• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI DAN VITAMIN C DENGAN STATUS ANEMIA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK HEMODIALISA DI POLI HEMODIALISA RSUD BAHTERAMAS KENDARI - Repository Poltekkes Kendari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI DAN VITAMIN C DENGAN STATUS ANEMIA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK HEMODIALISA DI POLI HEMODIALISA RSUD BAHTERAMAS KENDARI - Repository Poltekkes Kendari"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronik (GGK)

1. Definisi gagal ginjal kronik (GGK)

Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan penyakit kronik yang progresif merusak ginjal sehingga menggangu keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh yang berdampak pada semua sistem tubuh. GGK saat ini menjadi salah satu penyakit yang banyak terjadi dan menjadi perhatian dunia termasuk Indonesia.

Jumlah penderita penyakit ini banyak dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Gagal ginjal kronik adalah ketidakmampuan ginjal mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh akibat sindrom uremik. Keadaan ini menyebabkan osteodistrofi ginjal yang berpengaruh pada jaringan otot dan kelemahan fisik sehingga muncul masalah intoleransi aktivitas.

Pada pasien gagal ginjal kronik mempunyai karakteristik bersifat menetap dan tidak bisa disembuhkan. Penderita memerlukan pengobatan berupa transplantai ginjal dalam jangka lama.

2. Etiologi

Etiologi GGK mungkin disebabkan oleh kelainan ginjal primer atau sebagai komplikasi dari gangguan multisistem yang berhubungan dengan penyakit penyerta, seperti diabetes yang saat ini menjadi penyebab utama GGK di seluruh dunia. Etiologi penyakit ginjal terutama disebabkan oleh penyakit kronik glomerulonefritis diikuti oleh nefropati iskemik, penyakit polikistik ginjal dan lupus nephritis (Doscas et al., 2017).

(2)

3. Tanda dan Gejala Gagal Ginjal Kronik

Menurut Kemenkes (2017), tanda dan gejala yang timbul karena penyakit ginjalbiasanya sangat umum (juga tampak pada penyakit lain) seperti:

a. Tekanan darah tinggi

b. Perubahan jumlah kencing dan berapa kali kencing dalam sehari c. Adanya darah dalam kencing

d. Rasa lemah serta sulit tidur e. Kehilangan nafsu makan f. Sakit kepala

g. Tidak dapat berkonsentrasi h. Gatal

i. Sesak

j. Mual dan muntah

k. Bengkak, terutama pada kaki dan pergelangan kaki, l. bengkak pada kelopak mata waktu bangun tidur pagi hari 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi gagal ginjal kronik

Faktor-faktor yang mempengaruhi gagal ginjal kronik dibagi menjadi 2 faktor yaitu :

a. Faktor yang dapat dimodifikasi 1. Hipertensi

Hipertensi merupakan salah satu penyebab penyakit ginjal kronik terbesar setelah diabetes melitus, hal tersebut disebabkan karena kadar gula darah yang tinggi dalam pembuluh darah akan merusak pembuluh darah halus yang ada di ginjal sehingga mempengaruhi struktur ginjal. Hal ini dapat menyebabkan rusaknya glomerulus yang berfungsi sebagai penyaring

(3)

menyaring protein dalam darah sehingga dapat ditemukan protein dalam urin.

2. Diabetes melitus

Diabetes melitus merupakan faktor utama terjadinya penyakit ginjal kronik, sesuai dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa diabetes melitus merupakan faktor risiko dan terdapat hubungan antara diabetes melitus dengan penyakit ginjal kronis.

3. Komsumsi obat pereda nyeri

Obat pereda nyeri atau juga disebut analgesic adalah obat yang membantu meredakan nyeri, demam dan bahkan peradangan. Obat-obatan ini dapat membantu dengan arthritis, pilek, sakit kepala (termasuk migrain), nyeri otot, kram menstruasi, sinusitis dan sakit gigi. Menurut national kidney foundation, sebanyak 3% hingga 5% kasus gagal ginjal kronik setiap tahun mungkin disebabkan oleh penggunaan obat penghilang rasa sakit yang berlebihan.

