• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM PERADILAN AGAMA - Unissula

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "HUKUM PERADILAN AGAMA - Unissula"

Copied!
243
0
0

Teks penuh

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Kata peradilan apabila dihubungkan dengan agama akan menjadi peradilan agama yang berarti adalah proses pemberian keadilan di pengadilan agama. 3 Zaini Ahmad Noeh, “Lima Tahun Undang-undang Peradilan Agama (Sebuah Kilas Balik )”, dalam Mimbar Hukum No. 4 Zainuddin Ali, “Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam di Kabupaten Donggala,”.

Itulah yang dijumpai di semua swapraja (Islam) dalam bentuk peradilan swapraja (zelfbentuurs rechpraak), sampai adanya undang-undang Peradilan Agama sekarang. 8 Direktorat badan Pembinaan Peradilan Agama, “ Perkembangan Hukum Islam dan Peradilan Agama di Indonesia,” dalam buku Kenang-kenangan Seabad Peradilan gama di Indonesia, Cet. Masalah fiat executie atau executoire verklaring ini merupakan ganjalan hubungan Peradilan Agama dengan Pengadilan Negeri pada waktu itu walaupun telah diundangkan Undang-undang No.

Kehadiran Undang-undang Peradilan Agama (pada waktu itu) semakin membuktikan relevansi hukum Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pasal ini merupakan dasar hukum pembentukan Peradilan Agama yang telah terlegalitas dalam Pasal 10 Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU.

BAB II

PERADILAN AGAMA DALAM TATA HUKUM DAN

PEMBINAAN HUKUM NASIONAL

14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang sekarang telah diperbaharui dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang kemudian diperbaiki dengan UU No 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama pada waktu itu dan sampai sekarang dengan adanya Undang-undang No.

7 Tahun 1989 dan diubah menjadi U. No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama) bersumber dari Undang-undang Dasar 1945. Ayat (3) menyatakan Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang. Sebagai realisasi kelancaran pelaksanaan tugas oleh Mahkamah Agung, ditetapkanlah pembidangan tugas termasuk di dalamnya adalah bidang lingkungan Peradilan Agama yang terlegalitas dalam Undang-undang No.

Demikian juga, Mahkamah Agung Bidang Lingkungan Peradilan Agama, yang merupakan kepanjangan tangan bentuk teknis dalam memutus tingkat kasasi dalam lingkungan Peradilan Agama di bidang (a) perkawinan, (b) kewarisan, wasiat dan hibah (c) wakaf dan shadaqah, dan (d) ekonomi syari’ah sesuai yang diatur dalam Undang-undang No. Hakim Peradilan Agama (Hakim Agung) di Mahkamah Agung dituntut untuk berijtihad dalam bentuk kemampuan untuk menafsirkan dan mengembangkan hukum Islam yang sudah tersedia seperti Kompilasi Hukum Islam (KHI).

BAB III

KEDUDUKAN DAN WEWENANG PERADILAN AGAMA

PASCA UU NO. 3 TAHUN 2006

Sebagai penjabaran dan pelaksanaan dari ketentuan pasal Undang-undang Dasar tersebut di atas, ditetapkan UU No. Adapun sebagai realisasi undang-undang tersendiri tersebut di atas, untuk Peradilan Agama diatur dalam UU No. Pembentukan suatu undang-undang tidak terlepas dari politik hukum yang dianut oleh suatu negara. Sesuai dengan politik hukum tersebut, Undang-undang No. Agama, dibentuk antara lain karena dibutuhkan oleh umat Islam dan sesuai dengan kesadaran hukum mayoritas bangsa Indonesia.

Adapun yang dimaksud dengan “perkawinan” adalah hal- hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syari’ah, antara lain:58. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan undang-undang. 3 tahun 2006 menyatakan: “Pada saat undang-undang ini mulai berlaku peraturan perundang- undangan pelaksana Undang-undang No.

7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan undang-undang”. Secara singkat dapat dikemukakan bahwa kewenangan baru Peradilan Agama setelah adanya revisi Undang-undang No.

BAB IV

PERADILAN AGAMA SEBAGAI PERADILAN

PERKEMBANGAN STUDI

HUKUM ISLAM DI INDONESIA

Dengan demikian menyebabkan hukum Islam sebagai salah satu sistem hukum di dunia ini “lenyap” di permukaan kecuali hukum keluarga.62. Faktor ini merangsang tuntutan masyarakat untuk adanya perubahan hukum, termasuk hukum keluarga Islam yang berlaku. Maka negara-negara Islam di Timur Tengah dan Timur Jauh, mulai memperbaharui hukum keluarga Islam termasuk hukum kewarisan Islam melalui undang-undang dan yurisprudensi, seiring dengan perubahan kedudukan perempuan dalam masyarakat.

