• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM KEKERABATAN DAN PERJANJIAN ADAT

N/A
N/A
kinasa gita

Academic year: 2024

Membagikan "HUKUM KEKERABATAN DAN PERJANJIAN ADAT"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

HUKUM

KEKERABATAN DAN PERJANJIAN ADAT

KELAS : G

PROGRAM STUDI S-1 REGULER

FAKULTAS HUKUM – UNIVERSITAS GADJAH MADA 2015

(2)

HUKUM PERKAWINAN

2

(3)

H U K U M A D A T

P e n g e r t i a n

T u j u a n l e g a l i t a s

A s a s - a s a s S i s t e m s y a r a t - s y a r a t P e r k a w i n a n A d a t

3

(4)

HUKUM PERKAWINAN ADAT

Pengertian

Djojodigoeno, upacara inisiasi dalam keadaan baru (penuh perkembangan hidupnya dan nilainya karena membentuk & memimpin paguyuban keluarga/somah).

Van Gennep, upacara peralihan (The rites of passage) dari hidup terpisah menjadi hidup bersama sbg suami isteri.

The Rites of passage :

1. Rites of separation (upacara perpisahan dari status semula)

2. Rites of liminality (upacara perjalanan ke status baru)

3. Rites of incorporation (upacara penerimaan ke dlm

status baru) 4

(5)

Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974,

Ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan wanita sbg. Suami-isteri dg. Tujuan membentuk kel. yg bahagia & kekal berdsr KeTuhanan YME.

Burgerlijk Wetboek (BW-KUHPerdata),

tak ada pasal yg memberi pengertian perkawinan.

H. Islam,

Ps 2 KHI, akad yg kuat (mitsaqan ghalidhan) utk beribadah/ taat perintah Alloh.

An Nissa’: 3, kawinilah wanita-wanita yg kamu senangi.

5

(6)

ASAS-ASAS

selain ikatan seorang pria dg seorang wanita, juga bermakna hub.hukum para kerabat.

sah mnt agama/kepercayaan dan pengakuan para kerabatnya.

Masyarakat adat dapat menolak kedudukan suami isteri.

Dimungkinkan poligami ( vide, Ps 3- 4 UUP dan Ps 27 BW)

Dimungkinkan perkawinan belum cukup umur (vide, Ps 7 UUP, pria umur: 19 th &

wanita 16 th; 29 BW: pria 18 th dan wanita 15 th)

6

(7)

LEGITIMASI SAHNYA PERKAWINAN

UU No. 1/1974 ttg UUP

Hukum Barat (BW)

Hukum Islam Hukum Adat

Pasal 2 (1) UUP

perkawinan sah jika

dilaksanakan menurut

hukum masing- masing agamanya dan

kepercayaan nya itu

Pasal 26 BW

Perkawinan sah, jika dipenuhinya ketentuan

hukumnya (perjanjian), maka acuannya Pasal 1320 BW:

Kesepakatan

Kecakapan

hal tertentu

sebab yang halal

Perkawinan sah apabila

memenuhi syarat-syarat sbb:

1) Ijab-qobul 2) Ada calon

mempelai lk dan pr

3) Ada Wali untuk

mempelai pr 4) Ada Saksi

Perkawinan sah tergantung

agamanya atau kepercayaannya .

7

(8)

Syarat-syarat Sahnya Perkawinan Berdasarkan Hukum Adat

Persetujuan orangtua-kerabatnya (vide, Pasal 6 (1) UUP dan Pasal 28 BW - harus ada persetujuan calon mempelai).

Dasar: bibit (keturunan), bobot (kekayaan, pekerjaan, pendidikan) & bebet

(perilaku). Islam: Harta, keturunan, fisik

dan agama)

Tidak ada batasan umur

Perjanjian kawin dapat diadakan pada waktu sebelum atau saat perkawinan (vide,

Pasal 6 – 10 UUP) 8

(9)

TUJUAN PERKAWINAN,

Ps 1 (2) UUP, RT yg bahagia dan kekal berdsr KeTuhanan YME.