4. Napza

Ekstasi dan shabu meningkatkan suhu tubuh yang menyebabkan dehidrasi sehingga membatasi aliran darah ke ginjal dan dapat mengakibatkan gagal ginjal.

5. Radang ginjal

Radang ginjal adalah peradangan yang terjadi dibagian tertentu pada ginjal. Konsidi ini juga dikenal dengan nefritis ini dapat menimbulkan gejala yang berbeda-beda.

(4)

b. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi 1. Riwayat keluarga

Gagal ginjal tidak diturunkan atau terkait genetik. Namun faktor resiko gagal ginjal seperti hipertensi atau diabetes memiliki kecenderungan kecenderungan untuk diderita oleh pasien dan keterunannya. Sehingga penting untuk keturunan penderita penyakit tersebut untuk menjalani hidup sehat agar terhindar dari komplikasi penyakit seperti gagal ginjal.

2. Penyakit ginjal

Penyakit ginjal adalah gangguan fungsi pada organ ginjal. Kerusakan ginjal menyebabkan limbah dan cairan menumpuk dalam tubuh. Kondisi tersebut menyebabkan beberapa masalah seperti pembengkakan di pergelangan kaki, muntah, mual, susah tidur, dan sesak nafas.

3. Kelahiran premature

Bayi lahir prematur khususnya yang lahir dengan berat lahir kurang dari 1.000 gram, umumnya memiliki ukuran ginjal yang lebih kecil.

Kondisi ini berdampak pada anak premature hingga setelah dewasa.

Sebab, saat dewasa ia menjadi rentan mengalami gagal ginjal.

4. Usia

Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit gagal ginjal kronik. Semakin bertambahnya usia semakin sel-sel tubuh melemah, hal itu merupakan hal yang alamiah, begitupun dengan fungsi ginjal, pada usia 40 tahun jumlah nefron yang berfungsi berkurang setiap 10% setiap 10 tahun.

(5)

5. Trauma/kecelakaan

Trauma dapat menyebabkan gangguan pada fungsi ginjal yakni menyaring darah dan membuang sisa metabolisme. Gejala yang dapat ditimbulkan adalah darah pada air kemih, penurunan fungsi ginjal dan gejala infeksi.

5. Klasifikasi gagal ginjal kronik

Inisiatif Kualitas Hasil Penyakit Ginjal (KDOQI) dari National Kidney Foundation (NKF) mendefinisikan penyakit gagal ginjal kronik (GGK) sebagai kerusakan ginjal (struktural atau fungsional) atau penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) kurang dari 60mL / menit / 1,73m2 selama 3 bulan atau lebih.

KDOQI juga telah menetapkan sistem klasifikasi lima tahap GGK, yang terutama didasarkan pada laju filtrasi glomerulus (GFR). Persamaan baru yang menunjukkan peningkatan presisi dan akurasi GFR telah dikembangkan, seperti persamaan Kolaborasi Epidemiologi Penyakit Ginjal Kronis. GFR dapat diperkirakan menggunakan kreatinin dan cystatin C. Memperkirakan GFR menggunakan kreatinin saja telah terbukti dapat mendiagnosis GGK secara berlebihan dan telah diusulkan bahwa kombinasi persamaan kreatinin-cystatin C bekerja lebih baik daripada salah satu dari penanda ini saja. Risiko komplikasi pada GFR tertentu diubah oleh jumlah proteinuria dan KDOQI telah menerapkan pencantuman GFR dan albuminuria yang diperkirakan. Berikut kalsifikasi pada gagal ginjal :

a. Stadium 1, fungsi ginjal normal dengan bukti penyakit ginjal lainnya b. Stadium 2 fungsinya sedikit berkurang dengan GFR 60-89

c. Stadium 3 fungsinya mengalami penurunan sedang, GFR 30-60.

