• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum Laut

N/A
N/A
12@ Mikael Hans Pio Yurdityawan

Academic year: 2025

Membagikan "Hukum Laut"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Hukum Laut

Mikael Hans Pio Yurdityawan 151240146

HI-E

Laut merupakan keseluruhan air laut yang berhubungan secara bebas di seluruh permukaan bumi. Konseps hukum laut internasional tidak dapat dipisahkan dari sejarah pertumbuhan hukum laut internasional yang mengenal adanya konsep res communis dan res nullius. Res communis menjelaskan mengenai laut merupakan milik bersama masyarakat dunia, sehingga tidak dapat diambil atau dimiliki oleh masing-masing negara. Berbeda dengan res communis, res nulliuis menjelaskan bahwa oleh karena tidak adanya negara atau pihak yang memiliki laut, maka laut dan kekayaannya dapat diambil dan dimiliki oleh negara- negara yang ada.

Pada 1493, Paus Alexander membagi samudra di dunia untuk kedua negara, yaitu Spanyol dan Portugal. Bagian dunia sebelah barat merupakan milik Spanyol, sedangkan bagian dunia sebelah timur merupakan milik Portugal.

Pembagian Samudra ini diperkuat dengan adanya Perjanjian Tordesillas pada tahun 1494.

Selain itu, terdapat doktrin yang berkembang yang disebut mare liberum yang dikemukakan oleh Grotius. Grotius berpendapat, laut hanya bisa dimiliki melalui possesion yang hanya bisa terjadi melalui okupasi. Okupasi hanya bisa terjadi ketika ada barang-barang yang dapat dipegang teguh. Untuk dapat dipegang teguh atau dimiliki, barang tersebut harus memiliki batas. Laut diyakini sebagai sesuatu yang cair yang tidak memiliki batas sehingga laut tidak bisa dimiliki.

Pandangan berbeda pun berkembang, salah satunya datang dari John Selden. John Shelden menyebutkan bahwa laut bukan mare liberum, melainkan mare clausum. Perbedaan pendapat ini akhirnya mendatangkan persetujuan.

Akhirnya, Grotius mengakui bahwa laut sepanjang pantai suatu negara dimiliki sejauh yang dapat dikuasai dari darat.

Perkembangan hukum laut setelah Perang Dunia II ditandai dengan pembatasan terhadap kebebasan di laut lepas, yakni proklamasi oleh Presiden Truman (Amerika Serikat )pada 1945 tentang landas kontinen. Proklamasi Truman kemudian diatur dalam Konvensi Jenewa IV 1958.

Secara sejarah, UNCLOS (United Nations on the Law of the Sea) merupakan sebuah perjanjian internasional yang lahir dari konferensi yang difasilitasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations. Sesuai namanya UNCLOS merupakan suatu perjanjian yang mengatur kelautan dunia internasional dengan hukum-hukum yang ada didalamnya.

Pada tahun 1958, Konferensi Hukum Laut I menghasilkan:

1. Laut Teritorial dan zona tambahan;

2. Laut lepas;

3. Perikanan dan perlindungan kekayaan hayati laut lepas;

4. Landas kontinen

Tahun 1982, Konferensi ketiga diselenggarakan di Montego Bay. Konferensi ini menghasilkan satu konvensi yang terdiri dari XVII Bab (17 Bab), 320 Pasal, dan 9 Annex atau lampiran. Hasil dari konvensi ini merupakan UNCLOS 1982.

UNCLOS dikatakan sebagai perjanjian internasional yang bersifat mengatur dan dapat dikatakan sebagai instrumen hidup. The term “living instrument” has also been used to describe law-making agreements. Such agreements seek to establish patterns of behaviour for the parties over long periods of time. (Barnes, Richard;, 2016). Pernyataan ini bermaksud bahwa UNCLOS sebagai perjanjian internasional merupakan instrumen yang akan tetap ada dan tidak akan pernah mati karena sifatnya yang fleksibel. Selain itu “instrumen hidup” ini digambarkan

(2)

sebagai perjanjian pembuatan hukum dunia internasional yang sudah disetujui bersama. UNCLOS bersifat mengatur, menentukan, dan menetapkan pola perilaku pihak yang terlibat atau terikat didalamnya dalam jangka waktu yang panjang.

UNCLOS akan tetap relevan mulai dari awal terbentuknya UNCLOS sampai sekarang. Bab dan pasal yang dimuat dalam UNCLOS menjelaskan hak dan kewajiban negara-negara pantai maupun tidak berpantai dalam menjalankan kewenangan mereka.