H.Islam, QS Ar Rum: 21, RT sakinah, mawadah warahmah.

Adat, mempertahankan & meneruskan keturunan mnt grs kebpkan, keibuan atau keibu-bapakan.

BW, ps 26 perkawinan hanyalah dalam

hubungan perdata.--- perjanjian seorang pria dg wanita sbg suami-isteri. Tidak

terkait dg aspek keagamaan dan keturunan

bukan tujuan. 9

(10)

TIGA ASPEK PERKAWINAN A.

PYZEE

1. Hukum

Perjanjian/ akad, hak- kewajiban dan hak gugat

2. Sosial

Status dan penghargaan warga meningkat dan poligami terkontrol.

3. Agama

akad suci (mitsaqan ghalidhan), kawin sementara dilarang dan keturunan dan kebahagiaan.

10

(11)

Sistem Perkawinan

1. Endogami, seorang pria diharuskan mencari isteri di dalam lingkungan kerabatnya (Toraja, Dayak & Bali).

2. Exogami, seorang pria diwajibkan beristeri di luar kerabatnya (Batak, Minangkabau, Lampung & Maluku).

3. Eleutherogami, seorang pria tidak dilarang atau diharuskan beristeri dari dalam atau luar lingkungan kerabatnya (Jawa).

11

(12)

PERKAWINAN

Pengertian:

Ps 1 UUP, ikatan lahir-batin antara seorang pria dg seorang wanita sbg suatri (suami isteri) dg tujuan

membentuk keluarga, RT yg bahagia dan kekal berdsr KeTuhanan YME.

Agama, perbuatan suci (sakramen, samskara), mrpk

perikatan antara dua pihak dlm memenuhi perintah dan anjuran Tuhan.

Adat, perikatan perdata, adat, kekerabatan dan ketetanggaan.

Ter Haar: perkawinan merupakan urusan pribadi,

keluarga, kerabat, masyarakat, agama dan martabat.

12

(13)

PERTUNANGAN

Prosesi perkawinan secara formal dr peminangan, pertunangan, srah-srahan/pemberian bantuan,

ijab-kabul dan pasca perkawinan.

Perkwn urusan keluarga, kerabat-masyarakat.

Cara terjadinya:

a. Kawin pinang (melamar); Lampung, Kalimtn,Sulsel.

Lembaga nontoni: peminang melihat calon menantu/isteri. Muqoddimat al jawaz (proses

pendahuluan).

Penolakan:

- memakai jarik parang rusak - tehnya pahit

- blm mikir RT 13

(14)

b. Kawin lari -bersama (perset. Dua pihak)

* uang jujur tinggi

* ortu blm setuju

* pihak gadis nolak lamaran

* --- sdh tunangan

* terlanjur jatuh cinta

14

(15)

c. Kawin bawa lari

1. melarikan seorang wanita yg sdh ditunangkan/

dinikahkan dg pria lain

2. melarikan gadis secara paksa

3. Bali-Lampung: kawin rangkat

Pertunangan, Khitbah.

Prosesi perkwn pasca lamaran (masa tunggu)

Pemberitahuan keinginan menikah pd walinya.

Disampaikan dg tegas (sarih) atau sindiran (kinayah), QS 2: 235. Adat ?

Pra akad nikah, calon suatri agar saling mengenal-

memahami kepribadian. 15

(16)

Istilah tunangan:

- Jawa; pacangan, Banyuwangi: Bakalangan, Bali: Buncing, Dayak Ngaju: mamupuh.

Sahnya pertunangan:

Sejak diterimanya hadiah pertunangan dr pihak pria (no mahar).

Hadiah:

Jawa: Peningset/panjer, Aceh: tanda kongnarit, Nias: bobo mibu, Bali: paweweh, Banyuwangi:

cengcengan, Sulsel: passikoq, Maluku: tapu.