(6)

d. Stadium 4 fungsinya mengalami penurunan yang parah, GFR 15-29 e. Stadium 5 gagal ginjal GFR <15

Pada tahap 1 hingga 3 GGK harus dikonfirmasi dengan bukti diagnostik lain proteinuria atau hematuria, diagnosis genetik penyakit ginjal (penyakit ginjal polikistik) atau bukti ginjal abnormal secara struktural (nefropati refluks), tinjauan pengobatan (obat nefrotoksik) dan pencitraan untuk menyingkirkan obstruksi. Pasien dalam tahap 1 sampai 3 dapat dikelola dalam perawatan primer dengan tujuan mengurangi risiko terkait, seperti kejadian kardiovaskular, yang risikonya meningkat dengan GGK. Risiko kematian akibat kardiovaskular jauh lebih tinggi daripada risiko pasien yang memerlukan dialisis atau transplantasi ginjal. Pasien harus dinasehati tentang merokok dan perubahan gaya hidup dan terapi penurunan kolesterol harus dipertimbangkan jika sudah ada penyakit makrovaskular. Pada tahap 4 dan 5 manifestasi klinis GGK terlihat karena fungsi ginjal yang rendah dan pasien harus segera diperiksa oleh spesialis ginjal dengan GFR yang sangat rendah ( 300 mg / 24 jam) (Okorie et al., 2018).

6. Komplikasi Gagal Ginjal Kronik

Komplikasi neurologis sangat umum terjadi pada GGK. Cedera dapat terjadi di semua tingkat sistem saraf termasuk gangguan sistem saraf pusat (SSP) seperti stroke, disfungsi kognitif, dan ensefalopati, hingga kondisi sistem saraf perifer (PNS) seperti neuropati otonom dan perifer. Adanya komplikasi tersebut berdampak signifikan terhadap morbiditas dan mortalitas pasien. Dengan demikian, manajemen klinis komplikasi neurologis pada GGK membutuhkan pemahaman tentang penyebab gangguan fisiologis dan patologis.

(7)

Komplikasi kardiovaskular di beberapa negara pada GGK menunjukkan bahwa komplikasi tersebut ada beberapa diantaranya yaitu penyakit jantung arteriosklerus, gagal jantung kongestif, gagal jantung, patologi koroner, dan hipertensi Arteri (Diakité et al., 2020)

7. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik

Menurut Okorie et al. (2018), secara singkat, gagal ginjal kronis ditandai dengan hilangnya fungsi ginjal secara bertahap. Ginjal berfungsi sebagai organ ekskresi utama tubuh yang menghilangkan produk sisa metabolisme tubuh dengan cara menyaring darah. Zat yang tidak dibutuhkan atau berlebihan disaring dari darah dan membentuk urin. Dengan mengatur komposisi darah, ginjal mampu menjaga volume dan tekanan darah, memastikan keseimbangan Natrium (Na+), Klorida (Cl-), Kalium (K+), Kalsium (Ca2+), Hidrogen (H+) dan pH serta menghilangkan urea, asam urat dan kreatinin.

8. Cara menegakkan diagnosis gagal ginjal kronik

Pemeriksaan diagnostik pada sistem ginjal menurut (Priscilla LeMone, 2016) yaitu :

1. Hemoglobin Pemeriksaan darah ini digunakan untuk memeriksa kadar protein yang ada di dalam sel darah merah. Nilai normalnya : untuk pria 14- 18 g/dl, dan untuk perempuan 12-16 g/dl.

2. Albumin Pemeriksaan darah ini digunakan untuk memeriksa fungsi organ ginjal. Nilai normalnya : 3,4-5,4 g/dl.

3. Nitrogen Urea Darah (BUN) Pemeriksaan darah ini mengukur urea. Nilai normalnya : 5-25 mg/dl.

4. Kreatinin (Serum) Pemeriksaan darah ini digunakan untuk mendiagnosis

(8)

disfungsi ginjal. Kreatinin adalah sisa pemecahan otot yang diekskresikan oleh ginjal. Perbandingan nilai normal BUN/kreatinin yaitu 10:1. Nilai normal : serum 0,5-1,5 mg/dl.