Richard Barnes dalam jurnalnya menuliskan mengenai UNCLOS yang dianggap mampu melakukan metabolisme. More generally, metabolism can be understood as the capacity to absorb social force and structure it according to an organization’s institutional logic (institution is defined here as a set of structured practices). In this sense, UNCLOS seems quite capable of “metabolism”. At a basic level, it engages the participation of a range of actors. UNCLOS is open to participation by States and, of particular note, the EU as an international organization. However, it goes much further than this, articulating and structuring a more complex set of social relationships involving a range of persons. (Barnes, Richard;, 2016). Alasan dibalik pernyataan ini karena pengertian metabolisme yang dijelaskan pada kapasitas unit biologis untuk mengambil hal-hal eksternal dan menjadikannya bagian dari keberadaanya sendiri. Richard berpendapat bahwa UNCLOS sudah melibatkan partisipasi berbagai aktor. Bahkan, UNCLOS melangkah lebih jauh dengan melibatkan berbagai orang dalam penerapan dan tidak tertutup pada negara saja. UNCLOS menyediakan sebuah struktur yang dinamis terkait sosial-hukum laut. UNCLOS digunakan sebagai titik acuan ketika terjadi sebuah peristiwa yang dilaporkan oleh para jurnalis, LSM, organisasi, pemerintah, lembaga, maupun pihak-pihak yang memiliki kaitan atau kepentingan terkait laut. Ini menjelaskan bahwa UNCLOS merupakan prioritas utama akan hukum laut yang berlaku.

UNCLOS is a living treaty, perhaps more so than other international agreements. This is a consequence of its negotiation, structure and substance, and of the complex legal

networks it generates and is situated within. These enable it to adapt to changing Realities. (Barnes, Richard;, 2016).  UNCLOS ditekankan lagi oleh Richard Barnes sebagai perjanjian yang beradaptasi seiring berjalannya waktu. Richard menambahkan bahwa sudah jelas UNCLOS akan terus memberikan pengaruh terhadap hukum laut. Menurutnya, UNCLOS adalah bagian dari bahasa dan tata bahasa hukum interasional, dan kita semua tidak dapat tidak menggunakannya dan selalu dipengaruhi olehnya. UNCLOS diyakini sebagai salah satu perjanjian interasional yang akan menghasilkan lebih banyak hukum sebagai bentuk

“penyempurnaan hukum negara atau dunia”.

UNCLOS membagi wilayah laut suatu negara yang terdiri dari:

1. Batas laut teritorial: Bagian dari perairan nasional yang lebarnya tidak melebihi 12 mil laut dan terletak antara garis pangkal dari garis batas luar laut teritorial. Dalam wilayah ini, negara memiliki kedaulatan atas wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan, serta meliputi ruang udara di atas laut teritorial serta dasar laut dan tanah di bawahnya.

2. Zona tambahan: Zona yang tidak melebihi lebih 24 mil dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur. Negara pantai memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan untuk mencegah pelanggaran peraturan perundang-undangan bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter di dalam wilayah atau laut teritorialnya. Selain itu, negara berhak untuk menghukum pelanggaran peraturan perundang-undangan yang dilakukan di dalam wilayah atau laut teritorialnya.

(3)

3. Zona Ekonomi Ekslusif: Daerah di luar dan berdampingan dengan laut teritorial, yang tunduk pada rejim hukum khusus yang ditetapkan dalam konvensi berdasarkan mana hak-hak dan yurisdiksi negara pantai dan hak- hak serta kebebasan-kebebasan negara lain. ZEE diatur oleh ketentuan- ketentuan yang relevan dengan konvensi tersebut. Negara berhak untuk melakukan eksplorasi dan eksploitas, konservasi dan pengelolaan SDA, dari perairan di atas dasar laut dan dari dasar laut dan tanah di bawahnya. Zona Ekonomi Ekslusif tidak boleh melebihi 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur

4. Batas landas kontinen: Batas negara pantai yang meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga jarak 200 mil dari garis pangkal lebar laut teritorial diukur. Tepian kontinen tidak mencakup dasar samudera.

5. Laut Lepas: Zona yang tidak terikat hukum negara manapun, terbuka untuk semua negara, baik negara pantai maupun tidak berpantai. Kebebasan laut lepas dilaksanakan berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan dalam UNCLOS dan ketentuan hukum internasional lain.

6. Kawasan: Dasar laut dan dasar samudera serta tanah dibawahnya di luar batas-batas yurisdiksi nasional.

7. Perairan Pedalaman: Zona yang digunakan untuk mengatur batas laut teritorial. 

Studi Kasus:

Beberapa waktu lalu Indonesia dikejutkan dengan adanya kapal asing yang melakukan pencurian ikan (illegal fishing) di perairan Indonesia. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membawa kasus tersebut ke jalur hukum. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pung Nugroho Saksono mengatakan, pihaknya berhasil menyelesaikan penyidikan enam kasus kapal ikan asing ilegal tersebut. Menurut Ipunk (nama panggilan akrab Direktur Jenderal), proses hukum yang diambil merupakan implementasi komitmen KKP untuk memberantas praktik illegal, unreported, unregulated (IUU) yang merugikan Indonesia. Saat ini baru enam berkas kassus yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan. “Para tersangka beserta barang bukti pun sudah diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum,” ujar Teuku Elvitrasyah selaku Direktur Penanganan Pelanggaran.