Wujudnya: barang-uang, sbg simbol kekayaan pihak pria. Tukar cincin tak hrs kr pengaruh

budaya barat.

16

(17)

Islam-Adat,

Secara substansial sama yaitu mengetahui keadaan para pihak.

Tunangan HA mrpk peristiwa hk sdg HI bukan kr tidak menimbulkan akibat hk.

Dilarang berkhalwat (sepi-berduaan) no mahramnya.

UUP: psl 6 syarat nikah, persetujuan calon suatri.

KHI: ps 11-13.

17

(18)

Implikasi:

HI: moral, Pasal 13 KHI, peminangan blm menimbulkan akibat hk dan pr pihak bebas memutuskan hub petunangan.

HA:

Jika yg memutuskan pihak pria, maka barang yg diberikan dianggap hilang.

Bila pihak wanita, barang dikembalikan 2/3 x lipat.

Putusnya tunangan:

Salah satu mati

Salah satu ingkar janji

Berdasarkan musyawarah

18

(19)

Akibat tunangan:

Kewajiban memenuhi persetujuan utk nikah

Dilarang mengadakan hub dg pihak lain (peminangan-perkawinan)

Saling bantu membantu

Saling mengawasi perilaku

Pihak yg merasa dirugikan dpt menuntut

Jika yg memutuskan pihak pria, maka barang yg diberikan dianggap hilang.

Bila pihak wanita, barang dikembalikan 2/3 x lipat.

19

(20)

Hadist :

Tidak halal bagi seorang memberi sesuatu kemudian menarik kembali, kecuali orangtua yg memberi sesuatu kpd anaknya”.

“Orang yg kembali mengambil atas pemberian

(hibah)nya, ibarat orang yg menelan muntahan yg telah dikeluarkan”

Jika konflik ?

- idealnya tidak usah diminta lagi

- musyawarah (QS As Syuro: 38, Wa amruhum syuuroo bainahum = Dan urusan diantaramu musyawarahlah).

amruhum = common problems, urusan keluarga, organisasi, masyarakat, bangsa-negara.

QS An Nissa: 128, wa shulchu khoir =

perdamaian itu lebih baik. 20

(21)

Batasan:

tidak menghalalkan yg haram atau mengharamkan yg halal.

Peminangan/tunangan tak diatur UUP kr bukan perb hk sehingga tak ada hak-kewajiban.

Hal yg esensial dlm kaitan ini adalah jangan salah pilih (life is choice).

21

(22)

BENTUK-BENTUK PERKAWINAN

1. Perkawinan Jujur (Patrilineal)

Perkwn dg pemberian jujur (barang-uang) dr pihak pria pd wanita.

di Batak (tuhor), Bali (patukunluh), Maluku (wilin), Gayo (unjuk), Timor (belis) dan

Lampung (sereh).

Tujuan: tanda pengganti mempelai wanita yg keluar dr kerabat ortunya kr pindah dan masuk ke dlm kerabat suaminya.

Jawa: tukon sbg utk meringankan biaya

pernikahan; tanpa tukon perkwn dpt dilaks.

Ukuran uang jujur tergantung keadaan sos-ek wanita, makin tinggi makin mahal.

22

(23)

Umumnya: “pantang cerai”

Jika suami mati, istri dpt nikah dg sdr suami : Leviraat huwelijk. Tanpa pembayaran jujur lagi Istilah Perkawinan Leviraat :

Batak Toba, pareakhon, mangabia. Batak Karo, lakoman.

Sumsel (Bengkulu), anggau

Jawa, medun ranjang atau naik ranjang.

23

(24)

Pembayaran jujur # mas kawin (mahar = Islam) - Kewajiban Adat - Kewajiban Agama

- Utk kerabat - utk mempelai wanita

- meringankan bea walimahan, no tukon perkwn dpt dilaks tp tanpa mahar nikah tak dpt dilaks.