5. Klirens Kreatinin Pemeriksaan urine 24 jam untuk mengidentifikasi disfungsi ginjal dan memonitor fungsi ginjal. Nilai normal : 85-135/menit.

6. Sistasin C Pemeriksaan darah ini dapat digunakan untuk alternatif pemeriksaan kreatinin guna melakukan skrining dan memonitor ginjal pada orang yang diduga mengalami penyakit ginjal. Sistain C merupakan inhibitor proteinase sistein yang disaring oleh ginjal.

7. CT Scan Ginjal CT scan digunakan untuk mengevaluasi ukuran ginjal, tumor, abses, massa suprarenal dan obstruksi.

8. Sistometogram (CMG, cystometogram) / (Sistogram berkemih) Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengevaluasi kapasitas kandung kemih dan fungsi neuromuskular kandung kemih, tekanan uretra, dan penyebab disfungsi kandung kemih.

9. GFR terukur (estimed GFR, eGFR) GFR terukur dianggap sebagai cara yang paling akurat mendeteksi perubahan fungsi ginjal. Nilai normal : 90-120 ml/menit.

10.IVP (intravenous pyelogram) IVP merupakan pemeriksaan radiologi yang dilakukan untuk memvisualisasikan seluruh saluran ginjal untuk mengidentifikasi ukuran, bentuk, dan fungsi ginjal yang abnormal.

11.MRI ginjal MRI digunakan untuk memvisualisasikan ginjal dengan mengkaji gelombang frekuensi radio dan perubahan medan magnetik yang ditunjukkan pada layar komputer.

(9)

12.Scan kandung kemih ultrasonik portabel Pemeriksaan ini digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai urine residual

B. GGK dengan hemodialisa 1. Definisi hemodialisa

Hemodialisa adalah proses pengangkutan dimana zat terlarut secara pasif berdifusi ke bawah gradien konsentrasinya dari satu kompartemen cairan (baik darah atau dialisat) ke kompartemen lain. Tujuan hemodialisis adalah mengeluarkan racun dari tubuh dan mempertahankan komposisi intraseluler dan ekstraselulernya dalam kisaran normal sebanyak mungkin. Kecukupan hemodialisis mengacu pada seberapa baik racun dan produk limbah dikeluarkan dari darah pasien dan memiliki dampak besar pada kesejahteraan mereka (Somji et al., 2020).

Hemodialisis dilakukan dengan mesin (dialyzer) yang mengandung membran semipermeabel. Membran ini memungkinkan lewatnya cairan dan limbah yang berlebihan. Shunt atau fistula arteriovenosa mencapai akses ke aliran darah (Costantinides et al., 2018).

Hemodialisis berfungsi sebagai terapi penyelamat hidup untuk banyak orang di seluruh dunia (Alvarez et al., 2017). Meskipun hemodialisis dapat meningkatkan harapan hidup, namun tidak dapat mengubah perjalanan alami penyakit, bukan pengganti yang sempurna untuk fungsi ginjal secara penuh, mengakibatkan banyak komplikasi pada pasien, dan menyebabkan masalah fisik, mental, dan sosial bagi pasien dan keluarganya (Eshg et al., 2017).

2. Indikasi dan kontraindikasi

Menurut Murdeshwar & Anjum (2020), inisiasi hemodialisis diperlukan untuk penyakit akut yang berhubungan dengan AKI, hiperkalemia yang

(10)

mengancam jiwa, asidosis refraktori, hipervolemia yang menyebabkan komplikasi organ akhir (misalnya edema paru), atau konsumsi toksik lainnya.

