• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum Sebagai Gejala Multifaset - Spada UNS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Hukum Sebagai Gejala Multifaset - Spada UNS"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

PANCASILA SEBAGAI

SUMBER HUKUM DI

INDONESIA

(2)

MAPPING & CAPAIAN PEMBELAJARAN

“ CAPAIANPEMBELAJARAN “

M A P P IN G

PEMBELAJARAN

01

Pengantar

02 03 04 05

Apakah Hukum itu

Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan

06 07

menjelaskan Pancasila sebagai sumber

hukum di Indonesia  

 

(3)

Norma moral membentuk sistem etik (a) sedang norma hukum membentuk sistem hukum. Kedua mengatur perilaku hidup bernegara.

Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara bermakna nilai-

nilai Pancasila dijadikan acuan perilaku dalam kehidupan bernegara.

Agar nilai bisa dijadikan acuan perilaku maka nilai harus diwujudkan kedalam norma.

Nilai-nilai Pancasila dijabarkan ke

dalam norma (sosial) bernegara.

Nilai nilai Pancasila perlu dijabarkan (diwujudkan) kedalam norma moral dan norma hukum

Pengantar

(4)

Norma Etik

Norma-norma etik dalam kehidupan bernegara menjadi pedoman perilaku baik oleh penyelenggara negara maupun warga negara

0 1

Oleh karena itu ketaatan warga pada norma etik bernegara bersifat subyektif (berdasar kesadaran pribadi warga)

Norma etik/moral bersifat tidak memaksa tetapi berdasar pada hati nurani manusia itu sendiri untuk melaksanakan

Sebagai acuan perilaku maka warganegara dituntut untuk

mentaati norma-norma etik yg berlaku

(termasuk kode etik profesinya

Sanksi atas pelanggaran norma etik pada dasarnya bersumber dari diri sendiri (malu, menyesal, dsb).

Sanksi atas pelanggaran norma etik tidak melalui sanksi pidana/hukuman.

Norma etik kehidupan bernegara Indonesia diwujudkan melalui Pokok- Pokok Etika Kehidupan Berbangsa (Ketetapan MPR No VI/MPR/2001)

0 4

0 2

0 5

0 3

0 6

(5)

COMMENT TITLE STYLE

Strategy Presentation Template

Kehidupan

bernegara ternyata tidak hanya

membutuhkan norma moral / etik tetapi juga butuh norma hukum consequat.

Norma hukum

membentuk sistem hukum yg

berjenjang dan hierarkis serta berlapis ( norma hukum tertinggi sampai norma hukum yang terendah)

Norma hukum bersifat memaksa dan mengikat (bersifat obyektif) terhadap warga negara

Norma Hukum

Norma Hukum

(6)

Pengalaman Norma Hukum

Norma hukum bersifat memaksa dan mengikat bagi

semua warga negara untuk ditaati dan dilaksanakan

Oleh karena itu ketaatan warga pada norma etik bernegara

bersifat obyektif (berdasar kesadaran

akan hukum)

03

Sanksi atas pelanggaran norma hukum bersumber dari

kekuasaan luar yang resmi (negara) Sanksi atas pelanggaran norma hukum

melalui sanksi pidana/hukuman.

.

02 01

(7)

Apakah Gajah (itu) ?...

• ...

• ...

• ...

• ...

(8)

Apakah Hukum itu

(9)

Apakah Hukum (itu) ? ...

Bagaikan gajah yang sekalipun mewujud di dalam satu realitas tetapi telah terpersepsi secara berbeda-beda oleh sekian

banyak orang buta, demikian pulalah halnya dengan realitas yang disebut “hukum” itu

Sebagai realitas, hukum telah dipersepsi dari berbagai

perspektif, dan kemudian menghasilkan pemahaman, definisi dan konsep yang tidak bisa tunggal.

(10)

Hukum Sebagai

Gejala Multifaset Kesulitan terbesar dalam

memahami hukum disebabkan oleh tampilan hukum yang

multifaset.

Kata “multifaset”

mengingatkan orang pada fenomena mata serangga

Dalam satu mata serangga

terdapat ratusan faset dengan lensa-lensa yang ditopang oleh ommatidium dengan syaraf-

syafaf terhubung ke otak serangga.

(11)

Bagaimana Hukum Diberi Makna

Perintah penguasa : sistem norma positif

dalam peraturan perundang- undangan.