Escape Clause:

a. Perkawinan Ambil Anak

 Bali (sentana tarikan, nyeburin), Lampung (negiken-tegak tegi).

b. Perkawinan Leviraat (Perkawinan ganti suami).

c. Perkawinan Sororat (Perkawinan ganti isteri)

 Batak Toba (makkabia), Batak Karo (gancihabu), Pasemah (kawin tungkat), Lampung (nuket),

Banten (naik-turun ranjang) dan Jawa (karang

wulu). 24

(25)

d. P. mengabdi

Batak: mandinding, Lampung; iring beli, Bali;

nunggonin.

suami di tempat mertua sampai lunas

pembayaran jujurnya. Bekerja-mengurus ortu/adik-adik isteri.

25

(26)

E. KAWIN LARI (MERARIK SUKU SASAK)

Perkawinan merarik adalah perkawinan yang diawali dengan janji antara wanita dan perjaka yang telah terikat dalam hubungan beberaye (berpacaran) untuk melarikan sang gadis dari rumahnya.

Peristiwa ini dilakukan pada malam hari.

Calon suami dibantu oleh orang yang dipercaya untuk membawa calon istri ke tempat peseboan (persembunyian), yaitu rumah keluarga calon mempelai laki-laki.

Tradisi merarik dalam budaya masyarakat suku

Sasak di Lombok Nusa Tenggara Barat, hingga kini lebih banyak dipahami sebagai selarian (kawin

lari). 26

(27)

POTENSI PELANGGARAN DALAM PERKAWINAN

MERARIK

Perkawinan merarik berpotensi menimbulkan bentuk-bentuk pelanggaran dalam norma adat sekaligus sengketa antara kedua belah pihak keluarga.

Pelanggaran norma adat yang berpotensi muncul antara lain Salak Tingkah, Ngoros, Peruput, Merugul, Kepanjing, Pengampuan.

Sedangkan sengketa yang timbul disebabkan oleh karena perbedaan pendapat menyangkut wali nikah, sudut pandang tentang proses

pelaksanaannya, karena ketidaksepadanan,

dan lain-lain. 27

(28)

CARA-CARA PENYELESAIAN SENGKETA PELANGGARAN TERHADAP

PERKAWINAN MERARIK

28

Mufakat karma waris, setiap peristiwa perkawinan merarik pertama kali yang dilakukan adalah dengan

memaklumkan peristiwa tersebut kepada keluarga.

Melalui Krama Adat Kampung - Penghulu Kampung dimana kepala kampong mendatangi pihak-pihak yang bersengketa secara terpisah untuk mendengarkan kehendak masing-masing.

Sedangkan penyelesaian melalui kepala desa (pemusungan) dimana ia memimpin acara pertemuan dan meminta para pihak yang

bersengketa untuk menyampaikan kehendaknya.

PENGADILAN AGAMA  dilakukan oleh orang tua wanita dengan mengajukan permohonan pembatalan ataupun pencegahan perkawinan merarik

Sedangkan bagi calon mempelai wanita yang telah cukup umur, tetapi dalam melaksanakan perkawinan merarik melanggar norma perkawinan merarik atau terjadi perbedaan pendapat tentang pelaksanaan perkawinan merarik, proses yang dilakukan adalah calon mempelai wanita, mengajukan permohonan wali adhol ke Pengadilan Agama dalam wilayah hukum tempat peristiwa terjadi.

PENGADILAN NEGERI  dilakukan melalui proses perkara pidana dengan

mengadukan peristiwa perkawinan merarik tersebut sebagai peristiwa pidana melalui kepolisian.

NON LITIGASI LITIGASI

(29)

2. Perkawinan Semenda (matrilineal)

Minangkabau, Lampung Pesisir dan Bengkulu.

Perkwn tanpa jujur, pasca nikah suami tetap pd

kerabatnya tp dpt bergaul dg isteri dan kerabatnya.

Suami dianggap sbg urang sumando (out sider, orang luar).

Suami dibawah kekuasaan kerabat isteri, tp kddk hk tgt jenis P.semenda.

