• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM PIDANA Dasar-Dasar Hukum Pidana Berdasarkan KUHP dan RUU KUHP

N/A
N/A
YEDIJA OTNIEL PURBA

Academic year: 2024

Membagikan "HUKUM PIDANA Dasar-Dasar Hukum Pidana Berdasarkan KUHP dan RUU KUHP "

Copied!
290
0
0

Teks penuh

Asas-asas hukum pidana berdasarkan KUHP dan rancangan undang-undang/penyusun KUHP; Sudaryono dan Natangsa Surbakti. Pembahasan yang dituangkan dalam buku ini juga mengikuti struktur tiga permasalahan utama peradilan pidana yang terlibat.

Latar Belakang Keberadaan Hukum Pidana

Hukum pidana secara garis besar mencakup hukum pidana substantif, hukum pidana formil (hukum pidana acara), dan hukum penegakan pidana (eksekusi personel). Ketiga bagian hukum pidana inilah yang membentuk kerangka sistem dalam sistem peradilan pidana.

Masalah Pokok dalam Hukum Pidana

Pada tahap kedua yang disebut juga tahap penerapan, hukumannya lebih konkrit, misalnya seseorang divonis 10 tahun penjara dan/atau denda Rp 1 miliar. Apalagi pada tahap ketiga yang disebut juga tahap eksekusi, terpidana sudah benar-benar merasakan hukumannya.

Ilmu Hukum Pidana dan Kriminologi

Ilmu peradilan pidana yang mengkaji atau mengkajinya dari sudut pandang ini sering dikatakan sebagai “ilmu peradilan pidana normatif. Selain tugas sistematisasi di atas, ilmu peradilan pidana juga harus mempunyai fungsi yang kritis.

Rangkuman

Soal-Soal Pendalaman

Uraikanlah tiga tahap atau tahapan berjalannya hukum pidana sebagaimana diuraikan dalam buku ini. Siapkan makalah singkat yang menggambarkan sikap Anda terhadap keberadaan hukum pidana, apakah Anda setuju atau tidak setuju dengan keberadaan hukum pidana.

Pengertian Hukum Pidana

PENGERTIAN, FUNGSI, DAN TUJUAN, SERTA

Fungsi dan Tujuan Hukum Pidana

Sebagai alat kontrol sosial, fungsi hukum pidana bersifat subsider, artinya hukum pidana hanya boleh diterapkan jika upaya lain tidak mencukupi. Hukum pidana seharusnya melindungi nyawa seseorang, dalam hal ini nyawa seseorang hilang karena hukum pidana.

Sumber Hukum Pidana Indonesia

Penerapan hukum adat di daerah tertentu menunjukkan bahwa hukum adat berfungsi sebagai sumber hukum positif. Dengan masih berlakunya hukum pidana adat (walaupun hanya pada masyarakat dan daerah tertentu), nyatanya masih terdapat dualisme hukum pidana.

Sejarah (Riwayat) Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia 1. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda

  • Pada masa pemerintahan militer Jepang
  • Pada Masa Pemerintahan Indonesia

Semua peraturan pidana mantan panglima tentara Hindia Belanda (peraturan otoritas militer) dicabut.' Ketentuan Pasal V memberikan batasan terhadap seluruh peraturan hukum pidana yang dianggap tidak layak untuk diterapkan.

Sistematika KUHP dan RUU KUHP KUHP terdiri dari tiga buku, yaitu

Selain WvS (KUHP), dalam pelajaran hukum pidana juga dikenal dengan istilah “Memorie van toelichting” (memori penjelas). KUHP dengan demikian hanya terdiri dari 2 (dua) buku, yaitu buku pertama yang memuat aturan-aturan umum dan buku kedua berisi aturan-aturan yang berkaitan dengan tindak pidana.

Rangkuman

45 45 Dari gambaran singkat ini terlihat adanya kesamaan semangat hukum pidana positif yang bersumber dari hukum pidana WvS terdahulu dengan jinayat yang bersumber dari Al-Qur'an yaitu perlindungan nilai-nilai luhur. yang dijunjung tinggi dalam kehidupan manusia. Baik hukum pidana positif maupun jinayat mencegah dan menangani perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan, menciderai atau membahayakan harta benda, kehormatan dan nyawa manusia.