01 Putusan Hakim03

Fakta-fakta dalam kasus

konkret

05

Asas kebenaran dan keadilan

02 Kebiasaan

yang berlangsung di

masyarakat

04

(12)

Hukum sebagai Perintah Penguasa

01

Hukum yang berhasil dipetakan di atas kertas, sebagaimana terlihat dalam norma-norma positif dalam sistem perundang-undangan.

02

Dalam konteks ini, hukum adalah perintah dari

penguasa yang berwenang (command of the

sovereign).

03

Keluasan hukum yang dapat dihasilkan sangat tergantung pada keluasan kewenangan yang dimiliki si penguasa.

04

Setelah timbul konsep negara-negara nasional, hukum sebagai produk penguasa ini makin terkungkung dalam batas-batas nasionalitas

05

Pandangan formalisme hukum ini mengasumsikan adanya rule of law yang berlaku sama untuk semua orang : setiap fakta hukum yang terjadi harus dapat dikaitkan dengan sumber-sumber hukum tertentu yang dipersepsikan berlaku secara umum (equality before the law).

06

Norma-norma hukum inilah yang menentukan apa yang nantinya akan ditetapkan sebagai

konsekuensi dari perbuatan hukum yang terjadi.

07

Untuk menjamin agar hukum berfungsi dengan baik, maka sistem perundang- undangan perlu dibangun

sekomprehensif mungkin, antara lain melalui kodifikasi.

08

Sebab, jika ada perbuatan atau peristiwa yang tidak dapat dihubungkan dengan sistem perundang-undangan, dengan sendirinya perbuatan atau peristiwa itu dianggap tidak berakibat hukum
(13)

Hukum sebagai Asas

Keadilan yang Universal

01

(Dalam kenyataannya) hukum tidak sll tampil dalam makna tunggal seperti pandangan pertama sebelumnya

02

Hukum memang ditujukan untuk mengatur perilaku, namun perilaku tsb tidak pernah berdiri sendiri

03

Perilaku yang dilakukan secara sadar merupakan

pengejawantahan dari sikap mental para

pelakunya...moralitas

04

Hukum dapat diidentikan dengan

moralitas yaitu moralitas manusia yang beradab

05

Semua umat manusia yang mengaku beradab diasumsikan memiliki asa-asa moralitas yang sama tentang apa yang mereka anggap benar dan adil

06

Sebagai konsekuensi dari

pandangan ini, maka hukum yang paling hakiki seantiasa obyektif untuk menyuarakan kebenaran dan keadilan bagi siapa, saja, dimana saja, dan kapan saja.

07

Pandangan ini menyiratkan adanya ukuran-ukuran yang universal dalam moralitas, termasuk di dalamnya tentang apa yang disebut benar dan

08

adilPandangan ini tidak menampik adanya  hukum-hukum nasional atau lokal buatan  manusia, asalkan hukum-hukum ini tetap  sejalan dengan asas-asas kebenaran yang  universal itu.
(14)

Hukum sebagai Asas

Keadilan yang Universal

01

Asas kebenaran dan keadilan ini berada dalam  tataran hukum yang kodrati, sehingga lebih  tinggi daripada norma-norma hukum nasional  atau lokal.

02

Asas kebenaran ini menjalankan  fungsi konstitutif dalam hukum,  sementara asas keadilan 

melaksanakan fungsi regulatifnya.

(15)

Hukum sebagai Perilaku yang Ajeg dan  Partikular

• Namun, pendapat tentang adanya asas-asas kebenaran  dan keadilan yang universal diragukan oleh sebagian  orang.

• Sejarah menunjukkan hukum berlangsung dalam ruang  dan waktu yang partikular.

• Setiap bangsa dan masyarakat, memiliki karakteristik  hukumnya sendiri-sendiri.

• Faset hukum, dengan demikian, dipengaruhi oleh jiwa  rakyat (Volksgeist) sekaligus praktik-praktik kebiasaan  yang berskala makro atau komunal

(16)

• Hukum berarti dapat diibaratkan sebagai suatu 

organisme yang hidup, yang dapat lahir, berkembang,  bahkan mati

• Keberadaan dan keberlangsungan hukum seperti ini  tidak membutuhkan prasyarat legitimasi dari penguasa  politik

• Penerimaan masyarakat dari waktu ke waktu  merupakan indikator keabsahan hukum itu.