Kondisi ini menyebabkan disregulasi dan gangguan klirens sitokin (modulator respon imun), menyebabkan vasodilatasi, depresi jantung, dan imunosupresi yang menyebabkan kerusakan organ akhir, ketidakstabilan hemodinamik, atau penundaan pemulihan ginjal.

Kontra indikasi untuk hemodialisis adalah ketidakmampuan untuk mengamankan akses vaskular, dan kontraindikasi relatif melibatkan akses vaskular yang sulit, fobia jarum, gagal jantung, dan koagulopati. Teknik modern digunakan pada pasien dengan penyakit vaskular ekstensif untuk meningkatkan pembentukan dan penyelamatan akses vaskular. Kontraindikasi relatif seperti keengganan jarum dapat diatasi dengan penggunaan anestesi lokal secara hati-hati dan dorongan perawatan. Koagulopati berat mempersulit pemeliharaan antikoagulasi di sirkuit ekstrakorporeal.

3. Komplikasi hemodialisis

Menurut Song (2018), hipotensi intradialitik sering terjadi dan merupakan komplikasi yang menantang pada pasien hemodialisis. Episode hipotensi intradialitik yang signifikan yang membutuhkan serangkaian intervensi pengobatan terjadi hingga 10-30% dari semua dialisis. Selain itu juga ada beberapa komplikasi pada pasien hemodialis is sebagai berikut :

1. Komplikasi Umum

Selain hipotensi intradialitik, komplikasi hemodialisa yang sering terjadi termasuk sindrom kelelahan postdialisis, kejang otot, sindrom kaki gelisah, mual dan muntah, sakit kepala, nyeri dada, nyeri punggung, pruritus, dan

(11)

reaksi pirogenik dalam urutan frekuensi. Selain itu, hingga setengah dari pasien dialisis masih menunjukkan hipertensi yang tidak terkontrol (dialisis refrakter atau hipertensi intradialitik).

2. Komplikasi Langka

Hemodialisa juga dapat menyebabkan komplikasi yang tidak umum tetapi signifikan secara klinis, yang meliputi sindrom disekuilibrium dialisis, kejang, neutropenia terkait dialisis, aktivasi komplemen dan hipoksia, trombositopenia, dan perdarahan.

3. Komplikasi Teknis

Komplikasi teknis terdiri dari hemolisis, embolisme udara, dan kerusakan suhu

C. Asupan Zat Gizi 1. Asupan Protein

a. pengertian protein

Istilah protein berasal dari kata yunani kuno yang berarti utama atau yang didahulukan. Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupan bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein, separuhnya ada di dalam otot, seperlima ada di tulang dan tulang rawan, sepersepuluh ada didalam kulit dan selebihnya ada didalam jaringan lain dan cairan tubuh.

Molekul protein mengandung unsur -unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen. Unsur nitrogen adalah unsur utama protein, karena terdapat didalam semua protein akan tetapi tidak terdapat didalam karbohidrat dan lemak . Unsur nitrogen merupan 16% dari berat protein.

(12)

b. Fungsi Protein

Protein mempunyai fungsi yaitu (Suharyati 2019) :

1. Membangun serta memelihara sel -sel dan jaringan tubuh 2. Pembentukan ikantan -ikatan esensial tubuh

3. Mengatur keseimbangan air 4. Memelihara netralitas tubuh 5. Pembentukan antibody

6. Mengangkut zat -zat gizi 7. Sumber energy

c. Sumber Protein

Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik alam jumlah maupun mutu ,seperti telur, susu, daging, unggas, dan kerang. Sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti tempe dan tahu serta kacang - kacangan lainnya . Kacang kedelai merupakan sumber protein nabati yang mempunyai mutu atau nilai biologis tertinggi . Seperti dijelaskan semula protein kacang -kacangan terbatas dalam asam amino metionin. Padi - padian dan hasilnya relatif rendah dalam protein, tetapi karena dimakan dalam jumlah banyak, memberikan sumbangan besar terhadap konsumsi protein sehari. Gula, sirup, lemak dan minyak murni tidak mengandung protein. Dalam merencanakan diet, disamping memperhatikan jumlah protein perlu diperhatikan pula mutunya. Protein hewani umumnya mempunyai susunan asam amino yang paling sesuai dengan kebutuhan manusia.