Soal-Soal Pendalaman

Norma atau kaidah hukum pidana ada dua, yaitu larangan dan perintah, hal ini terlihat dari pengertian tindak pidana menurut Rancangan KUHP. Pemahaman dan penguasaan asas-asas penerapan hukum pidana sangatlah penting, karena penetapan tindak pidana yang merupakan persoalan hukum pidana yang pertama dan terpenting, tertuang dalam peraturan perundang-undangan.

ASAS BERLAKUNYA PERATURAN HUKUM

Asas Berlakunya Hukum Pidana Menurut Waktu (Asas Legalitas)

Para penyusun Rancangan KUHP Baru juga tetap mengakui asas legalitas substantif, yang mengakui penerapan “hukum yang hidup atau hukum adat” sebagai dasar penetapan tindak pidana dan pemidanaannya. Perluasan rumusan asas legalitas dalam RUU Perundang-undangan Pidana di atas mengakibatkan adanya perluasan batas-batas tindak pidana.

Asas Retroaktif dalam Masa Hukum Peralihan

  • Asas Teritorial
  • Asas Personalitas (Nasional Aktif)
  • Asas Perlindungan (Nasional Pasif)
  • Asas Universal
  • Ekstradisi (Penyerahan)

Asas ini terkandung dalam Pasal 2 KUHP yang berbunyi: “Ketentuan pidana dalam hukum Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana di wilayah Indonesia. orang yang melakukan tindak pidana di wilayah Negara Republik Indonesia.” Ketentuan pidana peraturan perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melakukan tindak pidana di atas kapal laut atau pesawat udara Indonesia.”

Rangkuman

Dari ayat-ayat yang dikutip di atas dapat disimpulkan bahwa pernyataan atau penegasan tentang perbuatan yang diperintahkan dan perbuatan yang dilarang, sebagai esensi hukum pidana dan hukum pidana, sebenarnya adalah untuk permasalahan kehidupan manusia. . Pelanggaran yang diancam dengan sanksi, pada hakikatnya sebagai peringatan agar manusia tidak melakukan perkara yang seterusnya merugikan rakyat sendiri.

Soal-Soal Pendalaman

Uraian dan pembahasan mengenai tindak pidana pada Bab IV akan menunjukkan pentingnya tindak pidana sebagai salah satu dari tiga permasalahan besar hukum pidana. Tiga permasalahan pokok hukum pidana sebagaimana disebutkan di atas adalah (1) masalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan suatu tindak pidana atau tindak pidana, (2) masalah pertanggungjawaban pidana pelaku atau perbuatan tercela dan (3) masalah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku atau perbuatan tercela dan (3) permasalahan hukum pidana. masalah sanksi atau hukuman. Ketiga persoalan pokok hukum pidana ini saling berkaitan secara logis dan fungsional: adanya tindak pidana menjadi sebab pertanggungjawaban pidana, dan adanya pertanggungjawaban pidana menjadi sebab dijatuhkannya suatu tindak pidana.

TINDAK PIDANA

Istilah dan Pengertian Tindak Pidana

Pembahasan unsur-unsur tindak pidana ini juga menunjukkan dua mazhab atau pandangan mengenai pengertian dan unsur-unsur tindak pidana jika dilihat dari konteks pidana. Van Hamel memberikan pengertian tentang tindak pidana (strafbaar feit), yaitu perbuatan seseorang (menselijke gedraging), yang dirumuskan dalam undang-undang (våd), yang melawan hukum, patut dipidana (strafwaardig) dan dilakukan. keluar dengan kesalahan.47. Hukum Indonesia saat ini menggunakan istilah tersebut secara luas dan sebagai istilah resmi untuk tindak pidana.

Unsur-Unsur Tindak Pidana

Menurut Hazewinkel-Suringa, unsur-unsur tindak pidana meliputi: (1) unsur tingkah laku seseorang; (2) unsur akibat (bagi tindak pidana yang dirumuskan secara substantif); (3) unsur psikologis (disengaja atau lalai); (4) unsur obyektif yang menyertai keadaan pelanggaran, misalnya di muka umum; (5) unsur syarat tambahan tindak pidana (Pasal 164 dan 165) diperlukan apabila terjadi tindak pidana; (6) unsur yang bertentangan dengan undang-undang.53. Berdasarkan Pasal 12 Rancangan KUHP dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur tindak pidana meliputi: (1) perbuatan (perbuatan aktif, berupa melakukan perbuatan yang dilarang; dan perbuatan pasif, berupa kegagalan untuk melakukan atau menahan diri dari melakukan suatu tindakan yang diperintahkan atau diwajibkan); (2) ancaman pidana; dan (3) sifat melawan hukum (tidak ada pembenaran). Vrij berpendapat, selain ada unsur melawan hukum dan perbuatan tercela, ada juga unsur subsosial (elemen subsosialitas).