(17)

• Oleh karena itu hukum dapat lahir, tumbuh dan  berkembang bahkan mati tanpa campur tangan  penguasa, maka hukum ada dan berlaku secara  alamiah

• Namun, keadaan dan keberlakuan hukum sangat  terikat pada ruang dan waktu

• Hukum senantiasa mencerminkan partikularitas,  sehingga pada akhirnya memberi ruang pada 

munculnya pluralisme hukum

(18)

Hukum sebagai Putusan Hakin in-concreto

• Jurang pemisah antara hukum yang dalam norma-

norma positif (dalam sistem perundang-undangan) dan  hukum yang hidup dalam masyarakat, dapat terjadi 

setiap saat.

• Momentum untuk menyelaraskan keduanya dilakukan  terutama oleh para hakim pada saat mereka 

menghadapi perkara-perkara kasuistik.

• Melalui jalinan preseden dari satu putusan ke putusan  in-concreto berikutnya, hakim membuat penafsiran  terhadap norma-norma hukum positif itu.

(19)

• Jika diperlukan, hakim tidak lagi sekedar menafsir  norma-norma positif yang ada, melainkan juga  membentuk hukum yang baru.

• Bentukan hukum tersebut harus berangkat dari realitas  sosial dan kebutuhan riil masyarakat

• Pada faset iini, hukum akhirnya menjadi judge made law

(20)

Hukum sebagai Fakta-fakta Perilaku  Masyarakat dari Kasus Konkret

• Pengakomodasian hukum yang hidup (livinglaw) melalui  putusan-putusan hakim dalam kenyataanya masih tetap  menimbulkan tanda tanya besar bagi sebagian kalangan.

• Hakim-hakim ternyata masih belum mampu melepaskan  diri dari ikatan preseden, sehingga kreativitas mereka 

dalam pembentukan hukum tetap terpasung

• Pada gilirannya, asas preseden inipun 

mengejawantahkan tidak ubahnya seperti formalisme  hukum juga

(21)

• Sebagian dari kelompok kritis ini lalu menganjurkan  agar hakim dapat melepaskan diri dari ikatan-ikatan 

formalisme hukum itu dengan cara lebih memfokuskan  diri dapa fakta-fakta dari tiap-tiap kasus.

• Menurut pandangan ini tidak pernah dua atau lebih  kasus memiliki fakta-fakta yang persis sama, tetapi  setiap kasus adalah unik.

• Keunikan tersebut tidak mungkin diabaikan dengan  mengandalkan pada rumusan-rumusan norma-norma  yang berlaku secara general.

(22)

• Putusan hakim ternyata dihasilkan melalui serangkaian  faktor-faktor non-hukum, mulai dari yang kompleks 

seperi haluan politik, sampai urusan remeh-temeh  seperti sarapan pagi sang hakim

• Jerome Franks (1889-1957) : “A judge’s decision may be influenced by mundane things like what she ar he ate for breakfast

(23)

• Alf Ross (1899-1979) : kewajiban yang diletakkan oleh  norma-norma positif dalam sistem perundang-

undangan, hanyalah sekedar anggapan metafisis.

• Dengan sendirinya, kebenaran yang dibawa oleh  norma-norma itu juga bukan kebenaran yang riil.

• Kewajiban dan kebenaran dapat berubah setiap saat  seiring dengan kehendak penguasa.

• Sesuatu yang dapat dipastikan adanya hanyalah fakta- fakta sosial yang muncul dari kasus-kasus konkret.

(24)

Stufen Theorie (Hans Kelsen)

(Teori Jenjang Norma Hukum)

Norma hukum itu berjenjang-jenjang  dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki  dari norma hukum yang paling rendah  sampai pada norma hukum tertinggi  (Grundnorm)

Grundnorm tidak lagi berdasar pada norma hukum yang lebih tinggi tetapi dibentuk (ditetapkan) berdasarkan ketetapan masyarakat.

Grundnorm menjadi gantungan bagi norma-norma dibawahnya.

“ “

Stufen

Theorie

(25)

HANS NAWIASKY

Selain berlapis-lapis dan

berjenjang, norma hukum dari suatu negara juga berkelompok- kelompok, yaitu :

Staatfundamentalnorm

(Norma fundamental negara)

Staatsgrundgesetz (Aturan dasar/pokok negara)

Formell Gesetz (Undang- undang formal)

Verordning dan Autonome Satzung (Aturan

pelaksanaan dan otonom)

Teori Hans  Kelsen ini  kemudian 

diteruskan oleh  HANS 

NAWIASKY

(26)

Gambar

(27)

Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan

TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 TAP MPR No. III/MPR/2000 UU Nomor 10 Tahun 2004