Macam-macam Perkawinan Semenda:

Semenda raja-raja, kddk suatri seimbang, berhak menent tempat tinggal

Semenda lepas, suami ngikuti istri

Semenda bebas, suami tetap di kerabat asalnya-sbg out sider di istri

Semenda nunggu, suami di kerabat isteri—adik ipar mandiri

Semenda ngangkit, istri dijadikan penerus ket pihak kerabat suami

29

(30)

3. Perkawinan Bebas (Parental)

o Kedudukan Suami-istri Seimbang

o Pasca nikah, suami-istri pisah

(mentas,mencar) dari keluarga ortu dan membentuk RT sendiri (neolokal).

o Ortu---memberi bekal bagi kehidupan RT

pasangan suami-istri tsb sbg harta bawaan (gono atau gini).

o Perkawinan ganti suami (medun ranjang = leviraat) & P. ganti isteri (karang wulu =

sororat), bukan suatu keharusan.

30

(31)

Pola tempat tinggal pasca menikah

a. matrilokal (tut buri), suami ikut di tempat kediaman isteri

b. patrilokal (ngomahi), istri bertempat tinggal di kerabat suami

c. neolokal, pasutri menempati tempat tinggal yang baru

Perkawinan Tidak Sederajat, jenis-jenisnya:

1) Perkawinan Nyalindung Kagelung = Perkawinan Glundung suling

Dimana istri > kaya dari suami……….. Suami ikut istri (tut buri).

2) Perkawinan Manggih Kaya = Perkawinan Glundung semprong Dimana suami > kaya dari istri……….. Istri ikut suami

(ngomahi).

31

(32)

4. Perkawinan Anak

Perkawinan antar pria-wanita yg belum cukup umur atau perkawn yg digantungkan pd syarat tertentu utk berkumpulnya sebagai pasutri.

Pasal 7 (1) UUP, diizinkan nikah jika pria 19 th dan wanita 16 th.

Nikah Gantung (Jawa).

Secara yuridis sbg pasutri yg sah tetapi blm diperbolehkan bercampur sbg sutri sampai syarat ttt terpenuhi.

Misal, sdh anak dewasa, sdh bekerja, lulus kuliah, punya rumah, dan punya mobil.

32

(33)

Nikah sirri

- sah menurut agama tanpa bukti tertulis Syarat nikah (calon, wali nikah, 2 saksi- ijab kabul). Pasal 2 (1) UUP, Perkawinan sah jika dilaksanakan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.

Dapat atau tidak ada suatu gantungan

Sisi negatif bagi wanita, karena pria lepas dari tanggung jawab atau kewajiban.

Tanpa izin isteri jika sudah beristeri.

Kedudukan hukum isteri lemah.

33

(34)

5. Perkawinan Bermadu

Bali (grahasta tresna), Lampung (meguwai).

suami mempunyai lebih dari satu isteri

(poligini # poligami) diperbolehkan tp perkwn satu isteri dg lebih dr satu suami (poliandri) dilarang.

Dalam HA, tidak diatur secara jelas/ tegas tp dlm UUP dan HI diatur dg jelas.

HA, boleh poligini tp kddk isteri tak sama.

Isteri padmi & selir atau isteri tua & muda.

Beda ini membawa akibat hk pd anak dan warisan.

34

(35)

UU No. 1 th 1974.

Ps 3 (2), pengadilan dpt memberi izin utk poligami.

Ps 4, syarat alternatif (istri tak dpt menjl

kewajiban, cacat bdn/penyakit yg tak dpt disembuhkan, tak dpt melahirkan)

Ps 5, syarat kumulatif (persetujuan isteri,

kepastian suami mampu mmnh kebut hidup, jaminan suami berlaku adil).

H Islam

QS An Nissa’: 3, Kawinilah wanita yg kamu

senangi, dua, tiga atau empat. Jika kamu takut tidak dpt berlaku adil kawinilah seorang saja.