(13)

2. Asupan Zat Besi a. Pengertian Zat Besi

Zat Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Besi mempunyai beberapa fungsi esensial didalam tubuh: sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut electron didalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim didalam jaringan tubuh. Walaupun terdapat luas di dalam makanan banyak penduduk di dunia mengalami kekurangan besi, termasuk di Indonesia. Kekurangan besi sejak tiga puluh tahun terakhir diakui berpengaruh terhadap produktivitas kerja, penampilan kognitif, dan system kekebalan

b. Fungsi Zat Besi

Zat Besi mempunyai fungsi yaitu (Suharyati 2019):

1. Metabolism energy 2. Kemampuan belajar 3. System kekebalan tubuh 4. Pelarut obat-obatan c. Sumber Protein

Sumber baik zat besi adalah makanan hewani, seperti daging, ayam, dan ikan. Sumber baik lainnya adalah telur, serelia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah

(14)

3. Asupan vitamin C a. Pengertian vitamin C

Pada tahun 1750, Lind, seorang dokter dari Skotlandia menemukan bahwa scurvy dapat dicegah dan diobati dengan memakan jeruk. Baru pada tahun 1932 Szent-Gyorgyi dan C. dinamakan vitamin C. zat ini kemudian berhasil disintesis pada tahun 1933 oleh Haworth dan Hirst sebagai asam askorbat.

b. Fungsi vitamin C

Vitamin C mempunyai fungsi yaitu (Suharyati 2019):

1. Sintesis kolagen

2. Sintesis Karnitin, Noradrenalin, serotonin 3. Absorbsi dan Metabolisme Besi

4. Absorbi Kalium

5. Mencegah Kanker dan Penyakit Jantung c. Sumber vitamin C

Vitamin C pada umumnya hanya terdapat didalam pangan nabati, yaitu sayur dan buah terutama yang asam, seperti jeurk, nanas, rambutan, pepaya, gandaria, dan tomat, vitamin C juga banyak terdapat didalam sayuran daun- daunan dan jenis kol.

D. Anemia

1. Pengertian anemia

Anemia menurut World Health Organization (WHO) yaitu konsentrasi hemoglobin <13,0 mg/dl untuk laki-laki dan wanita <12,0 ml/dl. teh national kidney mendifinsikan anemia pada pasien gangguan ginjal kronis jika hemoglobin <11,0 gr/dl ( hematocrit <33%) untuk wanita menopause dan

(15)

sebelum pubertas sedangkan < 12,0 gr/dl (hematokrit <37%) pada laki laki dewasa serta wanita sesudah menopause. PERNEFRI 2011 menyatakan bahwa pasien gangguan ginjal kronis dikatakan anemia apabila Hb ≤10 gr/dl dan Ht ≤ 30%.

2. Jenis anemia

a. Anemia defisiensi besi

Anemia yang disebabkan oleh kurangnya mineral Fe. Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang masuknya unsur besi dengan makanan, karena gangguan absorbsi, atau terlampau banyaknya besi keluar dari badan, misalnya pada perdarahan.

b. Anemia megaloblastik

Anemia yang disebabkan oleh defisiensi asam folat, jarang sekali karena defisiensi vitamin B12, anemia ini sering ditemukan pada wanita yang jarang mengkonsumsi sayuran hijau segar atau makanan dengan protein hewan tinggi

c. Anemia Hemolotik

Anemia yang disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat dari pembuatannya.

d. Anemia Hipoplastik dan Aplastik

Anemia yang disebabkan karena sumsum tulang belakang kurang mampu membuat sel-sel darah yang baru (Prawirohardjo, 2009). Pada sepertiga kasus anemia dipicu oleh obat atau zat kimia lain, infeksi, radiasi, leukimia, dan gangguan imunologis

