena pengetahuan dapat mempengaruhi perilakunya termasuk pola hidup dan kebiasaan makan.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh peneliti pada saat penyuluhan dan memberikan pertanyaaan kepada siswi di MAN 1 Banjarmasin mengenai apa itu anemia, mengapa bisa terjadi, apa fungsi obat tablet tambah darah, dampak anemia, dan bagaimana cara pencegahan anemia sebagian besar siswi tersebut mengatakan belum mengetahui tentang masalah anemia serta dampak anemia dan juga sebagian besar siswi tersebut tidak menerapkan dalam kehidupan sehari-harinya tentang bagaimana cara pencegahan terhadap anemia dan penanganan anemia. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor remaja yang kurang memahami tentang masalah kejadian anemia serta tentang faktor yang terjadi pada masa remaja. Menurut peneliti, besarnya masalah kejadian anemia pada responden tentang masalah kejadian anemia dikarenakan oleh kurangnya keinginan responden untuk mengetahui masalah apa saja penyebab terjadinya anemia pada remaja putri serta masih banyak siswi yang menganggap anemia ini merupakan penyakit yang tidak membahayakan, sehingga mereka menganggap remeh penyakit anemia.

Oleh karena itu diperlukan peningkatan masalah yang terjadi pada responden dengan masalah remaja putri terhadap kejadian anemia dengan cara memberikan penyuluhan kepada responden baik dengan menggunakan LCD, Leaflet, Lembar balik serta dengan alat media lainnya tujuannya agar responden memahami masalah kejadian anemia dapat dicapai dengan baik tujuannya agar responden tidak mengalami anemia yang serius yang bisa mengancam nyawa responden (Putri, 2018).

c. Kebiasaan Sarapan Pagi pada Remaja Putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020 Berdasarkan tabel distribusi frekuensi kebiasaan sarapan pagi remaja putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020 menunjukkan bahwa dari 65 responden sebagian besar yang memiliki kebiasaan sarapan pagi sering sebanyak 16 responden (24,6%), kategori kadang- kadang sebanyak 32 responden (49,2%), dan jarang sebanyak 17 responden (26,2%), yang

(8)

8

berarti menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai kebiasaan sarapan pagi kadang-kadang.

Sejalan dengan penelitian Arisnawati, 2018 menunjukkan bahwa kegiatan sarapan pagi sering yaitu sebanyak (9,5%), kadang-kadang sebanyak (52,4%), dan jarang sarapan pagi sebanyak (38,1%). Berdasarkan hasil tersebut kebiasaan sarapan pagi kadang-kadang lebih banyak dari pada kebiasaan sarapan pagi sering dan jarang.

Sarapan adalah kegiatan makan pada pagi hari yang dilakukan sebelum beraktivitas yang mencakup zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur. Untuk remaja yang masih bersekolah, sarapan merupakan sumber energi untuk kegiatan aktivitas dan belajar di sekolah. Sarapan pagi merupakan kegiatan yang paling penting dalam memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi dalam sehari, namun masih banyak remaja yang melewatkan kebiasaan ini, sehingga berdampak pada berkurangnya zat besi dalam darah yang mengakibatkan anemia (Basuki, 2019).

Berdasarkan hasil survey awal dan pembagian kuesioner yang didapat oleh peneliti di sekolah MAN 1 Banjarmasin tahun 2020 mengenai kebiasaan sarapan pagi pada saat penyuluhan dan pembagian kuesioner peneliti mendapatkan hasil kebiasaan sarapan pagi kebanyakan pada kategori kadang-kadang. Alasan responden tidak melakukan sarapan pagi kebanyakan dari mereka selain karna tidak melakukan sarapan setiap hari juga karna di akibatkan kurang aktifnya peran keluarga dalam menyediakan sarapan dirumah, sehingga berpotensi melewatkan sarapan. Sangat baik apabila makan pagi tidak diabaikan, tetapi kenyataannya, ada saja alasan yang sering kali menyebabkan anak tidak makan pagi, ada yang merasa waktu sangat terbatas karena jarak sekolah cukup jauh, terlambat bangun pagi, tidak selera untuk makan pagi atau tidak terbiasa melakukan sarapan pagi.