Perumusan Tindak Pidana dalam Perundang-undangan

  • Penetapan Perbuatan sebagai Tindak Pidana
  • Undang-Undang sebagai Sumber Hukum Pidana
  • Model Perumusan Tindak Pidana

Ketentuan atau rumusan tindak pidana dalam undang-undang merupakan konsekuensi logis dari penerapan asas legalitas dalam hukum pidana, yang memerlukan adanya kepastian hukum terhadap perbuatan-perbuatan yang dilarang dan menjadi tindak pidana. Dasar untuk menuntut seseorang melakukan tindak pidana adalah suatu perbuatan, yaitu suatu perbuatan yang sesuai atau sesuai dengan pengertian hukum tentang suatu tindak pidana. Dalam undang-undang, perbuatan-perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dirumuskan secara abstrak sehingga tidak konkrit.

Penetapan dan Penghapusan Tindak Pidana

  • Kriminalisasi (Penalisasi)
  • Dekriminalisasi (Depenalisasi)

Pembahasan mengenai kriminalisasi dan dekriminalisasi erat kaitannya dengan dinamika perubahan jenis dan variasi tindak pidana serta sanksi pidana yang terkandung dalam ketentuan hukum (hukum pidana). Keadaan inilah yang menjadi alasan diterapkannya larangan dan ancaman pidana dalam ketentuan hukum. Dalam undang-undang ini diatur berbagai perbuatan yang berkaitan dengan psikotropika, yang diperbolehkan serta perbuatan yang dilarang dan diancam pidana.

Perumusan Tindak Pidana dalam RUU KUHP

Perubahan sebutan atau ketentuan KUHP WvS sebelumnya (Pasal VI, VII); Tidak demikian halnya dengan dekriminalisasi (depenalisasi), karena meskipun harus dinyatakan secara tegas dalam peraturan perundang-undangan, namun juga terjadi proses dekriminalisasi secara rahasia. Diskusi semacam ini juga dapat dilihat sebagai upaya untuk mensosialisasikan gagasan atau pemikiran baru yang terkandung dalam KUHP nasional yang akan datang.

Pembagian Tindak Pidana

  • Tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran Pembedaan tindak pidana yang paling lazim dikenal adalah
  • Tindak pidana formal dan tindak pidana materiel
  • Tindak pidana dengan kesengajaan dan tindak pidana dengan kealpaan
  • Tindak pidana aduan dan tindak pidana bukan aduan
  • Tindak pidana commissionis, tindak pidana omissionis dan tindak pidana commissionis per omisionem commissa
  • Delik yang berlangsung terus dan delik yang tidak berlangsung terus
  • Delik tunggal dan delik berganda
  • Tindak pidana sederhana dan tindak pidana yang ada pemberatannya
  • Tindak pidana ringan dan tindak pidana berat
  • Tindak pidana ekonomi, tindak pidana politik

Berdasarkan kriteria kualitatif tersebut, seluruh tindak pidana dari II. buku KUHP tentang tindak pidana. Dalam hal tindak pidana yang pembentukannya didasarkan pada hukum substantif, maka tindak pidana tersebut dianggap telah dilakukan apabila ada akibat yang ditimbulkannya. Misalnya : Tindak pidana pembunuhan berencana (Pasal 338 KUHP); Pembunuhan berencana dan berencana (Pasal 340 KUHP).

Subjek Tindak Pidana

  • Perbuatan sebagai Unsur Pertama Tindak Pidana

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika mengenal subjek tindak pidana selain orang yaitu korporasi. 62 Dalam undang-undang tersebut, penyebutan korporasi terdapat dalam berbagai pasal. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, seperti halnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, juga mengakui perusahaan sebagai subyek tindak pidana selain orang. Dalam Pasal 12 ayat 1, disebutkan: “Tindak pidana adalah perbuatan yang melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh undang-undang dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.”