Demikian itu lebih dekat kpd tidak berbuat

aniaya. 35

(36)

6. Perkawinan Campuran

antara pria-wanita yg berbeda masyarakat adatnya;

misal antara pria Batak dg wanita Jawa, antara Jawa- China. Bukan beda agama.

P. Beda Agama mrpk problem hk, secara yuridis

diperbolehkan (ps 28D (1), 29 (2) UUD 1945 + no di ps 8 UUP) dan sosiologis kr pluralistik tp secara

agama sejauh mungkin dihindarkan.

Salah satu pindah agama atau di Catatan Sipil.

Ps 57 UUP, antara dua orang di Indonesia yg tunduk hk yg berbeda kr beda kewarganegaraannya dan salah satunya WNI.

36

(37)

7. Larangan Perkawinan

a. Hubungan Kekerabatan

- Exogami: Batak marga, Minangkabau: suku dan kampung.

- Endogami: Bali dan Toraja lingk kerabatnya.

Lampung utk tunggal/ tertua.

b. Kedudukan, bangsawan-rakyat, Bali: Triwarna (Brahma, Ksatria, Weisha) dilarang nikah dg orang biasa (Sudra/ Paria).

c. Hukum Agama, An Nissa: 22-23 (hub darah, perkawinan- susuan).

37

(38)

PUTUSNYA PERKAWINAN

Ps 199 BW, 113 KHI, 38 UUP dan HA.

1. Kematian 3. Putusan pengadilan

2. Perceraian

H. Adat perceraian dipengaruhi oleh budaya

malu dan Hk. Agamanya (Islam-Hindu boleh tapi nasrani).

Alasan Perceraian:

a. Perzinahan

b.Tidak memberi nafkah c. Penganiayaan

d. Cacat tubuh e. Perselisihan

38

(39)

AKIBAT PUTUSNYA PERKAWINAN

(anak, suami/istri hidup dan harta)

Ps 41 UUP, kewajiban ortu (bapak atau ibu) pemeliharaan anak, suami wajib menangung biaya. Ps 37, harta diatur mnt hknya masing- masing.

Ps 156 KHI, hadlanah blm dewasa ibu – memilih, biayanya tg jawab ayah. Mut’ah, hadiah hiburan uang-barang; nafkah hidup selama idah;

Ps 225 + 229 BW, tunjuangan hidup suami/isteri + perwalian. Harta persatuan dibagi 2 / dibagi rata dg anak tanpa dilihat dr mana datangnya (ps 128

BW). 39

(40)

H. Adat

Patrilinial, anak-istri tetap ikut kerabat ayahnya, jika

cerai istri hrs pergi tanpa berhak apa-apa ex harta milik pribadi.

Matrilinial, anak ikut kerabat ibunya, harta dibagi suami- isteri menurut jenis harta dan perkawinannya.

Parental, tgt keadaan…ikut yg masih hidup. Harta pribadi kembali para pihak dan HB dibagi rata.

40

(41)

Alasan Cerai Ps 19 PP No. 9 Tahun 1975:

a. Berzina, pemabuk, pemadat, dll yg sulit disembuhkan

b. Pergi 2 th tanpa alasan yg sah c. Penganiayaan/ kekejaman

d. Cacat badan/ penyakit

e. Perselisihan-pertengkaran Alasan Ps 116 KHI:

a s/d e sama dg di atas.

f. Dipenjara 5 th/ lebih g. Taklik talak dilanggar

h. murtad/ pindah agama lain.

41

(42)

HARTA BENDA PERKAWINAN

HA, semua harta yg dikuasai suami dan atau istri selama perkawinan (harta kerabat yg

dikuasai, harta warisan, hibah, hadiah, penghsl-HB).

Ps 35 UUP, harta benda yg diperoleh selama pekwn menjadi HB + harta bawaan (dr

hadiah, warisan masing-masing sutri) spj tak menentukan lain.

Harta Perkawinan ada 4 macam:

1. Harta yg diperoleh suami/ istri pra nikah dr warisan (harta bawaan)

2. Harta yg --- atau pasca nikah secara usaha pribadi (harta

penghasilan).