(16)

e. Anemia Sel Sabit

Anemia sel sabit terjadi akibat kelainan genetik yang membuat sel darah merah berbentuk seperti sabit. Sel- sel ini mati terlalu cepat sehingga tubuh tidak pernah memiliki sel darah merah yang cukup, Selain itu, bentuk sel darah abnormal ini juga membuatnya lebih kaku dan lengket sehingga bisa menghalangi aliran darah. Pemberian obat dapat dilakukan untuk mencegah kondisi bertambah parah. Namun, satu-satunya cara mengatasi anemia jenis ini adalah dengan transplantasi sumsum tulang.

3. Etiologi

Etiologi anemia pada GGK adalah multifaktorial, termasuk defisiensi eritropoetin (EPO), pemendekan masa hidup sel darah merah, defisiensi besi, dan kehilangan darah dari hemodialisis.

1. Definisi EPO

Terdapat berbagai faktor penyebab anemia pada gangguan ginjal kronis, namun penyebab utama adalah ketidak cukupan produksi eritropoietin (EPO), yang sering diikuti dengan defisiensi besi. Defisiensi EPO sebagai akibat kerusakan sel-sel penghasil EPO (sel peritubuler) pada ginjal. EPO adalah sebuah hormon glikoprotein yang diproduksi terutama oleh ginjal. EPO yang akan berdiferensiasi menjadi sel darah matur berinteraksi dengan reseptor spesifik pada permukaan sel induk eritroid. Perkembangan sel eritroid ini melibatkan produksi sel yang mengandung Hb. Kegagalan ginjal yang progresif berkontribusi pada peningkatan insiden anemia karena defisiensi EPO. Mekanisme penurunan produksi EPO ini belum diketahui secara pasti.

(17)

2. Pemendekan masa hidup sel darah merah

Faktor-faktor penyebab lain anemia pada pasien GGK adalah menurunnya rentang hidup sel darah merah dari normal 120 hari menjadi sekitar 70 hingga 80 hari pada penderita dengan GGK. Faktor-faktor tersebut adalah trauma sel darah merah akibat penyakit mikrovaskular (diabetes atau hipertensi), kehilangan darah dari prosedur hemodialisis, perdarahan gastrointestinal dari penyakit ulkus peptikum dan angiodisplasia usus, serta stress oksidatif yang mempersingkat kelangsungan hidup sel darah merah.

Penurunan masa hidup sel darah merah dapat terjadi pada pasien GGK (Masood & Teehan, 2012). Hal ini dikarenakan terjadi penurunan produksi eritropoietin yang berfungsi memicu proliferasi, maturasi, dan peningkatan jumlah sel darah merah. Selain itu eritropoietin yang dilepaskan sel endogen sebagai respon terjadinya anemia dapat mencegah apoptosis dari eritrosit progenitor sumsum tulang belakang yang masih muda. Sehingga jika berkurang maka akan terjadi penurunan umur sel darah merah.

3. Defisiensi Besi

Anemia defiseiensi besi pada pasien GGK terutama disebabkan oleh asupan nutrisi yang kurang, gangguan absorbs, pendarahan kronis, inflamasi atau infeksi, serta peningkatan kebutuhan besi selama koreksi anemia dengan terapi Eritropoietin Stimulating Agent.

4. ACE inhibitor dan angiotensin receptor antagonist

Kedua golongan obat ini dapat menyebabkan penurunan reversibel konsentrasi Hb pada pasien GGK. Mekanisme ACE inhibitor dan angiotensin receptor blockers menurunkan Hb dengan memblok langsung efek

(18)

proerythropoietic dari angiotensin II pada prekursor sel darah merah, degradasi inhibitor fisiologis hematopoiesis, dan penindasan IGF-1.