Sarapan pagi anak usia sekolah sangatlah penting karena waktu sekolah adalah aktivitas yang membutuhkan energi dan kalori cukup besar. Sarapan pagi harus memenuhi sebanyak 1/4 kalori sehari (Judarwanto, 2008).

d. Aktivitas Fisik pada Remaja Putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020

Berdasarkan tabel distribusi frekuensi aktivitas fisik pada remaja putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020 menunjukkan bahwa kegiatan aktivitas fisik pada remaja putri di MAN 1 Banjarmasin paling banyak pada kategori berat yaitu sebanyak 30 responden (46,2%). Sedangkan aktivitas sedang sebanyak 16 responden (24,6%) dan aktivitas ringan sebanyak 19 responden (29,2%).

Hasil ini sejalan dengan penelitian Basuki, 2019 menunjukkan bahwa remaja putri paling banyak melakukan aktivitas fisik berat sebanyak 36 responden (62,1%), sedang 16 responden (27,6%) dan ringan 6 responden (10,3%). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar siswi masih banyak yang melakukan aktivitas fisik berat.

Menurut Lee, 2008 Aktivitas fisik yang dapat mempengaruhi kadar hemoglobin adalah pada aktivitas fisik yang sifatnya berat karena aktivitas yang berat dapat menimbulkan hematuria (adanya trauma glomerulus) dan perdarahan pada gastroinstestinal yang dapat mempengaruhi status besi. Aktivitas yang berat dapat menyebabkan aliran darah pada ginjal menurun dan menyebabkan peningkatan laju filtrasi glomerulus. Akibat dari kompresi pembuluh darah yang disebabkan oleh kontraksi yang kuat dari otot-otot yang berlebih akan menyebabkan kehilangan zat besi akibat dari penghancuran membrane sel darah merah yang akan mempengaruhi kadar Hb dalam darah.

Aktivitas fisik yang baik menurut kriteria FITT (frequency, intensity, time, type) yaitu meliputi frekuensi adalah seberapa sering aktivitas fisik dilakukan dalam hitungan berapa kali dalam seminggu. Intensitas adalah seberapa keras aktivitas dilakukan yang diklasifikasikan menjadi intensitas rendah, sedang dan tinggi. Waktu mengacu pada durasi, seberapa lama aktivitas fisik dilakukan dalam satu pertemuan. Sedangkan jenis aktivitas adalah jenis-jenis aktivitas yang dilakukan atau aktivitas sehari-hari (Bagu, 2014).

Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti di sekolah MAN 1 Banjarmasin tahun 2020 sebagian besar siswi di sekolah tersebut melakukan Aktivitas fisik berat. Karena berdasarkan hasil peneli yang didapat sebagian besar melakukan aktivitas

(9)

9

berat baik diluar sekolah maupun didalam sekolah. Seperti melakukan kegiatan setrika pakaian, mengepel, menyapu, tidur-tiduran, duduk sambil nonton TV, beribadah, melakukan pekerjaan rumah (bersih-bersih), belajar dan olahraga bersepeda, lari kecil, senam, berbelanja dan sebagainya. Mereka beralasan karna mereka membantu orang tua dan hobby serta mereka tidak mengetahui batas normal dalam melakukan kegiatan yang baik dan benar. Aktivitas fisik erat kaitannya dengan kesehatan tubuh secara keseluruhan.

Aktifitas fisik yang baik bagi remaja adalah aktifitas fisik yang sedang.

Tubuh yang sehat mampu melakukan aktivitas fisik secara optimal, sebaliknya aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin dalam porsi yang sedang mempunyai dampak positif bagi kesehatan remaja (Basuki, 2019).

2. Analisis Bivariat

a. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Anemia pada remaja putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020

Hasil analisis penelitian ini menggunakan chi-square didapatkan nilai p-value = 0,00

< 0,05 yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima. Yang berarti ada hubungan antara pengetahuan dengan kaejadian anemia pada remaja putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryanti, 2017 yang dilakukan di MTS Swasta Al Hidayah Talang Bakung menunjukkan adanya hubungan tingkat pengetahuan dengan kejadian anemia pada remaja yaitu p-value = 0,02 ≤ 0,05.