Penafsiran dalam Hukum Pidana

  • Pedoman atau Asas-Asas Penafsiran
  • Berbagai Metode Penafsiran

Pedoman penafsiran dalam praktek penegakan hukum pidana bersumber pada pasal KUHPerdata Belanda. Penafsiran menyeluruh, yaitu penafsiran yang dimaksudkan untuk memperluas cakupan ketentuan-ketentuan yang diacu dalam suatu undang-undang; Penafsiran analogis, yaitu penafsiran yang didasarkan pada cara berpikir untuk menerapkan peraturan yang ada terhadap perbuatan yang tidak diatur secara tegas dalam undang-undang.

Hubungan Sebab Akibat dalam Terjadinya Tindak Pidana Pembahasan tentang hubungan sebab-akibat dalam terjadinya

  • Teori-Teori Penentuan Hubungan Sebab-Akibat
  • Pandangan Badan Peradilan Indonesia

Dengan demikian dalam hal terjadinya tindak pidana formal, pembuktian hanya dimaksudkan untuk memastikan si terdakwa telah melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi tidak diperlukan adanya upaya pembuktian atau penentuan hubungan sebab-akibat. Penentuan hubungan sebab-akibat dalam hal terjadinya tindak pidana terutama diperlukan pada terjadinya tindak pidana tertentu, yaitu:73. Pada tindak pidana yang dirumuskan secara materiel, yaitu tindak pidana yang mensyaratkan adanya akibat sebagai salah satu unsur pokoknya.

Unsur Sifat Melawan Hukum

  • Pengertian Sifat Melawan Hukum
  • Sifat Melawan Hukum Formil dan Sifat Melawan Hukum Materiel

Sifat melawan hukum formil berpandangan, bahwa suatu perbuatan adalah bersifat melawan hukum, apabila perbuatan itu telah mencocoki larangan undang-undang. Menurut ajaran sifat melawan hukum formil ini, melawan hukum sama dengan melawan atau bertentangan dengan undang-undang (hukum tertulis).93. Jadi norma- norma hukum tidak tertulis di luar undang-undang itu berfungsi atau berperan sebagai alasan penghapus sifat melawan hukum.

Pembuktian Unsur Sifat Melawan Hukum Tindak Pidana Pembahasan tentang pembuktian unsur sifat melawan hukum

Sebaliknya bagi pendukung doktrin melawan hukum substantif, unsur melawan hukum merupakan unsur mutlak dalam setiap tindak pidana. Simons menilai unsur ilegalitas memiliki fungsi negatif sehingga sifat ilegal tidak perlu dibuktikan. Muljatno berpendapat, unsur ilegalitas merupakan unsur mutlak yang tidak bisa diabaikan dalam suatu tindak pidana.

Model Perumusan Sifat Melawan Hukum dalam Undang- Undang

  • Rumusan tindak pidana yang dengan tegas memakai istilah
  • Rumusan tindak pidana yang menggunakan istilah lain Di samping menggunkan rumusan sifat melawan hukum, RUU

Dalam pandangan ajaran sifat melawan hukum materiil ini, setiap tindak pidana selalu memiliki sifat melawan hukum (dalam arti tidak ada alasan pembenar). Pola perumusan tindak pidana di dalam RUU KUHP berkaitan dengan unsur sifat melawan hukum ini juga dipengaruhi oleh pola yang terdapat di dalam KUHP eks WvS. Pada rumusan tindak pidana yang memuat pencantuman unsur sifat melawan hukum juga terdapat variasi tentang istilah yang dipergunakan.

Pandangan Badan Peradilan Indonesia tentang Sifat Melawan Hukum

Posisi Mahkamah Agung yang menganut doktrin sifat bertentangan dengan hukum formal berubah empat tahun kemudian. Dalam melakukan kajian terhadap ajaran haram ini, Komariah membandingkan fikih Belanda dan Indonesia. Dalam beberapa dekade terakhir, para pengacara di Belanda menginginkan sifat pelanggaran hukum substantif digunakan sebagai pembenaran.