5. Perdarahan gastrointestinal (GI) bagian bawah

Anemia yang terjadi karena perdarahan GI bagian bawah merupakan kompensasi kurangnya pasokan nutrien, seperti besi, dan mekanisme fisiologis yang juga berkontribusi terhadap kejadian perdarahan GI bagian bawah seperti disfungsi uremik platelet, penggunaan heparin intermiten di dialisis, penggunaan agen antiplatelet dan antikoagulan. Penyebab perdarahan ini dapat disebabkan oleh angiodisplasia, divertikulosis, ca-colon, inflammatory bowel disease, dialysis related amyloidosis, ischemic colitis, hemorroid, anal fissure, dan stercoral ulceration.

4. Patofisiologi

Penurunan konsentrasi oksigen jaringan mengakibatkan ginjal meningkatkan produksi dan pelepasan eritropoetin (EPO) ke dalam plasma darah, yang menstimulasi stem sel untuk berdiferensiasi menjadi proeritroblast, selanjutnya meningkatkan kecepatan mitosis, meningkatkan pelepasan retikulosit dari sumsum tulang belakang, dan menginduksi pembentukan hemoglobin.

Pada gagal ginjal terjadi defisiensi eritropoietin sehingga proses pembentukan hemoglobin menjadi berkurang. Terdapat faktor lain pada gangguan ginjal kronis yang juga berkontribusi pada anemia, yaitu kondisi inflamasi kronis dan akut yang memiliki pengaruh kuat pada anemia gangguan ginjal kronis, oleh agen inflamasi sitokin yang menurunkan produksi EPO dan menginduksi apoptosis pada Colony Forming Units-Erythroid Cells (CFU-E).

Pada induksi awal apoptosis sel CFU-E menghentikan proses perkembangan

(19)

menjadi sel darah merah. Agen inflamasi sitokin juga ditemukan dapat menginduksi produksi hepcidin, suatu peptide yang dihasilkan di hati, yang mengganggu dalam produksi sel darah merah, dengan menurunkan ketersediaan besi untuk menjadi eritroblas. Hal ini dapat mengurangi produksi sel darah merah.

(20)

E. Kerangka Teori dan Konsep a. Kerangka teori

Gambar 1. Kerangka teori Factor yang

dapat

dimodifikasi : - Hipertensi - Diabetes

mellitus - Komsumsi

obat pereda nyeri

- Napza

- Radang ginjal - Asupan Zat

Gizi a. Protein b. Natrium c. Kalsium d. Fe e. Cairan d. Vitamin C

Factor yang tidak dapat dimodifikasi : - Penyakit

ginjal - Kelahiran

premature - Usia

- Trauma/kecel akaan

- Jenis penyakit tertentu

GGK Hemodialisa

Kehilangan zat gizi dalam darah

katabolisme otot

(21)

b. Kerangka konsep

Variabel penelitian ini meliputi variabel independen (variabel bebas) yang terdiri dari asupan protein, Fe dan kadar hemoglobin, sedangkan variabel dependen (variabel terikat ) yaitu status gizi

Variabel independent Variabel dependent

Gambar 2. Kerangka konsep F. Hipotesis penelitian

1. Ada hubungan asupan protein dengan Status Anemia pasien gagal ginjal kronik hemodialisa di poli hemodialisa RSUD Bahteramas Kendari.

2. Ada hubungan asupan zat besi dengan Status Anemia pasien gagal ginjal kronik pre hemodialisa di poli hemodialisa RSUD Bahteramas Kendari.

3. Ada hubungan asupan vitamin C dengan Status Anemia pasien gagal ginjal kronik pre hemodialisa di poli hemodialisa RSUD Bahteramas Kendari.

Asupan Protein

Asupan Fe Status Anemia

Asupan Vitamin C

Referensi

Dokumen terkait

20 4.1.3.3 Status Gizi Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa 21 4.1.3.4 Pengaruh Kepatuhan Diet Terhadap Status Gizi Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani

Item/Component Unit Physical Targets Financial Allocation Rs.. in lakhs GOI Share State Share Total