Menurut Notoadmodjo, 2010 pengetahuan dipengaruhi beberapa faktor, antara lain umur, pendidikan, pekerjaan, budaya maupun lingkungan. Siswi yang memiliki pengetahuan yang kurang baik merupakan salah satu penyebab perilaku yang tidak mendukung dalam mencegah terjadinya anemia.

Menurut Mularsih, 2017 pengetahuan yang kurang kebanyakan disebabkan oleh siswi yang tidak memahami atau hanya menerima informasi yang tidak menyeluruh atau kurang informasi secara luas. Pengetahuan seseorang sangat mempengaruhi perilaku seseorang misalnya perilaku pencegahan pada saat remaja menstruasi.

Berdasarkan hasil penelitian ini sebagian besar siswi di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020 paling banyak pada kategori pengetahuan kurang karena sebagian besar responden tidak mengetahui tanda-tanda, gejala, faktor-faktor yang mempengaruhi anemia, dampak anemia serta tidak mengetahui tentang fungsi zat besi pada saat menstruasi. Hal ini kemungkinan di karenakan perilaku remaja putri kurang kearah yang positif. Berdasarakan teori green mengatakan perilaku tidak selalu mengikuti urutan tertentu sehingga terbentuk perilaku positif yang selalu di pengaruhi oleh pengetahuan dan sikap positif. Namun secara minimal jika didasari pengetahuan yang baik maka perilaku positif akan terbentuk lebih relatif lama. Dalam hal ini informasi yang diperoleh dari media elektronik juga dapat memberikan pengaruh terhadap pengetahuan remaja.

b. Hubungan Kebiasaan Sarapan Pagi dengan Kejadian Anemia pada Remaja Putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020

Hasil analisis penelitian ini menggunakan uji Chi-square didapatkan nilai p-value = 0,01 < 0,05 yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima artinya ada hubungan antara kebiasaan sarapan pagi dengan kejadian anemia pada remaja putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Arisnawati, 2018 yang dilakukan di SMA Al Hikmah 2 Sirampong bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan sarapan pagi dengan kejadian anemia pada remaja putri dengan p-value = 0,02 ≤ 0,05.

Remaja dengan kebiasaan sarapan pagi memiliki resiko 8 kali untuk menderita anemia dibandingkan dengan remaja yang jarang/kadang melakukan kebiasaan sarapan pagi. Karena asupan zat gizi sehari-hari sangat dipengaruhi oleh kebiasaan sarapan pagi.

Remaja yang melewatkan sarapan pagi tidak dapat menggantikan kehilangan energi dan zat gizi pada waktu makan lainnya, sehingga sarapan memerlukan waktu makan yang penting bagi remaja untuk memenuhi kebutuhan gizi sehari (Riska, 2017).

(10)

10

Bedasarkan hasil penelitian yang didapat sebagian besar siswi di sekolah MAN 1 Banjarmasin tahun 2020 memiliki kebiasaan sarapan pagi pada kategori kadang-kadang.

Siswi tersebut melakukan kebiasaan sarapan pagi kadang-kadang dengan alasan ada yang merasa waktu sangat terbatas karena jarak sekolah cukup jauh, terlambat bangun pagi, tidak terbiasa sarapan pagi, tidak ada persediaan makanan dirumah dan tidak selera untuk makan pagi.

Remaja yang melewatkan sarapan cenderung tidak dapat mengganti kehilangan energi dan zat gizi pada waktu makan lainnya, karena sarapan merupakan waktu makan yang sangat penting bagi remaja guna untuk memenuhi kebutuhan gizi sehari (Briawan 2014).

c. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Anemia pada Remaja Putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020

Hasil uji analisis penelitian ini menggunakan uji chi-square didapatkan nilai p-value

= 0,02 < 0,05 yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima artinya bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian anemia pada remaja putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020.

Sejalan dengan penelitian Larasati, 2013 yang dilakukan di RSUD Abdul Moeloek Propinsi Lampung bahwa ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kejadian anemia pada remaja putri dengan p-value = 0,01 ≤ 0,05.