Terdapat 6 kapal pelaku pencurian ikan, yaitu KM 936 TS/Kg 93682 TS (Vietnam), KM. 95762 TS (Vietnam), FB.ST.LB Peter&Paul-GB (Filipina), KM M/BCa Christian Jame (Filipina), KM F/B Twin J-04 (Filipina), dan KM F/B Yanreyd-293 (Filipina).

Selain enam kapal tersebut masih ada kapal lainnya yang masih dilakukan penyidikan, yaitu KM M/BCA Omrad 01 (Filipina), KM KG 6219 TS (Vietnam), KM KG 6277 TS (Vietnam), KM TW 7329/6/F (Malaysia), KM SlFA 5210 (Malaysia), dan KM SLFA 4584 (Malaysia). Sementara itu, masih ada satu kasus lagi yaitu KM FV Yue Lu Yu dari Tiongkok yang diserahkan pada Direktorat Polair Polda Bali. Dalam kasus ini terdapat sebuah indikasi kapal tersebut digunakan untuk perdagangan orang.

Sakti Wahyu Trenggono (Menteri Kelautan dan Perikanan) menambahkan mengenai program ekonomi biru yang diberlakukan sekarang ini sebagai langkah strategis untuk menjaga ekosistem perikanan yang berkelanjutan dan dalam rangka menjamin ketahanan pangan nasional.

Analisis:

Indonesia tentu memiliki hak dan kewajiban yang harus dipatuhi. UNCLOS

(4)

1982 membawa konsekuensi logis bagi bangsa Indonesia yaitu adanya amanat yang harus dilaksanakan berupa hak dan kewajiban dalam pengelolaan wilayah kelautan Indonesia berdasarkan hukum internasional (Susetyorini, Rini;, 2019).

Pernyataan ini, Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang tertuang dalam UNCLOS. Dalam pasal 55-75 mengenai zona ekonomi ekslusif sejauh 200 mil dari garis pangkal, Indonesia memiliki kewajiban untuk menegakkan hukum atas pelanggaran di wilayah ZEE Indonesia, menegakkan hukum atas kapal asing yang melakukan penangkapan ilegal di perairan Indonesia. Selain itu dalam pasal 86- 120 mengenai laut lepas, Indonesia memiliki kewajiban untuk memberantas perompakan, perdagangan narkotika, dan perdagangan budak. Dalam pasal 192, dijelaskan kewajiban Indonesia di perairan pedalaman adalah untuk kepentingan Indonesia, yaitu berupa kewajiban menjaga dan melestarikan lingkungan hidup secara keseluruhan (Susetyorini, Rini;, 2019).

Pasal 2 UNCLOS 1982 menyebutkan, negara pantai dapat menerapkan peraturan pelanggaran yang mana pelanggaran tersebut membawa dampak atau mengganggu keamanan negara pantai itu sendiri. Penangkapan ikan secara illegal diatur dalam UU perikanan Indonesia. Keberadaan Undang-Undang tersebut  merupakan  langkah positif  serta  merupakan  landasan  untuk  memutuskan persoalan  hukum terkait  dengan  tindakan illegal fishing (Asiyah Jamilah, Hari Sutra Disemadi, 2020). Indonesia memiliki wewenang atas wilayah perairannya dan dapat menetapkan ketentuan hukumnya. Implementasi UNCLOS mengenai ilegal fishing diatur dalam UU No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Pasal 4 UU menjelaskan mengenai hak dan kewajiban atas wilayah tersebut. Selain itu, Indonesia berwenang mengambil tindakan penegakan hukum sebagaiamana yang dijelaskan dalam UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.  Dalam  rangka  melaksanakan  hak hak,  yurisdiksi serta  kewajiban  negara,  maka  aparatur    penegak  hukum  Republik  Indonesia  yang berwenang serta dapat mengambil tindakan penegakan hukum sebagaimana dalam Undang-Undang No.  8  Tahun  1981 tentang  Hukum  Acara  Pidana (Asiyah Jamilah, Hari Sutra Disemadi, 2020)

Kita dapat mengetahui bahwa tindakan illegal fishing merupakan tindakan yang melanggar hukum internasional dan nasional. Indonesia berhak untuk mengadili dan memberikan hukuman terkait illegal fishing yang dilakukan oleh negara lain.