3. ---suami dan istri bersama slm nikah (HB, H. Pencaharian).

4. ---suami dan atau istri saat perkwn sbg hadiah perkwn.

42

(43)

Djojodigoeno

Rakyat jateng H. Perkawinan dibagi 2 bagian:

1. Barang asal atau br yg dibawa dlm perkawinan

2. Barang milik bersama atau br perkawinan Ad. 1. Harta Bawaan

a. H. Peninggalan

dr ortu utk diteruskan penguasaan + pemanfaatannya pd AW bersama (tak dibagi). Ex. H. Pusaka, Rumah Gadang (Minang), Tanah Dati (Ambon), Tanah Kalakeran (Minahasa), Tanah Kasikepan (Cirebon).

43

(44)

b. H. Warisan

dr warisan ortu utk dikuasai secara person.

Ex. Sulsel (sisila), Bali (babktau), Jawa (gawan;

gono-gini).

c. H. Wasiat/ Hibah

berasal dr anggota kerabat sesuai amanah d. H. Hadiah

--- atau orang lain kr hub baik.

44

(45)

Ad. 2. Harta Penghasilan

Pra nikah suami/ istri memiliki H.kekayaan kr bekerja (tetap-bergerak)

Pasca nikah harta kekayaan pribadi (hapri) istri bertambah kr adanya pemberian barang dr

suami (mas kawin, peningset, huwelijk gift).

Sumsel: Hapri suami pra nikah dc harta pembujangan.

Hapri istri --- harta penantian Bali : Hapri sutri dc guna kaya

45

(46)

Jawa: hapri suami dc gono sdg istri –gini.

P. nyalindung kagelung (tut buri)---walau suami membantu tp hak milik pd istri.

P. manggih kaya (ngomahi) ---semua hsl jadi hm suami

Ad. 3. Harta Bersama/ Pencaharian

Pasca nikah harta bawaan + penghasilan umumnya bercampur.

Pasutri bekerja bersama-sama, sisa

kebutuhan harian menjadi harta kekayaan yang dc H. bersama/ pencaharian.

46

(47)

Istilah Harta Bersama/ pencaharian:

Minangkabau dc H. suarang Kalsel dc H. perpantangan Sulsel (Bugis) dc H. Cakkara Bali dc H. Druwe gabro

Sunda dc H. guna kaya Jawa dc H. gana-gini

Ad. 4. Harta Hadiah Perkawinan

All pemberian harta perkawinan pd saat prosesi perkawinan.

Harta bawaan suami, didpt suami pra upacara nikah

--- istri, didpt istri --- Harta Bersama, didapat saat nikah.

47

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan dalam perkawinan masyarakat Jawa adalah sebagai berikut: (1) Nleresel yaitu calon mempelai pria menjajaki calon mempelai

permohonan pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama Kuala Kapuas yang dianggap.

Rukun perkawinan yang kedua adalah calon mempelai wanita. Adapun calon mempelai wanita harus memenuhi syarat berikut: 19.

Jadi apabila uang panai tidak dilakukan dalam perkawinan dan hanya memberikan mahar kepada calon mempelai perempuan maka perkawinan tersebut sah menurut hukum

Tradisi perkawinan adat suku Bugis, tidak hanya menetapkan mahar sebagai pemberian yang wajib diserahkan oleh mempelai pria kepada mempelai wanita dalam perkawinan, akan tetapi

wajib dalam perkawinan yang diberikan kepada mempelai wanita dari. mempelai laki-laki selain

 Bentuk perkawinan dengan pemberian uang jujur dari pihak kerabat mempelai pria kepada mempelai wanita yang kebanyakan dipertahankan oleh masyarakat kekerabatan adat patrilinial,

Dalam melakukan penetapan ini, hakim pengadilan agama juga ingin memastikan bahwasannya kedua orang calon mempelai yang hendak melaksanakan perkawinan tidak