Oleh karena itu negara-negara Islam di kawasan tersebut melakukan pembaharuan hukum kewarisan tersebut dengan metoda pembaharuan hukum Islam di atas. Studi dalam mengkaji hukum keluarga Islam khususnya hukum kewarisan di Indonesia mengalami perkembangan yang terlegalitas dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Kini, hukum keluarga dalam masyarakat Islam kontemporer menentukan dalam batas umur untuk dapat melangsungkan perkawinan menurut kondisi negara masing-masing.

Sebagai contoh pembaharuan hukum keluarga Islam kontemporer di atas, baik yang menyangkut hukum kewarisan maupun hukum perkawinan, kedua sub sistem hukum yang merupakan bagian dari hukum Islam yang bersifat komprehensif. Orang yang ingin menjadi ahli hukum Islam tidak mungkin mengabaikan hukum keluarga dan hukum kewarisan Islam, yang boleh dikatakan sebagai “central core” dalam hukum Islam itu. Pembaharuan hukum keluarga Islam di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari politik hukum nasional yang akan menjadi kompas pembentukan sistem hukum nasional, dimana hukum keluarga Islam terletak di dalamnya.

72 Mukhtar Zamzami, “ Pembaharuan Hukum Keluarga dalam Perspektif Politik Hukum Islam di Indonesia,” dalam Mimbar Hukum dan Peradilan No. Dalam kerangka politik hukum nasional, posisi hukum Islam di Indonesia digambarkan implisit dalam arah pembangun- an jangka panjang sebagai salah satu tatanan hukum yang sudah berlaku dan harus diperhatikan dalam upaya pembaharuan hukum. Ada dua indikator yang menunjukkan bahwa hukum Islam termasuk sebagai tatanan hukum yang sudah berlaku,.

Kedua, secara transformatis hukum Islam telah menjadi bahan baku dari banyak peraturan perundang- undangan, di antaranya Undang-undang No. Melihat dua indikator tersebut di atas, bahwa hukum Islam di Indonesia dapat berlaku baik secara formalistis maupun transformatif. Keberlakuan formalistis dan transformatif diperlukan untuk menyesuaikan rumusan hukum Islam yang akan dilegislasikan dengan prinsip-prinsip politik hukum nasional di atas.

BAB V

HUKUM FORMIL PERADILAN AGAMA

Pendaftaran Perkara Tingkat Pertama

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4359);. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3400);. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4338);.

Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3400) diubah sebagai berikut:. Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman. bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menegaskan adanya pengadilan khusus yang dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan dengan undang-undang.

Oleh karena itu, keberadaan pengadilan khusus dalam lingkungan Peradilan Agama perlu diatur pula dalam Undang-Undang ini. Dengan demikian, organisasi, administrasi, dan finansial badan peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang sebelumnya masih berada di bawah Departemen Agama berdasarkan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama perlu disesuaikan. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pengalihan ke Mahkamah Agung telah dilakukan.

Untuk memenuhi ketentuan dimaksud perlu pula diadakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Pengadilan khusus dalam lingkungan Peradilan Agama adalah pengadilan syari’ah Islam yang diatur dengan Undang-Undang. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3400) sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4611);.

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076);. Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3400) sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4611), diubah sebagai berikut:. Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Komisi Yudisial adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai konsekuensi logis- yuridis dari putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, telah dilakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun. Yang dimaksud “dengan peraturan perundang-undangan” adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pembahasan, penulis berkesimpulan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 003/PUU-IV/2006 perihal pengujian Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan

Dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019/ PUU-IV/ 2006 yang membatalkan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Namun, Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 003/PUU-IV/2006, tanggal 24 Juli 2006 mengenai Pengujian Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

 Bahwa pembentuk undang-undang mengabaikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 137/PUU-VII/2009 tanggal 25 Agustus 2010, yang pada pokoknya menyatakan bahwa frasa dan norma

4 Dalam putusan Mahkamah Konstitusi nomor (012-016-019/PUU-IV/2006), Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa rumusan pasal independensi Komisi Pemberantasan Korupsi

Kata Kunci : Pertimbangan Hakim, Putusan Mahkamah Konstitusi, Siyasah Dusturiyah. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 003/PUU-IV/2006 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah

Salah satu contoh putusannya adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-VII/2009 yang dalam putusannya Mahkamah Konstitusi memuat norma baru yang bersifat