1. UUD RI 1945 2. TAP MPR 3. UU/Perpu

4. Peraturan   Pemerintah 5. Keputusan Presiden

  6. Peraturan pelaksanaan lainnya :

Peraturan Menteri

 Instruksi Menteri

dan lain-lainnya  

1. UUD RI 1945 2. TAP MPR RI 3. UU

4. Perpu

5. Peraturan Pemerintah 6. Keputusan Presiden 7. Peraturan Daerah

 

1. UUD RI 1945 2. UU/Perpu

3. Peraturan Pemerintah 4. Peraturan Presiden 5. Peraturan Daerah

a. Perda Provinsi dibuat DPRD  provinsi dengan Gubernur

b. Perda Kabupaten /Kota dibuat oleh  DPRD Kabupaten/Kota bersama  Bupati/Walikota

c. Peraturan Desa/Peraturan yang  setingkat dibuat oleh BPD atau  nama lainnya bersama dengan  Kepala Desa atau nama lainnya

 

(28)

UU Nomor 12 Tahun 2011

1. UUDN RI 1945 2. Ketetapan MPR

3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah  Pengganti Undang-Undang

4. Peraturan Pemerintah 5. Penetapan Presiden 6. Perda Provinsi

7. Perda Kabuparten

(29)

Makna Pancasila sebagiai Sumber Hukum

Kedudukan Pancasila sebagai Dasar Negara menjadikan

Pancasila sebagai sumber hukum di Indonesia

Pancasila adalah sumber hukum materiil di Indonesia

“ Setiap hukum di Indonesia yang

lahir di Indonesia harus berdasar pada Pancasila“

“ Hukum nasional harus dipandu oleh nilai-nilai Pancasila sebagai dasar

negara “

(30)

Kerangka Pikir Hukum di Indonesia

Berbasis moral agama

01 Mempersatukan

seluruh unsur bangsa dengan

semua ikatan primordialnya

03

Membangu n keadilan

sosial

05

Menghargai dan melindungi

hak-hak asasi manusia

tanpa diskriminasi

02 Meletakkan

kekuasaan di bawah kekuasaan

rakyat

04

(31)

Hukum nasional harus dipandu oleh keharusan untuk :

Melindungi semua unsur bangsa demi integrasi atau keutuhan bangsa yang mencakup ideologi dan teritori

0 1

Menciptakan toleransi hidup beragama berdasarkan keadaban dan kemanusiaan

Mewujudkan keadilan sosial dalam ekonomi dan

kemasyarakatan

Mewujudkan

demokrasi (kedaulatan rakyat) dan nomokrasi (kedaulatan hukum)

0 4

0 2

0 3

(32)

Hubungan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945

1

Pembukaan UUD 1945 merupakan Pokok Kaidah Negara yang  Fundamental (Staatsfundamentalnorm) sedangkan Pancasila  merupakan unsur pokok. (Notonegoro)

2

Pembukaan UUD 1945 pada hakikatnya merupakan naskah  proklamasi yang terperinci dari bangsa Indonesia

3

Pembukaan UUD 1945  yang terdiri atas 4 alinea  (masing-

masing memiliki kandungan makna) memuat sendi-sendi pokok  penyelenggaraan negara

(33)

Batang Tubuh UUD 1945

1

Batang tubuh atau bagian pasal-pasal UUD 1945 pada 

hakikatnya merupakan penjabaran pokok-pokok pikiran yang  terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 yang tiada lain adalah  Pancasila

2

UUD 1945 adalah Konstitusi Indonesia, yaitu Aturan Pokok/Dasar  Negara yang memuat hal-hal fundamental sebagai pedoman 

penyelenggaraan bernegara

3

Isi UUD 1945 memuat hal-hal antara lain  : identitas negara,  kelembagaan negara, hubungan negara  dan warga negara,  konsepsi  negara, perubahan  UUD 1945

Referensi

Dokumen terkait

 Memberikan contoh perilaku yang menampilkan persamaan kedudukan warga negara dalam kehidupan. bermasyarakat berbangsa dan

 Memberikan contoh perilaku yang menampilkan persamaan kedudukan warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

 Memberikan contoh perilaku yang menampilkan persamaan kedudukan warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

landasan persamaan kedudukan warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara  Memberikan. contoh perilaku

 Mendeskripsikan landasan persamaan kedudukan warga negara dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.  Memberikan contoh

 Memberikan contoh perilaku yang menampilkan persamaan kedudukan warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa,norma-norma atau aturan- aturan yang merupakan kesatuan landasan etik

Penegakan hukum adalah proses yang dilakukan sebagai upaya untuk tegaknya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam kehidupan bermasyarakat dan