Kembali ke Ajaran Sifat Melawan Hukum Formal

Berkaitan dengan hal tersebut, perubahan terlihat pada cara pandang terhadap tindak pidana korupsi di Indonesia pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Dalam undang-undang tersebut terdapat keinginan untuk meninggalkan paradigma (perspektif) lama dan beralih ke paradigma baru dalam hal korupsi. penegakan hukum pidana korupsi di Indonesia. Pernyataan pada Pasal 4 memuat semacam negasi (pencabutan) sebagian (poin pertama) dari isi putusan MA Nomor 8. Januari 1966 disebutkan di atas.

Rangkuman

Sebelum mengakhiri pembahasan perihal tindak pidana ini, perlu diperhatikan tinjauan dari sisi hukum pidana Islam atau jinayah. Sementara itu, syarat pemidanaan yang kedua adalah kesalahan atau pertanggungjawaban pidana orang atau korporasi yang melakukan tindak pidana. Sifat melawan hukum merupakan unsur mutlak atau absolut dari setiap tindak pidana, artinya melekat pada setiap tindak pidana.

Soal-Soal Pendalaman

Jelaskanlah pengertian tindak pidana politik dan tindak pidana kesusilaan, dan berikan contoh-contoh pasal berikut rumusannya dari dalam KUHP. Jelaskanlah pengertian tindak pidana ringan dan tindak pidana berat, dan berikan contoh-contoh pasal berikut rumusannya dari dalam KUHP. Kesalahan atau pertanggungjawaban pidana merupakan syarat pemidanaan atau pengenaan pidana kepada pelaku tindak pidana, di samping tindak pidana sebagai syarat pemidanaan yang pertama.

Tiada Pidana Tanpa Kesalahan

KESALAHAN ATAU PERTANGGUNG-

Pengertian Kesalahan

Mezger mengatakan: kesalahan adalah keseluruhan syarat yang memberikan dasar untuk adanya pencelaan pribadi terhadap si pembuat tindak pidana. 173 173 perbuatannya, dan dalam arti bahwa berdasarkan keadaan psychisch (jiwa) itu perbuatannya dapat dicelakan kepada si pembuat. Van Hamel mengatakan, bahwa kesalahan dalam suatu delik merupakan pengertian psychologis, perhubungan antara keadaan jiwa si pembuat dan perwujudannya unsur-unsur delik karena perbuatannya.

Unsur-Unsur dari Kesalahan

  • Kemampuan Bertanggungjawab a. Pengertian

Juga tidak ada alasan untuk memaafkan jika orang tersebut tidak mampu memikul tanggung jawab atau tidak memiliki rasa bersalah. Bahkan KUHP, kalau soal tanggung jawab, hanya menyebut judul “Tidak Bertanggung Jawab”. Memory of Explanation (MvT - Declarative Memory of the Dutch WvS Law) juga tidak menyebutkan (merumuskan) kesanggupan memikul tanggung jawab.

Referensi

Dokumen terkait

Zulfikar : Tinjauan Yuridis Mengenai Tindak Pidana Pers Dalam Persfektif Hukum Pidana Dan RUU KUHP Indonesia, 2007... Zulfikar : Tinjauan Yuridis Mengenai Tindak Pidana Pers

Zina merupakan termasuk jenis perbuatan pidana, perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu

(2) Hukum Pidana Khusus ialah hukum pidana yang berlaku khusus untuk orang-orang tertentu. b) Hukum Pidana Formal ialah hukum pidana yang mengatur cara-cara menghukum

Pembentukan hukum pidana nasional pada hakikatnya adalah untuk memberikan kesejahteran kepada masyarakat, dalam pembentukan hukum tersebut harus dilakukan bijak dan

Ketiga bab tersebut digabung dalam Bab VIII Tindak Pidana yang Membahayakan Keamanan Umum bagi Orang, Kesehatan, Barang dan Lingkungan Hidup..

Dalam kaitannya dengan politik hukum, upaya positivisasi ketentuan pidana dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Materiil Peradilan Agama merupakan kepercayaan pihak

“hukum materiil sipil dan untuk sementara waktupun hukum meteriil pidana sipil yang sampai kini berlaku untuk kaula-kaula daerah swaparaja dan orang-orang yang

97 Undang-Undang Nomo 1 Drt tahun 1951 disebutkan, bahwa: “Hukum materiil & sipil dan untuk sementara waktupun hukum materiil pidana sipil yang sampai kini berlaku untuk kaula-kaula