Melihat dan menelaah lebih jauh mengenai UNCLOS 1982 dan undang-undang Indonesia mengenai hukum pidana penangkapan ilegal, pihak pengadilan dalam negeri memiliki kewenangan menjatuhi hukuman ataupun sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku. Tindakan hukum yang diambil oleh Indonesia sebagai negara hukum merupakan tindakan tegas agar para pelanggar hukum yang ada mendapatkan hukuman yang setimpal.

Kesimpulan

Indonesia berkewajiban untuk memastikan keamanan negara dan ketahanan nasional dapat terjaga dengan baik. Berkaca dari UNCLOS 1982 yang ada, Indonesia mengambil langkah tepat dengan mengeluarkan UU Perikanan yang merupakan adaptasi dari hukum internasional. Pemberian sanksi dan hukuman terhadap pelanggar merupakan bukti nyata bahwa Indonesia memiliki kedaulatan penuh atas laut Indonesia sesuai yang diatur dalam UNCLOS. UNCLOS tidak hanya perjanjian internasional yang hanya ditulis dan disahkan saja secara resmi, tetapi dimaknai sebagai sebuah “instrumen hidup” yang akan terus menaungi dan berjalan bersama kehidupan umat manusia. Sifat yang dinamis dan fleksibel dari UNCLOS merupakan sebuah cerminan dari sifat air yang terus mengalir melewati hambatan dan mengikuti lika-liku perjalanan hidup umat manusia.

(5)

“Mengenal Sejarah Hukum Laut Internasional | Klinik Hukumonline.” Hukumonline , 29 October 2024, https://www.hukumonline.com/klinik/a/sejarah-hukum-laut- internasional-lt6319a0cded099/ Accessed 18 June 2025.

Ayuningrum, R. (2025, June 17). KKP Seret Pemilik Kapal Asing Maling Ikan ke Jalur Hukum. Detikfinance. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d- 7968006/kkp-seret-pemilik-kapal-asing-maling-ikan-ke-jalur-hukum. Accessed 18 June 2025

Pawarti, E. P. (2025, June 16). KKP Seret 6 Kapal Asing Ilegal ke Meja Hukum, Vietnam dan Filipina Terlibat - Hai Bandung. Hai Bandung.

https://haibandung.pikiran-rakyat.com/hukum-politik/pr-2949422045/kkp-seret-6- kapal-asing-ilegal-ke-meja-hukum-vietnam-dan-filipina-terlibat?page=all.

Accessed 18 June 2025.

Jamilah, Asiyah, and Hari Sutra Disemadi. “MulawarmanLawReview.” Penegakan Hukum Illegal Fishing dalam Perspektif UNCLOS 1982, vol. 5, no. 1, 2020, p. 29-46.

MulawarmanLawReview,

https://e-journal.fh.unmul.ac.id/index.php/mulrev/article/view/311 Accessed 18 Juni 2025.

Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang. “Masalah-Masalah Hukum.”

KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA DALAM PERSPEKTIF UNCLOS 1982, vol. 48, no.

2, April 2019, pp. 164-177. ejournal.undip.ac.id,

https://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmh/article/view/20981/15018 Accessed 17 06 2025.

Barnes, Richard Alan. “The Continuing Vitality of UNCLOS.” The Continuing Vitality of UNCLOS, 20 September 2016, p. 1-31. papers.ssrn.com, https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2839229 Accessed 17 Juni 2025.

Referensi

Dokumen terkait

1) Laut Teritorial sebagai bagian dari wilayah negara : 12 mil-laut. 2) Zona Tambahan dimana negara memiliki yurisdiksi khusus : 24 mil-laut. Indonesia diakui sebagai suatu negara

Dalam keputusan tersebut Mahkamah mengatakan bahwa Dekrit Norwegia bulan Juli 1935 yang menetapkan batas suatu zona penangkapan ikan ekslusif sepanjang hampir 1000 mil dari

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah ini yang berjudul: Kebijakan Pemerintah Indonesia Dalam Penegakan Hukum Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Di Wilayah Negara Republik

Inggris tidak menyangkal hak-hak Norwegia untuk memiliki lebar laut teritorial 4 mil, namun menyatakan bahwa cara penarikan garis pangkal lurus sebagaimana ditetapkan dalam Firman

Penentuan referensi ini sudah barang tentu berdasarkan datum Indonesia, begitu pula peta dan chart yang memuat wilayah Indonesia dengan laut teritorial dan ZEE dibuat

Penentuan referensi ini sudah barang tentu berdasarkan datum Indonesia, begitu pula peta dan chart yang memuat wilayah Indonesia dengan laut teritorial dan ZEE dibuat

Zona Ekonomi Eklusif adalah zona yang luasnya 200 mil laut dari garis dasar pantai, yang mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak

Disebutkan bahwa Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia ZEEI adalah jalur di luar dan berbatasan dengan Laut Territorial Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang – undang yang