Aktivitas fisik berat akan mempengaruhi kadar hemoglobin dalam batas normal atau lebih karena aktivitas fisik berat merupakan penyebab metabolisme sel tubuh meningkat sehingga metabolisme besi dalam tubuh meningkat serta dapat menyebabkan kadar hemoglobin dalam tubuh normal atau lebih (Wardlaw & Anne, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat sebagian besar aktivitas fisik di sekolah MAN 1 Banjarmasin tahun 2020 paling banyak pada kategori berat. Dengan hasil kegiatan paling banyak dilakukan oleh responden adalah melakukan pekerjaan rumah (mengepel, menyapu, mencuci baju/piring), bersepeda, berbelanja, olahraga (Badminton, aerobic, berenang tenis meja, jogging. Alasan responden melakukan kegiatan tersebut sebagian besar karena mereka membantu orang tua dan olahraga tersebut merupakan hobby mereka dan responden sebagian besar tidak mengetahui berapa lama dan berapa kali dalam seminggu dalam melakukan aktivitas yang baik dan benar.

Menurut Larasati, 2013 apabila ingin mendapatkan aktivitas fisik yang baik maka harus memenuhi syarat seperti dilakukannya minimal 3-4 kali dalam seminggu serta dalam kurun waktu 30 menit dalam sekali beraktivitas. Karena Aktivitas fisik manusia sangat mempengaruhi kadar hemoglobin dalam darah. Sesorang yang secara rutin berolahraga kadar hemoglobinnya akan naik. Hal ini disebabkan karena jaringan atau sel akan lebih banyak membutuhkan O2 ketika melakukan aktivitas. Namun adapula yang memiliki nilai Hemoglobin normal namun memiliki kesegaran jasmani yang kurang (Bagu, 2014).

KESIMPULAN

Sebagian besar responden mengalami anemia sebanyak 37 responden (56,9%). Sebagian besar responden yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 31 responden (75,6%). Sebagian besar responden yang memiliki kebiasaan sarapan pagi kadang-kadang sebanyak 21 responden (65,6%). Sebagian besar responden yang memiliki aktivitas fisik yang berat sebanyak 24 responden (80%). Ada hubungan antara pengetahuan anemia dengan kejadian anemia pada remaja putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020 dengan p-value = 0,000. Ada hubungan antara kebiasaan sarapan pagi dengan kejadian anemia pada remaja putri di MAN 1 Banjarmasin tahun 2020 dengan p-value = 0,001. Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian anemia pada remaja putri di MAN 1 Banjarmasin Tahun 2020 dengan p-value = 0,002.

SARAN

Diharapkan mencari informasi tentang kejadian anemia yang bisa didapat baik dari buku, majalah, media cetak atau internet sebagai upaya melakukan pencegahan anemia, membiasakan

(11)

11

untuk sarapan pagi setiap hari, membiasakan mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi dan asam folat, makanan kaya vitamin B12, makanan berbahan dasar kacang kedelai, serta mengurangi aktivitas fisik yang berlebih agar terhindar dari anemia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Arisnawati., Ahmad Zakiudin. 2018. Hubungan Kebiasaan Makan Pagi Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri Di SMA Al Hikmah 2 Benda Sirampog Brebes. Jurnal Ilmiah Farmasi. (diakses pada 15 Juli 2020).

2. Basuki, J. 2019. Hubungan Kebiasaan Sarapan Dan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Hemoglobin Remaja Putri. Skripsi, Institut Teknologi Sains dan Kesehatan PKU Muhammadiyah Surakarta 2019.

3. Bagu, S.W. 2014. Hubungan Kadar Hemoglobin dengan Kesegaran Jasmani Studi pada Mahasiswa Semester II Tahun 2014 Jurusan Penjaskes Universitas Negeri Gorontalo. Skripsi, Jurusan Ilmu Keperawatan FIKK UNG.

4. Briawan, D. 2014. Anemia: Masalah Gizi Pada Remaja Wanita. Jakarta: EGC.

5. Damayanti, Ni Wayan Uki. 2018. Kadar Hemoglobin (Hb) Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tentang Anemia Pada Siswi Sma Negeri 1 Tembuku Bangli. Diploma Thesis, Politeknik Kesehatan Denpasar.

6. Dinkes Kalsel. 2017. Profil Tahunan Kesehatan Kota Banjarmasin Tahun 2017. Banjarmasin:

Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan 2017.

7. Dinkes Kalsel. 2019. Profil Tahunan Kesehatan Kota Banjarmasin Tahun 2019. Banjarmasin:

Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan 2019.

8. Judarwanto, W. 2008. Perilaku Maka Anak Sekolah. Jurnal Kesehatan. (diakses pada 15 Agustus 2020).

9. Larasati. 2013. Aktivitas Fisik, Diet Serat dan Kadar HbA1c Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Abdul Moeloek Propinsi Lampung. Jurnal Kesehatan. (diakses pada tanggal 25 Juli 2020)

10. Lee, G. M. 2008. Nutrition and Their Metabolism (12th ed.). Philadelphia.

11. Maharani, T.S. 2019. Hubungan Pengetahuan Anemia, Pendapatan Orang Tua, Kebiasaan Sarapan Dan Status Gizi (IMT/U) Dengan Status Anemia Pada Remaja Putri Di SMA Tadika Pertiwi Kota Depok Tahun 2019. Skripsi, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.

12. Mairita., Syamsul, A., dan Noor, A.F. 2018. Hubungan Status Gizi Dan Pola Haid Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Di Wilayah Kabupaten Banjar Tahun 2017.Jurnal Kesehatan Masyarakat. (diakses pada tanggal 17 Maret 2020).

13. Mularsih, S. 2017. Hubungan Pengetahuan Remaja Putri Tentang Anemia Dengan Perilaku Pencegahan Anema Pada Saat Menstruasi Di SMK Nusa Bhakti Kota Semarang. Jurnal Kebidanan. (diakses pada 22 Maret 2020).

14. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

15. Putri, K.M. 2018. Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri Di Wilayah Kerja Puskesmas Paal Merah I Kota Jambi Tahun 2018. Jurnal Kebidanan. (diakses pada 15 Agustus 2020).

16. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.

17. Rizka, M. 2017. Hubungan Kebiasaan Makan Pagi (Sarapan) Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Puteri Di SMPN 4 Banjarmasin. Skripsi, Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.

18. Rukmana, S. 2017. Hubungan Pemenuhan Asupan Zat Besi, Vitamin A Dan Asam Folat Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri Di Sma PGRI 4 Banjarmasin Tahun 2017.Skripsi, Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.

19. Saputri, R.O., Flora, R. 2019. Faktor-Faktor Resiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri Si SMA Negeri 19 Palembang. Skripsi, Universitas Sriwijaya.

20. Silalahi, V., Evawany, A., dan Taufik, A. 2016. Potensi Pendidikan Gizi Dalam Meningkatkan Asupan Gizi Pada remaja Putri Yang Anemia Di Kota Medan. Jurnal Kesehatan Masyarakat.

(diakses pada 20 Februari 2020).

(12)

12

21. Sodiaoetama, Ahmad Djaeni. 2006. Ilmu Gizi, Jilid 1. Cetakan keenam.Jakarta: Dian Rakyat.

22. Suryanti, Y., Indarmien, N.A. dkk. 2017. Hubungan Pengetahuan Dan Pola Makan Dengan Kejadian Anemia Remaja Puti DI MTS Swasta Al-Hidayah Talang Bakung Kota Jambi Tahun 2017. Jurnal Bahana Kesehatan Masyarakat. (diakses pada 15 Juli 2020).

23. WHO. 2011. Prevention of Iron Deficiency Anemia in Adolescents: Role of Weekly Iron and Folic Acid Suplementation.

24. WHO. 2015. The Global Prevalence of Anaemia in 2011. Geneva. World Health Organization.

25. Wedayanti, A.R. 2015. Hubungan Asupan Zat Gizi (Protein, Zat Besi, Vitamin C) Dan Lama Menstruasi Terhadap Kadar Hemoglobin Pada Remaja Putri Di SMPN 01 Tasikmadu. Naskah Publikasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

26. Wardlaw, G. M., & Anne, M. 2009. Contemporary Nutrition Seventh Edition Mc Graw Hill Higher Education.New York: Wardlaw.

Referensi

Dokumen terkait

Pembahasan Pengetahuan Remaja Putri Tentang Pencegahan Keputihan Berdasarkan hasil penelitian pada 15 remaja putri, diketahui tingkat pengetahuan remaja putri sebelum dilakukan